Rabu, 13 Maret 2024

Sudut Pandang Yohanes 3 : 14-21, 𝗠𝗲𝗻𝗴𝗮𝗽𝗮 𝗺𝗲𝗿𝗮𝘆𝗮𝗸𝗮𝗻 𝗝𝘂𝗺𝗮𝘁 𝗔𝗴𝘂𝗻𝗴?

Sudut Pandang Yohanes 3 : 14-21, 𝗠𝗲𝗻𝗴𝗮𝗽𝗮 𝗺𝗲𝗿𝗮𝘆𝗮𝗸𝗮𝗻 𝗝𝘂𝗺𝗮𝘁 𝗔𝗴𝘂𝗻𝗴?

Pengindonesiaan 𝘎𝘰𝘰𝘥 𝘍𝘳𝘪𝘥𝘢𝘺 menjadi Jumat Agung erat pautannya dengan perayaan. Jumat Agung adalah hari kematian Yesus. 𝘓𝘩𝘢 𝘬𝘰𝘬 dirayakan? Cukup banyak orang berkeberatan atas ungkapan merayakan Jumat Agung. Itu lumrah, karena banyak orang Indonesia mencerap kata merayakan dan perayaan adalah berpesta, kegiatan hingar-bingar penuh sukacita dan tidak lengkap apabila tanpa makan bersama. 

Dalam liturgi ada dua macam ibadah: selebrasi dan aksi. Ibadah selebrasi adalah berhimpun di rumah ibadah. Misal, kebaktian atau misa Minggu. Ibadah aksi adalah perbuatan-perbuatan atau praksis umat sehari-hari dalam rangka membawa misi dari ibadah selebrasi. Ingat, dalam penutupan ibadah selebrasi ada sesi pengutusan, yang pemimpin ibadah mengatakan, “𝘗𝘦𝘳𝘨𝘪𝘭𝘢𝘩, … “

Selebrasi berarti perayaan. Perayaan bersinonim dengan pemuliaan, pengagungan. Dalam bentuk kata kerja merayakan berarti memuliakan, mengagungkan. Dalam kebaktian Minggu umat Kristen sedang merayakan, memuliakan, mengagungkan kebangkitan Kristus yang diimani terjadi pada hari pertama (Minggu). Merayakan Jumat Agung berarti memuliakan, mengagungkan salib. Mengapa memuliakan atau mengagungkan salib?

Bacaan ekumenis diambil dari Injil Yohanes 3:14-21 yang didahului dengan Bilangan 21:4-9, Mazmur 107:1-3, 17-22, dan Efesus 2:1-10.

Bacaan Injil Minggu ini merupakan bagian perikop yang diberi judul oleh LAI 𝘗𝘦𝘳𝘤𝘢𝘬𝘢𝘱𝘢𝘯 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘕𝘪𝘬𝘰𝘥𝘦𝘮𝘶𝘴 (Yoh. 3:1-21). Sejumlah ahli bliblika berpendapat bahwa percakapan Yesus dengan Nikodemus sebenarnya berakhir pada ayat 13.

Dalam suatu cerita ada penulis cerita, pencerita atau narator, dan tokoh-tokoh cerita. Penulis cerita tidak sama dengan narator. Narator adalah tokoh imajiner yang serbatahu yang selalu hadir dalam setiap kalimat. Penulis cerita dapat menyampaikan pendapatnya lewat narator. Masih bingung? Dalam film narator adalah kamera yang menyampaikan bahasa gambar kepada penonton. Narator tahu tokoh antagonis akan membunuh tokoh protagonis. Narator menyampaikannya kepada penonton, tetapi narator tidak memberitahu kepada tokoh protagonis. Penonton menjadi tegang, bahkan ada yang gemes berteriak kepada tokoh protagonis agar berwaspada.

Hal yang sama pada Yohanes 3:1-21. Ucapan jawaban tokoh cerita Yesus kepada Nikodemus berakhir pada ayat 13. Tokoh cerita Nikodemus menghilang sejak mengajukan pertanyaan pada ayat 9. Ayat 14 – 21 merupakan pendapat penulis Injil lewat narator. Dengan kata lain narator yang berbicara pada ayat 14 – 21 secara monolog. Narator menyampaikan pesan kepada pembaca Injil.

