Doa bukan merupakan jalan untuk lari dari kenyataan hidup, melainkan sebuah upaya penyelidikan kehendak Allah dan kehadiranNya didalam tanda-tanda zaman serta peristiwa-peristiwa hidup, untuk menemukan keputusan yang seiring sejalan dengan kehendakNya. Doa adalah tenaga hidup yang mempengaruhi harapan terhadap diri kita sendiri dan terhadap sesama serta menembusi hari manusia (1 Korintus 13). Doa biasanya dihubungkan dengan meminta, itulah sebabnya ada istilah permintaan doa atau permohonan doa. Seolah dalam doa itu kita hanya meminta atau memohon, betul begitukah? Kita lihat bahwa doa mempunyai cakupan yang lebih luas daripada hanya meminta dan itu terlihat dalam alkitab, dalam alkitab doa bukan hanya meminta tapi berteriak, sorak sorai, berkeluh kesah, bersujud, berseru, bersyukur, memuji, memuja, meratap, mengadu, menyembah, mengagungkan, memanggil, dll. Banyak kita lihat umat memperlihatkan doa yang sangat emosional, apakah memang doa adalah percakapan yang emosional? Emosi memang bagian dari hidup, tapi kalau kita lihat, kita kaji, dan kita simak, doa juga merupakan penjabaran dari akal budi, “AKU BERDOA DENGAN ROHKU, TETAPI AKU AKAN BERDOA JUGA DENGAN AKAL BUDIKU” (1 Korintus 14:15). Sebetulnya, kepada siapa kita berdoa? Doa-doa diarahkan kepada Allah. Umat Kristiani berdoa kepadaNya melalui perantaraan Yesus Kristus di dalam Roh Kudus. Jikalau kita berdoa kepada Yesus, harus diperhatikan bahwa doa itu dialamatkan kepada Allah Tritunggal, maksudnya, kita berdoa dalam dan Bersama Yesus di dalam kekuatan Roh Kudus Allah sendiri. Kenapa sich kita berdoa? Kebanyakan dari kita berdoa karena takut dan gentar pada Allah, ketika manusia berhadapan dengan hal yang tidak dapat dikuasai apalagi dipahami maka akan nada rasa takut dan gentar, misalkan kematian, gempa bumi, gunung Meletus, topan, petir, dll. Di hadapan hal atau kuasa seperti itulah, manusia merasa kecil dan tak berdaya, sumbernya darimana? Kuasa apa yang menyebabkan? maka hal atau kuasa itu dianggap misteri atau MYSTERIUM TREMENDUM (misteri yang dahsyat menggentarkan atau tak terpecahkan), yang berikutnya, kebanyakan dari kita berdoa karena merasa tertarik dan terpesona kepada Allah, ketika manusia merasakan sesuatu yang baik, menyenangkan, membahagiakan, menentramkan, dan menakjubkan, dihadapan hal atau kuasa seperti itu manusia merasa aman, damai dan bahagia, seperti ketika berhadapan dengan rejeki, hasil panen, pergantian malam dan siang, kelahiran, kebahagiaan, yang bagi manusia juga misteri, sumbernya darimana? Kuasa apa yang menyebabkan? Maka misteri itu dianggap menggemarkan atau MYSTERIUM FASCINOSUM (misteri yang mengasyikan atau menggemarkan). Terhadap misteri Allah, yang menggentarkan sekaligus menggemarkan, manusia menjadi gentar tapi juga gemar, karena sikap gentar dan gemar itu dari kalbu hatinya atau nuraninya mulailah manusia memuja dan meminta, pujaan dan permintaan itu terucap keluar melalui bibir manusia dan menjadi kata-kata, itulah doa, jadi manusia berdoa karena merasa gentar dan gemar kepada Allah. Dalam doa, manusia memohon kepada Allah, namun cara Allah mengabulkan permintaan itu tidak selalu sesuai dengan apa yang dibayangkan manusia. Dalam kebebasanNya, Allah dapat saja mengabulkan doa dengan cara yang sama sekali berbeda dengan pemikiran manusia, itulah misteri Allah. Bahkan mungkin Allah mengabulkan doa