Minggu, 28 Agustus 2022

PERKARA MENYEMBUHKAN ORANG KERASUKAN DI GERASA, SERIAL SUDUT PANDANG

PERKARA MENYEMBUHKAN ORANG KERASUKAN DI GERASA, SERIAL SUDUT PANDANG

Kaum Kristen fundamentalis menganut ideologi 𝘪𝘯𝘦𝘳𝘳𝘢𝘯𝘤𝘺 𝘰𝘧 𝘵𝘩𝘦 𝘣𝘪𝘣𝘭𝘦 atau ketiadasalahan Alkitab. Saya ambil contoh pengakuan iman dari satu gereja fundamentalis di Indonesia yang mendaku paling reformed dan paling injili: “… Kami percaya bahwa Alkitab tidak bersalah dalam segala hal yang diajarkannya termasuk hal-hal yang menyangkut sejarah dan ilmu.”
Alkitab tidaklah ditulis seperti yang mereka imani. Saya ambil contoh kitab Injil sinoptis: Matius, Markus, dan Lukas. Disebut sinoptis karena mirip. Injil Markus adalah Injil tertua dan terpendek yang terdiri atas 16 pasal. Bandingkan dengan Injil Matius (28 pasal) dan Injil Lukas (24 pasal). Injil Markus dijadikan sumber penulisan Injil Matius dan Lukas. Pengarang Injil Matius dan Lukas memodifikasi cerita Injil Markus dengan penambahan bahan dari sumber lain dan rekaan mereka sendiri. Mereka menyampaikan teologi mereka masing-masing.
Itu sebabnya pengkhotbah sering berbicara: “Marilah kita membaca Injil Yesus Kristus menurut Lukas …” atau “… Injil Yesus Kristus menurut Markus …”. Sayangnya (atau sialnya?) banyak pengkhotbah yang tidak setia pada 𝘥𝘪𝘴𝘤𝘭𝘢𝘪𝘮𝘦𝘳 mereka sendiri. Meskipun mereka membuat 𝘥𝘪𝘴𝘤𝘭𝘢𝘪𝘮𝘦𝘳 “… Injil Yesus Kristus menurut Lukas …” tetap saja mereka mencampuradukkan Injil-Injil lain ke dalam khotbah mereka seolah-olah kisah Injil adalah catatan sejarah. Misal, dalam berkhotbah pengkhotbah mengurutkan kisah kelahiran Yesus di palungan (Injil Lukas) yang disambung dengan kedatangan orang Majus (Injil Matius).
Contoh Injil Markus dijadikan sumber penulisan Injil Matius dan Lukas adalah kisah Yesus menyembuhkan orang kerasukan roh jahat di Gerasa (Mrk. 5:1-20, Luk. 8:26-39, dan Mat. 8:28-34). Injil Markus dan Lukas menyebut dua orang, sedang Injil Matius hanya satu orang. Mana yang benar? 𝘓𝘩𝘢 𝘸𝘰𝘯𝘨 kitab Injil itu kisah teologis, bukan kisah sejarah, ya sesukanya pengarang Injil. Oleh karena itu tetaplah setia pada 𝘥𝘪𝘴𝘤𝘭𝘢𝘪𝘮𝘦𝘳 “… Injil Yesus Kristus menurut Lukas …”, bukan menurut Injil kelima karangan pengkhotbah sendiri hasil harmonisasi Injil sinoptis.
Dalam narasi bacaan Injil Lukas Yesus dari Galilea menyeberang ke tanah orang Gerasa. Setiba di sana Ia didatangi oleh orang yang dirasuki setan-setan (bentuk jamak). Ketika ia melihat Yesus, ia berteriak dan tersungkur dihadapan-Nya. Katanya, “Apa urusan-Mu dengan aku, hai Yesus Anak Allah Yang Mahatinggi? Aku memohon kepada-Mu, supaya Engkau jangan menyiksa aku." 
“Siapa namamu?” tanya Yesus.
“Namaku Legion.” jawabnya.
Setan-setan itu memohon kepada Yesus supaya Ia jangan memerintah mereka masuk ke dalam jurang maut. Mereka memohon agar pindah ke sejumlah besar babi yang berada di lereng gunung tak jauh dari sana. Yesus mengabulkan mereka dan pindah merasuki babi-babi itu. Kawanan babi itu terjun dari tepi jurang ke dalam danau  lalu mati lemas. 
Seluruh penduduk daerah Gerasa yang diberi tahu tentang kejadian itu meminta kepada Yesus meninggalkan mereka, sebab mereka sangat ketakutan. Yesus kemudian berlayar kembali. Orang yang telah ditinggalkan oleh Legion itu meminta agar diperkenankan menyertai-Nya. Akan tetapi Yesus menyuruh dia pergi, kata-Nya, "Pulanglah dan ceriterakanlah segala sesuatu yang telah diperbuat Allah atasmu." Orang itu pun pergi mengelilingi seluruh kota dan memberitahukan segala apa yang telah diperbuat Yesus atas dirinya.
Seperti penjelasan di atas sumber penulisan Lukas 8:26-39 adalah Markus 5:1-20. Tampaknya tidak banyak yang  dimodifikasi Lukas atas bahannya termasuk “peta” geografis Markus yang ngawur dalam hal menempatkan “Gerasa” di tepi Danau Galilea (bdk. “Gadara” Mat. 8:28).
Konteks bacaan Minggu ini adalah cerita kedua dalam rangkaian empat cerita tentang kuasa Yesus:
• Lukas 8:22-25, kisah kuasa Yesus atas alam.
• Lukas 8:26-39, kisah kuasa Yesus atas setan dan roh jahat.
• Lukas 8:40-48, kisah kuasa Yesus atas penyakit-penyakit.
• Lukas 8:49-56, kisah kuasa Yesus atas kematian.