Pengulasan bacaan dapat dibagi ke dalam tiga bagian:

▶ Mengagungkan salib (Yoh. 3:14-15)
▶ Kabar Baik (Yoh. 3:16-18a)
▶ Menolak Kabar Baik (Yoh. 3:18b-21)

𝗠𝗲𝗻𝗴𝗮𝗴𝘂𝗻𝗴𝗸𝗮𝗻 𝘀𝗮𝗹𝗶𝗯 (Yoh. 3:14-15)

Sama seperti Musa meninggikan ular di padang gurun, demikian juga Anak Manusia harus ditinggikan, (ay. 14) supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal. (ay. 15) (TB II 2023)

Ayat di atas merujuk Bilangan 21:4-9 bacaan pertama Minggu ini. Dikisahkan bangsa Israel memberontak melawan Allah dan Musa. Allah kemudian mengirim ular-ular tedung, memagut mereka, dan banyak orang mati. Mereka mendatangi Musa dan mengaku berdosa. Musa atas perintah Allah membuat ular dari tembaga dan menaruhnya pada satu tiang. Setiap orang yang dipagut ular, jika ia melihat ular tembaga di atas tiang, maka ia akan tetap hidup.

Penulis Injil Yohanes membuat tipologi ular ditinggikan sama dengan Anak Manusia disalibkan. Peninggian (𝘩𝘺𝘱𝘴𝘰𝘰) merupakan ungkapan penulis Yohanes untuk menyebut penyaliban (bdk. Yoh. 8:28; 12:34). Ungkapan ini juga digunakan untuk pemuliaan seorang raja, pemahkotaan seorang penguasa. Yohanes mengisyaratkan salib sebagai pemahkotaan Yesus sebagai Raja. Kata 𝘩𝘢𝘳𝘶𝘴 (𝘥𝘦𝘪) mengisyaratkan penentuan dari rencana ilahi bagi Yesus. Semuanya bertujuan untuk beroleh hidup kekal (𝘻oe𝘯 𝘢𝘪o𝘯𝘪𝘰𝘯).

Injil sinoptik memandang suram pada salib. Salib adalah simbol kehinaan dan kekejian. Bahkan penulis Injil Markus dan Matius menampilkan Yesus sedang putus asa di kayu salib, “𝘈𝘭𝘭𝘢𝘩𝘬𝘶, 𝘈𝘭𝘭𝘢𝘩𝘬𝘶, 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘢𝘱𝘢 𝘌𝘯𝘨𝘬𝘢𝘶 𝘮𝘦𝘯𝘪𝘯𝘨𝘨𝘢𝘭𝘬𝘢𝘯 𝘈𝘬𝘶?” Bahkan Syahadat Rasuli mengikuti pandangan Injil sinoptik sehingga penyaliban Yesus dikelompokkan ke dalam bagian penderitaan Yesus.

Penulis Injil Yohanes menolak pandangan di atas. Salib adalah simbol kemuliaan seperti tertulis di Yohanes 3:14-15 di atas. Ucapan terakhir Yesus di kayu salib dibuat begitu gagah oleh penulis Injil Yohanes, “𝘚𝘶𝘥𝘢𝘩 𝘴𝘦𝘭𝘦𝘴𝘢𝘪!” Perayaan Jumat Agung merujuk teologi Injil Yohanes: 𝗺𝗲𝗺𝘂𝗹𝗶𝗮𝗸𝗮𝗻 atau 𝗺𝗲𝗻𝗴𝗮𝗴𝘂𝗻𝗴𝗸𝗮𝗻 𝘀𝗮𝗹𝗶𝗯. 

𝗞𝗮𝗯𝗮𝗿 𝗕𝗮𝗶𝗸 (Yoh. 3:16-18a)

Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. (ay. 16) Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan supaya dunia diselamatkan melalui Dia. (ay. 17) Siapa yang percaya kepada-Nya, ia tidak akan dihukum. (ay. 18a) (TB II 2024)

Ayat di atas memerluas makna salib. Ketiga ayat itu dapat dipandang sebagai ringkasan 𝘒𝘢𝘣𝘢𝘳 𝘉𝘢𝘪𝘬 (Injil) dalam Injil Yohanes. Pertama-tama dan terutama adalah Allah sangat mengasihi dunia ini. Kasih Allah kepada dunia ini bahkan “mengalahkan” kasih Allah kepada Anak-Nya yang tunggal sehingga Allah “memberikan” Anak-Nya itu demi menyelamatkan dunia ini.

