Jumat, 29 Oktober 2021

SUMPAH, SERIAL SUDUT PANDANG

SUMPAH, SERIAL SUDUT PANDANG

Pengantar
Apakah benar bahwa bersumpah itu sama sekali dilarang? Bagaimanakah dengan sumpah jabatan? Perlu pemahaman yang benar terhadap penerapan ayat di atas. Dan harus dipahami sumpah yang mana dulu? Tidak semua sumpah tabu dalam ajaran Kristen. Sumpah yang bersifat affirmation of duty atau affirmation of truthfulness tentu saja tidaklah tabu. Sumpah itu ada, Tuhan Yesus menyinggungnya dalam:
* Matius 23:18-22
23:18 Bersumpah demi mezbah, sumpah itu tidak sah; tetapi bersumpah demi persembahan yang ada di atasnya, sumpah itu mengikat.
23:19 Hai kamu orang-orang buta, apakah yang lebih penting, persembahan atau mezbah yang menguduskan persembahan itu?
23:20 Karena itu barangsiapa bersumpah demi mezbah, ia bersumpah demi mezbah dan juga demi segala sesuatu yang terletak di atasnya.
23:21 Dan barangsiapa bersumpah demi Bait Suci, ia bersumpah demi Bait Suci dan juga demi Dia, yang diam di situ.
23:22 Dan barangsiapa bersumpah demi sorga, ia bersumpah demi takhta Allah dan juga demi Dia, yang bersemayam di atasnya.
Tapi mengapa sampai dikatakan "jangan bersumpah" dalam Matius 5:33-37 dan Yakobus 5:12? Sebab, sumpah palsu merupakan pelanggaran yang serius dalam setiap kode hukum. Jadi, janganlah bersumpah apabila ybs tidak memandang serius tentang apa yang disumpahkannya. Dalam Hukum Taurat, sumpah palsu dilarang :
* Keluaran 20:7,16
20:7 LAI TB, Jangan menyebut nama TUHAN, Allahmu, dengan sembarangan, sebab TUHAN akan memandang bersalah orang yang menyebut nama-Nya dengan sembarangan.
Hebrew,
לֹא תִשָּׂא אֶת־שֵׁם־יְהוָה אֱלֹהֶיךָ לַשָּׁוְא כִּי לֹא יְנַקֶּה יְהוָה אֵת אֲשֶׁר־יִשָּׂא אֶת־שְׁמֹו לַשָּׁוְא׃ פ
Translit, LO' TISA 'ET-SYEM- YEHOVAH(dibaca: 'Adonay) 'ELOHEYKHA LASYAV KI LO YENAQEH YEHOVAH(dibaca: 'Adonay) 'ET 'ASYER-YISA 'ET-SYEMO LASYAV
20:16 LAI TB, Jangan mengucapkan saksi dusta tentang sesamamu.