Secara umum rangkaian empat cerita itu tampaknya penulis Lukas hendak mengungkapkan kuasa Yesus sebagai Anak Allah yang Maha Tinggi (Luk. 8:28). Kuasa Yesus itu tidak terlepas dari misi Kerajaan Allah yang diemban-Nya. Pada gilirannya kuasa itu juga diberikan kepada para murid yang akan diutus-Nya tepat di perikop selanjutnya: Lukas 9:1-6 “Maka Yesus memanggil kedua belas murid-Nya, lalu memberikan tenaga dan kuasa kepada mereka untuk menguasai setan-setan dan untuk menyembuhkan penyakit-penyakit.”
Lukas memodifikasi bahan dari Injil Markus dengan menambah keterangan tentang orang yang dirasuk setan “sudah lama ia tidak berpakaian dan tidak tinggal dalam rumah” (Luk. 8:27). Berpakaian dan tinggal di dalam rumah adalah cara hidup orang normal. Di sini Lukas ingin mengatakan bahwa orang itu berubah menjadi tidak normal. Ketika ia sudah disembuhkan Yesus, Lukas mengatakan bahwa “ia telah berpakaian dan sudah waras” (Luk. 8:35). Akan tetapi berhubung “telah berpakaian” di Lukas 8:35 berasal dari Markus 5:15, tambahan keterangan “tidak berpakaian” di Lukas 8:27 bisa dinilai sekadar koreksi Lukas atas cerita Markus dan tidak harus diberi pemaknaan teologis. Demikian juga dengan “tidak tinggal dalam rumah” di Lukas 8:27. Keterangan tambahan itu juga bisa dinilai sekadar koreksi Lukas karena “perintah pulang ke rumah” di Lukas 8:39 berasal dari Markus 5:19.
Lukas juga memodifikasi bahan Markus dengan mengatakan bahwa orang yang sudah disembuhkan Yesus itu “duduk di kaki Yesus”. Duduk di kaki Yesus mengungkapkan bahasa tubuh seorang murid yang siap mendengarkan ajaran gurunya. Bandingkan dengan Maria yang kemudian dipuji Yesus ketimbang saudaranya, Marta (Luk. 10:38-42).
Apabila kita membandingkan dengan cerita dalam Injil Markus, ada dua sorotan: orang yang kerasukan dan babi-babi (Mrk. 5:16-17). Terbuka kemungkinan bahwa “alasan” orang mengusir Yesus adalah (kematian) babi-babi itu, apalagi Markus mengeksplisitkan jumlahnya sekitar 2.000 babi. Kesannya orang-orang itu tidak rela, jika demi menyembuhkan satu orang saja “dikorbankan” 2.000 babi.
Penginjil Lukas barangkali menafsir cerita Markus seperti itu dan ia tidak suka sehingga Lukas sengaja menghapus semua penyebutan tentang babi sejak ayat 33 atau sejak babi-babi itu tenggelam. Dengan kata lain dalam cerita versi Lukas pumpunnya tetap satu: orang yang kerasukan setan itu. Lukas tidak ingin perhatian pembacanya beralih ke babi-babi itu.
Seperti saya sampaikan di atas bahwa Lukas 8:26-39 merupakan cerita kedua dalam rangkaian empat cerita tentang kuasa Yesus (Luk. 8:22-25; 8:26-39; 8:40-56). Kuasa Yesus itu adalah kuasa dari Allah. Sehubungan dengan itu kesaksian yang harus diceritakan oleh orang yang sudah disembuhkan itu adalah kesaksian tentang segala sesuatu yang telah diperbuat Allah atas dirinya (Luk. 8:39).
Di akhir cerita Yesus pulang ke daerah Yahudi (Luk. 8:37). Orang yang sudah disembuhkan Yesus pulang ke rumahnya, rumah orang non-Yahudi, “Pulanglah ke rumahmu dan ceriterakanlah segala sesuatu yang telah diperbuat Allah atasmu.” (liat Yesus tidak memaksa orang itu menjadi pengikutnya, bahkan ada kecenderungan menolak) Orang itu pun pergi mengelilingi seluruh kota dan memberitahukan segala apa yang telah diperbuat Yesus atas dirinya (Luk. 8:39).
“Rumah” di sini dapat juga bermakna kota tempat kita tinggal sebagaimana terungkap dalam frase “mengelilingi seluruh kota”. Pada dasarnya sama: kesaksian atau penginjilan tidak harus jauh-jauh dari tempat tinggal kita atau dari konteks kehidupan kita sehari-hari. Dalam banyak kasus kesaksian justru seharusnya dilakukan dalam konteks kehidupan kita sehari-hari. Bacaan Injil Lukas  ini mengingatkan kita bahwa babi-babi itu hanyalah pemain figuran. Apa yang sudah tenggelam, biarlah tenggelam! Penginjil Lukas mengajak kita berfokus menyembuhkan orang-orang kerasukan agama. (T)

Lapangan Pancasila
12.07.2022

SUDUT PANDANG LILIN ADVENT

SUDUT PANDANG LILIN ADVENT PENGANTAR Seiring berjalan kesepakatan ekuminis di Lima, membawa beberapa kesepakatan antara denomina...