PANDUAN PENDADARAN / PERBINCANGAN PRA PEMBERKATAN NIKAH BEDA AGAMA, SERIAL SUDUT PANDANG
Pendadaran bukan merupakan test kelulusan, namun sebuah penggembalaan untuk mempersiapkan mempelai tetapi juga melakukan ‘checking’ serta mengkonfirmasi kesiapan mereka. Secara khusus, untuk pasangan berbeda keyakinan, perlu lebih mendapatkan dukungan dan motivasi agar mereka tetap murni dalam niatan untuk hidup bersama dengan menghidupkan terus spirit jujur, tulus, setia, dan penuh cinta kasih, meskipun tantangan yang akan dihadapi lebih besar dari pada pasangan yang seiman.
Dalam beberapa kasus, ada pasangan mempelai yang akan mempertahankan kehidupan perkawinannya tetap dengan keyakinan yang berbeda. Untuk pasangan yang demikian dorongan motivasi untuk mengelola dan menghargai perbedaan dengan kejujuran dan ketulusan perlu diberikan. Tetapi ada juga pasangan yang melakukan pemberkatan perkawinan beda agama oleh karena situasi (biasanya karena keluarga masing-masing fanatik) sebab calon mempelai non Kristen sebetulnya sudah ada ketertarikan atau simpatik (simpatisan) pada pengajaran Kristen. Kalau memang di kemudian hari sudah ada keinginan yang demikian, tentu bentuk pendadaran disesuaikan saja. Hal ini bisa dicek dari jawaban mempelai pada pertanyaan Bagian B No.3. Jika dipandang perlu (oleh karena belum ada informasi perihal simpatisan), pertanyaan ini bisa disampaikan lebih awal.
Sehubungan dengan karakteristik perbedaan iman maka Liturgi dan Pratelan pemberkatan perkawinan beda agama harus dipercakapkan dengan Pendeta yang akan melayani, bukan dipercakapkan dalam pendadaran ini.
Materi pendadaran ini boleh dikembangkan sesuai dengan percakapan yang berlangsung, yang pada intinya pendadaran adalah penggembalaan.
Pengantar
Kehidupan bersama dalam pluralitas ada sebuah realita yang tak tersangkal dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Mengingkari kemajemukan berarti mengingkari realita. Dalam kehidupan bersama yang plural tersebut maka hubungan percintaan dengan seseorang yang berbeda keyakinan adalah juga sebuah kemungkinan tak terhindarkan. Menjadi sangat tidak manusiawi ketika kita membatasi pergaulan hanya dengan mereka yang sama iman, sebab sikap eksklusif yang demikian justru bukan sikap kristiani yang baik. Cinta adalah sebuah anugerah universal yang melintasi batas, kuat laksana api, tak terbendung. Meskipun demikian, perkawinan beda agama bukan tanpa resiko dan persoalan. Ada sejumlah tantangan besar yang harus dihadapi oleh pasangan beda agama. Tantangan besar itu pada prinsipnya adalah mengelola dan menghargai perbedaan sepanjang hidup perkawinan. Sedangkan mengelola perbedaan dibutuhkan sikap pengorbanan diri yang ekstra.
Pemberlakuan pelayanan pemberkatan nikah beda agama didasarkan pada Tata Laksana GKJ (tahun 2005) pasal 49 ayat 7. Pelayanan pemberkatan nikah beda agama dilandasi dengan pemahanan bahwa sepasang calon suami-isteri yang berbeda keyakinan adalah pribadi dewasa yang dengan niatan dan ketulusan cinta serta dilandasi keyakinan iman masing-masing bersedia hidup bersama sebagai suami-isteri untuk bertumbuh bersama dalam kebahagiaan, yang dengan penuh tanggungjawab memelihara perkawinan sebagaimana seharusnya menjadi cita-cita perwujudan perkawinan yang kekal dan penuh kesetiaan. Dengan pemahaman yang demikian maka selayaknya berkat Tuhan juga berhak diterima oleh anak-anakNya yang hendak menjalani hidup perkawinan dengan takut akan Tuhan dan menjunjung tinggi martabat perkawinan (band. 1 Korintus 7: 12 – 14)
Pendadaran pemberkatan perkawinan beda agama adalah upaya penggembalaan untuk menyiapkan mempelai sekaligus mengkonfirmasi kesiapan mempelai dalam memasuki perkawinan yang unik itu serta memotivasi mempelai dalam memperjuangkan spirit hidup bersama yakni jujur, tulus, setia, dan penuh cinta kasih.
