Sabtu, 08 Mei 2021

SABDA NYUNAR, SAHABAT

💫SABDA NYUNAR 💫“I hope we’re friends until we die. Then I hope we stay ghost friends and walk through walls and scare the shit out of people.” Minggu Keenam Masa Raya Paska. Bacaan Injil diambil dari Yohanes 15:9-17. Salvatore Giuliano, yang diperankan oleh Christopher Lambert dalam film The Sicilian arahan Sutradara Michael Cimino, diundang oleh lawan sekaligus pesaingnya untuk bertemu. Seorang anak buah Giuliano mengingatkan bahwa ia bisa saja akan dikhianati. Giuliano menjawab, “Hanya teman  yg berkhianat.” Kita pasti punya teman. Ada yang memiliki banyak teman, ada yang sedikit. Kita bercerita tentang hal-hal pribadi kepada seorang teman entah lewat daring entah langsung tatap muka. Seperti ada tertulis “Jangan menceritakan masalahmu kepada orang lain; 80% tidak peduli, 20% senang kita punya masalah”. Tidak seberapa lama apa pun yang kita sampaikan kepada teman kita sudah menjadi perbincangan orang-orang lain. Mereka dengan gembira menertawai masalah pribadi kita. Dengan bahasa masa kini persoalan kita menjadi bahan gibah. Dalam bacaan Injil Minggu ini sambungan dari bacaan Minggu lalu tentang “Pokok Anggur yang Benar”. Konteks percakapan di dalam Perjamuan Malam Terakhir dan sesudah Yudas pergi berkhianat. Di sini Yesus tidak sedang bermetafor. Ia memberi perintah yang diucapkan-Nya sampai dua kali yaitu untuk saling mengasihi. Yesus memberi perintah itu, karena Ia sudah mengasihi murid-murid-Nya. Bahkan Yesus menyebut murid-murid sebagai sahabat-Nya. “Tidak ada kasih yang lebih besar daripada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya. Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu.” (ay. 13). Oleh karena sahabat, Yesus “membocorkan” segala sesuatu untuk diketahui sahabat-sahabat-Nya, “Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku.” (ay. 15). Yesus menghendaki murid-murid-Nya pergi dan menghasilkan buah. Ada banyak takrif (definition) mengenai sahabat. Bagi kita takrif tidaklah begitu penting. Yang terpenting adalah ukuran sahabat. Penulis Amsal 17:17 dengan baik memberikan ukurannya “Seorang sahabat selalu menaruh kasih setiap waktu dan menjadi saudara dalam kesukaran.” Dari ukuran penulis Amsal ini seorang sahabat berbeda dari seorang teman. Seperti kata Salvatore Giuliano bahwa hanya teman yg berkhianat. Membaca perikop Injil di atas kita benar-benar tertohok. Kalau Yesus sudah mengakui  kita sahabat-Nya, mengapa kita tidak memerlakukan-Nya sahabat kita? Kita tidak pernah berbuat apa yang Yesus perintahkan. Yesus sudah memberikan nyawa-Nya untuk sahabat-sahabat-Nya. Kita? Alih-alih nyawa, berbuat baik kepada sesama saja saya masih jauh api dari panggang. Kalau kita melihat ayat 15, budak hanyalah perangkat sang tuan untuk memenuhi segala kebutuhannya. Budak tetaplah menjadi budak, sedang tuan adalah pemiliknya. Budak tak ubahnya sebuah properti. Budak sering diperdayai (deceived) oleh tuannya. Budak yang kerap diperdayai oleh tuannya, tidak jarang membalas memerdayai tuannya. Budak diterjemahkan dari δοῦλος (baca: doulos), yang juga berarti hamba, jongos. Seorang sahabat tidak akan memerdayai, apalagi berkhianat. Seorang sahabat memberdayakan (empower). Itu sebabnya Yesus menyebut kita sahabat-Nya. Indonesia dianugerahi hidup di dalam banyak pulau, kebinekaan bahasa, budaya, adat istiadat, dlsb. Kita terbiasa memiliki hubungan saudara yang berdasarkan atas darah, perkawinan, kesukuan, dan tentu saja agama. Bacaan Injil Minggu ini memberikan sebuah tantangan iman untuk tidak saja membangun nasabah persaudaraan, tetapi juga persahabatan. Kita harus mampu membuka ruang perjumpaan, menguak prasangka, membongkar kebencian, mengatasi kecurigaan, dan membangun rasa percaya. Dalam konteks wawasan kebangsaan menjadi sahabat bagi semua orang akan memampukan kita merawat Indonesia dengan segala kebinekaannya. Di tengah ancaman fundamentalisme agama dan terorisme kita perlu menjaga ketulusan hidup sebagai sesama anak bangsa yang saling menghargai. Barangkali kita belum termampukan menjadi sahabat bagi semua orang, namun kita setidaknya tidak merugikan diri sendiri dan orang lain dengan menebar kebencian. Bukan karena kita menafikan konflik yang nyata terjadi, akan tetapi perlu kebesaran jiwa untuk saling mengakui dan menerima sebagai sesama dalam bangsa ini. kebinekaan adalah kenyataan sekaligus anugerah bagi kita. Untuk itu orang-orang yang sudah terukur tidak memiliki wawasan kebangsaan dan kebinekaan tidak bisa dan tidak boleh menjadi pemimpin. Jadi, bocoran tentang kegagalan pemenuhan batas minimum nilai wawasan kebangsaan pada sejumlah pegawai KPK tempo hari harus benar-benar secara serius diberandang, karena mereka tidak bersahabat dengan kebinekaan. Di masa pandemi banyak orang mengalami teralienasi atau terasingkan, kehilangan pekerjaan, kesepian, konflik batin, terundung kekhawatiran dan ketakutan, serta ketegangan hubungan dengan sesama. Di saat seperti itulah mereka memerlukan kehadiran sahabat yang memberdayakan, yang selalu menaruh kasih setiap waktu dan menjadi saudara dalam kesukaran. 🙏🙏🙏Selamat Bersahabat, 🙌🙌🙌Tuhan memberkati

SUDUT PANDANG LILIN ADVENT

SUDUT PANDANG LILIN ADVENT PENGANTAR Seiring berjalan kesepakatan ekuminis di Lima, membawa beberapa kesepakatan antara denomina...