Ucapan-ucapan Yesus dalam bacaan Injil Minggu ini (Mat. 5:21-37) dapat diguguskan ke dalam empat himpunan:
• Larangan membunuh (Mat. 5:21-26)
• Larangan berzina dan penyesatan (Mat. 27-30)
• Larangan bercerai (Mat. 5:31-32)
• Larangan bersumpah (Mat. 5:33-37)
𝗟𝗮𝗿𝗮𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗺𝗲𝗺𝗯𝘂𝗻𝘂𝗵 (Mat. 5:21-26)
5:21 𝘒𝘢𝘮𝘶 𝘵𝘦𝘭𝘢𝘩 𝘮𝘦𝘯𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘳 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘥𝘪𝘧𝘪𝘳𝘮𝘢𝘯𝘬𝘢𝘯 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘯𝘦𝘯𝘦𝘬 𝘮𝘰𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘬𝘪𝘵𝘢: 𝘑𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘶𝘯𝘶𝘩; 𝘴𝘪𝘢𝘱𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘶𝘯𝘶𝘩 𝘩𝘢𝘳𝘶𝘴 𝘥𝘪𝘩𝘶𝘬𝘶𝘮.
5:22 𝘛𝘦𝘵𝘢𝘱𝘪 𝘈𝘬𝘶 𝘣𝘦𝘳𝘬𝘢𝘵𝘢 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢𝘮𝘶 ...
𝘢. 𝘔𝘢𝘳𝘢𝘩, 𝘮𝘦𝘮𝘢𝘬𝘪, 𝘥𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘢𝘵𝘢-𝘯𝘨𝘢𝘵𝘢𝘪 (Mat. 5:22)
Larangan marah, memaki, dan mengata-ngatai orang di ayat 22 ini masih bernasabah (𝘳𝘦𝘭𝘢𝘵𝘦) dengan larangan membunuh di ayat 21. Tiga hal yang terlarang untuk jemaat Kristen (Jemaat Matius): marah, memaki, dan mengata-ngatai orang lain. Jemaat Matius bukan hanya dilarang membunuh, tetapi juga dilarang marah, memaki, dan mengata-ngatai 𝗸𝗮𝗿𝗲𝗻𝗮 𝗸𝗲𝘁𝗶𝗴𝗮𝗻𝘆𝗮 𝘀𝗮𝗺𝗮 𝗱𝗲𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗺𝗲𝗺𝗯𝘂𝗻𝘂𝗵.
𝘣. 𝘗𝘦𝘳𝘴𝘦𝘮𝘣𝘢𝘩𝘢𝘯 𝘥𝘢𝘯 𝘣𝘦𝘳𝘥𝘢𝘮𝘢𝘪 (Mat. 5:23-24)
5:23 𝘚𝘦𝘣𝘢𝘣 𝘪𝘵𝘶, 𝘫𝘪𝘬𝘢 𝘦𝘯𝘨𝘬𝘢𝘶 𝘮𝘦𝘮𝘱𝘦𝘳𝘴𝘦𝘮𝘣𝘢𝘩𝘬𝘢𝘯 𝘱𝘦𝘳𝘴𝘦𝘮𝘣𝘢𝘩𝘢𝘯𝘮𝘶 𝘥𝘪 𝘢𝘵𝘢𝘴 𝘮𝘦𝘻𝘣𝘢𝘩 𝘥𝘢𝘯 𝘦𝘯𝘨𝘬𝘢𝘶 𝘵𝘦𝘳𝘪𝘯𝘨𝘢𝘵 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘴𝘶𝘢𝘵𝘶 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘢𝘥𝘢 𝘥𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘩𝘢𝘵𝘪 𝘴𝘢𝘶𝘥𝘢𝘳𝘢𝘮𝘶 𝘵𝘦𝘳𝘩𝘢𝘥𝘢𝘱 𝘦𝘯𝘨𝘬𝘢𝘶,
5:24 𝘵𝘪𝘯𝘨𝘨𝘢𝘭𝘬𝘢𝘯𝘭𝘢𝘩 𝘱𝘦𝘳𝘴𝘦𝘮𝘣𝘢𝘩𝘢𝘯𝘮𝘶 𝘥𝘪 𝘥𝘦𝘱𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘻𝘣𝘢𝘩 𝘪𝘵𝘶 𝘥𝘢𝘯 𝘱𝘦𝘳𝘨𝘪𝘭𝘢𝘩 𝘣𝘦𝘳𝘥𝘢𝘮𝘢𝘪 𝘥𝘢𝘩𝘶𝘭𝘶 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘴𝘢𝘶𝘥𝘢𝘳𝘢𝘮𝘶, 𝘭𝘢𝘭𝘶 𝘬𝘦𝘮𝘣𝘢𝘭𝘪 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘮𝘦𝘮𝘱𝘦𝘳𝘴𝘦𝘮𝘣𝘢𝘩𝘬𝘢𝘯 𝘱𝘦𝘳𝘴𝘦𝘮𝘣𝘢𝘩𝘢𝘯𝘮𝘶 𝘪𝘵𝘶.
