PENGANTAR
Apakah saudara sudah percaya penuh kepada Allah Tritunggal? Apakah saudara sudah mengakui dan menyesali dosa-dosa saudara? Apakah saudara siap hidup dalam pertobatan dan ketaatan kepada firman Tuhan? Apakah saudara bertekad untuk mengasihi sesama dan memelihara kesatuan tubuh Kristus? Apakah saudara menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadi?
Beberapa contoh pertanyaan saat persiapan perjamuan Kudus atau saat perjamuan Kudus, seharusnya lah menghentak hati dan pikiran kita untuk paham bahwa iman seharusnya lah diperagakan dalam kehidupan keseharian, iman yang tidak diperagakan, iman yang kosong atau mati, mungkin kita baru nyadar ternyata circle kehidupan kita hanya bergaul dg orang kristen semua, gak ada temen beda iman, plus cuman nguplex di gereja. Kita mengajar yang sudah belajar, kita mengundang yang sudah diundang, kita memenangkan yang sudah menang, kita menggembalakan yang sudah digembalakan, kita kira, kita sudah bersekutu, sudah pelayanan, sudah kesaksian (ehm .... tugas Gereja yah, bahan katekisasi...nih) tapi nyatanya, kita cuman tinggal di zona nyaman, kita cuman komunitas, yg ngumpul hanya dengan sama iman, sama pemikiran, tapi abai pada yang diluar gereja, diluar persekutuan, di luar iman kita. Gereja bukan tempat menetap, tapi tempat kita diutus keluar, gereja bukan tempat nyaman bahkan tempat sembunyi, gereja tempat kita diberkati, kemudian menjejakan kaki keluar dalam pengutusan, iman harus diperagakan, agar kemurahan hati Allah dan teladan Kristus dilihat oleh sesama kita, terlebih dirasa oleh sesama kita. Iman yang diperagakan termasuk tindakan tulus ikhlas meneladan Kristus tanpa menuntut imbalan.
PEMAHAMAN
“𝘏𝘦 𝘸𝘩𝘰 𝘸𝘪𝘭𝘭 𝘯𝘰𝘵 𝘳𝘦𝘢𝘴𝘰𝘯, 𝘪𝘴 𝘢 𝘣𝘪𝘨𝘰𝘵; 𝘩𝘦 𝘸𝘩𝘰 𝘤𝘢𝘯𝘯𝘰𝘵 𝘪𝘴 𝘢 𝘧𝘰𝘰𝘭; 𝘢𝘯𝘥 𝘩𝘦 𝘸𝘩𝘰 𝘥𝘢𝘳𝘦𝘴 𝘯𝘰𝘵 𝘪𝘴 𝘢 𝘴𝘭𝘢𝘷𝘦.“ William Drummond. Mendapatkan pelayanan kesehatan dan pendidikan adalah hak asasi manusia sehingga sudah sepatutnya pemerintah memberikan pelayanan itu, kata Ahok (2015). Pemerintah tidak boleh menyebut itu bantuan, karena itu hak masyarakat dan memang kewajiban atau sepatutnya dilakukan oleh pemerintah. “Anda kafirkan saya pun tetap saya beri KJP.” tukas Ahok. Dengan kata lain pemerintah bukan sekadar pelayan masyarakat, melainkan budak (δοῦλον). Pemerintah tidak pantas merasa berjasa kemudian meminta “balas jasa” dari masyarakat yang dilayani. Selain melanggar sumpah jabatan, ia sudah melupakan hakikat pejabat pemerintah adalah “budak” masyarakat. Pejabat-pejabat yang dicokok KPK pada umumnya terkena kasus “balas jasa” itu. Budak atau hamba adalah orang yg seharusnyalah tulus ikhlas melakukan segala sesuatu menurut perintah Tuannya tanpa menuntut imbalan, karena hidupnya sudah ditanggung tuanNya, semua merupakan peragaan ketaatan bukan ukuran ketaatan. Bacaan diambil dari Injil Lukas 17:5-10 yang saya lampirkan, bacaan Injil tsb saya letakkan di bawah.
Meskipun bacaan dari Lukas 17:5-10, sebaiknya kita membaca dari ayat 1. Bacaan Injil dari dua perikop dengan dua topik. Perikop Lukas 17:1-6 diberi judul “Beberapa nasihat” oleh LAI, sedang Lukas 17:7-10 “Tuan dan hamba”.
𝗟𝘂𝗸𝗮𝘀 𝟭𝟳:𝟭-𝟲
Perikop ini sebenarnya mengandung ucapan-ucapan lepas Yesus yang kemudian disatukan oleh pengarang Injil Lukas untuk diberi konteks. Pertama-tama Lukas memberi konteks “tugas-tugas iman” atau “kewajiban iman” dalam ayat 6 untuk membedakannya dari konteks Injil Markus 11:23 dan Matius 17:20, 21:21.
Konteks “tugas-tugas iman” dan “kewajiban iman” tersebut untuk menyambung ayat 1-5:
• Tugas melindungi anggota jemaat yang lemah dari penyesatan, bahkan jika terpaksa, si penyesat harus disingkirkan “ke laut” (ay. 1-2).
