Dunia sesudah kematian menurut Injil Lukas tidaklah seindah yang dibayangkan oleh kaum laki-laki. Tidak ada penyediaan bidadari untuk melayani hasrat laki-laki. Apalagi saat Injil Lukas ditulis belum ada program dan kampanye KB (Keluarga Berencana). Bacaan diambil dari Injil Lukas 20:27-38
Dalam bacaan Injil Minggu ini Yesus dan orang-orang Saduki bersoal-jawab. Latar cerita adalah Yesus mengajar di Bait Allah karena bacaan termuat dalam Lukas pasal 20-21.
Dikisahkan beberapa orang Saduki mendatangi Yesus, yang menurut penulis Injil Lukas mereka tidak mengakui adanya kebangkitan. Mereka bertanya kepada Yesus: " 𝘎𝘶𝘳𝘶, 𝘔𝘶𝘴𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘶𝘭𝘪𝘴𝘬𝘢𝘯 𝘱𝘦𝘳𝘪𝘯𝘵𝘢𝘩 𝘪𝘯𝘪 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘬𝘪𝘵𝘢: 𝘑𝘪𝘬𝘢 𝘴𝘦𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨, 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘮𝘪𝘭𝘪𝘬𝘪 𝘴𝘢𝘶𝘥𝘢𝘳𝘢 𝘭𝘢𝘬𝘪-𝘭𝘢𝘬𝘪, 𝘮𝘢𝘵𝘪, 𝘴𝘦𝘥𝘢𝘯𝘨 𝘪𝘴𝘵𝘳𝘪𝘯𝘺𝘢 𝘮𝘢𝘴𝘪𝘩 𝘢𝘥𝘢, 𝘵𝘦𝘵𝘢𝘱𝘪 𝘪𝘢 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘮𝘦𝘯𝘪𝘯𝘨𝘨𝘢𝘭𝘬𝘢𝘯 𝘢𝘯𝘢𝘬, 𝘴𝘢𝘶𝘥𝘢𝘳𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘩𝘢𝘳𝘶𝘴 𝘬𝘢𝘸𝘪𝘯 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘪𝘴𝘵𝘳𝘪𝘯𝘺𝘢 𝘪𝘵𝘶 𝘥𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘢𝘯𝘨𝘬𝘪𝘵𝘬𝘢𝘯 𝘬𝘦𝘵𝘶𝘳𝘶𝘯𝘢𝘯 𝘣𝘢𝘨𝘪 𝘴𝘢𝘶𝘥𝘢𝘳𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘪𝘵𝘶. 𝘈𝘥𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘵𝘶𝘫𝘶𝘩 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘣𝘦𝘳𝘴𝘢𝘶𝘥𝘢𝘳𝘢. 𝘠𝘢𝘯𝘨 𝘱𝘦𝘳𝘵𝘢𝘮𝘢 𝘬𝘢𝘸𝘪𝘯 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘱𝘦𝘳𝘦𝘮𝘱𝘶𝘢𝘯 𝘭𝘢𝘭𝘶 𝘮𝘢𝘵𝘪 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘮𝘦𝘯𝘪𝘯𝘨𝘨𝘢𝘭𝘬𝘢𝘯 𝘢𝘯𝘢𝘬. 𝘓𝘢𝘭𝘶 𝘱𝘦𝘳𝘦𝘮𝘱𝘶𝘢𝘯 𝘪𝘵𝘶 𝘥𝘪𝘬𝘢𝘸𝘪𝘯𝘪 𝘰𝘭𝘦𝘩 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘬𝘦𝘥𝘶𝘢, 𝘥𝘢𝘯 𝘰𝘭𝘦𝘩 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘬𝘦𝘵𝘪𝘨𝘢 𝘥𝘢𝘯 𝘥𝘦𝘮𝘪𝘬𝘪𝘢𝘯𝘭𝘢𝘩 𝘣𝘦𝘳𝘵𝘶𝘳𝘶𝘵-𝘵𝘶𝘳𝘶𝘵 𝘰𝘭𝘦𝘩 𝘬𝘦𝘵𝘶𝘫𝘶𝘩 𝘴𝘢𝘶𝘥𝘢𝘳𝘢 𝘪𝘵𝘶, 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘴𝘦𝘮𝘶𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘮𝘢𝘵𝘪 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘮𝘦𝘯𝘪𝘯𝘨𝘨𝘢𝘭𝘬𝘢𝘯 𝘢𝘯𝘢𝘬. 