Hebrew,
לֹא־תַעֲנֶה בְרֵעֲךָ עֵד שָׁקֶר׃ ס
Translit, LO'-TA'ANEH VERE'AKHA 'ED SYAQER
Mengucapkan sumpah palsu dalam nama Allah adalah dosa bukan saja terhadap nama itu, tetapi termasuk berdosa terhadap pribadi Allah sendiri. Untuk selanjutnya, jangkauan hukum ini diperluas dengan memasukkan setiap penggunaan nama ilahi secara remeh atau sembarangan, sampai-sampai dalam tradisi Yahudi diputuskan bahwa cara yang paling aman adalah tidak menyebut namaNya sama sekali. Itulah sebabnya nama Allah Israel "YHVH" tidak pernah dieja sama sekali, dan mereka menggantinya dengan menyebut "ADONAY". Kebiasaan ini dimaksudkan sebagai bentuk pencegahan "menyebut nama TUHAN (YHVH) dengan sembarangan". Yesus Kristus berkata "Kamu telah mendengar pula yang difirmankan kepada nenek moyang kita: Jangan bersumpah palsu, melainkan peganglah sumpahmu di depan Tuhan (Matius 5:33). Menyadari keseriusan sumpah demi nama Allah apabila kebenaran kalimat itu tidak mutlak kepastiannya, yang bertendensi menggantikan nama Allah dengan yang lain (ayat 34) misalnya Langit/ Surga, ataupun bentuk bentuk lain (demi kota, demi kepala, ayat 35-36) dengan pemikiran bahwa kalau-kalau sumpahnya itu palsu akan sedikit lebih diampuni, itupun tidak diperkenankan oleh Tuhan Yesus. Dari perikop lain dari Injil ini (Matius 23:16-22), dapat dikumpulkan adanya beberapa ketentuan bahwa ada sumpah-sumpah yang lebih mengikat atau kurang mengikat disesuaikan dengan persisnya kata-kata sumpah yang diucapkan. Tentunya hal ini merupakan masalah etis yang tidak begitu berarti. Satu hal yang perlu diketahui, bahwa orang dilarang bersumpah palsu, baik dalam nama Allah maupun bentuk kata-kata lainnya. "Bayarlah apa yang engkau sumpahkan". Pengkhotbah mengatakan demikian :
* Pengkhotbah 5:3-5
5:3 Kalau engkau bernazar kepada Allah, janganlah menunda-nunda menepatinya, karena Ia tidak senang kepada orang-orang bodoh. Tepatilah nazarmu. 5:4 Lebih baik engkau tidak bernazar dari pada bernazar tetapi tidak menepatinya. 5:5 Janganlah mulutmu membawa engkau ke dalam dosa, dan janganlah berkata di hadapan utusan Allah bahwa engkau khilaf. Apakah perlu Allah menjadi murka atas ucapan-ucapanmu dan merusakkan pekerjaan tanganmu? Jelas sekali dalam Matius 5:37 Yesus berkata "Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat". Yesus merekomendasikan standard yang lebih tinggi kepada murid-muridNya bahwa mereka harus berkata ya kalau ya, dan tidak kalau tidak. Gema perkataan ini terdengar lagi dalam bagian PB lainnya :
* Yakobus 5:12
Tetapi yang terutama, saudara-saudara, janganlah kamu bersumpah demi sorga maupun demi bumi atau demi sesuatu yang lain. Jika ya, hendaklah kamu katakan ya, jika tidak hendaklah kamu katakan tidak, supaya kamu jangan kena hukuman.
Pengikut-pengikut kristus harus dikenal sebagai pelaku perkataan mereka, baik pria maupun wanita. Apabila mereka dikenal sebagai orang-orang yang mempunyai perhatian khusus yang teliti terhadap kebenaran , maka segala yang mereka katakan akan dipercaya walau tanpa sumpah sekalipun. Ini bukan sekedar teori; ini merupakan kenyataan dalam pengalaman. Reputasi seseorang dalam kejujuran itulah yang diajarkan Yesus, sehingga murid-muridNya karena reputasinya orang mempercayai bahwa kata-katanya selalu berdasarkan fakta yang benar, mengatakan ya karena ya, dan mengatakan tidak karena tidak. Jikalau seseorang sudah dikenal kejujurannya, siapapun tak akan menuntut suatu sumpah darinya.

