Jumat, 20 Oktober 2023

mengapa penduduk Sodom begitu terancam dengan kehadiran orang asing?

mengapa penduduk Sodom begitu terancam dengan kehadiran orang asing? 

Ternyata secara historis, kalau kita membaca secara keseluruhan maka kita akan mendapatkan informasi di Kejadian13-14.Khususnya pasal 14 menceritakan bahwa terjadi pemberontakan bangsa-bangsa untuk melawan Raja Kedorlaomer,"Lalu keluarlah raja negeri Sodom,raja negeri Gomora ... mengatur barisan perangnya melawan mereka dilembah Sidim, melawan Kedorlaomer" (Kej. 14:9).Yang terjadi adalah raja Sodom dan Gomora tumbang, ditangkap, dan orang-orang yang masih hidup diri ke pegunungan, bahkan segala harta benda Sodom dan Gomora serta segala makanan dirampas, termasuk juga Lot, beserta harta bendanya dibawa musuh. Konteks peperangan ini menyebabkan penduduk Sodom tercerai-berai.
Kemudian datanglah seorang pelarian dan menceritakan kepada Abram, bahwa Lot juga termasuk dalam jarahan perang. Maka Abram menyuruh semua orang terlatih untuk mengejar musuh sampai ke Dan. Mereka melawan musuh dan mengejar musuh sampai ke Hoba di sebelah utara Damsyik. Lalu Lot selamat dan harta benda juga dibawa kembali demikian juga perempuan-perempuan dan orang-orangnya (Kej. 14:13-16). Kemenangan Abram mengalahkan Kedorlaomer mendatangkan kegembiraan bagi raja Sodom (Kej. 14:17), lalu Melkisedek yang merupakan seorang raja Salem dan sekaligus Imam membawa roti dan anggur,lalu memberkati Abram (Kej. 14:18-19). Jadi, alasan keterancaman penduduk Sodom akan kehadiran orang asing menyitir pandangan bahwa kondisi pascaperang tentu membuat penduduk sodom siaga dalam mendeteksi kedatangan musuh. Setiap orang yang tidak dikenal atau pendatang baru di kota itu patut dicurigai. Penduduk Sodom awalnya tampak tenang karena menurut mereka kedua orang tersebut hanya akan singgah sejenak dirumah Lot. Tentunya, pandangan di atas memperlihatkan faktor psikologi (trauma) Pesca perang begitu kuat dalam relasi keberadaan dengan orang asing. Para ahli kejiwaan mengatakandemikian:
Dalam keadaan kritis yang tidak biasa, seperti dalam peperangan atau di penjara yang tata tertibnya payah, orang-orang laki-laki yang heteroseksual yang sering memerkosa sesama lelaki, tidak peduli apakah korbannya berorientasi seksual homoseksualiteitoseksual. Gejala ini disebut gang-rape. Penduduk Sodom berniat melakukan gang-rape terhadap para tamu Lot (Singgih, 2019: 45).
Situasi kritis yang terjadi bukan hanya dalam pengertian secara fisik, tetapi lebih kepada batin (psikologis). Dikarenakan tidak ada rujukan secara tekstual yang memperlihatkan bahwa penduduk Sodom ada dalam situasi chaos (kacau) sehingga pertanyaannya adalah mengapa tiba-tiba terjadi pengepungan (upaya) gang-rape (perkosaan beramai-ramai) secara massal? Ada rujukan di dalam Kejadian 18:20, pascaperang sudah usai tercatat demikian, ?Sesudah itu berfirmanlah Tuhan: Sesungguhnya banyak keluh kesah orang tentang Sodom dan Gomoradan sesungguhnya sangat berat dosanya" (TB-LAI). Keluh kesah di sini dalam bahasa Ibrani "zaqa" ,berarti'teriakan atau jeritan minta tolong'. Kata ini adalah istilah pengadilan untuk pendakwaan atau permintaan bantuan hukum.Dengan demikian,ada penindasan yang sewenang-wenang yang dilakukan oleh penduduk Sodom kepada orang asing. Topik ini berkaitan dengan pelanggaran hak pendatang atas tamu dalam tradisi zaman itu,  yang mengatakan bahwa penghormatan kepada tamu atau pendatang dalam kebudayaan zaman sangat penting, khususnya ketika para tamu dan pendatang itu memasuki daerah yang tidak aman dan telah mengucap salam, mereka mendapat hak untuk dilindungi kesalahan penduduk Sodom adalah pemerkosaan massal dan ketidak ramahan terhadap orang asing.Jadi,kalau melihat konteks budaya zaman itu, maka kota Sodom menjadi kota yang tidak aman untuk para tamu asing. Teolog Stephen Suleeman menyitir pandangan sejarawan Yahudi bernama Josephus (lahir sekitar tahun 37 ZB) mengungkapkan bahwa, "warga Sodom, yang sangat bangga akan jumlah mereka dan tingkat kekayaan mereka, menunjukkan diri mereka kurang ajar kepada manusia dan tidak beriman kepada Tuhan, sedemikian rupa sehingga mereka tidak lagi ingat manfaat yang mereka terima dari Dia, membenci orang asing dan menolak semua hubungan dengan orang lain. Allah murka akan perilaku ini dan memutuskan membalas dengan menghukum mereka karena kesombongan mereka? (Suleeman, 2015: 4). Bicara soal kesombongan atas jumlah dan tingkat kekayaan penduduk Sodom yang ditulis di atas, Bambang Subandrijo dalam Bagaimana (Seharusnya) Sikap Gereja Terhadap LGBT: Suatu Tinjauan Biblis (2019), merujuk pada tafsiran para Rabi Yahudi (Tosefta Sota 3:11-12), mengatakan bahwa kaum kaya Sodom telah membuat kebijakan untuk menganiaya orang asing agar mereka takut mengunjungi kota itu dan dengan begitu penduduk Sodom tak perlu lagi berbagi harta dengan orang asing (trauma pasca perang). Dari sini ada persoalan yang serius terkait dengan penduduk Sodom, yaitu menyangkut soal xenophobia (sikap membenci orang asing) sikap agresif yang memberlakukan kekerasan homosek, walaupun ini juga akibat dari trauma perang. Karena bbrp sejarahwan menuliskan kebiasaan perang pada zaman itu adalah bagi yang kalah maka lelakinya akan dikumpulkan dan diperkosa oleh yang menang, untuk meruntuhkan mental agar tidak melawan lagi dan dibelakang hari tidak memberontak, tentunya trauma semacam ini dimungkinkan setelah Sodom dan Gomora kalah berperang, shg memperlihatkan kebencian pada orang asing serta orang asing menjadi sasaran empuk melampiaskan trauma. "Xenophobia" adalah  budaya yang berlawanan dg budaya zaman itu, yang menjunjung tinggi hospitalitas (keramahan), seperti kisah Abraham yang menjamu ketiga tamunya(Kej.18:2). Dari sini hospitalitas menjadi bagian penting dalam iman Israel, Pakar Yahudi R.J. Zwi Werblowsky mengatakan bahwa taurat mengatur hukum hospitalitas sehingga setiap orang wajib memberlakukan sikap ramah pada semua orang, termasuk orang yang miskin, mereka yang terabaikan, orang asing, siapa saja yang dianggap tidak layak. Selain kejahatan seksual dan ketidak ramahan, referensi di Kitab Yehezkiel 
16:49-50 tercatat: "Lihat, inilah kesalahan Sodom, kakakmu yang termuda kecongkakan,makanan yang berlimpah-limpah dan kesenangan hidup padanya dan pada anak-anaknya perempuan, tetapi ia tidak menolong orang orang sengsara dan miskin. Mereka menjadi tinggi hati dan melakukan di hadapan-Ku; maka Aku menjauhkan mereka sesudah Aku melihat itu' (TB-LAI). Jadi, ada gambaran tentang kecongkakan, kerakusan, dan menolong/membela orang miskin. Kalau begitu kesimpulan teks Sodom dan Gomora di Kejadian 19 tidak berkaitan dengan terhadap LGBTIQ, melainkan persoalan ketidakadilan sosial. Dengan merujuk kepada Yesaya 1:9, Yesaya 13:19, Yeremia 23:14, mengatakan makna bahwa masa depan Yerusalem yang nyaris menjadi seperti Sodom dan Gomora, ternyata konteksnya adalah umat yang rajin beribadah dan umat melaksanakan ritual, tetapi tetap melakukan kejahatan-kejahatan moral berupa ketidakadilan sosial. Hal ini juga mengungkapkan  bahwa dosa Sodom tidak hanya bersifat seksual (pemerkosaan) melainkan juga kekacauan umum dari masyarakat yang terorganisir untuk melawan Allah. Bicara soal ketidakadilan, tulisan Vania Sharleen Setyono yang berjudul Ketika Awam Membaca Sodom: Intercultural Hermeneutics terhadap Kisah Sodom dalam Kejadian19 (2020) memperlihatkan adanya perhatian pada isu patriarkat dalam teks ini, terlihat dari risetnya tentang kegelisahan  saat membaca (menafsirkan) adegan Lot memberikan kedua anak perempuannya kepada kerumunan penduduk Sodom guna menggantikan dan membuat aman tamu laki-lakinya tersebut. Ada dua hal yang diperlihatkan  yaitu sebagai berikut:
"Pertama, posisi perempuan yang selalu berada di bawah laki-laki. Hal ini ditunjukkan dari tindakan Lot yang rela memberikan anak perempuannya demi "menyelamatkan" tamu laki-lakinya ...
Kedua, identitas homoseksualitaa diri seseorang dianggap lebih tidak bermoral ketimbang ketika seseorang melakukan tindakan kekerasan seksual. apa yang dilakukan oleh Lot PD kedua anak perempuannya adalah bentuk kekerasan seksual".
Orang-orangyang dan melabrak Lot dan  tamu-tamunya,  ini adalah sebuah tindakan untuk memamerkan kekuasaan dan cara untuk menundukkan orang asing yang tidak berdaya secara politik adalah dengan memerkosanya. Sebab meniduri laki-laki menggantikan harkat martabat kelaki-lakiannya dengan rasa malu feminitas.Dalam budaya Israel kuno saat itu, pemerkosa secara anal kepada laki-laki dianggap merendahkan martabat laki-laki menjadi seperti perempuan sebab perempuan dianggap jauh lebih rendah daripada lak laki. Hal ini terjadi karena penduduk Sodom adalah penduduk yang dihegemoni oleh paradigma patriarkat dan yang memandang orang asing sebagai the others yang pantas untuk dieksekusi (direndahkan). Dari sini, dosa Sodom (kejahatannya) bisa dipahami dalam pengertian kekerasan seksual, penindasan thp orang asing dan juga dosa sosial termasuk kekuasaan korup  dan ketidakadilan.
CEPOGO, 20.10.2023 (T)