𝘈𝘬𝘩𝘪𝘳𝘯𝘺𝘢 𝘱𝘦𝘳𝘦𝘮𝘱𝘶𝘢𝘯 𝘪𝘵𝘶 𝘱𝘶𝘯 𝘮𝘢𝘵𝘪. 𝘉𝘢𝘨𝘢𝘪𝘮𝘢𝘯𝘢 𝘴𝘦𝘬𝘢𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘱𝘦𝘳𝘦𝘮𝘱𝘶𝘢𝘯 𝘪𝘵𝘶, 𝘴𝘪𝘢𝘱𝘢𝘬𝘢𝘩 𝘥𝘪 𝘢𝘯𝘵𝘢𝘳𝘢 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨-𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘪𝘵𝘶 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘯𝘫𝘢𝘥𝘪 𝘴𝘶𝘢𝘮𝘪𝘯𝘺𝘢 𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘩𝘢𝘳𝘪 𝘬𝘦𝘣𝘢𝘯𝘨𝘬𝘪𝘵𝘢𝘯, 𝘴𝘦𝘣𝘢𝘣 𝘬𝘦𝘵𝘶𝘫𝘶𝘩𝘯𝘺𝘢 𝘵𝘦𝘭𝘢𝘩 𝘣𝘦𝘳𝘪𝘴𝘵𝘳𝘪𝘬𝘢𝘯 𝘥𝘪𝘢?" (ay. 27-33)
Penulis Injil Lukas mengambil bahan dari Injil Markus, tetapi Lukas mengubah latar cerita Injil Markus “Yesus berjalan di halaman Bait Allah” (Mrk. 11:27). Lukas (20:27) tidak mengubah tokoh cerita orang Saduki dari Markus 12:18, namun Lukas menghapus penilaian Markus bahwa orang Saduki itu sesat. Lukas menghapus dua kali bahan dari Markus 12:18 dan 27. Lukas menolak penilaian Markus terhadap orang Saduki.
Saduki (dari kata Zadok) adalah nama kelompok aristokrat Yahudi yang berkuasa di Yerusalem hingga Bait Suci dihancurkan pada 70 ZB. Kaum Saduki bertanggung jawab terhadap ibadah yang dilakukan di Bait Suci sebagai kaum imam, yang hampir seluruh imam-imam dapat digolongkan sebagai kaum ini. Jabatan Imam Besar Yahudi pada umumnya diduduki oleh orang Saduki, tetapi tidak semua orang Saduki adalah imam. Ada kemungkinan bahwa orang-orang Saduki juga terdiri atas orang awam yang kaya dan tuan-tuan tanah.
Di lingkungan orang Yahudi pada masa itu kebangkitan adalah wacana secara nisbi baru, yang muncul sekitar abad ke-2 SZB seperti dalam Kitab Daniel 12:2. Sampai menjelang akhir abad 1 ZB, ketika Injil Lukas ditulis, perdebatan dan perkembangan wacana kebangkitan masih terus terjadi sehingga ada berbagai pemikiran yang berbeda di dalam Perjanjian Baru.