Mengenai Sumpah
Konteks nya dulu harus diketahui, memaknai suatu ayat haruslah tidak dilepaskan dari konteks stau layar belakang penulisan perikopnya/bab nya bahkan konteks atau latar belakang kitabnya (dalam hal ini surat Yakobus dan injil Matius) sama halnya dg Kristus dalam Matius 5 ayat 33 sampai 37, Yakobus mengkritisi kebiasaan orang Yahudi (seperti halnya Kristus), yg dalam mana pada kasus Yakobus hal tersebut mempengaruhi kehidupan jemaat di sana, kebiasaan itu adalah sangat mudah mengucapkan sumpah dalam kehidupan sehari-hari (bukan pada kondisi khusus) untuk membenarkan diri. Ada tradisi dalam Yahudi saat itu untuk melakukan sumpah CHI ELOAH, artinya sumpah dalam nama Allah, itu dianggap dosa besar, apalagi bila tidak dapat melakukannya atau tidak dapat menepatinya, maka sumpah seperti ini dilakukan dalam kondisi khusus (dalam peradilan misalnya), oleh karena kemudian orang Yahudi menggunakan sumpah dalam kehidupan sehari-hari, demi apapun yang penting tidak demi nama Allah atau demi Allah, inilah sebetulnya yang dikritisi oleh Yesus maupun Yakobus, bukan larangan bersumpah tetapi lebih kepada jangan sembarangan bersumpah apalagi hanya di dalam kehidupan sehari-hari (kondisi saat itu sebetulnya lebih ke sumpah saat berdagang), apalagi bersumpah dan tidak bisa menepatinya, atau bersumpah untuk hal-hal yg sepele atau remeh temeh, menurut Yesus maupun Yakobus (dalam kehidupan sehari-hari) daripada bersumpah lebih baik ya katakan ya, tidak katakan tidak, kemudian pemahaman ini Yakobus kaitkan dengan pengakuan dosa. Makanya, dalam bahasa aslinya memakai frasa PRO PANTON yg artinya tidak untuk keseharian lebih untuk hal yg utama/khusus. bukannya tidak boleh bersumpah, Tapi Firman Tuhan itu mengajarkan kalau kita bersumpah, hendaklah kita sebaik mungkin menepatinya dan BERSEDIA menanggung akibatnya apabila kita tidak memenuhi sumpah tersebut. Makanya lebih baik jangan bersumpah, tapi kalau bersumpah, tepatilah sumpah itu dihadapan Tuhan. Nah, Allah PL dan PB itu sama, Yesus itu ada bersama-sama dengan Allah dan Dia adalah Allah dari sejak mulanya (Yohanes 1:1), so jangan membuat pengertian kalo Allah PL bersumpah Allah PB tidak seolah2 mereka berbeda. Allah bersumpah  boleh saja karena Dia pasti menepati perkataanNya, so konsisten kok ini, Apa sih bedanya janji sama sumpah? Kita sepertinya harus clear dulu soal ini. kalo buat saya janji itu kamu berjanji tidak perlu mengatakan dengan lantang didepan semua orang, tapi sumpah itu kamu ucapkan didepan semua orang sehingga semua orang itu mengetahui sumpahmu itu, itu syaratnya sebuah janji bisa disebut sebagai sumpah, minimal mungkin ada 2-3 orang saksi, so kalo kamu bersumpah tapi ngga ada yang dengar, buat saya itu janji, mohon maaf itu bukan sumpah. Janji pernihakan itu sebenarnya bukan janji, secara konteks lebih tepat disebut sumpah pernikahan, karena 2 insan tersebut mendeklarasikan sehidup semati sebagai suami istri dihadapan Tuhan, para saksi hamba Tuhan, saudara seiman, dan hukum negara, maka itu bukan lagi janji, itu adalah sumpah, lebih tepat kita sebut itu sumpah pernikahan menurut saya, makanya kalo bahasa Inggrisnya itu adalah "wedding vow", bukan sekedar "promise". Dalam bahasa aslinya Ngga ada kok ayat Firman Tuhan yang menyatakan kita sama sekali ngga boleh bersumpah. dikatakan kalo kamu bersumpah, ya tepatilah "jika ya katakan ya dan