Baca juga:
https://titusroidanto.blogspot.com/2024/06/mengenal-dan-menyikapi-lgbt-sesama-kita.html

SUDUT PANDANG LUKAS 17:1-10, Iman kok diukur? Iman itu diperagakan

SUDUT PANDANG LUKAS 17:1-10, Iman kok diukur? Iman itu diperagakan 

PENGANTAR
Apakah saudara sudah percaya penuh kepada Allah Tritunggal?  Apakah saudara sudah mengakui dan menyesali dosa-dosa saudara?  Apakah saudara siap hidup dalam pertobatan dan ketaatan kepada firman Tuhan?  Apakah saudara bertekad untuk mengasihi sesama dan memelihara kesatuan tubuh Kristus?  Apakah saudara menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadi?
Beberapa contoh pertanyaan saat persiapan perjamuan Kudus atau saat perjamuan Kudus, seharusnya lah menghentak hati dan pikiran kita untuk paham bahwa iman seharusnya lah diperagakan dalam kehidupan keseharian, iman yang tidak diperagakan, iman yang kosong atau mati, mungkin kita baru nyadar ternyata circle kehidupan kita hanya bergaul dg orang kristen semua, gak ada temen beda iman, plus cuman nguplex di gereja. Kita mengajar yang sudah belajar, kita mengundang yang sudah diundang, kita memenangkan yang sudah menang, kita menggembalakan yang sudah digembalakan, kita kira, kita sudah bersekutu, sudah pelayanan, sudah kesaksian (ehm .... tugas Gereja yah, bahan katekisasi...nih) tapi nyatanya, kita cuman tinggal di zona nyaman, kita cuman komunitas, yg ngumpul hanya dengan sama iman, sama pemikiran, tapi abai pada yang diluar gereja, diluar persekutuan, di luar iman kita. Gereja bukan tempat menetap, tapi tempat kita diutus keluar, gereja bukan tempat nyaman bahkan tempat sembunyi, gereja tempat kita diberkati, kemudian menjejakan kaki keluar dalam pengutusan, iman harus diperagakan, agar kemurahan hati Allah dan teladan Kristus dilihat oleh sesama kita, terlebih dirasa oleh sesama kita. Iman yang diperagakan termasuk tindakan tulus ikhlas meneladan Kristus tanpa menuntut imbalan.

PEMAHAMAN

“𝘏𝘦 𝘸𝘩𝘰 𝘸𝘪𝘭𝘭 𝘯𝘰𝘵 𝘳𝘦𝘢𝘴𝘰𝘯, 𝘪𝘴 𝘢 𝘣𝘪𝘨𝘰𝘵; 𝘩𝘦 𝘸𝘩𝘰 𝘤𝘢𝘯𝘯𝘰𝘵 𝘪𝘴 𝘢 𝘧𝘰𝘰𝘭; 𝘢𝘯𝘥 𝘩𝘦 𝘸𝘩𝘰 𝘥𝘢𝘳𝘦𝘴 𝘯𝘰𝘵 𝘪𝘴 𝘢 𝘴𝘭𝘢𝘷𝘦.“ William Drummond. Mendapatkan pelayanan kesehatan dan pendidikan adalah hak asasi manusia sehingga sudah sepatutnya pemerintah memberikan pelayanan itu, kata Ahok (2015). Pemerintah tidak boleh menyebut itu bantuan, karena itu hak masyarakat dan memang kewajiban atau sepatutnya dilakukan oleh pemerintah. “Anda kafirkan saya pun tetap saya beri KJP.” tukas Ahok. Dengan kata lain pemerintah bukan sekadar pelayan masyarakat, melainkan budak (δοῦλον). Pemerintah tidak pantas merasa berjasa kemudian meminta “balas jasa” dari masyarakat yang dilayani. Selain melanggar sumpah jabatan, ia sudah melupakan hakikat pejabat pemerintah adalah “budak” masyarakat. Pejabat-pejabat yang dicokok KPK pada umumnya terkena kasus “balas jasa” itu. Budak atau hamba adalah orang yg seharusnyalah tulus ikhlas melakukan segala sesuatu menurut perintah Tuannya tanpa menuntut imbalan, karena hidupnya sudah ditanggung tuanNya, semua merupakan peragaan ketaatan bukan ukuran ketaatan. Bacaan diambil dari Injil Lukas 17:5-10 yang saya lampirkan, bacaan Injil tsb saya letakkan di bawah.
Meskipun bacaan dari Lukas 17:5-10, sebaiknya kita membaca dari ayat 1. Bacaan Injil dari dua perikop dengan dua topik. Perikop Lukas 17:1-6 diberi judul “Beberapa nasihat” oleh LAI, sedang Lukas 17:7-10 “Tuan dan hamba”.

