PENGANTAR
Ketika anak-anak mulai bertanya, mengapa mereka tidak dilibatkan dalam Sakramen Perjamuan, Gereja perlu meninjau kembali kebiasaan dan pemahamannya tentang esensi Sakramen Perjamuan dan tempat anak-anak yang sudah dibaptiskan dalam Sakramen Perjamuan. Sakramen Perjamuan sebagai alat pemeliharaan iman mengandung makna yang sangat dalam. Bukan sekadar berisi janji Allah atas karya penyelamatan-Nya di dalam Kristus, melainkan juga pengutusan kepada setiap orang percaya untuk mewartakan cinta kasih terhadap sesama dan seluruh ciptaan. Anak-anak yang sudah menerima Sakramen Baptis mestinya juga berhak menerima janji Tuhan dan pengutusan-Nya itu. Jika tidak demikian, di manakah tempat "anak-anak perjanjian" dalam keseluruhan karya Kristus? Terkadang terkesan menjadi aneh ketika pokok ajaran suatu gereja melihat begitu vitalnya pembaptisan anak dg berbagai nalar pengajaran tetapi dg nalar pengajaran pula melarang anak-anak tidak dipelihara keimanannya dengan sakramen, atau tepatnya sakramen perjamuan Kudus. Padahal nalar ajaran pula yang memperlihatkan bahwa setelah pembaptisan, alat pemeliharaan iman itu adalah sakramen.
Biarkan anak-anak itu datang kepada-Ku, jangan menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah" [Mark. 10:14]. Dengan kasih Tuhan Yesus mengundang anak-anak datang kepada-Nya supaya mereka menerima berkat. Tidak ada seorangpun yang bisa menghalangi anak-anak menerima berkat. Termasuk juga tidak ada seorangpun yang bisa menghalangi anak-anak untuk berada di seputar meja perjamuan Tuhan. Sejarah mencatat bahwa sejak tahun 1215 dalam konsili Lateran, Gereja Barat memutuskan pelarangan bagi anak untuk turut serta dalam perjamuan kudus [PK). Keputusan ini merupakan dampak dari doktirn transubstansiasi. Namun, sejak tahun 80-an gereja-gereja reformasi [khususnya yang tergabung dalam REC — Reformed Ecumenical Council], menggumulkan kembali tentang keikut sertaan anak dalam PK. Tahun 1996, dalam persidangan di Indonesia, REC memutuskan untuk mengikutsertakan anak-anak dalam PK. Sebagai tindak lanjut keputusan REC, persidangan XXIV Sinode GKJ memutuskan bahwa gereja-gereja dapat mengikutsertakan anak dalam PK. Sementara itu Sinode GKI SW Jateng memutuskan bahwa anak boleh ikut dalam PK pada persidangan tahun 2013. Bagaimana upaya Gereja/Jemaat mewujudkan PK yang ramah terhadap anak? MARI KITA MELIHAT BEBERAPA SUDUT PANDANG TENTANG PERJAMUAN KUDUS ANAK
SUDUT PANDANG TUJUAN PENDIDIKAN KRISTEN
1. Pendidikan Kristiani di Gereja bukan hanya bentuk Sekolah Minggu, katekisasi dan kotba\ saja, namun depat melalui semua kegiatan gerejêwi
2. Anak-anak juga memiiiki hak yang sama menerima Rahmat Tuhan, kalau mereka dapat dibaptis, maka seharusnya mereka juga dapat menerima Sakramen Perjamuan (sakramen adalah sarana pemeliharean iman)
3. Keikutsertaan anak dalam PK membantu merekonstruksi dan memperbaiki konsep dan praktek Pendidikan Kristiani dalam gereja
4. Prasyarat rahmat bukan katekisasi/sidi, namun Iman. Perjamuan Kudus salah satu sarana pendidikan Kristiani dan pendidikan Kristiani harus dirancang dengan sungguh-sungguh , tidak hanya bentuk pengajaran namun melingkupi seluruh hidup
5. PKA (Perjamuan Kudus Anak) juga dapat diawali dengan memberikan persiapan bagi anak Adapu,n topik-topik pengajarannya meliputi:
a. Penciptaan yang sungguh amat baik
b. Dosa yang merusak relasi antara Allah dan Manusia, manusia dan sesama.