Implikasi dari larangan membunuh adalah pencegahan. Untuk tidak sampai terjadi pembunuhan Jemaat Matius ditekankan untuk berdamai dengan sesama. 𝗕𝗲𝗿𝗱𝗮𝗺𝗮𝗶 𝗱𝗲𝗻𝗴𝗮𝗻 𝘀𝗲𝘀𝗮𝗺𝗮 𝗹𝗲𝗯𝗶𝗵 𝗽𝗲𝗻𝘁𝗶𝗻𝗴 𝗸𝗲𝘁𝗶𝗺𝗯𝗮𝗻𝗴 𝗺𝗲𝗺𝗯𝗲𝗿𝗶𝗸𝗮𝗻 𝗽𝗲𝗿𝘀𝗲𝗺𝗯𝗮𝗵𝗮𝗻 𝗱𝗮𝗹𝗮𝗺 𝗯𝗲𝗿𝗶𝗯𝗮𝗱𝗮𝗵 𝗸𝗲𝗽𝗮𝗱𝗮 𝗔𝗹𝗹𝗮𝗵.
𝘤. 𝘉𝘦𝘳𝘥𝘢𝘮𝘢𝘪 𝘥𝘢𝘯 𝘣𝘦𝘳𝘶𝘵𝘢𝘯𝘨 (Mat. 5:25-26)
5:25 𝘚𝘦𝘨𝘦𝘳𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘣𝘦𝘳𝘥𝘢𝘮𝘢𝘪 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘭𝘢𝘸𝘢𝘯𝘮𝘶 𝘴𝘦𝘭𝘢𝘮𝘢 𝘦𝘯𝘨𝘬𝘢𝘶 𝘣𝘦𝘳𝘴𝘢𝘮𝘢-𝘴𝘢𝘮𝘢 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘥𝘪𝘢 𝘥𝘪 𝘵𝘦𝘯𝘨𝘢𝘩 𝘫𝘢𝘭𝘢𝘯, 𝘴𝘶𝘱𝘢𝘺𝘢 𝘭𝘢𝘸𝘢𝘯𝘮𝘶 𝘪𝘵𝘶 𝘫𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘺𝘦𝘳𝘢𝘩𝘬𝘢𝘯 𝘦𝘯𝘨𝘬𝘢𝘶 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘩𝘢𝘬𝘪𝘮 𝘥𝘢𝘯 𝘩𝘢𝘬𝘪𝘮 𝘪𝘵𝘶 𝘮𝘦𝘯𝘺𝘦𝘳𝘢𝘩𝘬𝘢𝘯 𝘦𝘯𝘨𝘬𝘢𝘶 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘱𝘦𝘮𝘣𝘢𝘯𝘵𝘶𝘯𝘺𝘢 𝘥𝘢𝘯 𝘦𝘯𝘨𝘬𝘢𝘶 𝘥𝘪𝘭𝘦𝘮𝘱𝘢𝘳𝘬𝘢𝘯 𝘬𝘦 𝘥𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘱𝘦𝘯𝘫𝘢𝘳𝘢.
5:26 𝘈𝘬𝘶 𝘣𝘦𝘳𝘬𝘢𝘵𝘢 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢𝘮𝘶: 𝘚𝘦𝘴𝘶𝘯𝘨𝘨𝘶𝘩𝘯𝘺𝘢 𝘦𝘯𝘨𝘬𝘢𝘶 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘬𝘦𝘭𝘶𝘢𝘳 𝘥𝘢𝘳𝘪 𝘴𝘢𝘯𝘢, 𝘴𝘦𝘣𝘦𝘭𝘶𝘮 𝘦𝘯𝘨𝘬𝘢𝘶 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘢𝘺𝘢𝘳 𝘶𝘵𝘢𝘯𝘨𝘮𝘶 𝘴𝘢𝘮𝘱𝘢𝘪 𝘭𝘶𝘯𝘢𝘴.