𝗟𝘂𝗸𝗮𝘀 𝟭𝟳:𝟭-𝟲
Perikop ini sebenarnya mengandung ucapan-ucapan lepas Yesus yang kemudian disatukan oleh pengarang Injil Lukas untuk diberi konteks. Pertama-tama Lukas memberi konteks “tugas-tugas iman” atau “kewajiban iman” dalam ayat 6 untuk membedakannya dari konteks Injil Markus 11:23 dan Matius 17:20, 21:21.
Konteks “tugas-tugas iman” dan “kewajiban iman” tersebut untuk menyambung ayat 1-5:
• Tugas melindungi anggota jemaat yang lemah dari penyesatan, bahkan jika terpaksa, si penyesat harus disingkirkan “ke laut” (ay. 1-2).
• Tugas menjaga diri sendiri dan menggembalakan anggota jemaat yang berdosa (ay. 3).
• Kewajiban mengampuni tanpa batas (ay. 4).
• Sesudah mendengar “tugas” atau “kewajiban” yang harus mereka jalankan di ayat 1-4, para murid memohon agar iman mereka ditambahkan (ay. 5).
Di ayat 6 itu Yesus tampaknya tidak mau menambahkan iman para murid-Nya karena meskipun “tugas-tugas” di ayat 1-4 itu berat, mereka dianggap sudah mampu menjalankannya. Dengan iman yang kecil saja, hal yang dianggap mustahil pun dapat terjadikan: mencabut pohon ara dengan akar-akarnya dan menanamnya lagi di laut. Lebih ekstrem lagi mereka dapat memerintah pohon itu melakukannya sendiri.
Tentu saja ucapan di Lukas 17:6 harus dipahami sebagai metafora atau kiasan. “Iman 𝘨𝘰𝘴𝘢𝘩 diukur-ukur! Iman sebesar biji sesawi sudah cukup!” Iman itu bukan diukur tapi diperagakan, begitu kira-kira yang hendak dikatakan oleh Yesus. Memperagakan iman adalah juga memperagakan kemurahan Allah pada kita selama kita hidup, selama kita hidup, kita akan memperagakan keteladanan Kristus dalam keseharian, itulah memperlihatkan kemurahan Allah dalam hidup kita, bukan iman yang diukur, iman kok diukur, iman diperagakan. Dari jawaban Yesus kita tidak perlu minder dengan kesaksian pribadi yang heboh tentang orang bertemu dengan Yesus, mendapat kesembuhan ajaib, diberkati hidupnya dengan kelimpahan harta, dlsb. Dengan iman sekecil biji sesawi kita sudah dapat mengerjakan tugas-tugas berat dari Yesus, dan memang seperti itulah yang dikehendaki oleh Yesus. 𝘎𝘰𝘴𝘢𝘩 muluk-muluk. Tak perlu menunjukkan iman dengan ukuran tanda-tanda lahiriah, simbol-simbol agama, ritual simbolis, digigiti ular berbisa gpp, dlsb. Iman diperagakan dalam hidup keseharian. Demikian halnya bulan keluarga pd bulan Oktober ini, perjumpaan keluarga dengan aneka rupa realita merupakan sebuah keniscayaan yang tidak dapat dipungkiri, perjalanan panjang sebuah keluarga adalah peragaan akan kasih, peragaan akan kemurahan hati Allah, itulah peragaan iman dalam hidup keseharian sebuah keluarga, kasih yang diteladankan Kristus, demikian hal nya gereja harus memperagakan iman dalam hidup bermasyarakat sebagai bukti kemurahan Allah dan teladan Kristus. Di sana ada ratap tangis sedih, kedukaan, kepedihan, kekurangan, kehilangan, dan aneka peristiwa lainnya. Keluarga juga berjumpa dengan tangisan kegembiraan, sukacita, pemulihan, kelimpahan, serta aneka peristiwa sukses lainnya. Dalam persekutuan bersama  Bapa, Anak dan Roh Kudus, keluarga menemukan makna kehidupan yang membuat setiap orang merasakan keluarga sebagai kehidupan yang berharga meski tidak selalu ideal, itulah peragaan iman, itulah pertunjukan kemurahan Allah. Itulah perjalanan iman keluarga, bertemu Tuhan dalam kepelbagaian peristiwa hidup, memaknainya serta mengubah, hal yg lumrah, dimana itu dijalani setiap keluarga, tapi bagaimana memaknainya dg baik yang itu mengubah kan. Tidak perlu juga peristiwa dalam hidup yang lumrah itu dibuat sedemikian WOW nya, kemudian dijadikan "KESAKSIAN" (arti kesaksian itu sendiri bukan itu) dalam gereja atau persekutuan, itu malah merendahkan pemaknaannya, cukup tunjukan dalam kehidupan keseharian bagaimana keluarga tsb berubah dan Kristus tergambarkan dalam hidup berkeluarga tsb, bagaimana teladan Kristus diperagakan dalam hidup berkeluarga, bagaimana iman itu diperagakan dalam hidup berkeluarga, bagaimana kemurahan hati Allah itu ditunjukan dalam keseharian hidup berkeluarga. Masak ya pengalaman iman atau iman itu diukur atau terukur?, Iman kok diukur? capek dech🙈🙈🙈. Iman itu diperagakan. Keluarga Kristen saat ini dalam situasi di mana di dalamnya 
menjumpai proses tarik ulur realitas yang saling memengaruhi dalam hidup. 
Kekuatan-kekuatan yang saling tarik ulur itu oleh Paus Yohanes Paulus II disebut sebagai kekuatan terang dan gelap. Keluarga 
bisa jadi berada dalam tarikan kegelapan. Perpisahan, konflik, saling melukai, konsumeristik, hedonis, hidup tanpa makna
terjadi dalam keluarga. Namun kekuatan terang Allah yang menarik keluarga untuk menemukan makna dalam rengkuhan Trinitas Maha Kudus. Pada akhirnya keluarga mengalami Allah sebab Ia adalah Allah “menjadi semua di dalam semua” (1 Korintus 15:28) sebab tujuan kebermaknaan itu adalah persekutuan cinta bersama Bapa, Anak dan Roh Kudus.

𝗟𝘂𝗸𝗮𝘀 𝟭𝟳:𝟳-𝟭𝟬
Perumpamaan metafora “Tuan dan hamba” ini dipandang oleh penulis Injil Lukas cocok untuk memerikan nasabah Tuhan dan orang percaya. LAI menerjemahkan δοῦλον dengan “hamba.”
Istilah “hamba” itu terkesan halus dan agung, apalagi ada istilah “hamba Tuhan”. Alkitab NRSV menerjemahkan δοῦλον dengan budak (𝘴𝘭𝘢𝘷𝘦). Terjemahan NRSV lebih 𝘯𝘦𝘯𝘥𝘢𝘯𝘨.
Dalam perumpamaan ini budak tidak seperti pekerja harian yang memiliki hari dan jam kerja. Budak tak punya apa-apa. Budak sudah dibeli dan apa pun yang dimilikinya adalah milik tuannya, termasuk waktu hidupnya. Sesudah melakukan semua tugasnya, budak tetaplah budak. 𝗠𝗲𝗿𝗲𝗸𝗮 𝘁𝗶𝗱𝗮𝗸 𝗺𝗲𝗺𝗶𝗹𝗶𝗸𝗶 𝗵𝗮𝗸 𝘂𝗻𝘁𝘂𝗸 𝗺𝗲𝗻𝘂𝗻𝘁𝘂𝘁 𝘀𝗲𝘀𝘂𝗮𝘁𝘂 𝗱𝗮𝗿𝗶 𝘁𝘂𝗮𝗻𝗻𝘆𝗮. Budak atau hamba hanya memperagakan ketaatan atas TuanNya yg memiliki hidup nya, yang menanggung hidupnya, budak atau hamba tidak dapat menuntut imbalan pada Tuannya, okeh karenanya ketaatan itu diperagakan bukan diukur. Meskipun Lukas 17:7-10 berlaku umum bagi jemaat Kristen, Rendah hati sama dan sebangun dengan hening. Jika bersuara, maka bukan hening lagi. Jika diucapkan, maka bukan rendah hati lagi, jika menuntut tiada guna.