c. Kelahiran Yesus sebagai penggenapan janji keselamatan
d. Karya Yesus : pembaptisan, ajaran Kasih, mujízat
e. Sengsara dan wafat Tuhan Yesus
d. Kebangkitan Yesus , kemenangan atas dosa
e. Sakramen Baptis yang telah diterima anak dan perjamuan kudus yang akan diikuti oleh anak
6. Persiapan untuk PKA dapat dilakukan Bersama dengan guru sekolah Minggu dan juga membutuhkan peran serta orang tua datam memberikan pemahaman kepada anak tentang PKA.
7. Dengan adanya pendampingan dan pemahaman tentang PKA dari orang tua, maka sebenarnya ini juga rangka mengembalikan pendidikan Kristen pada esensinya yaitu bahwa pendidikan tugas dari gereja dan sekolah, tetapi tugas yang utama dari ke!uarga.
SUDUT PANDANG KESAKSIAN ALKITAB
Semua naskah Injil dan surat Rasul Paulus membuktikan bahwa sakramen perjamuan adalah esensial atau mendasar. Semua naskah tersebut memberikan tekanan bahwa sakramen perjamuan bukanlah suatu yang bersifat individual, melainkan dalam segala hal dan segi sangat kena-mengena dengan hakikat hidup berjemaat. Namun naskah-naskah tersebut — bahkan seluruh naskah Perjanjian Baru Iainnya — tidak memberikan petunjuk yang jelas mengenai siapa yang boleh dan tidak boleh turut serta dalam sakramen perjamuan. Paulus adalah satu-satunya orang yang memberikan kata-kata peringatan soal praktik sakramen perjamuan di dalam jemaat Korintus. Tetapi di dalam suratnya, ia tidak menyinggung sama sekali soal umur. warna kulit, kebangsaan', maupun jenis kelamin orang yang boleh turut serta dalam pelayanan sakramen perjamuan. Ia justru memberi tekanan kepada sadar-tidaknya dan yakin-tidaknya jemaat yang akan ambil bagian dalam sakramen perjamuan mengenai hakikat gereja sebagai tubuh Kristus• Konteks dalam perjamuan Kudus pada jemaat Korintus adalah pertarungan Etika Iman antara perjamuan Kudus dan perjamuan Agape atau perjamuan Kasih. Kesaksian-kesaksian tersebut menunjukkan bahwa sakramen perjamuan sudah dilaksanajan oleh Gereja Perdana sejak awal kelahirannya. Di dalam kehidupan jemaat mula-mula tersebut, semua orang yang sudah dibaptis — termasuk anak-anak diizinkan turut serta dalam pelayanan sakramen perjamuan, bahkan dapat berpartisipasi secara aktif di dalam pelayanan tersebut. Kesederhanaan dan sikap Perjanjian Baru yang tidak banyak berkata-kata mengenai sakramen perjamuan memberikan kebebasan kepada kita untuk dengan penuh tanggung jawab mencari bentuk-bentuk yang lebih relevan atau kontekstual, supaya kita dapat semakin menghayati karya penyelamatan Allah atas manusia dengan baik. Sudah sepatutnya pula kita berharap bahwa gereja dengan kreatif dan berani mengupayakan agar sakramen perjamuan dapat dirayakan kembali sesuai dengan yaitu sebagai sarana pemeliharaan iman bagi semua orang yang percaya kepada Yesus Kristus, perhatian pada konteks atau latar belakang dimana gereja itu bertumbuh kembang. Selain itu, kesaksian Alkitab juga mengungkapkan bahwa sejak masa Perjanjian Lama, anak-anak mempunyai tempat yang cukup sentral dalam jamuan makan setiap kali perayaan Paskah umat Israel diselenggarakan. Pada masanya, Yesus juga sangat menghargai anak-anak. la berkenan memeluk dan memberkati anak-anak (Mrk. 10:16). Ia bahkan menegur mUrid-murid-Nya yang berusaha menghalang halangi orang-orang yang membawa anak-anak mereka datang kepada-Nya. la juga memberikan peringatan yang sangat keras kepada setiap orang yang berusaha menyesatkan anak-anak (Mat. 12:15-16; 1 8:6, 10, 14; 19:13-14). Ia menerima pemberian roti dan ikan dari seorang anak untuk menyediakan jamuan makan bagi lima ribu orang lebih (Yoh. 6:1-15).