jika tidak katakan tidak" itu  peringatan supaya kita jangan bersumpah palsu atau jangan sampai kita buru2 mengucapkan sumpah, bukannya melarang sama sekali orang bersumpah, tapi jika kita memang mau bersumpah beneran, ya tepatilah itu, pada prinsipnya PL dan PB itu sama, ngga mungkin bertentangan dan tidak ada yang direvisi sepanjang saya memahaminya, justru aneh kalo pake direvisi, kan Dia Allah yang hidup yang kita percaya ngga pernah salah, saya pribadi bersumpah pernikahan dan saya wajib mentaati sumpah itu sampai akhir hayat. kalau  setuju bahwa janji pernikahan itu levelnya adalah sumpah, ya otomatis anda harusnya mengakui kalo sumpah diperbolehkan, berapa banyak orang yang bersumpah pernikahan melanggar Firman Tuhan kalau sumpah sama sekali ngga boleh dilakukan? Konteks apakah yg melatarbelakangi Firman Allah di PL sehingga Allah "bersumpah"? Apa tujuan Allah melakukan "sumpah" tersebut? Tradisi Yahudi menganggap Angka tujuh – Ibrani: שֶׁבַע – SHEVA, Shin-Bet-Ayin berhubungan dengan kata yang bermakna "sumpah," yaitu: שָׁבַע – SHAVA, Shin-Bet-Ayin. Angka tujuh dalam kepercayaan Israel, adalah simbol umum untuk segala hubungan dengan Allah dan merupakan angka religius favorit di kalangan Yahudi, angka 7 melambangkan perjanjian kekudusan dan pengudusan. Pemakaian pada Kejadian 4:15 ini merupakan sumpah Allah, bahwa Dia mencintai kehidupan. Apakah bersumpah bagi orang Israel dalam konteks PL diperbolehkan? Sehingga Yesus memberikan perintah baru? Apakah "sumpah" hanya khusus dilakukan oleh Allah saja karena pasti dipenuhi dan digenapi? Apakah "sumpah" itu sakral? Mengucapkan sumpah bermacam cara (Kejadian 24:2-3; Ulangan 32:40) dan rumusan (Kejadian 31:50; Bilangan 5:22; Hakim 8:19; 2 Raja 2:2; Yeremia 42:5; Matius 5:34-36; 23:16). Sering dampak-dampak yg mengerikan dari sumpah yg tidak dipenuhi tidak dikemukakan (2 Samuel 3:9; tapi lihat Yeremia 29:22). Pentingnya sumpah ditekankan dalam hukum Musa (Keluaran 20:7; Imamat 19:12, Mungkin ini pertanyaan esktrimnya, Apakah Firman Allah di PL dan Yesus Kristus sebagai Firman Allah di PB dapat dikatakan tetap konsisten? Apakah mungkin Yesus sedang melakukan peningkatan taraf "sumpah" dalam hukum Taurat kepada taraf/hakikat yg lebih tinggi menjadi "kejujuran/kepastian" antara "ya" dan "tidak"? Dalam Kerajaan Allah pada akhirnya sumpah tidak diperlukan (Matius 5:34-37). Kristus sendiri diperhadapkan dengan sumpah (Matius 26:63 dab), dan Paulus juga bersumpah (2 Korintus 1:23; Galatia 1:20). Pengikut-pengikut kristus harus dikenal sebagai pelaku perkataan mereka, baik pria maupun wanita. Apabila mereka dikenal sebagai orang-orang yang mempunyai perhatian khusus yang teliti terhadap kebenaran , maka segala yang mereka katakan akan dipercaya walau tanpa sumpah sekalipun. Ini bukan sekedar teori; ini merupakan kenyataan dalam pengalaman. Reputasi seseorang dalam kejujuran itulah yang diajarkan Yesus, sehingga murid-muridNya karena reputasinya orang mempercayai bahwa kata-katanya selalu berdasarkan fakta yang benar, mengatakan ya karena ya, dan mengatakan tidak karena tidak. Jikalau seseorang sudah dikenal kejujurannya, siapapun tak akan menuntut suatu sumpah darinya. Percakapan sehari-hari orang Kristen haruslah sama sucinya dengan sumpahnya. Dia tidak boleh berbicara dengan "standard kebenaran yang berbeda," atau standard ganda perkataan dan tingkah-laku