Cepogo, 30 September 2022 (TUS)

Lampiran : 
Kutipan 𝗟𝘂𝗸𝗮𝘀 𝟭𝟳:𝟭-𝟭𝟬 (TB II LAI, 1997)
𝘉𝘦𝘣𝘦𝘳𝘢𝘱𝘢 𝘯𝘢𝘴𝘪𝘩𝘢𝘵 
𝟭𝟳:𝟭 Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: "Tidak mungkin tidak akan ada hal yang membuat berbuat dosa, tetapi celakalah orang yang mengadakannya.
𝟭𝟳:𝟮 Lebih baik baginya jika sebuah batu giling diikatkan pada lehernya, lalu ia dilemparkan ke dalam laut, daripada menyebabkan salah satu dari orang-orang yang kecil ini berbuat dosa.
𝟭𝟳:𝟯 Jagalah dirimu! Jikalau saudaramu berbuat dosa, tegurlah dia, dan jikalau ia menyesal, ampunilah dia.
𝟭𝟳:𝟰 Bahkan jikalau ia berbuat dosa terhadap engkau tujuh kali sehari dan tujuh kali ia kembali kepadamu dan berkata: Aku menyesal, engkau harus mengampuni dia."
𝟭𝟳:𝟱 Lalu kata rasul-rasul itu kepada Tuhan: "Tambahkanlah iman kami!"
𝟭𝟳:𝟲 Jawab Tuhan: "Sekiranya kamu mempunyai iman sekecil biji sesawi saja, kamu dapat berkata kepada pohon ara ini: Tercabutlah engkau dan tertanamlah di dalam laut, dan ia akan taat kepadamu."
𝘛𝘶𝘢𝘯 𝘥𝘢𝘯 𝘩𝘢𝘮𝘣𝘢
𝟭𝟳:𝟳 "Siapa di antara kamu yang mempunyai seorang hamba yang membajak tanah atau menggembalakan ternak akan berkata kepada hamba itu, setelah ia pulang dari ladang: Mari segera makan!
𝟭𝟳:𝟴 Bukankah sebaliknya ia akan berkata kepada hamba itu: Sediakanlah makananku. Ikatlah pinggangmu dan layanilah aku sampai selesai aku makan dan minum. Sesudah itu engkau boleh makan dan minum.
𝟭𝟳:𝟵 Adakah ia berterima kasih kepada hamba itu, karena hamba itu telah melakukan apa yang ditugaskan kepadanya?
𝟭𝟳:𝟭𝟬 Demikian jugalah kamu. Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan."
CEPOGO, 30.09.2022 (TUS)

HUTANG-PIUTANG DALAM ALKITAB, SERIAL SUDUT PANDANG

HUTANG-PIUTANG DALAM ALKITAB, SERIAL SUDUT PANDANG


"Kalau sampai kiamat hutang negara belum lunas, nanti di akhirat dosanya di tanggung oleh presiden atau di bagi rata sama rakyat bu? Mohon pencerahan."

Demikianlah sebuah pertanyaan 'teo-politis' yang diajukan pada saya.

Pertanyaan diatas ditanyakan seseorang melalui salah-satu postingan saya (kalau tidak salah postingan tentang pohon kurma) di grup ANTROPOLOGI ALKITAB. Pertanyaan ini terlihat jenaka tapi sebenarnya menarik. Konsep pertanyaan ini sebenarnya bukan berasal dari perspektif Alkitab tapi dari perspektif non-Kristen dan non-Yahudi, yang kemudian dikelirukan oleh penganut Kristen seakan itu adalah perspektif Alkitab. Perspektifnya tidak salah, namanya juga beda keyakinan, tetapi sebagai orang Kristen sebaiknya kita meluruskan persepsi tentang hutang-piutang ini berdasarkan perspektif Alkitab.

Terkait hutang-piutang, dalam 'perundang-undangan' yang dicatat dalam Alkitab, semuanya bersifat humaniter (berperikemanusiaan) dan diatur dengan sangat rinci, jauh lebih rinci dibandingkan undang-undang peradaban purba lain yang sezaman dengan penulisan peraturan ini. Menurut Alkitab, meminjamkan uang di Israel bukan untuk alasan bisnis, melainkan karena dasar belas kasihan. Dalam perspektif Pentateukh, utang adalah uang atau barang yang diberikan dengan syarat bahwa akan dikembalikan kemudian (kamus Browning, "utang"). Sedangkan, dalam sosiologi suku-suku Israel yang lebih sederhana tidak ada suatu tata susunan pinjaman, seperti yang terdapat dalam masyarakat modern, yang memungkinkan orang membuka suatu usaha baru, atau membeli kebun atau peternakan (Ensiklopedia Alkitab, "hutang-piutang"). Pinjaman dimaksudkan untuk membantu orang mengatasi kesulitan. Mereka yang memberi pinjaman melakukannya atas dasar kemurahan hati. Adapun  keuntungan bunga dapat ditarik dari orang bukan Israel (Ulangan 23:20). Namun, dikemudian hari ada orang Yahudi yang mengutangkan dan dirugikan mendorong perluasan pungutan bunga (Yeremia 15:10). Bagi orang yang terpaksa harus meminjam, ada banyak aturan perlindungan. Contohnya: juru-sita tidak diperbolehkan memasuki rumah orang untuk mengambil gadai (Ulangan 24:10-11), atau untuk mengambil pakaian seorang janda (Ulangab 24:17). Pakaian gadai seorang miskin juga harus dikembalikan kepadanya sebelum petang (Keluaran 22:25-26). Agunan atas pinjaman kecil, misalnya harta benda pribadi yang digadaikan (Ulangan 24:10; Ayub 24:3), atau, harta tak bergerak (Nehemia 5), juga atas tanggungan seseorang (Amsal 6:1-5; Yesaya 8:13; 29:14-20). Jika tidak ada jaminan untuk membayarnya, maka debitur dapat dijual menjadi budak (Keluaran 22:3; 2 Raja-raja 4:1; Amsal 2:6; 8:6). Barang-barang yang boleh dijadikan agunan dibatasi, begitu juga syarat-syarat untuk meminjam (Ulangan 24). Tetapi, dalam kenyataan hidup sehari-hari, hal itu tidak selalu berlangsung menurut aturan (Amsal 2:8) sebab undang-undang ini seringkali tidak dilaksanakan. Janda yang dibicarakan dalam 2 Raja-raja 4:1-7 ditolong oleh Elia, bukan dengan mengandalkan hukum itu, tapi dengan mengandalkan mujizat. 