Bagian A Prinsip-prinsip Perkawinan (Kristiani)
Apakah perkawinan itu menurut saudara berdua?
Apakah tujuan saudara berdua hidup dalam ikatan perkawinan?
Apa yang menjadi dasar keberanian saudara berdua yang berbeda keyakinan untuk masuk dalam kehidupan perkawinan?
Apakah ada pihak-pihak yang memaksa saudara?
Apakah saudara menerima prinsip perkawinan yang bersifat kekal, tidak terceraikan? Mengapa?
Apakah saudara menerima prinsip perkawinan yang bersifat monogami? Mengapa?
Martabat perkawinan harus dijunjung tinggi melalui penerimaan martabat manusia yang sederajat. Laki-laki dan perempuan adalah makhluk ciptaan Tuhan yang keberadaannya (eksistensi) terhubung langsung dengan Allah sehingga manusialah makhluk yang tercipta secara istimewa, ia memiliki akal budi serta kesadaran religius maupun kesadaran etis. Manusia laki-laki dan perempuan adalah makhluk yang bermartabat. Oleh karena itu laki-laki dan perempuan kedudukannya sama/setara. Apakah saudara setuju? Jelaskan.
Dalam perpektif sosial budaya, pria adalah kepala keluarga. Bagaimana menjelaskan hal tersebut?
Apa tugas/kewajiban suami dan tugas/kewajiban isteri menurut saudara?
Menjunjung tinggi martabat perkawinan diwujudkan dengan memperlakukan perkawinan dengan hormat dan tidak melecehkan cinta kasih dan kesetiaan sebagai dasar perkawinan. Bagaimana perwujudan hidup relasi suami-isteri yang mencerminkan rasa hormat pada perkawinan dan tidak melecehkan cinta kasih dan kesetiaan sebagai dasar perkawinan?
“Ketidakadilan dan kekerasan bisa terjadi di dalam hidup perkawinan dan keluarga.” Apakah saudara mengakui pernyataan di atas? Apa wujud perilaku keseharian yang sering terjadi? Apa yang harus dilakukan untuk tidak terjadi ketidakadilan dan kekerasan dalam perkawinan serta keluarga?
Bagaimana cara saudara mempertahankan keutuhan perkawinan?
Bagian B Perkawinan Beda Agama
Saudara berdua hendak hidup bersama dalam ikatan perkawinan dengan dua keyakinan yang berbeda. Apakah saudara siap menjalani hidup bersama dengan beda keyakinan? Jelaskan kesiapan saudara.
Apakah saudara berkeinginan dan atau berjanji masing-masing tetap menjalankan keyakinannya tanpa paksaan, tekanan, dan hambatan?
Secara praktis, akan ada banyak kesulitan yang saudara hadapi ketika hidup berbeda keyakinan, yang pada prinsipnya bergumulan terus menerus dalam menghargai dan memberi tempat pada perbedaan. Di dalamnya dibutuhkan pengorbanan ekstra. Apakah saudara bersedia berkorban? Berkorban seperti apa dan berikan contohnya.
Salah satu pengorbanan yang berat dalam perkawinan beda agama adalah mengorbankan kebahagiaan religius, sebab masing-masing memiliki cara sendiri, dan saudara sebagai suami – isteri tidak akan bisa menghayati kebahagiaan religius bersama-sama. Misalnya: saudara tidak akan bisa merayakan hari-hari besar keagamaan secara bersama-sama. Bagaimana saudara akan mengatasinya?