dengan cara yang bertentangan dengan pemikiran manusia. Pada waktu kita meminta kesembuhan, mungkin yang Allah berikan adalah kekuatan untuk menghadapi kenyataan bahwa kita harus hidup dengan mengidap penyakit tersebut. Pada waktu kita meminta sesuatu pada Allah, mungkin Allah malah membuka kesempatan supaya kita menyumbangkan sesuatu. Dengan begitu, Allah memberikan apa yang kita butuhkan bukan yang kita inginkan. Walaupun bukan itu yang kita inginkan, tetapi itulah kebutuhan kita yang sesungguhnya. Maka kita seharusnya paham apa yang dituliskan dalam injil Matius 6 ayat 8, “BAPAMU MENGETAHUI APA YANG KAMU PERLUKAN SEBELUM KAMU MINTA KEPADANYA”. Terkadang, kita menyakini kalau terkabulnya doa tergantung dari factor orang yang berdoa, makanya terus ada yang menyatakan TEAM PENDOA, talenta saya adalah PENDOA, terus ada yang mendapuk dirinya sebagai PENDOA, yaitu terkabulnya doa dipahami karena kuat iman dan gigihnya doa seseorang, nah…kalau doanya tak terkabul, maka doanya makin emosional lagi, atau malah frustasi ngambek, kaya anak kecil minta tak dikasih terus merengek dan ngambek. Seharusnyalah doa itu rasional bersifat realitis, sadarilah tidak setiap doa dapat terkabul. Karena terkabulnya doa bukan tergantung dari yang berdoa, melainkan sepenuhnya tergantung dari kewenangan Allah, karena itu doa seharusnya tidak mendesak tapi tenang dan pasrah. Sering orang beranggapan kalau Allah maha kuasa, maka Allah pasti dapat mengabulkan setiap doa, seharusnya pemikiran yang benar, benar bahwa Allah maha kuasa, dan karena Allah maha kuasa maka Allah punya hak untuk dapat mengabulkan doa atau menolak doa. Orang kadang merasa Allah itu miliknya sehingga pasti mengabulkan doanya, apa itu tidak membuat Allah seperti pembantu kita malah? Allah dijadikan untuk kepentingan diri kita, seharusnyalah orang matang berpikir bahwa Allah tidak dapat dimiliki ataupun dipengaruhi oleh manusia, Allah itu berdaulat harus disadari penuh, sehingga Allah tidak berkewajiban mengabulkan setiap doa. Dalam doa pun kita sering terjebak kedalam sikap merasa diri lebih benar dan lebih rohani dibandingkan orang lain coba kita amati Lukas 18 :9 – 14, dan kaitkan dengan matius 23:3, belajarlah banyak tentang doa orang Farisi yang dikritisi Yesus. Jikalau, doa adalah mantra, maka pastilah ada rumusan doa, ada kunci kata-kata yang harus diucapkan, dan selalu diucapkan, apakah Doa Bapa Kami itu juga dapat diartikan sebagai sebuah mantra? Tidak, karena kita diberi kebebasan untuk memeluk anugerah Tuhan berupa doa dimana merupakan ungkapan hati dan juga akal budi kita di hadapan Tuhan, bebas ….. dan itu tak selalu dalam rumusan Doa Bapa Kami, tapi lewat rumusan Doa Bapa Kami, Yesus Tuhan ingin memberikan teladan tentang sebuah doa, yang pada latar belakangnya Yesus Tuhan ingin meneladankan sebuah contoh doa yang beda dengan doa yang dilakukan oleh orang Farisi, yang menjadi tradisi doa Farisi saat itu. Apakah dalam doa umat Kristiani juga ada semacam mantera? Ada orang yang mengira bahwa dalam doa umat Kristiania da kalimat tertentu yang perlu diucapkan pada tiap doa, yang berfungsi sebagai mantera, kalimat itu adalah “dalam nama Yesus” yang diambil dari Yohanes 14:13,14 dan Yohanes 16:23 “…… dan apa juga yang kamu minta dalam namaKu, Aku akan melakukannya …… jika kamu meminta ….. segala sesuatu yang kamu minta kepada Bapa, akan diberikan