Petani selalu diutamakan dalam pinjam-meminjam di Israel karena tulang-punggung utama perekonomian Israel tetaplah sektor pertanian. Oleh karena itulah undang-undang Israel tidak memuat aturan-aturan perdagangan, tapi memuat nasihat-nasihat supaya bermurah hati terhadap tetangga, seperti yang tercatat dalam Amsal 29. Motivasi yang mendasari pemberian hutang kemudian berubah dijaman Perjanjian Baru. Inilah yang dikecam oleh Tuhan Yesus dalam perumpamaan bendahara yang tidak jujur (Lukas 16:1-8). Para debitur dalam perumpamaan itu adalah penyewa atau pedagang yang wajib membayar dengan barang-barang natura. Yesus memakai ungkapan ini bukan untuk menggambarkan hubungan Allah dengan manusia seperti hubungan kreditur dengan debitur, tapi untuk menyatakan kasih karunia Allah dan memerintahkan kewajiban mengampuni (Lukas 7:41 dab; Mat 18:21-27). Oleh Yesus, kesalahan juga diumpamakan sebagai hutang, yang bisa dilihat dari penggunaan kata Yunani dalam Matius 6:12 yang diterjemahkan sebagai 'kesalahan', sebenarnya menggunakan arti yang harfiahnya ialah 'utang'. Walau telah diatur dengan rinci tapi ada juga penyelewengan terkait hutang-piutang. Apa yang dikeluhkan dalam Perjanjian Lama sebenarnya bukan besarnya bunga utang, tapi karena adanya bunga itu. Kitab Undang-undang Israel (Keluaran 22:25; Ulangan 23:19; Imamat 25:35) melarang adanya bunga walaupun Ulangan 23:20 (bnd 15:1-8) mengizinkan mengambil bunga dari orang asing. 

Pada zaman Yudaisme, Hilel merancang suatu sistem untuk menyisihkan Ul 15 secara hukum, maksudnya bukan untuk menggagalkan atau mengelabui hukum Taurat, tapi untuk mencocokkannya dengan ekonomi perdagangan. Inilah yang mendasari dimulainya bisnis kredit komersial seperti sudah berlaku di Babel pada tahun 2000 SM. Dalam Kitab Undang-undang Hammurabi dan hukum-hukum Babel yang terdahulu, penerapan bunga pinjaman sudah sangat lazim. 

Penyalahgunaan pemberian hutang sangat dikecam dalam Alkitab. Kata 'nesyekh' (harfiah 'sesuatu yang digigit sampai putus') boleh jadi berarti pemerasan dengan jalan merampas dari kreditur, tapi permainan kata dengan 'nosy ekhim' dalam Habakuk 2:7 (artinya rangkap, yaitu 'pembayar bunga' dan 'penggigit') berarti suatu jumlah bunga utang yang menyedot habis semua simpanan kreditur yang sudah disisihkan untuk pembayaran kembali. Sinonim 'nesyekh' yaitu 'tarbit' ('kenaikan') dan Yunani 'tokos' ('tunas') lebih mendekati makna bunga dalam arti modern, yaitu 'sesuatu yang tumbuh dari modal dasar'. Selaras dengan perkembangan ekonomi, Yesus menyetujui perolehan laba melalui penginvestasian modal (Matius 25:27; Lukas 19:23), tapi Yesus tetap mengecam pemberian bunga uang yang dibebankan pada pinjaman pribadi (Lukas 6:31 dst).

Jadi, hutang menurut perspektif Alkitab bukan untuk memodali peminjam untuk memulai atau memperluas usahanya, melainkan untuk memampukan peminjam, khususnya petani, melewati masa sukar. Kemudian, setiap tujuh tahun semua utang-piutang dihapuskan (Ulangan 15:1 dst.) dan orang Israel yang menjadi budak karena utang yg tak dapat dibayar, harus dibebaskan (Imamat 25:39-55). Artinya, hutang bukanlah tanggungan abadi.

Inti dari semua penjelasan bagi pertanyaan yang diajukan pada saya diatas adalah: Hutang, menurut perspektif Alkitab, sifatnya fana karena hanya untuk perkara duniawi bukan akhirat. Jadi, di akhirat nanti tidak ada yang menanggung hutang dan piutang finansial, termasuk utang negara kita ini. Baik presiden hingga rakyat jelata tidak lagi menanggung hutang di akhirat. Semuanya sudah dihapuskan menurut Alkitab setelah 7 tahun tanggal terhutang, apalagi jika manusia yang bersangkutan telah meninggal. Hanya dua hutang yg harus dipertanggung-jawabkan tanpa batas tahun, yaitu hutang nazar (ditanggung hanya hingga meninggal) dan hutang dosa (ditanggung hingga hari penghakiman). 

Disusun 25.02.2023 (T) Cepogo Boyolali

Referensi:
°°°°°°°°°°°°°
1. Browning (kamus Alkitab), kata kunci: pinjaman, utang;
2. Gering (kamus Alkitab), kata kunci: utang;
3. Ensiklopedia Alkitab, kata kunci: utang-piutang;
4. Kamus Pedoman (kamus Alkitab), kata kunci: orang yang berpiutang.

Saduran dan adaptasi:
°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°
1. Kalimat pertama dan kedua pada paragraf kedua disadur dari kamus Browning, "utang";
2. Kalimat ketiga pada paragraf kedua disadur dari Ensklopedia Alkitab, "utang piutang";
3. Paragraf kedua dan ketiga diadaptasi dari kamus Browning dan Ensiklopedia Alkitab;
4. Paragraf keempat dan kelima diadaptasi dari Ensklopedia Alkitab, "utang piutang".


PENULiSAN ALKITAB, SERIAL SUDUT PANDANG

PENULiSAN ALKITAB, SERIAL SUDUT PANDANG

Alkitab yang kita pegang sekarang adalah Alkitab Terjemahan Baru yg di cetak pertama kali pada tahun 1974.
Sebelumnya yg digunakan adalah terjemahan lama yg berbeda sekali gaya bahasanya dgn terjemahan baru.

Kej 1 : 1 terjemahan lama memakai kata "Sebermula...." Sedangkan terjemahan baru menggunakan kata "Pada mulanya...."

Ini kalau dilihat dari bahasa dan ejaan bhs Indonesia. Bayangkan apa yg terjadi, sbb di atas dunia ni terdiri dari berapa ratus bahasa dgn ejaannta masing2

Perlu diketahui pula, bhw beredarnya kisah atau peristiwa dalam Alkitab itu pada awalnya melalui tradisi lisan, belum tertulis.

Sebelum adanya Alkitab tertulis, sebagai Firman Allah hanya disampaikan atau diteruskan kpd siapa saja melalui tradisi lisan selama ber-abad2 lamanya. Setelah itu barulah ada Alkitab terulis dan dalam proses penulisannya, Firman Allah yang diterima oleh para nabi pada saat itu ditulis dalam bahasa tulis yang dikenal di zaman penulis kitab-kitab Alkitab. Ada 3 bahasa yang digunakan yakni Ibrani, Aramaik, dan juga Yunani. 

Dalam penulisannya para penulis menggunakan beberapa media penulisan yang digunakan pada zaman tersebut.

Salah satunya adalah perkamen yaitu berasal dari kulit binatang yang dikeringkan. salah satu salinan ( sekali lagi salinan ) Naskah yg tertulis di atas perkamen diemukan pd thn 1948 di Gua Qumran di tepi Laut Mati.

Salinan naskah Alkitab tsb berusia ratusan tahun. Salinan naskah ini bisa bertahan begitu lama, krn Gua Qumran dgn Laut Mati merupakan titik terendah di atas permukaan bumi, berada 430 meter di bawah permukaan laut, sbb  itu kedap udara, hampa udara. Danau Galilea saja berada 210 meter di bawah permukaan laut.