haruslah sesuai. Dia tidak boleh mempunyai dua ukuran tentang kebenaran, seperti orang Yahudi tertentu yg memakai ukuran licik berkaitan dengan sumpah. Dan, sedikit menambahkan: maka, apa yang dikatakan oleh Kristus dalam Matius 5 : 33 – 37 bukanlah merupakan suatu perintah baru, melainkan Ia hendak menekankan wajibnya menjaga kejujuran dalam segala hal, situasi, dan kondisi. Singkatnya, kapan pun, di mana pun, dan bagaimana pun, Gereja Tuhan harus senantiasa bersikap jujur dan terbuka dengan fakta. Jika ini telah tercapai dalam hidup Gereja, maka apakah lagi gunanya bersumpah? Sumpah bukanlah dilarang, melainkan memang tidak lagi diperlukan. Namun, kenyataan ini tidak serta-merta berarti kita harus menjadi bersikap "anti sumpah". Apabila hukum memang mewajibkan kita bersumpah, maka kita gak bermasalah untuk melakukan itu. Misalnya saja sumpah pelantikan jabatan, jangan memaksakan perkataan Kristus yang dimaknai "terlalu literal" (ditelan mentah-mentah, tanpa menimbang maksudnya secara mendalam apalagi mencomot dan melepaskannya dari konteks atau latar belakang penulisannya) menjadi batu sandungan bagi kita. Satu hal yang perlu kita renungkan ialah, Kristus sangat senang memberikan bahasa-bahasa alegoris, sehingga makna di balik kata-kata-Nya jauh lebih mendalam dibandingkan arti harfiahnya. Mengapa dahulu Allah sendiri memberikan contoh dengan cara bersumpah, sedangkan kemudian, di masa-masa awal masehi, Kristus malah "melarang" untuk bersumpah? Sekilas, hal ini memang terlihat bertentangan, bukan? Namun, inilah yang disebut sebagai wahyu progresif, seperti halnya yaitu mengenai pemahaman akan Allah Tritunggal Mahakudus. Sebab sepanjang sejarah Perjanjian Lama, bangsa Israel ialah bangsa yang tegar tengkuk, sehingga mereka seringkali meragukan kuasa dan kedahsyatan Sang Allah. Apakah akar dari segala dosa? Ya, meragukan Tuhan. Karena kondisi Israel maka Allah bersumpah,  peristiwa bersumpahnya Allah demi diri-Nya sendiri yang acap kali terjadi di masa Perjanjian Lama juga merupakan suatu bahasa anthropomorfisme (seperti halnya "Allah menyesal", "Allah menangis" dan sebagainya). Maka, akan menjadi sulit apabila kita memahaminya secara terlalu harfiah. STT BAPTIS INJILU, 2021, CEPOGO, BOYOLALI, JATENG, TITUS ROIDANTO

Jumat, 08 Oktober 2021

💫SABDA NYUNAR💫 Beragama Fundamentalistik dan Legalistik, Mendidik manusia dewasa atau anak-anak?

💫SABDA NYUNAR💫 Beragama Fundamentalistik dan Legalistik, Mendidik manusia dewasa atau anak-anak? Bacaan Alkitab injil Markus 10:17-31, Bacaan Injil Markus pada Minggu ini mengisahkan seseorang mendatangi Yesus dan bertelut. Ia bertanya, “Guru yang baik, apa yang harus kulakukan untuk memeroleh hidup yang kekal?” Jawab Yesus, “Engkau tentu tahu segala perintah Allah: jangan membunuh, jangan berzinah, jangan mencuri, jangan bersaksi dusta, jangan mengurangi hak orang, hormatilah ayah dan ibumu.” Orang itu berkata lagi, “Guru, semuanya itu telah kuturuti sejak masa mudaku.” Yesus memandang orang itu dan menaruh kasih kepadanya. Kata Yesus, “Hanya satu kekuranganmu: pergilah, juallah apa yang kaumiliki dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin…dan ikutlah Aku.” Mendengar jawaban Yesus, ia menjadi kecewa, lalu pergi dengan sedih, karena banyak hartanya. Setelah orang itu pergi, Yesus memandang murid-murid-Nya. Kata Yesus, “Lebih mudah seekor unta melewati