SUDUT PANDANG GEREJA PERDANA
Gereja Perdana pada awalnya merayakan sakramen perjamuan sebagai bagian dari suatu perjamuan yang lebih besar (l Kor. 1 1:17-34). Namun kebiasaan seperti iłu sama sekali telah ditinggalkan pada pertengahan abad II. Sakramen perjamuan dirayakan dengan memakan roti dan anggur yang mereka anggap sebagai makanan yang kudus. Sebab mereka memahami bahwa sakramen perjamuan adalah wujud kehadiran Kristus di dałam roti dan anggur perjamuan (Mat. 26:26-29; Mrk. 14:22-25; Luk. 22:19-20; I Kor. 11:23-26; bnd. Yoh. 6:48, 54).
Anak-anak orang-orang Kristen yang sudah dibaptis diizinkan ikut serta dałam pelayanan sakramen perjamuan. Sebab anak-anak tersebut sangat memerlukan makanan dan asuhan lanjutan, antara lain dengan sakramen perjamuan. Pada masa itu, para rasul dan para pemimpin Gereja Perdana juga belum memiliki pemikiran bahwa orang-orang yang sudah dibaptis iłu harus mencapai tingkat pengetahuan tentang agama Kristen yang lebih tinggi dan perilaku yang lebih baik sebelum mereka diperkenankan menghadiri sakramen perjamuan.
SUDUT PANDANG BAPA-BAPA GEREJA
Pada masa Bapa-bapa Gereja, seiring dengan perubahan zaman dan beragam tantangan yang harus dihadapi oleh gereja, mulailah bermunculan perbedaan pendapat dan pertentangan tentang makna sakramen perjamuan dan siapa yang boleh mengikutinya. Tetapi hingga akhir abad V, pengaruh Augustinus (354-430) masih cukup kuat. Anak-anak yang sudah dibaptis diizinkån menerima roti dan anggur dalam sakramen perjamuan. Abad Pertengahan rupanya menjadi abad perubahan besar dalam kehidupan gereja, termasuk dalam hal sakramen perjamuan. Pada masa itu, anak-anak tidak diizinkan lagi menerima sakramen perjamuan• Mereka harus berproses cukup panjang sampai dianggap mampu menggunakan akal budi mereka dengan baik. Sehingga muncullah ritus perpindahan, yaitu sidi atau penguatan• Salah satu tokoh di balik perubahan tersebut adalah Thomas Aquinas (1225-1274). Augustinus dan Thomas Aquinas memang hidup pada masa yang jauh berbeda. Tetapi pendapat mereka yang saling bertentangan itu hingga saat ini masih sering dikutip dan dijadikan dasar atau landasan berbagai ajaran gereja. Akibatnya, hingga saat ini ada keanekaragaman praktek pelayanan perjamuan di gereja-gereja.