Media lain adalah papyrus yaitu berasal dari rumput papyrus yang dikeringkan. Ada juga yang ditulis di lempengan keramik dan codex yang sudah seperti kertas.

Kanonisasi Alkitab

Kata kanon berasal dari bahasa Ibrani, Qāneh, atau Kanon (Yunani) yang secara harfiah memiliki arti: gelagah atau buluh.

Dalam dunia kuno, gelagah digunakan sebagai tongkat pengukur atau kayu penggaris untuk membuat garis yang lurus. 

Kanon Alkitab maksudnya adalah peraturan, standar, ukuran yang dipakai untuk menentukan kitab-kitab yang diakui diilhamkan oleh Allah sendiri. 

Dalam Kanonisasi Alkitab akan dibagi menjadi dua bagian yakni kanonisasi Tanakh (Alkitab Perjanjian Lama) dan Kanonisasi Kitab Suci Injil.

KANONISASI ALKITAB PERJANJIAN LAMA (PL )

Ada beberapa hal yang menjadi syarat kanon ALKITAB PL Yang menjadi syarat pertama adalah tulisan harus dalam bahasa Ibrani, pengecualian untuk kitab-kitab dalam Aramaik seperti Daniel 2-7, Ezra (Ezra 4:8–6:18; 7:12–26). 

Kemudian, tulisan itu harus disahkan dengan penggunaan di kalangan komunitas Yahudi, contoh : penggunaan Kitab Ester pada hari raya Purim memungkinkannya dimasukkan dalam kanon. 

Di samping itu,  tulisan itu harus mengandung salah satu tema besar dalam Yudaisme, seperti pemilihan, atau perjanjian, dan harus ditulis sebelum zaman  nabi Ezra, karena dipercayai bahwa wahyu sudah berhenti sejak saat itu.

Kitab PERJANJIAN LAMA ( PL ) selesai dikanonisasi pada 400 SM, lengkap dari Kitab Taurat sampai Kitab Nabi Ezra (pasca pembuangan dari Babylonia). 

Umat Yahudi mengakui 39 surah dalam kitab PL (atau menurut mereka 22 surah karena ada beberapa surah yang digabung menjadi satu surah).

Di kalangan Yahudi kuno  terdapat kanonisasi yang didasarkan pada kitab-kitab Yunani yang terdapat dalam Septuaginta ( PL dalam bahasa Yunani). Kitab-kitab Yunani tersebut di kalangan Yahudi kuno (juga pada masa Yesus dan jemaah mula-mula)  diakui sebagai kanonis.

Yesus sendiri membenarkan  otoritas PL. Hal ini dapat dilihat dari berbagai kutipan pengajaran Yesus dari kitab PL. Di dalam Kitab Suci Injil, Injil Matius 5:17 tertulis:

“Μὴ νομίσητε ὅτι ἦλθον καταλῦσαι τὸν νόμον ἢ τοὺς προφήτας. οὐκ ἦλθον καταλῦσαι ἀλλὰ πληρῶσαι”

Artinya:

“Jangan menyangka bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat, yaitu hukum yang terdapat dalam Kitab Suci Taurat, atau firman yang telah disampaikan Allah melalui para nabi.  
Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya.”

Dalam bagian lain kitab Injil, Yesus juga kembali menegaskan otoritas kitab PL, seperti dalam Injil Lukas 24:44 yang berbunyi:

Εἶπεν δὲ πρὸς αὐτούς. Οὗτοι οἱ λόγοι μου οὓς ἐλάλησα πρὸς ὑμᾶς ἔτι ὢν σὺν ὑμῖν, ὅτι δεῖ πληρωθῆναι πάντα τὰ γεγραμμένα ἐν τῷ νόμῳ Μωϋσέως καὶ προφήταις καὶ ψαλμοῖς περὶ ἐμοῦ.

“ Lalu sabda-Nya kepada mereka, “Inilah yang Kukatakan kepadamu ketika Aku masih bersama-sama dengan kamu. Aku berkata bahwa semua yang telah tertulis mengenai Aku harus digenapi, baik dalam Kitab Suci Taurat yang disampaikan melalui Musa, dalam kitab tulisan nabi-nabi, dan dalam Kitab Zabur.“

2. KANONISASI KITAB SUCI INJIL (ALKITAB PERJANJIAN BARU)

Kitab Injil sendiri merupakan kelanjutan dan penggenapan dari PL. Kitab Injil berisi tentang Yesus, Ruh Suci dan Jemaah abad pertama. Ada beberapa standar  yang dipakai untuk menentukan kanonisasi kitab Injil. 

Yang pertama adalah Injil ditulis oleh orang-orang yang memiliki hubungan langsung dengan Yesus dan/atau para rasul Nya di abad pertama.

Kedua, adanya Kerasulan yang meneruskan tradisi rasuli /suksesi apostolik, yaitu murid dari para murid Yesus yang mengakui kitab tersebut. 

Ketiga, ada yang disebut dengan ortodoksi dan antiquity. Ortodoksi yaitu masing-masing surah  memiliki kesatuan (unity) yang berporos pada iman yang sama pada Yesus yang bangkit dan dimuliakan. Sedangkan antiquity adalah pengakuan kepada kitab-kitab yang lebih kuno atau yang paling dekat dengan zaman Yesus. 

Syarat keempat adalah Injil tersebut diterima oleh jemaah mula-mula secara menyeluruh dan  universal.

Seperti halnya kitab PL, kitab Perjanjian Baru juga mempunyai sejarah dalam penyusunannya. Dimulai dengan beredarnya kisah kehidupan Yesus secara lisan, di mana tradisi lisan ini berlanjut hingga abad kedua.

Pada saat yang sama, pada generasi pertama pengikut Yesus telah muncul catatan tertulis tentang kehidupanNya.

Surat-surat Rasul Paulus juga sudah beredar di jemaah awal pada saat itu. Rasul Paulus menulis untuk memenuhi masalah spesifik di beberapa jemaah tertentu, dan dia mendorong distribusi surat tertulis tentang kehidupan Yesus

Koleksi surat-surat Rasul Paulus juga diakui oleh para rasul, seperti oleh Rasul Petrus, sekitar tahun 65 M. Hal ini dikuatkan juga oleh Clement dari Roma, yang menyatakan, “bawalah surat-surat Rasul Paulus yang diberkahi” dalam  suratnya pada jemaah di Korintus sekitar tahun 100 M.

Pertengahan abad ke-2, kitab Perjanjian Baru sudah dipakai dalam jemaat-jemaat di seluruh kekaisaran Romawi.

Namun di sisi lain, jemaah awal ada juga yang memakai beberapa daftar isi yang berbeda karena keterbatasan komunikasi dan jarak.

Polikarpus (69 -155 M), murid dari Rasul Besar Yohanes, mengutip dari Injil Matius, Yohanes, 10 surat Rasul Paulus, 1 Petrus dan 12 Yohanes. 

Kemudian fragmen Papias (Papias merupakan murid Polikarpus) pada abad 1 M berisi tentang tradisi lisan  cerita-cerita tentang kehidupan Isa.

Pada tahun 144 M, Marcion, seorang Gnostik (bid’ah pada masa itu),  menolak semua  tulisan dalam kitab PL yang bertentangan dengan pandangan teologisnya. Ia menolak semua Kitab Injil, kecuali tulisan Lukas dan  Rasul Paul saja. 