Ucapan Yesus di Matius 5:25-26 merupakan ucapan lepas dari Sumber Q karena sejajar dengan Lukas 12:58-59. Matius mengguguskan tiga konteks untuk kedua ucapan lepas itu:
• Konteks pertama atau konteks terdekat adalah Matius 5:23-24. Berdamai di tengah jalan dan membayar utang itu (ay. 25-26) masih ada berpautan dengan berdamai yang lebih penting ketimbang memberikan persembahan (ay.23-24).
• Konteks kedua adalah Matius 5:22. Hakim di Matius 5:25 tampaknya hakim dari pengadilan lokal, yang di Matius 5:22 bernasabah dengan marah. Hakim di Matius 5:25 tampaknya bukan hakim di tingkat kedua (Mahkamah Agama) dan bukan hakim di tingkat terakhir (Allah, neraka).
• Konteks ketiga adalah Matius 5:21. Berdamai di tengah jalan dan membayar utang itu (ay. 25-26) masih ada berhubungan dengan larangan membunuh (ay.21). Apabila larangan membunuh bersifat negatif, maka berdamai secepat-cepatnya bersifat positif.
𝗟𝗮𝗿𝗮𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗯𝗲𝗿𝘇𝗶𝗻𝗮 𝗱𝗮𝗻 𝗽𝗲𝗻𝘆𝗲𝘀𝗮𝘁𝗮𝗻 (Mat. 27-30)
5:27 𝘒𝘢𝘮𝘶 𝘵𝘦𝘭𝘢𝘩 𝘮𝘦𝘯𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘳 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘥𝘪𝘧𝘪𝘳𝘮𝘢𝘯𝘬𝘢𝘯: 𝘑𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘣𝘦𝘳𝘻𝘪𝘯𝘢.
5:28 𝘛𝘦𝘵𝘢𝘱𝘪 𝘈𝘬𝘶 𝘣𝘦𝘳𝘬𝘢𝘵𝘢 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢𝘮𝘶 ...
𝘢. 𝘔𝘦𝘮𝘢𝘯𝘥𝘢𝘯𝘨 𝘱𝘦𝘳𝘦𝘮𝘱𝘶𝘢𝘯 (Mat. 5:28)
Larangan memandang perempuan 𝗱𝗮𝗻 menginginkannya dipautkan dengan larangan berzina (hukum ke-7 Dasa Titah) dan larangan menginginkan milik sesamamu, termasuk istrinya (hukum ke-10 Dasa Titah). Menginginkan perempuan lain di sini adalah perempuan yang berstatus istri orang lain, meskipun hanya di dalam hati, adalah berzina. 𝗦𝗲𝗰𝗮𝗿𝗮 𝗿𝗮𝗱𝗶𝗸𝗮𝗹 teks ini menambah tinggi ukuran berzina dimula dari dalam hati.
Bagaimana jika memandang dan menginginkan perempuan yang belum bersuami? Penulis Injil Matius entah lupa atau mengizinkan. Namun tampaknya sistem perkawinan monogami belum diterapkan secara ketat saat Injil Matius ditulis. Perkawinan monogami tampaknya baru secara ketat diterapkan di pengujung abad pertama ZB. Dalam Surat Timotius dan Titus ada usulan agar penilik jemaat, diaken, dan penatua yang dipilih adalah suami dari satu istri (1Tim. 3:2, 12; Tit. 1:6). Dapat diduga cukup banyak orang Kristen waktu itu beristri lebih daripada satu sehingga hal itu dipandang tidak baik.