SUDUT PANDANG REFORMATOR GEREJA
Martin Luther berpendapat bahwa anak-anak harus dididik dalam iman sebelum mereka ikut dalam sakramen perjamuan. Pada masanya, ia juga ingin mempertahankan kebiasaan menyelenggarakan upacara khusus, yaitu konfirmasi atau peneguhan sidi untuk menyertai sakramen perjamuan pertama bagi anak-anak yang berumur antara 7 (tujuh) sampai dengan 12 (dua belas) tahun. Sedangkan Zwingli melihat sakramen (baik baptisan maupun perjamuan) lebih sebagai tindakan jemaat — baik orang dewasa maupun anak-anak — untuk mengakui imannya. la menetapkan bahwa sakramen perjamuan hanya dirayakan empat kali dalam setahun, dan hanya boleh diikuti oleh mereka yang sudah percaya kepada Kristus atau mereka yang telah mampu mengungkapkan imannya. Calvin sangat menekankan bahwa anak-anak yang telah berumur 10 (sepuluh) tahun harus dididik dalam iman. Itu sebabnya, ia menciptakan suatu upacara yang berhubungan dengan kali pertama anak-anak ikut serta dalam sakramen perjamuan. Menurutnya, anak-anak dapat diterima sebagai peserta sakramen perjamuan setiap kali sakramen tersebut dilayankan setidak-tidaknya empat kali dalam satu tahun. Oleh karena itu, pelayanan sakramen perjamuan harus diumumkan satu minggu sebelumnya, supaya anak-anak yang hendak ikut serta dapat diuji dan para tamu serta anggota baru dapat menghadap majelis gereja lebih dahulu. John Wesley mengartikan sakramen perjamuan sebagai anugerah, tanda, dan simbol dari karya penebusan Kristus. Perayaan tersebut dipahami Sebagai suatu memorial (peringatan) akan pengorbanan Kristus dan perjamuan persekutuan dengan Kristus. Sakramen perjamuan juga diyakini sebagai perjamuan persekutuan dengan Tuhan yang baik kepada semua orang dan penuh rahmat terhadap segala yang dijadikanNya. Oleh sebab itu, bukan hanya orangtua atau orang dewasa saja yang memerlukan persekutuan serta rahmat Tuhan tersebut, tetapi anak-anak juga sangat memerlukannya.
SUDUT PANDANG PERUBAHAN WAKTU
Praktik pemisahan sakramen baptisan dari sakramen perjamuan jelas harus dikoreksi. Sebab sesungguhnya hal tersebut juga berarti sebuah penilaian yang berbeda atas kedua sakramen itu. Untuk sakramen baptisan seolah-olah boleh ditetapkan syarat yang lebih ringan dari sakramen perjamuan. Hal ini jelas bertentangan dengan hakikat dan arti dari sakramen baptisan maupun sakramen perjamuan. Sesungguhnya tidak ada perbedaan mengenai tingkat nilai antara sakramen baptisan dan sakramen perjamuan. Keduanya merupakan pernyataan isi hakiki Injil. Keduanya merupakan tanda dan meterai bahwa Allah telah melimpahkan rahmat-Nya kepada manusia melalui pengorbanan Kristus pada kayu salib di Golgota yang mengaruniakan keampunan dosa dan hidup yang kekal. Keduanya disajikan kepada setiap orang yang mendasarkan imannya kepada penderitaan dan kematian Yesus Kristus yang mendamaikan dan pada kuat kuasa kebangkitan-Nya. Bagi kedua sakramen itu dikehendaki keadaan hati yang sama, yaitu kerelaan bertobat, kepercayaan akan Yésus Kristus selaku Juruselamat dan Tuhan, dan kesediaan yang sungguh-sungguh untuk hidup menurut perintah-Nya. Itu sebabnya, apabila seseorang atau pun SEORANG ANAK telah dipandang layak diterima di dalam persekutuan jemaat dengan sakramen baptisan, maka mestinya ia juga layak pula tu