Pada tahun 145-163 M, Justin Martyr (seorang filsuf dan penulis Kristen) mendaftarkan Surat Roma, 1 Korintus, Galatia, Efesus, Kolose, 2 Tesalonika, Filipi, Titus dan 1 Timotius.

Pada tahun 170 M, Irenaeus yang merupakan murid Polycarpus, mengutip semua kitab Injil. 
Ia mendaftarkan 23 dari ke-27  dalam kitab Perjanjian Baru.

Pada tahun, 160 – 175 M, Tatian (murid dari Yustinus) menyusun kanon “Injil” dengan mengutip Injil Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes yang disebut dengan Diatessaron (Keharmonisan antara keempatnya). Kitab ini menjadi cikal teks resmi pada jemaah Syria yang berpusat di Odessa.

Pada tahun 253-254 M,  Eusebius (sejarawan Yahudi) dalam “Ecclesiastical History” menyatakan bahwa Origen menerima kitab PL ditambah surah Makabe dan Injil Matius, Markus, Lukas dan Yohanes sebagai bagian dari kitab suci.

Kitab yang disebut di dalam kanon: Markus, Lukas, Yohanes, Kisah Rasul, semua surat Paulus, I dan II Yohanes, Yudas, Wahyu Yahya dan Wahyu Petrus dan dua kitab Apokrifa lainnya, yaitu Hikmat Sulaiman dan Pastor/Gembala oleh Hermas.

Pada akhir Abad 2 M, Kanon Muratorian dikenal  sebagai sebagai kanon kitab Perjanjian Baru paling awal yang sudah berisi 27 bagian sebagaimana yang ada sekarang. 

Pada tahun 367, Athanasius (Ulama dari Alexandria), menyusun daftar buku yang akhirnya menjadi kanon 27 kitab Petjanjian Baru. Ia yang memberi nama kanon (kanonizomena) untuk daftar itu.

Yang terakhir adalah sidang/muktamar - Hippo pada tahun 393-419 M. Agustinus, ulama jemaah dari Hippo menyatakan bahwa jemaah hanya boleh memakai kitab Perjanjian Lama (termasuk Deuterokanonika)  dan ke-27 bgn dalam Alkitan Perjanjian baru.. Ada 3 sidang yang dilakukan oleh Agustinus untuk memastikan keputusan ini  yaitu Sidang Hippo pada 393 M, Sidang Carthago pada 397 M,  dan Sidang Carthago II pada 419 M.

Sidang Hippo  ini dilakukan di Hippo Regius, Afrika Utara  pada masa jemaah mula-mula. Dihadiri oleh  Agustinus dari Hippo, Aurelius dari Carthage, dan banyak pemimpin jemaah dari  berbagai propinsi yang berbeda di Afrika. 

Pada sidang ini, untuk pertama kalinya, para ulama  jemaah dari  berbagai wilayah berkumpul bersama-sama, mengakui dan menyetujui daftar ke-27 bgn dalam kitab Petjanjian baru sebagaimana yang ada saat ini.

 Sidang-sidang lanjutan yang diadakan setelahnya adalah untuk mensosialisasikan hasil sidang tersebut agar jemaah-jemaah lain bisa mengetahui dan mengikutinya. Hasil sidang ini  diakui  dan diikuti oleh para pengikut Isa Almasih hingga saat ini.

Kitab Perjanjian Lama dan kitab Petjanjian Baru yang ada hari ini berasal dari perjalanan sejarah yang panjang.

Tentunya, dengan proses yang demikian, jelas sekali bahwa kanonisasi kitab-kitab tersebut tidak dilakukan oleh satu orang atau pihak tertentu, melainkan merupakan suatu warisan dari jemaah dan para pengikut Yesus mula-mula, yang diakui dan diteruskan oleh para pengikut Yesus di zaman sekarang ini. 
CEPOGO, 20.10.2023 (T)

Minggu, 08 Oktober 2023

mengapa penduduk Sodom begitu terancam dengan kehadiran orang asing?

mengapa penduduk Sodom begitu terancam dengan kehadiran orang asing? Serial Sudut Pandang
mengapa penduduk Sodom begitu terancam dengan kehadiran orang asing? Ternyata secara historis, kalau kita membaca secara keseluruhan maka kita akan mendapatkan informasi di Kejadian13-14.Khususnya pasal 14 menceritakan bahwa terjadi pemberontakan bangsa-bangsa untuk melawan Raja Kedorlaomer,"Lalu keluarlah raja negeri Sodom,raja negeri Gomora ... mengatur barisan perangnya melawan mereka dilembah Sidim, melawan Kedorlaomer" (Kej. 14:9).Yang terjadi adalah raja Sodom dan Gomora tumbang, ditangkap, dan orang-orang yang masih hidup diri ke pegunungan, bahkan segala harta benda Sodom dan Gomora serta segala makanan dirampas, termasuk juga Lot, beserta harta bendanya dibawa musuh. Konteks peperangan ini menyebabkan penduduk Sodom tercerai-berai.
Kemudian datanglah seorang pelarian dan menceritakan kepada Abram, bahwa Lot juga termasuk dalam jarahan perang. Maka Abram menyuruh semua orang terlatih untuk mengejar musuh sampai ke Dan. Mereka melawan musuh dan mengejar musuh sampai ke Hoba di sebelah utara Damsyik. Lalu Lot selamat dan harta benda juga dibawa kembali demikian juga perempuan-perempuan dan orang-orangnya (Kej. 14:13-16). Kemenangan Abram mengalahkan Kedorlaomer mendatangkan kegembiraan bagi raja Sodom (Kej. 14:17), lalu Melkisedek yang merupakan seorang raja Salem dan sekaligus Imam membawa roti dan anggur,lalu memberkati Abram (Kej. 14:18-19). Jadi, alasan keterancaman penduduk Sodom akan kehadiran orang asing menyitir pandangan bahwa kondisi pascaperang tentu membuat penduduk sodom siaga dalam mendeteksi kedatangan musuh. Setiap orang yang tidak dikenal atau pendatang baru di kota itu patut dicurigai. Penduduk Sodom awalnya tampak tenang karena menurut mereka kedua orang tersebut hanya akan singgah sejenak dirumah Lot. Tentunya, pandangan di atas memperlihatkan faktor psikologi (trauma) Pesca perang begitu kuat dalam relasi keberadaan dengan orang asing. Para ahli kejiwaan mengatakandemikian:
Dalam keadaan kritis yang tidak biasa, seperti dalam peperangan atau di penjara yang tata tertibnya payah, orang-orang laki-laki yang heteroseksual yang sering memerkosa sesama lelaki, tidak peduli apakah korbannya berorientasi seksual homoseksualiteitoseksual. Gejala ini disebut gang-rape. Penduduk Sodom berniat melakukan gang-rape terhadap para tamu Lot (Singgih, 2019: 45).

