(Panduan untuk Kaum Awam)
Sebuah Proses Berteologi
Materi Pengantar Penyegaran Majelis GKJ SIDOMUKTI
Tgl 06 Juni 2017
oleh :
Titus Roidanto
(Ketua 2)
Pengantar
Tulisan ringkas ini hanya sebagai panduan saja untuk memahami Pokok-pokok Ajaran GKJ (PPA GKJ). Karena bersifat panduan, maka untuk pendalamannya, setiap dari kita harus membaca PPAG secara serius. Apalagi, bukunya tidak terlalu tebal, hanya 100 halaman saja. Mestinya, hal itu tidak terlalu berat, ya.. ,sekadar lelucon saja!
Lalu, mengapa mesti dikaitkan dengan kata berteología? Ya, sudah seharusnya begitu. Gereja kalau Ingin terus maju dan berkembang, ya harus mengembangkan teologia. Artinya, hakikat bergereja adalah berteologia. Apa maksudnya? Berteologia tidak mesti dipahami dalam kerangka Ilmiah Akademik, seperti dilakukan di kampus atau sekolah teologia. Tidak. Berteologla di Sini adalah bagaimana gereja mengembangkan pemikiran berdasarkan Alkitab untuk menjawab persoalan yang muncul, baik di dalam gereja, atau berkaitan hubungan gereja dengan masyarakatnya. Jadi, berteologia di sini adalah memberikan jawaban atas persoalan yang dihadapi oleh gereja (atau warga gereja).
Dengan kata lain, gereja tidak boleh menyandarkan diri hanya pada Tata gereja atau PPA 'baik ketika menghadapi persoalan. Keduanya, Tata gereja dan PPA penting. Tetapi, itu tidak boleh mematikan kreativitas pemikiran para warga gereja. Atau, boleh dikatakan tata gereja dan/atau PPAG hanya batu pijakan untuk mengembangkan pemikiran kreatif supaya gereja bisa berteologia secara cerdas.
Itulah artinya memahami PPAG sebagai pijakan mengembangkan proses berteologia. Sebab, ketika gereja berpikir PPAG dan tata gereja sudah cukup, di situlah gereja akan berhenti. Kalau gereja berhenti, di situlah dialog tidak muncul, dan kalau itu tidak muncul' ya umur gereja tidak lama. Gereja menjadi mandeg. Begitu, gereja mandeg, keselamatan juga berhenti. Tentu, kita tidak mengharapkan hal itu.
Apa arti Keselamatan bagi orang Kristen
Titik tolak PPAG adalah keselamatan atau proses penyelamatan Allah atas hidup manusia (Bab III PPAG), termasuk gerejanya. Ibarat sebuah teori, maka keselamatan adalah paradigmanya. Segala sesuatu yang dlbahas dałam PPAG selalu didasarkan pada pengakuan atau pemikiran bahwa gereja (atau kita orang Kristen) sudah diselamatkan oleh Allah melalui Yesus Kristus, dengan harga yang mahal (darah atau pengorbanan diri Yesus).
Keselamatan itu berharga tetapi tidak mahal. Artinya, untuk memiliki keselamatan itu hanya dibutuhkan suatu pengakuan (iman) bahwa Yesus adalah jalan Allah memberi keselamatan kepada manusia atau Yesus adalah Tuhan. Meskipun, kelihatannya mudah, pengakuan Iman itu tidak bisa dipertahankan dengan asal-asalan saja. Itu harus dipertahankan secara berkelanjutan. Sebab, suatu saat —ketika manusia terlena keselamatan itu bisa hilang. Selain itu, keselamatan itu adalah anugerah. Artinya, bukan kita yang mengupay'akan, tetapi Allah sendiri yang berkehendak dan berkarya. Meski begitu, keselamatan itu berharga mahal —pada dirinya sendiri—walau oleh sebagian orang dianggap sebaliknya.
Keselamatan itu juga bersifat relasional. Artinya, keselamatan iłu bisa diperoleh melalui suatu "kontrak” atau relasi satu sama lain. ibarat orang yang terisolasi ke dalam jurang, maka keselamatan itu adalah sebuah "tangga”. Untuk memperoleh tangga Itu, mesti terjadi kesepakatan antara Allah dan manusıa. Kesepakatan itu mewujud dalam Iman dalam diri manusıa. Melalui Iman ıtulah manusia memperoleh anugerah. Kesepakatan itü dalam diri Allah mewujud dalam kasih dan anugerahNya adalah keselamatan.