• Tugas menjaga diri sendiri dan menggembalakan anggota jemaat yang berdosa (ay. 3).
• Kewajiban mengampuni tanpa batas (ay. 4).
• Sesudah mendengar “tugas” atau “kewajiban” yang harus mereka jalankan di ayat 1-4, para murid memohon agar iman mereka ditambahkan (ay. 5).
Di ayat 6 itu Yesus tampaknya tidak mau menambahkan iman para murid-Nya karena meskipun “tugas-tugas” di ayat 1-4 itu berat, mereka dianggap sudah mampu menjalankannya. Dengan iman yang kecil saja, hal yang dianggap mustahil pun dapat terjadikan: mencabut pohon ara dengan akar-akarnya dan menanamnya lagi di laut. Lebih ekstrem lagi mereka dapat memerintah pohon itu melakukannya sendiri.
Tentu saja ucapan di Lukas 17:6 harus dipahami sebagai metafora atau kiasan. “Iman 𝘨𝘰𝘴𝘢𝘩 diukur-ukur! Iman sebesar biji sesawi sudah cukup!” Iman itu bukan diukur tapi diperagakan, begitu kira-kira yang hendak dikatakan oleh Yesus. Memperagakan iman adalah juga memperagakan kemurahan Allah pada kita selama kita hidup, selama kita hidup, kita akan memperagakan keteladanan Kristus dalam keseharian, itulah memperlihatkan kemurahan Allah dalam hidup kita, bukan iman yang diukur, iman kok diukur, iman diperagakan. Dari jawaban Yesus kita tidak perlu minder dengan kesaksian pribadi yang heboh tentang orang bertemu dengan Yesus, mendapat kesembuhan ajaib, diberkati hidupnya dengan kelimpahan harta, dlsb. Dengan iman sekecil biji sesawi kita sudah dapat mengerjakan tugas-tugas berat dari Yesus, dan memang seperti itulah yang dikehendaki oleh Yesus. 𝘎𝘰𝘴𝘢𝘩 muluk-muluk. Tak perlu menunjukkan iman dengan ukuran tanda-tanda lahiriah, simbol-simbol agama, ritual simbolis, digigiti ular berbisa gpp, dlsb. Iman diperagakan dalam hidup keseharian. Demikian halnya bulan keluarga pd bulan Oktober ini, perjumpaan keluarga dengan aneka rupa realita merupakan sebuah keniscayaan yang tidak dapat dipungkiri, perjalanan panjang sebuah keluarga adalah peragaan akan kasih, peragaan akan kemurahan hati Allah, itulah peragaan iman dalam hidup keseharian sebuah keluarga, kasih yang diteladankan Kristus, demikian hal nya gereja harus memperagakan iman dalam hidup bermasyarakat sebagai bukti kemurahan Allah dan teladan Kristus. Di sana ada ratap tangis sedih, kedukaan, kepedihan, kekurangan, kehilangan, dan aneka peristiwa lainnya. Keluarga juga berjumpa dengan tangisan kegembiraan, sukacita, pemulihan, kelimpahan, serta aneka peristiwa sukses lainnya. Dalam persekutuan bersama Bapa, Anak dan Roh Kudus, keluarga menemukan makna kehidupan yang membuat setiap orang merasakan keluarga sebagai kehidupan yang berharga meski tidak selalu ideal, itulah peragaan iman, itulah pertunjukan kemurahan Allah. Itulah perjalanan iman keluarga, bertemu Tuhan dalam kepelbagaian peristiwa hidup, memaknainya serta mengubah, hal yg lumrah, dimana itu dijalani setiap keluarga, tapi bagaimana memaknainya dg baik yang itu mengubah kan. Tidak perlu juga peristiwa dalam hidup yang lumrah itu dibuat sedemikian WOW nya, kemudian dijadikan "KESAKSIAN" (arti kesaksian itu sendiri bukan itu) dalam gereja atau persekutuan, itu malah merendahkan pemaknaannya, cukup tunjukan dalam kehidupan keseharian bagaimana keluarga tsb berubah dan Kristus tergambarkan dalam hidup berkeluarga tsb, bagaimana teladan Kristus diperagakan dalam hidup berkeluarga, bagaimana iman itu diperagakan dalam hidup berkeluarga, bagaimana kemurahan hati Allah itu ditunjukan dalam keseharian hidup berkeluarga. Masak ya pengalaman iman atau iman itu diukur atau terukur?, Iman kok diukur? capek dech🙈🙈🙈. Iman itu diperagakan. Keluarga Kristen saat ini dalam situasi di mana di dalamnya
menjumpai proses tarik ulur realitas yang saling memengaruhi dalam hidup.