lubang jarum daripada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah.” Yesus adalah pengajar lisan. Ia tidak mungkin mengajar atau mengajukan banyak pertanyaan sekaligus dalam satu kalimat seperti bacaan di atas. Ia akan bertanya satu per satu. Kira-kira Yesus bertanya, “Apakah kamu membunuh?” Orang itu menjawab, "Tidak.” Yesus bertanya lagi, “Apakah kamu berzinah?” Orang itu menjawab, “Tidak.” Demikian seterusnya sampai pada akhirnya orang itu tidak sanggup menjawab pertanyaan atau tepatnya ajakan Yesus tentang hakikat menjalankan misi Kerajaan Allah. Begitu sulitnya orang yang dikuasai harta atau ideologi untuk diajak percaya pada kebenaran hingga Yesus mengumpamakan “Lebih mudah seekor unta melewati lubang jarum daripada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah.” Untuk memasukkan ajaran kepada anak kecil sangat mudah. Anak kecil menerima apa saja yang digelontor oleh pengajarnya. Saking mudahnya menerima ajaran, maka pembuatan kurikulum pendidikan untuk anak sangat ketat agar anak tidak salah didik. Mengajar orang dewasa jauh lebih sulit. Orang dewasa sudah memiliki prapaham yang kemudian dijadikan benteng ideologinya. Strategi gereja memumpunkan pengajaran orang dewasa penuh tantangan, karena dalam kenyataan cukup banyak warga gereja yang sudah tertanam ideologi tertentu tidak berkehendak menjadi dewasa. Misal, meski sudah dijelaskan kisah Nabi Yunus ditelan ikan besar adalah metafor, tetap saja hal itu dipahami kisah historis. Bahkan ditambahkan dengan ikan paus agar kelihatan heroik. Alkitab adalah firman Allah sehingga tidak mungkin salah. Padahal pernyataan “Alkitab adalah firman Allah” itu sendiri adalah metafor. Sejak Jokowi berkuasa, secara kasat mata pembangunan fisik dan manusia di Papua melaju kencang. Hanya di masa Jokowi Papua dapat menyelenggarakan PON dengan fasilitas olahraga yang amat sangat baik. Konektivitas antar-daerah semakin lancar. Jalan Trans Papua sepanjang 3.462 km segera tersambungkan; tinggal 16 km lagi. Harga barang, terutama BBM, semakin terjangkau. Dalam pada itu para pembenci Jokowi tidak melihat pembangunan di atas sebagai kemajuan. Mereka sudah tertanam ideologi: apa pun salah Jokowi. Ya, memang kemajuan kemajuan Papua masih belum sempurna. Akan tetapi apa yang sudah dikerjakan oleh Jokowi jauh melebihi para pendahulunya. Mengajak berdialog dengan pembenci Jokowi sama sulitnya dengan berdialog dengan orang kaya di atas mengenai masuk ke dalam Kerajaan Allah. Masuk ke dalam Kerajaan Allah berarti menjalankan misi Kerajaan Allah dengan menghadirkan keadilan Allah, yaitu berbelarasa dan memberdayakan masyarakat marginal atau pinggiran seperti masyarakat Papua. Dengan kata lain menciptakan keadilan sosial. Tentu upaya itu tidaklah mudah. Dalam konteks bacaan di atas berbelarasa diungkapkan dengan berbagi dengan sesama. Namun orang kaya itu lebih menjalankan agama secara legalistik; boleh dan tidak boleh. Pembenci Jokowi maunya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia itu langsung turun dari langit tanpa perlu berpeluh. Maunya mereka langsung mendapat bagian rejeki lewat “komisi pembangunan”. Cara beragama orang kaya di atas juga mirip warga gereja yang berwatak fundamentalistik; mereka yang menggadang-gadang ideologi Alkitab tidak salah karena tulisan yang diilhamkan oleh Allah. “Pokoknya Alkitab tidak salah. Kamu liberal dan sesat!” kata mereka. Padahal, kalau mereka hidup di zaman Yesus, patut diduga mereka berdiri di barisan terdepan berteriak, “Bunuh Yesus! Salibkan Dia!”