Ungkapan 𝘈𝘯𝘢𝘬-𝘕𝘺𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘶𝘯𝘨𝘨𝘢𝘭 di sini hendaknya jangan dipahami sebagai kuantitas. Pada bagian pertama pengulasan kita dapat melihat penulis Injil Yohanes membangun tipologi peninggian ular tembaga Musa di pucuk tiang dengan pemuliaan Yesus di tiang salib. Pada bagian kedua ini penulis Injil membangun tipologi Ishak yang disebut sebagai anak tunggal Abraham. Padahal pada waktu itu Abraham memiliki dua anak, Ismael dan Ishak. 

Kejadian 22:2 (TB II 2023), Firman-Nya, “𝘈𝘮𝘣𝘪𝘭𝘭𝘢𝘩 𝘐𝘴𝘩𝘢𝘬, 𝙖𝙣𝙖𝙠𝙢𝙪 𝙮𝙖𝙣𝙜 𝙨𝙖𝙩𝙪-𝙨𝙖𝙩𝙪𝙣𝙮𝙖, 𝙮𝙖𝙣𝙜 𝙚𝙣𝙜𝙠𝙖𝙪 𝙠𝙖𝙨𝙞𝙝𝙞, 𝘱𝘦𝘳𝘨𝘪𝘭𝘢𝘩 𝘬𝘦 𝘵𝘢𝘯𝘢𝘩 𝘔𝘰𝘳𝘪𝘢 𝘥𝘢𝘯 𝘱𝘦𝘳𝘴𝘦𝘮𝘣𝘢𝘩𝘬𝘢𝘯𝘭𝘢𝘩 𝘥𝘪𝘢 𝘥𝘪 𝘴𝘢𝘯𝘢 𝘴𝘦𝘣𝘢𝘨𝘢𝘪 𝘬𝘶𝘳𝘣𝘢𝘯 𝘣𝘢𝘬𝘢𝘳𝘢𝘯 𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘴𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘴𝘢𝘵𝘶 𝘨𝘶𝘯𝘶𝘯𝘨 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘒𝘶𝘣𝘦𝘳𝘪𝘵𝘢𝘩𝘶𝘬𝘢𝘯 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢𝘮𝘶.”
 
Dengan melihat bangunan tipologi ini kita dapat memaknai 𝘈𝘯𝘢𝘬-𝘕𝘺𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘶𝘯𝘨𝘨𝘢𝘭 di sini dalam arti kualitas, yaitu yang dikasihi, terkasih. Ayat 16 merupakan kunci memahami salib menurut teologi Injil Yohanes. Dalam salib terdapat ungkapan tertinggi kasih Allah yang memahkotai Yesus sebagai raja.

Tujuan Allah memberikan 𝘈𝘯𝘢𝘬-𝘕𝘺𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘶𝘯𝘨𝘨𝘢𝘭 agar setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal (ay. 16). Hidup kekal di sini berarti hidup sejati, hidup yang benar-benar hidup. Tujuan Allah mengutus 𝘈𝘯𝘢𝘬-𝘕𝘺𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘶𝘯𝘨𝘨𝘢𝘭 bukan untuk menghukum dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia dan setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak dihukum (ay. 17-18a). Kata 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘩𝘢𝘬𝘪𝘮𝘪 di ayat 17 diterjemahkan dari 𝘬𝘳𝘪𝘯e yang lebiih tepat 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘩𝘶𝘬𝘶𝘮. NRSV menerjemahkan menjadi 𝘵𝘰 𝘤𝘰𝘯𝘥𝘦𝘮𝘯. Bandingkan dengan kata 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘩𝘢𝘬𝘪𝘮𝘪 di Yohanes 9:39 yang menggunakan kata 𝘬𝘳𝘪𝘮𝘢 yang diterjemahkan oleh NRSV 𝘧𝘰𝘳 𝘫𝘶𝘥𝘨𝘮𝘦𝘯𝘵 atau menghakimi.

Prakarsa keselamatan datang dari Allah. Keselamatan adalah anugerah Allah. Meskipun demikian untuk benar-benar diselamatkan manusia harus menanggapi anugerah keselamatan dari Allah itu.