𝘣. 𝘔𝘢𝘵𝘢 𝘥𝘢𝘯 𝘵𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘯𝘺𝘦𝘴𝘢𝘵𝘬𝘢𝘯 (Mat. 5:29-30)
5:29 𝘔𝘢𝘬𝘢 𝘫𝘪𝘬𝘢 𝘮𝘢𝘵𝘢𝘮𝘶 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘬𝘢𝘯𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘺𝘦𝘴𝘢𝘵𝘬𝘢𝘯 𝘦𝘯𝘨𝘬𝘢𝘶 𝘣𝘦𝘳𝘥𝘰𝘴𝘢, 𝘤𝘶𝘯𝘨𝘬𝘪𝘭𝘭𝘢𝘩 𝘥𝘢𝘯 𝘣𝘶𝘢𝘯𝘨𝘭𝘢𝘩 𝘪𝘵𝘶, 𝘬𝘢𝘳𝘦𝘯𝘢 𝘭𝘦𝘣𝘪𝘩 𝘣𝘢𝘪𝘬 𝘣𝘢𝘨𝘪𝘮𝘶 𝘫𝘪𝘬𝘢 𝘴𝘢𝘵𝘶 𝘥𝘢𝘳𝘪 𝘢𝘯𝘨𝘨𝘰𝘵𝘢 𝘵𝘶𝘣𝘶𝘩𝘮𝘶 𝘣𝘪𝘯𝘢𝘴𝘢, 𝘥𝘢𝘳𝘪𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘵𝘶𝘣𝘶𝘩𝘮𝘶 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘶𝘵𝘶𝘩 𝘥𝘪𝘤𝘢𝘮𝘱𝘢𝘬𝘬𝘢𝘯 𝘬𝘦 𝘥𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘯𝘦𝘳𝘢𝘬𝘢.
5:30 𝘋𝘢𝘯 𝘫𝘪𝘬𝘢 𝘵𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯𝘮𝘶 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘬𝘢𝘯𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘺𝘦𝘴𝘢𝘵𝘬𝘢𝘯 𝘦𝘯𝘨𝘬𝘢𝘶, 𝘱𝘦𝘯𝘨𝘨𝘢𝘭𝘭𝘢𝘩 𝘥𝘢𝘯 𝘣𝘶𝘢𝘯𝘨𝘭𝘢𝘩 𝘪𝘵𝘶, 𝘬𝘢𝘳𝘦𝘯𝘢 𝘭𝘦𝘣𝘪𝘩 𝘣𝘢𝘪𝘬 𝘣𝘢𝘨𝘪𝘮𝘶 𝘫𝘪𝘬𝘢 𝘴𝘢𝘵𝘶 𝘥𝘢𝘳𝘪 𝘢𝘯𝘨𝘨𝘰𝘵𝘢 𝘵𝘶𝘣𝘶𝘩𝘮𝘶 𝘣𝘪𝘯𝘢𝘴𝘢 𝘥𝘢𝘳𝘪𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘵𝘶𝘣𝘶𝘩𝘮𝘶 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘶𝘵𝘶𝘩 𝘮𝘢𝘴𝘶𝘬 𝘯𝘦𝘳𝘢𝘬𝘢.
Ucapan-ucapan tentang mata kanan dan tangan kanan yang menyesatkan bersumber dari Markus 9:43, 47. Matius menyuratkan 𝘴𝘢𝘵𝘶 𝘮𝘢𝘵𝘢 menjadi 𝘮𝘢𝘵𝘢 𝘬𝘢𝘯𝘢𝘯 dan 𝘴𝘢𝘵𝘶 𝘵𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯 menjadi 𝘵𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘬𝘢𝘯𝘢𝘯. Ia membalik urutan Markus 𝘵𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯-𝘮𝘢𝘵𝘢 menjadi 𝘮𝘢𝘵𝘢-𝘵𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯 karena dalam konteks Matius ucapan tentang mata berpautan dengan 𝘮𝘦𝘮𝘢𝘯𝘥𝘢𝘯𝘨 𝘱𝘦𝘳𝘦𝘮𝘱𝘶𝘢𝘯 di ayat sebelumnya.
Matius tidak menghapus 𝘵𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯 yang tampaknya bukan lagi berbicara tentang perzinaan, melainkan sudah beralih ke bincangan penyesatan. Diduga 𝘵𝘶𝘣𝘶𝘩 yang dimaksud adalah 𝘫𝘦𝘮𝘢𝘢𝘵. 𝘔𝘢𝘵𝘢 𝘬𝘢𝘯𝘢𝘯 dan 𝘵𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘬𝘢𝘯𝘢𝘯 sangat bolehjadi merujuk orang-orang penting di Jemaat Matius. Meskipun orang-orang penting, mereka harus disingkirkan seandainya mereka menyesatkan jemaat. Lebih baik menyingkirkan orang-orang penting itu daripada jemaat menjadi tersesat.
Pesan ini sangat penting bagi gereja masa kini yang kerap memuja para “putera gereja”, yaitu pejabat-pejabat tinggi negara atau pengusaha kaya. Pejabat-pejabat seperti Ferdi Sambo dan pengusaha-pengusaha yang menjadi drakula pekerja harus disingkirkan agar jemaat tidak ikut tersesat.