Kekuatan-kekuatan yang saling tarik ulur itu oleh Paus Yohanes Paulus II disebut sebagai kekuatan terang dan gelap. Keluarga
bisa jadi berada dalam tarikan kegelapan. Perpisahan, konflik, saling melukai, konsumeristik, hedonis, hidup tanpa makna
terjadi dalam keluarga. Namun kekuatan terang Allah yang menarik keluarga untuk menemukan makna dalam rengkuhan Trinitas Maha Kudus. Pada akhirnya keluarga mengalami Allah sebab Ia adalah Allah “menjadi semua di dalam semua” (1 Korintus 15:28) sebab tujuan kebermaknaan itu adalah persekutuan cinta bersama Bapa, Anak dan Roh Kudus.
𝗟𝘂𝗸𝗮𝘀 𝟭𝟳:𝟳-𝟭𝟬
Perumpamaan metafora “Tuan dan hamba” ini dipandang oleh penulis Injil Lukas cocok untuk memerikan nasabah Tuhan dan orang percaya. LAI menerjemahkan δοῦλον dengan “hamba.”
Istilah “hamba” itu terkesan halus dan agung, apalagi ada istilah “hamba Tuhan”. Alkitab NRSV menerjemahkan δοῦλον dengan budak (𝘴𝘭𝘢𝘷𝘦). Terjemahan NRSV lebih 𝘯𝘦𝘯𝘥𝘢𝘯𝘨.
Dalam perumpamaan ini budak tidak seperti pekerja harian yang memiliki hari dan jam kerja. Budak tak punya apa-apa. Budak sudah dibeli dan apa pun yang dimilikinya adalah milik tuannya, termasuk waktu hidupnya. Sesudah melakukan semua tugasnya, budak tetaplah budak. 𝗠𝗲𝗿𝗲𝗸𝗮 𝘁𝗶𝗱𝗮𝗸 𝗺𝗲𝗺𝗶𝗹𝗶𝗸𝗶 𝗵𝗮𝗸 𝘂𝗻𝘁𝘂𝗸 𝗺𝗲𝗻𝘂𝗻𝘁𝘂𝘁 𝘀𝗲𝘀𝘂𝗮𝘁𝘂 𝗱𝗮𝗿𝗶 𝘁𝘂𝗮𝗻𝗻𝘆𝗮. Budak atau hamba hanya memperagakan ketaatan atas TuanNya yg memiliki hidup nya, yang menanggung hidupnya, budak atau hamba tidak dapat menuntut imbalan pada Tuannya, okeh karenanya ketaatan itu diperagakan bukan diukur. Meskipun Lukas 17:7-10 berlaku umum bagi jemaat Kristen, Rendah hati sama dan sebangun dengan hening. Jika bersuara, maka bukan hening lagi. Jika diucapkan, maka bukan rendah hati lagi, jika menuntut tiada guna.
Cepogo, 30 September 2022 (TUS)
Lampiran :
Kutipan 𝗟𝘂𝗸𝗮𝘀 𝟭𝟳:𝟭-𝟭𝟬 (TB II LAI, 1997)
𝘉𝘦𝘣𝘦𝘳𝘢𝘱𝘢 𝘯𝘢𝘴𝘪𝘩𝘢𝘵
𝟭𝟳:𝟭 Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: "Tidak mungkin tidak akan ada hal yang membuat berbuat dosa, tetapi celakalah orang yang mengadakannya.
𝟭𝟳:𝟮 Lebih baik baginya jika sebuah batu giling diikatkan pada lehernya, lalu ia dilemparkan ke dalam laut, daripada menyebabkan salah satu dari orang-orang yang kecil ini berbuat dosa.
𝟭𝟳:𝟯 Jagalah dirimu! Jikalau saudaramu berbuat dosa, tegurlah dia, dan jikalau ia menyesal, ampunilah dia.
𝟭𝟳:𝟰 Bahkan jikalau ia berbuat dosa terhadap engkau tujuh kali sehari dan tujuh kali ia kembali kepadamu dan berkata: Aku menyesal, engkau harus mengampuni dia."
𝟭𝟳:𝟱 Lalu kata rasul-rasul itu kepada Tuhan: "Tambahkanlah iman kami!"
𝟭𝟳:𝟲 Jawab Tuhan: "Sekiranya kamu mempunyai iman sekecil biji sesawi saja, kamu dapat berkata kepada pohon ara ini: Tercabutlah engkau dan tertanamlah di dalam laut, dan ia akan taat kepadamu."
𝘛𝘶𝘢𝘯 𝘥𝘢𝘯 𝘩𝘢𝘮𝘣𝘢
𝟭𝟳:𝟳 "Siapa di antara kamu yang mempunyai seorang hamba yang membajak tanah atau menggembalakan ternak akan berkata kepada hamba itu, setelah ia pulang dari ladang: Mari segera makan!
𝟭𝟳:𝟴 Bukankah sebaliknya ia akan berkata kepada hamba itu: Sediakanlah makananku. Ikatlah pinggangmu dan layanilah aku sampai selesai aku makan dan minum. Sesudah itu engkau boleh makan dan minum.
𝟭𝟳:𝟵 Adakah ia berterima kasih kepada hamba itu, karena hamba itu telah melakukan apa yang ditugaskan kepadanya?
𝟭𝟳:𝟭𝟬 Demikian jugalah kamu. Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan."
CEPOGO, 30.09.2022 (TUS)