kepadamu dalam namaKu”. Ada lagi rumusan yang sering keliru dianggap mantera adalah Bapa, Putra dan Roh Kudus, yang merujuk pada meterai baptisan yang diambil dari Matius 28 :19. Tidaklah heran apabila ada salah pengertian seperti itu, karena setiap agama purba percaya bahwa perkatan atau kalimat tertentu dapat bersifas magis dan mengandung kuasa atau kekuatan, entah itu protektif, produktif ataupun destruktif. Apa yang disebut oleh orang Jawa kitab Primbon memuat berbagai macam mantera. Lalu apa sebetulnya berdoa dalam nama Yesus atau dalam nama Bapa, Putra dan Roh Kudus? Bila dikaitkan dengan latar belakang ayat-ayat alkitab tsb di atas, Yesus Tuhan mengucapkan kalimat itu untuk menyiapkan para rasul menghadapi waktu di mana Yesus Tuhan tidak berada lagi di tengah para rasul secara fisik, dan itu merupakan penugasan yang harus diemban. Yesus Tuhan menginginkan para rasul meneruskan pola hidup yang selama ini ditempuh oleh Yesus Tuhan. Untuk itu Yesus Tuhan menyuruh para rasul berdoa, menyuruh para rasul memetereikan sebuah tanda, yang maknanya adalah menyelaraskan hidup para rasul atau hidup kita dengan hidup Yesus Tuhan, atau memetereikan hidup para rasul atau hidup kita dengan hidup serta kasih karya penyelamatan Allah dari waktu ke waktu, yang dahulu jaman bumi dicipta sampai Israel dalam nama Bapa, dalam jaman Yesus Tuhan hidup di bumi dalam nama Putra, serta dalam jaman para rasul, gereja, bapa-bapa gereja sampai kedatangan kedua kali Yesus Tuhan dalam nama Roh Kudus. Kita diminta memetereikan hidup kita selaras kasih dan karya penyelamatan Allah. Setiap kali kita berdoa, sebetulnya kita patut bertanya dalam batin kita, apakah Yesus bila ada di tempat kita akan berdoa seperti kita? Apakah doa kita sudah selaras dengan kehidupan yang diteladankan Yesus Tuhan? Apakah doa kita sudah selaras dengan kasih dan karya penyelamatan Allah (Bapa, Putra, Roh Kudus) yang sudah dinyatakan kepada kita? Contoh sederhana, kalau kita berdoa minta kekayaan? Walaupun doa itu diucapkan dalam nama Yesus Tuhan atau dalam nama Bapa, Putra, dan Roh Kudus, apakah doa itu selaras dengan gaya hidup Yesus? Apakah doa itu selaras dengan kasih dan karya penyelamatan Allah (Bapa, Putra, dan Roh Kudus) sepanjang masa? Sebab Yesus Tuhan tidak akan meminta kekayaan, sebab kasih dan karya penyelamatan Allah tidak berkaitan dengan kekayaan. Begitu pun ketika kita berdoa minta menang terhadap sesuatu dan lawan kalah, apakah Yesus Tuhan akan begitu? Apakah kasih dan karya penyelamatan Allah berkaitan dengan menang kalah? Berdoa dalam nama Yesus Tuhan sebenarnya adalah sebuah pengakuan bahwa kita sendiri sebetulnya tak lah berhak menyampaikan doa itu, melainkan Yesus Tuhanlah yang memungkinkan dan mendukung doa kita, kasih dan karya penyelamatan Allah (Bapa, Putra, dan Roh Kudus) sepanjang masa itulah yang memungkinkan kita berdoa, “ ……. Di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa” (Ibrani 8:6), Yesus Tuhanlah pengantara manusia dan Allah, kasih dan karya penyelamatan Allah sepanjang masa itulah pengantara manusia dan Allah. Tidak ada kalimat atau mantera yang dapat menjadikan doa kita lebih berkhasiat, dalam doa kita tidak ada mantera, dan memang tidak perlu ada. Inilah salah satu misteri hubungan manusia dengan Allah, di dalam menyatakan pertolonganNya, Allah tidak tergantung pada kata-kata yang kita ucapkan, Doa