𝗟𝗮𝗿𝗮𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗯𝗲𝗿𝗰𝗲𝗿𝗮𝗶 (Mat. 5:31-32)
5:31 𝘛𝘦𝘭𝘢𝘩 𝘥𝘪𝘧𝘪𝘳𝘮𝘢𝘯𝘬𝘢𝘯 𝘫𝘶𝘨𝘢: 𝘚𝘪𝘢𝘱𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘯𝘤𝘦𝘳𝘢𝘪𝘬𝘢𝘯 𝘪𝘴𝘵𝘦𝘳𝘪𝘯𝘺𝘢 𝘩𝘢𝘳𝘶𝘴 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘦𝘳𝘪 𝘴𝘶𝘳𝘢𝘵 𝘤𝘦𝘳𝘢𝘪 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢𝘯𝘺𝘢.
5:32 𝘛𝘦𝘵𝘢𝘱𝘪 𝘈𝘬𝘶 𝘣𝘦𝘳𝘬𝘢𝘵𝘢 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢𝘮𝘶: 𝘚𝘦𝘵𝘪𝘢𝘱 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘯𝘤𝘦𝘳𝘢𝘪𝘬𝘢𝘯 𝘪𝘴𝘵𝘦𝘳𝘪𝘯𝘺𝘢 𝘬𝘦𝘤𝘶𝘢𝘭𝘪 𝘬𝘢𝘳𝘦𝘯𝘢 𝘻𝘪𝘯𝘢, 𝘪𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘫𝘢𝘥𝘪𝘬𝘢𝘯 𝘪𝘴𝘵𝘦𝘳𝘪𝘯𝘺𝘢 𝘣𝘦𝘳𝘻𝘪𝘯𝘢; 𝘥𝘢𝘯 𝘴𝘪𝘢𝘱𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘬𝘢𝘸𝘪𝘯 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘱𝘦𝘳𝘦𝘮𝘱𝘶𝘢𝘯 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘥𝘪𝘤𝘦𝘳𝘢𝘪𝘬𝘢𝘯, 𝘪𝘢 𝘣𝘦𝘳𝘻𝘪𝘯𝘢.
Larangan bercerai ini tampaknya dipautkan juga dengan hukum ke-7 Dasa Titah dengan merujuk perintah Yahweh di kitab Ulangan 24:1-4, namun Injil Matius membuat perkecualian karena zina. Warga Jemaat Matius laki-laki tidak dilarang menceraikan istrinya apabila istrinya berzina. Bagaimana jika suami berzina? Penulis Injil Matius menghapus larangan istri menceraikan suami di Markus 10:12 karena diduga tidak paut dengan situasi jemaat Matius yang didominasi kaum laki-laki Yahudi. Akan tetapi
mereka “dilindungi” dari ulah suami mereka yang dapat menceraikan mereka dengan alasan apa pun (bdk. Mat. 19:3).
𝗟𝗮𝗿𝗮𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗯𝗲𝗿𝘀𝘂𝗺𝗽𝗮𝗵 (Mat. 5:33-37)
Larangan bersumpah palsu itu sangat bolehjadi bernasabah dengan hukum ke-3 𝘬𝘦𝘬𝘶𝘥𝘶𝘴𝘢𝘯 𝘯𝘢𝘮𝘢 𝘠𝘢𝘩𝘸𝘦𝘩 dan hukum ke-9 𝘴𝘢𝘬𝘴𝘪 𝘥𝘶𝘴𝘵𝘢 Dasa Titah (Im. 19:12, Bil. 30:2, dan Ul. 23:21).
5:33 𝘒𝘢𝘮𝘶 𝘵𝘦𝘭𝘢𝘩 𝘮𝘦𝘯𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘳 𝘱𝘶𝘭𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘥𝘪𝘧𝘪𝘳𝘮𝘢𝘯𝘬𝘢𝘯 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘯𝘦𝘯𝘦𝘬 𝘮𝘰𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘬𝘪𝘵𝘢: 𝘑𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘣𝘦𝘳𝘴𝘶𝘮𝘱𝘢𝘩 𝘱𝘢𝘭𝘴𝘶, 𝘮𝘦𝘭𝘢𝘪𝘯𝘬𝘢𝘯 𝘱𝘦𝘨𝘢𝘯𝘨𝘭𝘢𝘩 𝘴𝘶𝘮𝘱𝘢𝘩𝘮𝘶 𝘥𝘪 𝘥𝘦𝘱𝘢𝘯 𝘛𝘶𝘩𝘢𝘯.