Situasi kritis yang terjadi bukan hanya dalam pengertian secara fisik, tetapi lebih kepada batin (psikologis). Dikarenakan tidak ada rujukan secara tekstual yang memperlihatkan bahwa penduduk Sodom ada dalam situasi chaos (kacau) sehingga pertanyaannya adalah mengapa tiba-tiba terjadi pengepungan (upaya) gang-rape (perkosaan beramai-ramai) secara massal? Ada rujukan di dalam Kejadian 18:20, pascaperang sudah usai tercatat demikian, ?Sesudah itu berfirmanlah Tuhan: Sesungguhnya banyak keluh kesah orang tentang Sodom dan Gomoradan sesungguhnya sangat berat dosanya" (TB-LAI). Keluh kesah di sini dalam bahasa Ibrani "zaqa" ,berarti'teriakan atau jeritan minta tolong'. Kata ini adalah istilah pengadilan untuk pendakwaan atau permintaan bantuan hukum.Dengan demikian,ada penindasan yang sewenang-wenang yang dilakukan oleh penduduk Sodom kepada orang asing. Topik ini berkaitan dengan pelanggaran hak pendatang atas tamu dalam tradisi zaman itu,  yang mengatakan bahwa penghormatan kepada tamu atau pendatang dalam kebudayaan zaman sangat penting, khususnya ketika para tamu dan pendatang itu memasuki daerah yang tidak aman dan telah mengucap salam, mereka mendapat hak untuk dilindungi kesalahan penduduk Sodom adalah pemerkosaan massal dan ketidak ramahan terhadap orang asing.Jadi,kalau melihat konteks budaya zaman itu, maka kota Sodom menjadi kota yang tidak aman untuk para tamu asing. Teolog Stephen Suleeman menyitir pandangan sejarawan Yahudi bernama Josephus (lahir sekitar tahun 37 ZB) mengungkapkan bahwa, "warga Sodom, yang sangat bangga akan jumlah mereka dan tingkat kekayaan mereka, menunjukkan diri mereka kurang ajar kepada manusia dan tidak beriman kepada Tuhan, sedemikian rupa sehingga mereka tidak lagi ingat manfaat yang mereka terima dari Dia, membenci orang asing dan menolak semua hubungan dengan orang lain. Allah murka akan perilaku ini dan memutuskan membalas dengan menghukum mereka karena kesombongan mereka? (Suleeman, 2015: 4). Bicara soal kesombongan atas jumlah dan tingkat kekayaan penduduk Sodom yang ditulis di atas, Bambang Subandrijo dalam Bagaimana (Seharusnya) Sikap Gereja Terhadap LGBT: Suatu Tinjauan Biblis (2019), merujuk pada tafsiran para Rabi Yahudi (Tosefta Sota 3:11-12), mengatakan bahwa kaum kaya Sodom telah membuat kebijakan untuk menganiaya orang asing agar mereka takut mengunjungi kota itu dan dengan begitu penduduk Sodom tak perlu lagi berbagi harta dengan orang asing (trauma pasca perang). Dari sini ada persoalan yang serius terkait dengan penduduk Sodom, yaitu menyangkut soal xenophobia (sikap membenci orang asing) sikap agresif yang memberlakukan kekerasan homosek, walaupun ini juga akibat dari trauma perang. Karena bbrp sejarahwan menuliskan kebiasaan perang pada zaman itu adalah bagi yang kalah maka lelakinya akan dikumpulkan dan diperkosa oleh yang menang, untuk meruntuhkan mental agar tidak melawan lagi dan dibelakang hari tidak memberontak, tentunya trauma semacam ini dimungkinkan setelah Sodom dan Gomora kalah berperang, shg memperlihatkan kebencian pada orang asing serta orang asing menjadi sasaran empuk melampiaskan trauma. "Xenophobia" adalah  budaya yang berlawanan dg budaya zaman itu, yang menjunjung tinggi hospitalitas (keramahan), seperti kisah Abraham yang menjamu ketiga tamunya(Kej.18:2). Dari sini hospitalitas menjadi bagian penting dalam iman Israel, Pakar Yahudi R.J. Zwi Werblowsky mengatakan bahwa taurat mengatur hukum hospitalitas sehingga setiap orang wajib memberlakukan sikap ramah pada semua orang, termasuk orang yang miskin, mereka yang terabaikan, orang asing, siapa saja yang dianggap tidak layak. Selain kejahatan seksual dan ketidak ramahan, referensi di Kitab Yehezkiel 
16:49-50 tercatat: "Lihat, inilah kesalahan Sodom, kakakmu yang termuda kecongkakan,makanan yang berlimpah-limpah dan kesenangan hidup padanya dan pada anak-anaknya perempuan, tetapi ia tidak menolong orang orang sengsara dan miskin. Mereka menjadi tinggi hati dan melakukan di hadapan-Ku; maka Aku menjauhkan mereka sesudah Aku melihat itu' (TB-LAI). Jadi, ada gambaran tentang kecongkakan, kerakusan, dan menolong/membela orang miskin. Kalau begitu kesimpulan teks Sodom dan Gomora di Kejadian 19 tidak berkaitan dengan terhadap LGBTIQ, melainkan persoalan ketidakadilan sosial. Dengan merujuk kepada Yesaya 1:9, Yesaya 13:19, Yeremia 23:14, mengatakan makna bahwa masa depan Yerusalem yang nyaris menjadi seperti Sodom dan Gomora, ternyata konteksnya adalah umat yang rajin beribadah dan umat melaksanakan ritual, tetapi tetap melakukan kejahatan-kejahatan moral berupa ketidakadilan sosial. Hal ini juga mengungkapkan  bahwa dosa Sodom tidak hanya bersifat seksual (pemerkosaan) melainkan juga kekacauan umum dari masyarakat yang terorganisir untuk melawan Allah. Bicara soal ketidakadilan, tulisan Vania Sharleen Setyono yang berjudul Ketika Awam Membaca Sodom: Intercultural Hermeneutics terhadap Kisah Sodom dalam Kejadian19 (2020) memperlihatkan adanya perhatian pada isu patriarkat dalam teks ini, terlihat dari risetnya tentang kegelisahan  saat membaca (menafsirkan) adegan Lot memberikan kedua anak perempuannya kepada kerumunan penduduk Sodom guna menggantikan dan membuat aman tamu laki-lakinya tersebut. Ada dua hal yang diperlihatkan  yaitu sebagai berikut:

"Pertama, posisi perempuan yang selalu berada di bawah laki-laki. Hal ini ditunjukkan dari tindakan Lot yang rela memberikan anak perempuannya demi "menyelamatkan" tamu laki-lakinya ...

Kedua, identitas homoseksualitaa diri seseorang dianggap lebih tidak bermoral ketimbang ketika seseorang melakukan tindakan kekerasan seksual. apa yang dilakukan oleh Lot PD kedua anak perempuannya adalah bentuk kekerasan seksual".

Orang-orangyang dan melabrak Lot dan  tamu-tamunya,  ini adalah sebuah tindakan untuk memamerkan kekuasaan dan cara untuk menundukkan orang asing yang tidak berdaya secara politik adalah dengan memerkosanya. Sebab meniduri laki-laki menggantikan harkat martabat kelaki-lakiannya dengan rasa malu feminitas.Dalam budaya Israel kuno saat itu, pemerkosa secara anal kepada laki-laki dianggap merendahkan martabat laki-laki menjadi seperti perempuan sebab perempuan dianggap jauh lebih rendah daripada lak laki. Hal ini terjadi karena penduduk Sodom adalah penduduk yang dihegemoni oleh paradigma patriarkat dan yang memandang orang asing sebagai the others yang pantas untuk dieksekusi (direndahkan). Dari sini, dosa Sodom (kejahatannya) bisa dipahami dalam pengertian kekerasan seksual, penindasan thp orang asing dan juga dosa sosial termasuk kekuasaan korup  dan ketidakadilan.
Cepogo, 18.09.2017

Baca juga :

http://titusroidanto.blogspot.com/2023/09/homoseksualitas-dan-gereja-baptis.html

https://titusroidanto.blogspot.com/2024/06/mengenal-dan-menyikapi-lgbt-sesama-kita.html

SUDUT PANDANG LILIN ADVENT

SUDUT PANDANG LILIN ADVENT PENGANTAR Seiring berjalan kesepakatan ekuminis di Lima, membawa beberapa kesepakatan antara denomina...