Dalam tradisi Israel (lih. Ul. 25:5), termasuk yang terkandung dalam perkawinan Levirat, tujuan perkawinan bukanlah untuk mengesahkan cinta kasih romantis seperti dalam kebudayaan modern, melainkan untuk mendapatkan anak atau keturunan. Manusia akan mati. Adanya keturunan akan mencegah kepunahan. Jadi, pertanyan orang-orang Saduki di atas pumpunnya bukanlah pada siapa suami perempuan itu, melainkan apakah Yesus bersepaham dengan mereka yang tidak percaya pada kebangkitan dalam pertanyaan “𝘴𝘪𝘢𝘱𝘢𝘬𝘢𝘩 𝘥𝘪 𝘢𝘯𝘵𝘢𝘳𝘢 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨-𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘪𝘵𝘶 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘯𝘫𝘢𝘥𝘪 𝘴𝘶𝘢𝘮𝘪𝘯𝘺𝘢 𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘩𝘢𝘳𝘪 𝘬𝘦𝘣𝘢𝘯𝘨𝘬𝘪𝘵𝘢𝘯, 𝘴𝘦𝘣𝘢𝘣 𝘬𝘦𝘵𝘶𝘫𝘶𝘩𝘯𝘺𝘢 𝘵𝘦𝘭𝘢𝘩 𝘣𝘦𝘳𝘪𝘴𝘵𝘳𝘪𝘬𝘢𝘯 𝘥𝘪𝘢?". Pertanyaan ini sulit sekaligus 𝘵𝘳𝘪𝘤𝘬𝘺.
Jawab Yesus kepada mereka: "𝘖𝘳𝘢𝘯𝘨-𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘥𝘶𝘯𝘪𝘢 𝘪𝘯𝘪 𝘬𝘢𝘸𝘪𝘯 𝘥𝘢𝘯 𝘥𝘪𝘬𝘢𝘸𝘪𝘯𝘬𝘢𝘯, 𝘵𝘦𝘵𝘢𝘱𝘪 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘥𝘪𝘢𝘯𝘨𝘨𝘢𝘱 𝘭𝘢𝘺𝘢𝘬 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘮𝘦𝘯𝘥𝘢𝘱𝘢𝘵 𝘣𝘢𝘨𝘪𝘢𝘯 𝘥𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘥𝘶𝘯𝘪𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘭𝘢𝘪𝘯 𝘪𝘵𝘶 𝘥𝘢𝘯 𝘥𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘬𝘦𝘣𝘢𝘯𝘨𝘬𝘪𝘵𝘢𝘯 𝘥𝘢𝘳𝘪 𝘢𝘯𝘵𝘢𝘳𝘢 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘢𝘵𝘪, 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘬𝘢𝘸𝘪𝘯 𝘥𝘢𝘯 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘥𝘪𝘬𝘢𝘸𝘪𝘯𝘬𝘢𝘯, 𝘴𝘦𝘣𝘢𝘣 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘥𝘢𝘱𝘢𝘵 𝘮𝘢𝘵𝘪 𝘭𝘢𝘨𝘪; 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘴𝘢𝘮𝘢 𝘴𝘦𝘱𝘦𝘳𝘵𝘪 𝘮𝘢𝘭𝘢𝘪𝘬𝘢𝘵-𝘮𝘢𝘭𝘢𝘪𝘬𝘢𝘵, 𝘵𝘦𝘵𝘢𝘱𝘪 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘢𝘥𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘢𝘯𝘢𝘬-𝘢𝘯𝘢𝘬 𝘈𝘭𝘭𝘢𝘩, 𝘬𝘢𝘳𝘦𝘯𝘢 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘵𝘦𝘭𝘢𝘩 𝘥𝘪𝘣𝘢𝘯𝘨𝘬𝘪𝘵𝘬𝘢𝘯. 𝘛𝘦𝘯𝘵𝘢𝘯𝘨 𝘣𝘢𝘯𝘨𝘬𝘪𝘵𝘯𝘺𝘢 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨-𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘢𝘵𝘪, 𝘔𝘶𝘴𝘢 𝘵𝘦𝘭𝘢𝘩 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘦𝘳𝘪𝘵𝘢𝘩𝘶𝘬𝘢𝘯𝘯𝘺𝘢 𝘥𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘯𝘢𝘴 𝘵𝘦𝘯𝘵𝘢𝘯𝘨 𝘴𝘦𝘮𝘢𝘬 𝘥𝘶𝘳𝘪, 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘛𝘜𝘏𝘈𝘕 𝘥𝘪𝘴𝘦𝘣𝘶𝘵 𝘈𝘭𝘭𝘢𝘩 𝘈𝘣𝘳𝘢𝘩𝘢𝘮, 𝘈𝘭𝘭𝘢𝘩 𝘐𝘴𝘩𝘢𝘬 𝘥𝘢𝘯 𝘈𝘭𝘭𝘢𝘩 𝘠𝘢𝘬𝘶𝘣. 