5:34 𝘛𝘦𝘵𝘢𝘱𝘪 𝘈𝘬𝘶 𝘣𝘦𝘳𝘬𝘢𝘵𝘢 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢𝘮𝘶 ...
𝘢. 𝘑𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘬𝘢𝘭𝘪-𝘬𝘢𝘭𝘪 𝘣𝘦𝘳𝘴𝘶𝘮𝘱𝘢𝘩! (Mat. 5:33-36)
Jemaat Matius bukan hanya dilarang bersumpah palsu, melainkan dilarang bersumpah sama sekali. Mengapa? Jangan sekali-kali bersumpah baik demi 𝘭𝘢𝘯𝘨𝘪𝘵 maupun demi 𝘣𝘶𝘮𝘪 karena langit adalah tahta Allah dan bumi adalah tumpuan kaki-Nya. Jangan sekali-kali bersumpah demi 𝘠𝘦𝘳𝘶𝘴𝘢𝘭𝘦𝘮 karena Yerusalem adalah kota Allah. Jangan sekali-kali bersumpah demi 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘭𝘢 kita karena Allah yang berkuasa atasnya. Pada zaman itu barangkali orang biasa bersumpah demi keempat hal itu (langit, bumi, Yerusalem, dan kepala).
𝘣. 𝘑𝘪𝘬𝘢 𝘺𝘢, 𝘬𝘢𝘵𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘺𝘢; 𝘫𝘪𝘬𝘢 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬, 𝘬𝘢𝘵𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 (Mat. 5:37)
Perkataan yang jujur dan tulus tidak membutuhkan sumpah apa pun. Sebaliknya, jika memang tidak berkata jujur dan tulus, sumpah demi apa pun tidak ada gunanya.
Pejabat-pejabat yang ditangkap karena korupsi oleh KPK dan jaksa tidak ada yang tidak mengangkat sumpah sebelum menjabat. Mereka pasti bersumpah dengan cara agama masing-masing sebelum menjabat. Sumpah menjadi kebiasaan sehingga mati rasa. Bagi Yesus mengangkat sumpah itu tindakan sia-sia. Orang bersumpah tidak serta merta menjadi jujur.
Ucapan-ucapan Yesus di Matius 5:21-37 itu dapat dianggap sebagai contoh-contoh kesalehan yang melampaui kesalehan ahli Taurat dan orang Farisi sebagaimana diperintahkan di ayat 20, “𝘈𝘬𝘶 𝘣𝘦𝘳𝘬𝘢𝘵𝘢 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢𝘮𝘶: 𝘑𝘪𝘬𝘢 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘮𝘦𝘭𝘢𝘬𝘶𝘬𝘢𝘯 𝘬𝘦𝘩𝘦𝘯𝘥𝘢𝘬 𝘈𝘭𝘭𝘢𝘩 𝘮𝘦𝘭𝘦𝘣𝘪𝘩𝘪 𝘢𝘩𝘭𝘪-𝘢𝘩𝘭𝘪 𝘛𝘢𝘶𝘳𝘢𝘵 𝘥𝘢𝘯 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨-𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘍𝘢𝘳𝘪𝘴𝘪, 𝘴𝘦𝘴𝘶𝘯𝘨𝘨𝘶𝘩𝘯𝘺𝘢 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘢𝘴𝘶𝘬 𝘬𝘦 𝘥𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘒𝘦𝘳𝘢𝘫𝘢𝘢𝘯 𝘚𝘶𝘳𝘨𝘢.”
Meskipun Yesus penuh belas kasih dan pengampun, hal itu tidak meniadakan tuntutan-Nya yang sangat tinggi terhadap umat-Nya. Alih-alih pendosa, setara kesalehan ahli Taurat dan orang Farisi saja dipandang belumlah cukup. Jemaat dituntut untuk menjadi anak Allah paripurna, “𝘏𝘢𝘳𝘶𝘴𝘭𝘢𝘩 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘴𝘦𝘮𝘱𝘶𝘳𝘯𝘢, 𝘴𝘢𝘮𝘢 𝘴𝘦𝘱𝘦𝘳𝘵𝘪 𝘉𝘢𝘱𝘢𝘮𝘶 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘥𝘪 𝘴𝘶𝘳𝘨𝘢 𝘢𝘥𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘴𝘦𝘮𝘱𝘶𝘳𝘯𝘢.” (Mat. 5:48).
Berat? Memang, mau lanjut?
Pancasila, 11.02.23 (T)