𝗠𝗲𝗻𝗼𝗹𝗮𝗸 𝗞𝗮𝗯𝗮𝗿 𝗕𝗮𝗶𝗸 (Yoh. 3:18b-21)

Siapa yang tidak percaya, ia telah berada di bawah hukuman, sebab ia tidak percaya dalam nama Anak Tunggal Allah. (ay. 18b). Inilah hukuman itu: Terang telah datang ke dalam dunia, tetapi manusia lebih menyukai kegelapan daripada terang, sebab perbuatan-perbuatan mereka jahat. (ay. 19) Sebab siapa yang berbuat jahat, membenci terang dan tidak datang kepada terang itu supaya perbuatan-perbuatannya yang jahat itu tidak tampak. (ay. 20) Namun, siapa yang melakukan yang, Ia datang kepada terang, supaya menjadi nyata bahwa perbuatan-perbuatannya dilakukan dalam Allah. (ay. 21) (TB II 2023)

Kabar Baik seperti dua sisi koin: anugerah dan penghukuman. Jika orang percaya kepada 𝘈𝘯𝘢𝘬-𝘕𝘺𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘶𝘯𝘨𝘨𝘢𝘭 itu, ia tidak dihukum (ay. 18a). Sebaliknya, jika ia memilih untuk tidak percaya, ia telah berada di bawah hukuman (ay. 18b). Pada saat orang memilih untuk tidak percaya, pada saat itu ia sudah memilih untuk berada di bawah hukuman. Pilihan pada saat ini akan menentukan nasib di masa depan. Kejahatan pada saat ini akan mendatangkan hukuman pada akhir zaman (Yoh. 5:29).

Tema besar Injil Yohanes pasal 1 – 4 adalah 𝘗𝘦𝘯𝘤𝘪𝘱𝘵𝘢𝘢𝘯 𝘉𝘢𝘳𝘶. Yohanes 1:5 berbicara tentang Terang yang bercahaya dalam kegelapan dan kegelapan tidak dapat menguasai-Nya. Terang-gelap itu juga merujuk kisah Penciptaan (Kej. 1:3-5). Yesus adalah Terang di 𝘗𝘦𝘯𝘤𝘪𝘱𝘵𝘢𝘢𝘯 𝘓𝘢𝘮𝘢 (Yoh. 1:5) yang kembali datang untuk 𝘗𝘦𝘯𝘤𝘪𝘱𝘵𝘢𝘢𝘯 𝘉𝘢𝘳𝘶 (Yoh. 1:9-11; 3:19-21).

Yohanes 1:9-11 (TB II 2023) Terang yang sesungguhnya yang menerangi setiap orang sedang datang ke dalam dunia. Ia telah ada di dalam dunia dan dunia dijadikan melalui Dia, tetapi dunia tidak mengenal-Nya. Ia datang kepada milik-Nya, tetapi orang-orang milik-Nya itu tidak menerima-Nya.

Bandingkan Yohanes 1:9-11 di atas dengan Yohanes 3:19-21 yang merupakan bagian ketiga pengulasan ini.

Dalam Penciptaan Baru yang dilakukan Yesus adalah segala sesuatu dibaharui:

▶ Anak domba Paska Israel digantikan dengan diri Yesus sebagai Anak Domba Allah yang menghapus dosa dunia. (Yoh. 1:29) 
▶ Air penyucian Yahudi digantikan dengan air anggur pesta perkawinan mesianik Sang Mempelai. (Yoh. 2:1-11)
▶ Bait Allah lama digantikan dengan diri Yesus sebagai Bait Allah yang baru. (Yoh. 2:19-22) 
▶ Keselamatan adalah prakarsa dan anugerah Allah, tetapi manusia harus menanggapi agar beroleh hidup sejati. Menolak berarti memilih hidup dalam hukuman. (Yoh. 3:14-21)
▶ Manusia lama digantikan dengan manusia baru yang dilahirkan dari atas (𝘨𝘦𝘯𝘯e𝘵𝘩e 𝘢𝘯o𝘵𝘩𝘦𝘯). (Yoh. 3:3-6)
▶ Yerusalem lama digantikan dengan diri Yesus sebagai 𝘵𝘦𝘮𝘱𝘢𝘵 𝘮𝘦𝘯𝘺𝘦𝘮𝘣𝘢𝘩 𝘉𝘢𝘱𝘢 𝘥𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘳𝘰𝘩 𝘥𝘢𝘯 𝘬𝘦𝘣𝘦𝘯𝘢𝘳𝘢𝘯. (Yoh. 4:21-24)
14032024 (T)

SUDUT PANDANG LILIN ADVENT

SUDUT PANDANG LILIN ADVENT PENGANTAR Seiring berjalan kesepakatan ekuminis di Lima, membawa beberapa kesepakatan antara denomina...