tidak tergantung pada perkataan kita, tapi pada Allah, Sang Maha, tergantung pada Allah yang berkehendak. Dalam doa, kita boleh datang sebagai manusia yang utuh, utuh antara kata dan rasa, supaya wajah kita bukan topeng, dalam doa kita boleh datang dengan wajah yang sesuai dengan hati kita, dalam doa kita tak perlu menyembunyikan perasaan kita. Kehidupan doa dapat timbul walaupun orang berada dalam keadaan kuwat dan stabil, kita patut berbicara kepada Allah meskipun kita tidak sedang membutuhkan sesuatu, hubungan yang sehat antara ayah dan anak tidak saja terjadi saat anak membutuhkan pertolongan tetapi setiap saat. Doa juga tidak perlu kita penuhi dengan kata-kata, doa sebaiknya luput dari bahaya inflasi kata, kata-kata berhamburan dengan murah dan mudah, baik nyaring maupun di dalam hati. Sebaiknya di dalam doa tak perlu mengobral kata, “Janganlah terburu-buru dengan mulutmu, dan janganlah hatimu lekas-lekas mengeluarkan perkataan di hadapan Allah, karena Allah ada di sorga dan engkau di bumi, oleh sebab itu biarlah perkataanmu sedikit” (Pengkhotbah 5 : 1). Kadang kita perlu belajar berdoa tanpa kata, yaitu berdiam diri di hadapan Tuhan, Yesaya 30 : 15 “Dengan bertobat dan tinggal diam kamu akan diselamatkan, dalam tinggal tenang dan percaya terletak kekuatanmu”. Ada juga yang memandang, tentang Lukas 22 : 42 dan Matius 6 : 9 – 13, serta Lukas 11 : 2 – 4, tentang “kehendakMulah yang Jadi”. Banyak yang terus yang menghubungkan hal tersebut dengan waktu, waktunya Tuhan yang menentukan. Sebetulnya, ketika ada di taman Getsemani, Yesus Tuhan sedang meneladankan bahwa sebagai manusia, liatlah teladan aku sebagai manusia, maka kamu, manusia kalau berdoa dalam kesulitan apapun, sebesar apapun kesulitan itu, dalam doa itu perlihatkanlah pengakuan bahwa Tuhan itu Maha Kuasa, akuilah ke Maha an Tuhan, MANUSIA PUNYA KEMAUAN TAPI TUHAN PUNYA KUASA, Manusia diberi anugerah untuk meminta atau memohon tetapi kewenangan akan jawab doa adalah kewenangan Tuhan. Tuhan mengerti akan kebutuhan kita, Tuhan akan memenuhi kebutuhan kita tapi bukan keinginan kita (Yakobus 4 : 3, Matius 6: 8, Filipi 4:19). Karena salah satu misteri doa adalah memasukan perasaan Tuhan dalam doa, bukan mengeluarkan perasaan kita. Manusia berbeda dengan tumbuhan dan binatang, manusia bukanlah sirkus atau taman botani, manusia dapat menjawab dan bertanggung jawab pada Allah, itulah dimensi doa, doa juga merupakan jawaban dan pertanggungan jawab manusia pada Allah. Karena itulah manusia diciptakan segambar dan serupa dengan Allah (Kejadian 1:26, renungkan 2 Korintus 4 : 4 dan Kolose 1 : 15), artinya manusia mempunyai hubungan dengan Allah bahkan menjadi subjek di depan Allah, menjadi pribadi yang dapat anugerah bertatap muka dengan Allah, di situlah dimensi doa, menjadi jawab dan pertanggung jawaban manusia kepada Allah. Selamat memahami Doa, Tuhan memberkati, STT BAPTIS INJILI, CEPOGO, BOYOLALI, JATENG, TITUS ROIDANTO
SUDUT PANDANG LILIN ADVENT
SUDUT PANDANG LILIN ADVENT PENGANTAR Seiring berjalan kesepakatan ekuminis di Lima, membawa beberapa kesepakatan antara denomina...
-
SUDUT PANDANG TENTANG ESENI Di zaman Yesus, ada beberapa golongan atau kelompok politik dan keagamaan Yahudi yang signifikan, an...
-
Otokritik Ajaran Allah Tritunggal GKJ, serial Sudut pandang Pengantar memang pemahamaman ontologi harus berkembang, melihat tr...