𝘐𝘢 𝘣𝘶𝘬𝘢𝘯 𝘈𝘭𝘭𝘢𝘩 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘢𝘵𝘪, 𝘮𝘦𝘭𝘢𝘪𝘯𝘬𝘢𝘯 𝘈𝘭𝘭𝘢𝘩 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘩𝘪𝘥𝘶𝘱, 𝘴𝘦𝘣𝘢𝘣 𝘥𝘪 𝘩𝘢𝘥𝘢𝘱𝘢𝘯 𝘋𝘪𝘢 𝘴𝘦𝘮𝘶𝘢 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘩𝘪𝘥𝘶𝘱." (ay. 34-38)
Jawaban Yesus di atas menurut teologi penulis Injil Lukas Yesus membuat pembedaan yang tegas: ada dua dunia. Pertama, dunia ini, orang memang kawin dan dikawinkan. Kedua, dunia yang lain itu, dunia orang-orang yang dibangkitkan tidak begitu. Sesudah kebangkitan manusia tidak lagi kawin dan dikawinkan, karena sudah tidak paut lagi. Tidak paut karena manusia tidak dapat mati lagi. Perkawinan untuk mencegah kepunahan, setelah mati bearti tak ada kematian kedua, manusia tidak dapat punah. Manusia pada hari kebangkitan sama dengan malaikat: tidak dapat mati lagi. Oleh karena tidak dapat mati lagi, orang yang sudah dibangkitkan itu tidak perlu kawin dan dikawinkan. Itulah sebabnya tidak ada penyediaan bidadari untuk memenuhi hasrat seksual laki-laki di dunia yang lain sesudah kematian menurut Injil Lukas.
Apabila kita melanjutkan membaca ayat berikutnya (ay. 39), beberapa ahli taurat berpendapat, “𝘎𝘶𝘳𝘶, 𝘫𝘢𝘸𝘢𝘣-𝘔𝘶 𝘪𝘵𝘶 𝘵𝘦𝘱𝘢𝘵 𝘴𝘦𝘬𝘢𝘭𝘪.” Lukas tampaknya hendak mengatakan bahwa tidak semua ahli Taurat berbeda pendapat dengan Yesus, setidaknya mereka tidak kompak dalam bersikap terhadap ajaran Yesus.
Membuat pertanyaan itu tidak mudah, apalagi pertanyaan bermutu. Orang Saduki bertanya bukan tanpa argumen. Mereka merujuk Kitab Suci dengan kasus rumit yang dapat terjadi di masyarakat. Orang yang tak menguasai ilmu akan berkesulitan menjawab pertanyaan orang Saduki itu. Yesus sangat menguasai, bahkan beberapa ahli Taurat memuji Yesus atas ketepatan jawaban Yesus. Untuk dapat menguasai itu tidaklah kejap. Yesus belajar dengan sungguh-sungguh. Seperti kata penginjil Lukas, “Yesus makin dewasa dan bertambah hikmat-Nya, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia.” (Luk. 2:53, TB II).
Jubug, 05.11.22 (T)