. Mengapa? Yesus itu liberal. Buktinya, Yesus lebih mementingkan bekerja menolong banyak orang ketimbang berdoa (Mrk. 1:29-39), Yesus membela murid-murid-Nya tidak mencuci tangan sebelum makan (Mrk. 7:1-23). Yesus itu radikal. Buktinya dalam bacaan Injil hari ini menjalankan Dasa Titah menurut Yesus belumlah cukup, masih ditambah perintah menjual seluruh harta dan membagikan kepada orang-orang miskin.🙏🙏🙏 Selamat terdidik🙌🙌🙌 Tuhan memberkati

Sabtu, 02 Oktober 2021

💫SABDA NYUNAR💫 KEKANAK-KANAKAN, “Everybody knows how to raise children, except the people who have them.” P. J. O'Rouke

💫SABDA NYUNAR💫KEKANAK-KANAKAN, “Everybody knows how to raise children, except the people who have them.” P. J. O'Rouke. strategi gereja dalam membina warganya memumpunkan orang dewasa, karena seperti kata Lawrence O. Richard, ”The bible really is an adult book, written by adult and for adult.”. Gereja mencerap secara umum bahwa orang dewasa adalah orangtua dalam keluarga. Mendidik orang dewasa dengan sendirinya mendidik anak-anak, karena orangtua menjadi pendidik anak-anak di keluarga.  Injil Markus 10:1-16,  Bacaan Injil Markus pada Minggu ini mengisahkan Yesus berangkat dari Kapernaum ke daerah Yudea dan daerah seberang Sungai Yordan. Pada saat Yesus mengajar orang-orang di sana, datanglah orang-orang Farisi untuk kembali menjajal Yesus. Kata mereka, “Apakah seorang suami diperbolehkan menceraikan isterinya?” Yesus menjawab mereka dengan pertanyaan, “Apa perintah Musa kepada kamu?” Jawab mereka, “Musa memberi izin untuk menceraikannya.” Tanggap Yesus, “Justru karena kengèyèlanmu, maka Musa menuliskan perintah ini untuk kamu…” Setiba di rumah rupanya para murid belum mengerti apa yang disampaikan Yesus kepada orang-orang Farisi itu. Yesus kemudian menjelaskan kepada para murid. Setelah Yesus menjelaskan, datanglah anak-anak kecil yang dibawa orang-orang kepada Yesus. Para murid dengan sigap menghalangi dan memarahi orang-orang itu, tetapi Yesus  justru memarahi para murid. Kata Yesus,  "Biarkan anak-anak itu datang kepada-Ku, jangan menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang yang seperti itulah  yang empunya Kerajaan Allah. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa tidak menyambut Kerajaan Allah seperti seorang anak kecil , ia tidak akan masuk ke dalamnya.” Lalu Ia memeluk anak-anak itu dan sambil meletakkan tangan-Nya atas mereka Ia memberkati mereka. Kita tidak hendak mengulas apakah perceraian diperbolehkan di kalangan Kristen. Dari bacaan di atas Yesus hendak mengajar perbedaan menaati hukum-hukum tertulis sehingga orang menjadi pelaku legalistik dengan pengetahuan hakikat perkawinan. Orang Farisi menonjolkan Hukum Musa yang berat sebelah karena dilihat dari sisi laki-laki, sedang Yesus menyoroti kedua sisi; laki-laki dan perempuan. Lebih lanjut Yesus hendak menyampaikan hal yang jauh lebih penting, yakni menyambut Kerajaan Allah. Seperti yang sudah sering saya sampaikan kehadiran Kerajaan Allah itu berarti menghadirkan keadilan sosial dan berbelarasa serta memberdayakan pihak yang lemah.Yesus kembali menyajikan metafor anak-anak kecil dalam menyambut Kerajaan Allah. Yesus menegaskan untuk menyambut Kerajaan Allah seperti anak kecil. Ayat ini (Mrk. 10:15) sering dijadikan “ayat emas” oleh orang dewasa untuk mengelak belajar. Pokoknya apa yang dikatakan oleh pendeta di KKR ikuti saja, kata mereka. Ular yang berbicara dengan Hawa adalah iblis, kata mereka lagi. Itu namanya kekanak-kanakan atau childish, bukan seperti anak-anak atau childlike dalam ayat itu. Sikap kekanak-kanakan itu justru jauh dari maksud ayat itu. Seperti anak kecil itu apa berarti tidak perlu berpikir? Bukan, itu (sekali lagi) namanya kekanak-kanakan. Childlike berarti showing the good qualities that children have. Anak-anak selalu menaruh kepercayaan secara penuh kepada orangtuanya. Apa pun yang diberi oleh orangtuanya ia menerima dengan penuh antusias. Seorang anak kecil digendong orangtuanya menyeberang jembatan sempit. Ia tidak panik, karena ia percaya kepada orangtuanya. Itu yang dimaksud dengan seperti anak-anak atau childlike. Yesus mengajar tentang Kerajaan Allah yang berarti menghadirkan keadilan sosial dan berbelarasa serta memberdayakan pihak yang lemah. Nah, ajaran Kerajaan Allah inilah yang harus disambut seperti anak-anak menyambut. Dalam kenyataan mengemban misi Kerajaan Allah itu penuh risiko dan memang seperti itulah menjadi pengikut Kristus; seperti anak percaya penuh kepada orangtuanya ketika diajak berjalan di antara semak belukar; seperti anak antusias menerima hadiah dari orangtuanya. Dalam kenyataan gereja menghadapi banyak tantangan. Cukup banyak warga dewasa tidak berkehendak menjadi dewasa. Mereka menghindari benturan iman. Mereka abai pada isu-isu etis. Mereka lebih suka makanan bayi dengan mendengar khotbah berwatak fundamentalistik. Tak jarang kita menjumpai orang-orang dengan tubuh dewasa, tetapi cara beragama mereka kekanak-kanakan.Jika menyambut Kerajaan Allah seperti anak-anak dimaknai tidak makek mikir, maka ajaran Yesus “Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu, dengan segenap jiwamu, dan dengan segenap akalbudimu” menjadi tak berguna. Ayub sudah mengingatkan, “Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?” (Ayub 2:10). Saban akhir September selalu ada orang yang membangkitkan isu komunis seperti yang dilakukan oleh Gatot Nurmantyo (GN). Saya yakin seyakin-yakinnya mantan Panglima TNI ini tahu bahwa komunis sudah tidak ada di Indonesia, baik di kalangan sipil maupun militer. Sekarang ia sudah menjadi politikus haus kekuasaan. Ia tahu bahwa banyak rakyat Indonesia masih childish dalam berpikir. Ia menggunakan pikiran kekanak-kanakan rakyat Indonesia untuk menelan isu itu tanpa mengunyahnya demi mencari pengikut. Sama halnya dengan para fundamentalisme. Mereka tahu bahwa masih banyak warga gereja yang kekanak-kanakan; warga yang masih membutuhkan endorsement kepastian atau jaminan keselamatan seperti kanak-kanak butuh permen atau mainan. Belum lagi serbuan lewat medsos yang mengatakan bahwa Alkitab itu palsu. Makin kencanglah “kanak-kanak” itu menangis. Para  fundamentalis memenuhi kebutuhan permen itu. Amin! Haleluya! Sejenak mereka mengisap candu dan kesurupan dalam ibadah. Usai ibadah mereka kembali memeras para pekerja, mencuri uang negara, memburu rente, tidak peduli pada golongan rapuh masa pandemi,  dlsb. Halelupa! 🙏🙏🙏Selamat mendewasa🙌🙌🙌Tuhan memberkati

SUDUT PANDANG LILIN ADVENT

SUDUT PANDANG LILIN ADVENT PENGANTAR Seiring berjalan kesepakatan ekuminis di Lima, membawa beberapa kesepakatan antara denomina...