Dalam setiap agama memiliki simbol-simbol religius, misalnya Salib. Simbol-simbol religius itu juga menjadi penghayatan sehari-hari sehingga banyak simbol-simbol religius dipasang di dalam rumah. Oleh karena saudara berbeda keyakinan apakah simbol-simbol religius akan dipasang semua baik yang Kristen maupun non Kristen? Atau malah tidak dipasang semua? Sungguh ikhlas?
Catatan :
Apapun jawaban mereka perlu didorong dan dimotivasi keikhlasan mereka agar tidak terjadi konflik di kemudian hari.
Dalam kehidupan praktis, anda berdua juga akan menghadapi kesulitan-kesulitan terkait dengan pengajaran yang berbeda, keyakinan iman yang satu memperbolehkan sedangkan yang lain melarang. (Dalam hal ini bisa dicontohkan antara Islam dan Kristen tentang puasa dan tentang yang halal dan haram/najis). Demikian pula ada aqidah/ajaran yang bersifat mengikat sedemikian rupa sehingga pasangan atau anggota keluarga yang berbeda keyakinan bisa terkena dampaknya. (Bisa dicontohkan pula misalnya: pandangan yang menganggap mereka yang berbeda keyakinan itu sebagai kafir sehingga dibatasi pergaulannya) Bagaimana saudara berdua akan mengatasinya?
Bagian C Keluarga Beda Agama
Apakah saudara berdua yakin bahwa keluarga yang saudara bangun akan bahagia meski berbeda keyakinan? Apa dasar keyakinan saudara?
Sebagai keluarga yang terbentuk dari suami-isteri yang berbeda keyakinan, apakah dasar bagi perwujudan kebahagiaan keluarga?
Dari perspektif religius saudara berasal dari 2 keluarga yang berbeda keyakinan dalam membina keluarga. Jikalau suatu saat orang tua masing-masing memaksakan kehendak kepada keluarga yang akan saudara bangun nanti, bagaimana sikap saudara?
Salah satu tantangan besar dalam mengelola keluarga beda agama adalah keberadaan anak-anak. Bagaimana saudara akan mendidik anak-anak kelak?
Catatan :
Jika mereka berkeinginan menyerahkan pilihan pada anak mereka kelak, lanjutkan dengan pertanyaan;
Lalu dari kecil/bayi mereka akan diperkenalkan agama yang mana?
Apakah saudara akan benar-benar ikhlas pada pilihan anak-anak sendiri?
Bagian D Penegasan
Baik pasangan seiman maupun tidak seiman, semuanya sama-sama akan menghadapi tantangan dan kesulitan masing-masing. Betapapun ada tantangan tetapi tidak berarti tidak bisa dilewati, pasti bisa dilewati. (Berikan motivasi kepada mempelai untuk saling belajar perbedaan yang ada, belajar sabar, saling merendahkan diri, saling menghargai, saling menyadari keberadaan diri yang berbeda)
Mereka yang berniat hidup bersama dalam perkawinan selalu dituntut tanggungjawabnya untuk menjaga keutuhan dan kekudusan perkawinan. Apakah saudara bersedia menjaga keutuhan perkawinan? Apa perwujudannya?
Apakah saudara masing-masing sebagai suami dan isteri bersedia dan berjanji menjaga kekudusan sebagai suami dan sebagai isteri? Apa perwujudannya?
Apakah hingga saat ini saudara masih tetap menjaga diri dalam kekudusan dengan belum pernah berhubungan suami isteri (sex pranikah)?
Catatan :
Berdasarkan jawaban atas pertanyaan di atas, jika sudah pernah melakukan sex pranikah maka bagi calon mempelai Kristen ditegaskan konsekuansinya, yaitu pengakuan dosa.
Cepogo, STT BAPTIS INJILI, 2015, TUS