Jadi, selama tidak ada relasi, tidak akan ada keselamatan. Jadi, bagi orang Knsten keselamatan adalâh jalan penghubung, supaya relasi kita dengan Allah tidak mudah putus. Itulah sebabnya bagi kıta keselamatan itü penting. Sebab, melalui itü kıta mempunyai relasi yang memberikan kıta kesempatân untuk berjumpa dengan Allah melalui berbagaı cara.
Supaya relasi itü tetap terjaga, kita sebagai indıvidu atau gereja mempunyai "kewajiban", itü bukan untuk memperoleh tangga, tetapi untuk menjaga tangga itü tetap membentang di antara kita dengan Allah. Kewajiban itü mesti mewujud dalam relasi kita dengan sesama —termasuk lınğkungan, sebagai refleksi relasi kita dengan Allah. Gambaran relasi dalam keluarga memudahkan kita memahami relasi kita dengan Allah. Dengan memakai metafora keluarga (Allah sebagaı Bapa, dan kita anak), penulis Kitab Suci dan Injil memudahkan kita memahami bahwa keselamatan bersıfat relasional. Mudahnya, relasi kita dengan sesama adalah refleksi atau tanggung jawab iman kita kepada Allah. Setelah kita mengaku iman kepada Allah maka kita harus bertanggung jawab thp pengakuan keimanan tsb.
Perwujudan Keselamatan
Gereja yang dimaknai sebagai persekutuan atau kehidupan bersama religius yang merupakan buah pekerjaan Allah dan jawab manusia terhadap penyelamatan Allah merupakan lembaga di mana keselamatan itu dipelihara. Artinya, di dalam dan melalui gereja pertama-tama keselamatan diwujud nyatakan
Namun, sebagai badan atau organisasi yang hidup di dunia, gereja selalu mempunyai relasi dengan sesamanya di luar gereja. Relasi dl dalam gereja adalah untuk memelihara keselamatan yang sudah dianugerahkan. Hal ini dinyatakan melalui kegiatan yang bersifat membina, memelihara, mengekalkan keselamatan. Bentuk-bentuk kegiatan itu, antara lain, Ibadah, doa dan sakramen. Sementara, relasi keluar gereja sebagaj bentuk kesaksian yang mencerminkan relasi Di dalam gereja. Intinya, Keselamatan yang dipelihara harus djnyatakan keluar, supaya semakin banyak orang memperoleh k'eselamatan yang sama, seperti yang terjadi di dalam gereja
Pada bidang apakah keselamatan yang dipelihara itu dinyatakan dan diwujudkan keluar ke masyarakat? Mestinya, ke semua wilayah kehidupan. Mestinya, tidak ada bidang yang harus dihindari Oleh gereja ketika menyatakan k'eselamatan sebagai anugerah kepada dunia ini, Di sinilah PPAG dari GKJ mempunyai perbedaan dengan ajaran di gerera lain. Sebab, bagi GKJ tidak ada wilayah yang mesti dihindari sebagai medan kesaksian atau penjabaran keselamatan,
Bidang lingkungan, kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi, politik dan kekuasaan, dan agama-agama lain menjadi wilayah yang gereja mesti masuk dan memberikan kesaksiannya termasuk sekularisme. Alat untuk melakukan relasi dengan dan di dalam wilayah itu adalah etika.
Dengan kata lain, etika menjadi "medan" di mana gereja yang mewakili wilayah "religius" mesti berjumpa dengan Wilayah "sekular". Etika merupakan bidang di mana gereja harus Berteologi, Etika tidak berbicara tentang dosa atau tidak, tetapi bicara tentang hal baik dan buruk, tentang Sikap dan keputusan gereja terhadap yang muncul di masing-masing bidang itu.
Pada bidang ini, kemungkinan besar, antara satu gereja dengan gereja lain bisa berbeda pendapat. Hal itu tergantung kepada perspektif, pengalaman, pengetahuan dan kecakapan merumuskan persoalan dan memberi tanggapan terhadap persoalan yang muncul. Misalnya, perkawinan beda agama Mengapa gereja A bisa menerima, sementara gereja B tidak atau belum bisa menerima, Perjamuan Kudus Anak demikian hal nya. Itulah sebabnya mengapa PPAG ini hanya menjadi panduan bagi gereja (dan warganya, termasuk majelis gereja) untuk mengembangkan pemikiran yang kritis berkaitan dengan masalah yang dihadapinya. Inilah etika, inilah ladang warga gereja berteologia.
Mengapa keselamatan perlu dipertahankan? Karena hal itu berharga dan kemungkinan bisa hilang di tengah perjalanan. Maka, jawaban yang diberikan cukup beragam. Salah satu yang penting adalah terbuka untuk menerima penggembalaan yang dilakukan oleh gereja.