rut menghadiri sakramen perjamuan. Sebab sakramen perjamuan itulah yang memberi bentuk pada persekutuan anggota-anggotaNya / anggota tubuhNya di dunia ini dengan Kristus / KepalaNya di sorga. Andaikata kita berpendapat bahwa seorang anak itu belum matang imannya untuk turut serta dalam sakramen perjamuan, maka selayaknya ia tidak dibaptis. Sebab sakramen baptisan dan sakramen perjamuan tidak dapat dan tidak boleh diceraikan dengan cara demikian. Sakramen-sakramen itu amat penting artinya bagi kehidupan gereja. Sakramen-sakramen itu juga merupakan faktor - faktor utama dalam membina kehidupan jemaat. Kini, anak-anak yang telah berumur 7 (tujuh tahun) sudah mampu dibimbing dan dipersiapkan untuk dapat menerima pelayanan sakramen perjamuan• Melalui bimbingan orang tua dan dengan dibantu gereja melalui katekisasi, kebaktian anak, sekolah Minggu serta melalui berbagai bentuk kegiatan pembinaan lainnya, mereka akan dapat mengikuti dan menerima sakramen perjamuan dengan baik.pelayanan sakramen perjamuan untuk anak-anak pada dasarnya sama dengan pelayanan untuk orang-orang dewasa. Dilayankan sebulan sekali atau disesuaikan dengan kalender gerejawi. Sebaiknya anak-anak juga tidak dipisahkan dari orang tua mereka, supaya peran orangtua yang harus bertanggung jawab membimbing dan menghantar anak-anak mereka untuk dapat memahami dan menerima sakramen perjamuan dengan baik dapat lebih dioptimalkan.
SUDUT PANDANG REFLEKSI TEOLOGIS
Perjamuan malam terakhir Yesus bersama murid-murid-Nya adalah perjamuan yang unik. Namun perjamuan tersebut tidak dapat dipisahkan dari ucapan, tindakan, dan perjamuan makan Yesus lainnya. Ia menyembuhkan banyak orang sakit, membebaskan orang-orang yang dirasuk setan, serta menafsirkan Taurat dengan cara yang sangat mengherankan, tetapi juga menjengkelkan. Ia bergaul dengan orang yang tidak diharapkan hadir di tengah pergaulan orang banyak. Ia duduk satu meja dengan orang-orang Farisi yang dikenal sebagai "orang-orang berdosa" dan lazim disamakan dengan para pemungut cukai yang sangat dibenci masyarakat (Luk. 14:1-6; bnd. Mrk. 2:15-17; Mat. 1 1:18-19). Ucapan dan tindakan Yesus membawa perubahan secara radikal. Seorang berpenyakit kusta memperoleh hidup baru (Mrk. 1:40-45), seorang pemungut cukai meninggalkan mata pencahariannya yang tidak halal (Mrk. 2:13-14), seorang yang dirasuk setan pulang ke rumahnya dalam keadaan sembuh (Mrk 5:9). bahkan jalan bagi banyak orang kafir menjadi (Mat. 8:5-13, 15:21-28). Dalam lingkup seperti itulah sakramen perjamuan itu seharusnya ditempatkan, Yésus memecahkan roti dan membagi anggur untuk semua yang hadir tanpa memandang orangnya. Pada masanya, Gereja Perdana merayakan sakramen perjamuan berdasarkan pengalaman iman mereka akan Yesus Kristus. Tiga akar pengalaman pokok ang menjadi dasar penetapan pelayanan tersebut adalah:
1. Perjamuan makan Yesus bersama orang-orang miskin dan berdosa sebagai tanda kehadiran Kerajaan Allah.
2. Perjamuan malam terakhir Yesus bersama mund_murid-Nya.
3. Perjamuan makan bersama Yesus yang bangkit'dari kematian.
Isi dari perjamuan-perjamuan tersebut adalah penyelamatan Allah di dalam Yesus Kristus. Di dalam perjamuan-perjamuan tersebut Yesus hadir dan menciptakan persekutuan dengan orang-orang berdosa. la menganugerahkan kepada mereka keselamatan Nya, bahkan kelak di dalam sorga, tetapi mulai sekarang di dalam kehidupan di dunia ini (Mat. 9:9-13; bnd. k. 2:13-17; Luk. 5:27-32). Kini gereja
( termasuk GKJ ) tidak cukup siap untuk melakukan semuanya itu, bahkan gereja cenderung lebih memilih untuk bersikap seperti para murid Yesus di waktu lampau yang menghalang-halangi orang-orang membawa anak-anak mereka un!uk juga berada di dekat Yesus. Teguran Yésus saat itu berlaku juga pada saat ini, Itu sebabnya, gereja dan orang-orang dewasa saat ini ditegur: "Biarkanlah anak-anak itu, itu janganlah menghalang-halangi mereka datang kepada-Ku; sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan sorga " (Mat. 19:13-14). Sakramen perjamuan adalah bagian dari kehidupan iman umat Kristen yang khas. Melalui sakramen perjamuan umat mengungkapkan iman percayanya dan secara khusus bersekutu dengan Kristus. Oleh sebab itu, sudah sepatutnya anak-anak tidak dijauhkan dari sakramen tersebut, supaya mereka dapat belajar percaya, mengungkapkan iman, dan bersekutu dengap Tuhån, sejak masa kanak-kakak. Mereka perlü diberi kesempatan untuk belajar sambil melakukan dan mengalami banyak hal — termasuk soal sakramen perjamuan — di dalam hidup mereka, supaya karya penyelamatan Allah atas mereka dapat lebih mudah dihayati sejak dini.
Sudah waktunya gereja dan orang-orang dewasa tidak lagi meremehkan anak-anak (bnd. Mat. 18: 10). Sebab mereka juga memperoleh tempat di dalam pelukan Yesus, bahkan la juga memberkati mereka (Mrk. 10:16). la juga berkenan menerima pemberian roti dan ikan dari seorang anak untuk menghadirkan mujizat dan jamuan makan bagi lima ribu orang lebih (Yoh 6:1-15).Anak-anak yg sudah dibaptis adalah keluarga Allah yang harus diterima Anak-anak yang apa adanya dan dipelihara imannya dengan penuh tanggung jawab oleh para orangtua mereka dan gereja. Memang anak-anak harus memahami makna sakramen perjamuan itu. Tetapi untuk memahaminya, jelas mereka membutuhkan proses dan penjelasan yang cukup. Oleh karena itu, tindakan menunda keikut sertaan anak-anak dalam pelayanan sakramen perjamuan, sesungguhnyä merupakan sebuah tindakan yang kurang bijaksana dan telah menjadi pertanda bahwa para orang tua maupun gereja sesungguhnya enggan melaksanakan tugas memberitakan Injil Yesus Kristus di lingkungan terdekat mereka, anak-anak. Mengajar anak-anak untuk memahami sesuatu, memang bukan hal yang mudah. Namun itulah tugas dan tantangan bagi para orangtua dan gereja untuk berproses bersama anak-anak. Sejak dini, anak-anak yang sudah dibaptis patut diajar dan diajak menikmati pelayanan sakramen perjamuan, supaya mereka dapat mulai belajar memahami makna sakramen perjamuan itu sebagai:
1. Perjamuan pengucapan syukur.
2. Peringatan akan Yesus Kristus.
3. Pemberian Roh Kudus.
4. Perjamuan persekutuan.
5. Perjamuan yang mengacu kepada perjamuan di masa depan.
Perjamuan yang Yesus inginkan adalah seperti pada paskah Yahudi, suatu peringatan akan Keluaran, tetapi yang ditarik lebih jauh sampai pada peristiwa salib yang pada waktu itu masih akan terjadi, dan dalam pengharapan akan kedatangan Kerajaan Allah masa depan. Kenangan tidak berhenti pada Peristiwa-peristiwa yang sudah lewat, tetapi menempatkan umat dalam perspektif masa kini dan masa depan Yang penuh pengharapan. Selanjutnya ajaran Yesus kepada murid-murid-Nya adalah perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku" (Luk. 22:19; bnd. I Kor. 11:24, 25). Dengan demikian, sakramen perjamuan tidak saja membawa kita untuk menoleh ke belakang melihat masa lalu, tetapi juga membuka kemungkinan melihat kenyataan masa kini, dan menaruh pengharapan pada masa depan yang tertuju kepada pembebasan telah lama dinantikan. Kini, "biarkanlah anak-anak itu, janganlah menghalang-halangi mereka datang kepada-Ku,•sebab orangOrang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan sorga " (Mat. 19:13-14)•
BEBERAPA PEMIKIRAN
1. Yesus memulai perjamuan malam terakhir menurut tata cara Taurat dan tradisi Yahudi. Namun, ada yang tidak lazim dalam perjamuan tersebut, yaitu Yesus memaknai roti dan anggur secara baru, memberikan perspektif eskatologis yang baru, dan menetapkan perjamuan itu untuk mengenang diriNya. Selanjutnya melalui para penulis Injil dan Paulus, sakramen perjamuan menjadi bagian dari ibadah umat Kristen yang dilaksanakan selama-lamanya oleh gereja. Dalam jiwa dan semangat yang seperti itulah kini Gereja-gereja melanjutkan pelayanan sakramen perjamuan bagi umat Tuhan.
2. Unsur-unsur dasar dari sakramen perjamuan mengambil sebagian besar makna pentingnya dari bahasa simbolis yang universal. Makna simbolis alamiah dari makanan dan minuman sebagai sumber kekuatan digunakan dalam sakramen perjamuan untuk mengekspresikan keyakinan inti orang-orang Kristen bahwa Kristus yang telah bangkit itu selalu hadir bersama umat-Nya, menguatkan, dan memampukan mereka untuk bergabung bersama Dia dalam rencana-Nya, yaitu menebus manusia dan dunia. Sama seperti roti dan anggur menopang dan memberikan hidup bagi tubuh kita, demikian juga tubuh dan darah Kristus memberikan hidup bagi jiwa kita. Dalam perspektif yang seperti itu, maka semestinya sakramen perjamuan dilayankan kepada setiàp orang yang percaya kepada-Nya, baik dewasa maupun anak-anak.
3. Kini sudah saatnya Gereja-gereja mengembangkan teologi tentang sakramen perjamuan yang lebih kontekstual, dimulai dengan memberi tempat bagi anak-anak yang sudah dibaptis dan telah berumur 7 (tujuh) tahun dalam pelayanan sakramen perjamuan tersebut. Sebab anak-anak adalah bagian dari umat Tuhan dan mereka juga mendapat tempat yang khusus di dalam pelayanan dan pengajaran Yesus.
4. Melalui berbagai cara dan metode pernbinaan, orang-orang dewasa perlu dipersiapkan untuk berubah dan menyadari bahwa mereka berkewajiban mempersiapkan dan menghantar anak-anak ke meja perjamuan Tuhan dengan pemahaman yang benar. Anak-anak juga harus dipersiapkan, supaya mereka dapat mengikuti pelayanan sakramen perjamuan dengan baik. Gereja juga harus memberikan perhatian dan tempat bagi anak-anak bersama para orangtua mereka untuk menerima pelayanan sakramen perjamuan dengan penuh rasa syukur dan sukacita.
5. Pelayanan menyangkut sakramen perjamuan anak-anak sama dengan pelayanan untuk dewasa, baik unsur dasarnya maupun frekwensinya pelayanan. Anak-anak (dan perempuan) juga patut diberikan kesempatan untuk dapat berpartisipasi secara aktif di dalam persiapan dan pelayanan sakramen perjamuan.
(STT BAPTIS INJILI)(TUS)(2015)
Baca juga :
https://titusroidanto.blogspot.com/2024/09/sekilas-sudut-pandang-kaitan-baptis.html