Bagaimana bisa membuat penggembalaan yang benar, kalau gereja mandeg berpikir. Bagaimana gereja bisa mengembangkan pemikiran yang bisa menjadi panduan penggembalaan kalau gereja berhenti mengikuti perkembangan jaman.
Penggembalaan adalah metafora bagi gereja untuk melakukan proses menata, memelihara atau memerintah warganya supaya mereka hidup dalam kebaikan. Kalau kita mengikuti cara berpikir Michel Foucault, dengan istilah governance —ini padanan istilah pastoral dalam gereja, maka yang menjadi tujuan akhir adalah kehidupan damai sejahtera —atau istilah Foucault: kepuasan. Damai sejahtera itulah yang menjadikan para domba berlimpah piala dan hidangan, memperoleh kemurahan dan kebajikan (Maz 23: 4-6).
Untuk sampai pada tahap itu, gereja tidak boleh berhenti bërteologi: terus mencari dan pemikiran yang memampukan gereja bisa menjawab tantangan jaman. Hanya dengan begitu, keselamatan itu akan senantiasa mengalami aktualisasi Sehingga mendorong warga gereja hidup semakin baik
Penutup
Dalam PPAG ini ketika berhadapan dengan masyarakat atau "dunia" di luar gereja ditekankan soal etika, yaitu etika sosial. Hal ini penting, sebab tanpa etika sosial, gereja akan ketinggalan untuk memberi tanggapan. Nah, dalam bidang ini, kebanyakan gereja tidak siap. Mereka memandang bahwa gereja itu hidup sesungguhnya tidak di dunia, tetapi di luar dunia.
Etika sosial ini penting untuk memperlihatkan bahwa gereja memang menjadi bagian dari dunia (Teologi Paulus tentang oikodomia, Roma 14 : 19). Sebab, kalau gereja menekankan berasal dari "luar dunia" dan tidak perlu memperhatikan dunia (Teologi Petrus tentang parokia, I Pet 2: 11-12) maka, etika sosial tidak perlu, yang diperlukan adalah etika eskatologis.
Namun, yang sedikit luput atau waktu itu belum menjadi perhatian adalah bidang ekonomi. Dalam PPAG kita, soal ekonomi, kesejahteraan yang bersifat materialis belum banyak dibahas. Walau sedikit dlbahas melalui persembahan, tetapi toh masih dibahasakan melalui bahasa yang bercorak spiritualitas. Padahal, dalam keseharian gereja, ekonomi menjadi salah satu aspek penting. Maka, bidang ini perlu memperoleh tekanan. Inilah kesempatan bagi kita mengembangkan pemikiran teologis tentang persembahan dan ekonomi (jemaat).
Untuk membangun etika sosial, salah satu aspek penting adalah gambaran kita tentang Yesus (Kristologi). Kita semua paham bahwa Kristus adalah pusat dari gerakan atau kegiatan gereja. Sebab, pusat keselamatan adalah Kristus. Namun, gambar Kristus seperti apakah yang hendak kita kenalkan, itu pertanyaan yang perlu juga dikembangkan. Berdasarkan gambar Kristus inilah kita bisa mengembangkan etika sosial gereja.
Untuk mengembangkan gambaran Kristus, sikap terhadap kebudayaan menjadi penting. Sebab, semakin kita bisa menempatkan kebudayaan secara kritis, kitapun bisa memberikan gambaran Kristus dari perspektif budaya secara kritis juga
Apakah ada pendekatan lain selain pendekatan keselamatan (soteriologi)? Ada, dan PPAG ini memberi tekanan yang cukup luas: pendekatan relasional. Melalui pendekatan keselamatan kita memahami Trinitas sebagai "agen" keselamatan. Peristiwa Penyelamatan Israel (Bapa), Peristiwa Kristus (Putra), dan Peristiwa Roh Kudus. Apa Trinitas dalam perspektif relasional?
Terakhir berkaitan dengan penggembalaan. Mungkin baik yang dikembangkan bukan hanya soal disiplin (menekankan pamerdi atau siasat gereja) tetapi mengembangkan partisipasi. Dengan begitu, semakin partisipatif, semakin warga memahami tanggung jawabnya, sehingga kita tidak sekadar bicara pelanggaran aturan. Lalu, bisa memahami hukum, sehingga menjadi sadar hukum dan sadar (ber)teologi. Gereja tidak lagi menjadi "penjaga" moral tetapi penyebar kesadaran atau moralitas, sehingga dengan sendirinya moralitas menggerakan warga bertindak secara sadar.
(06062017)(T)