SUDUT PANDANG MARKUS 6:1-13, Yesus 𝗮𝗻𝗮𝗸 𝘁𝘂𝗸𝗮𝗻𝗴 𝗸𝗮𝘆𝘂, tertolak
Pada mulanya Injil Markus dipandang sebelah mata karena dianggap sebagai ringkasan Injil Matius. Itu barangkali penempatannya sesudah Injil Matius. Berabad-abad kemudian baru terungkap bahwa Injil Markus merupakan narasi terpanjang pertama atau tertua mengenai Yesus Kristus. Injil Markus juga dinilai lebih kronologis, sarat drama menegangkan dari awal hingga akhir Injil.
Hari ini adalah Minggu ketujuh setelah Pentakosta. Bacaan Injil Markus 6:1-13
Paruh pertama Injil Markus dapat dikelompokkan menjadi tiga tahap pelayanan Yesus sesudah 11 ayat pendahuluan:
▶ Markus 1:12 – 3: 6 Tahap kesatu
▶ Markus 3:7 – 6:6a Tahap kedua
▶ Markus 6:6b – 8:26 Tahap ketiga
Bacaan Injil Minggu ini mencakup dua perikop:
▶ Perikop kesatu 𝘠𝘦𝘴𝘶𝘴 𝘥𝘪𝘵𝘰𝘭𝘢𝘬 𝘥𝘪 𝘕𝘢𝘻𝘢𝘳𝘦𝘵 (Mrk. 6:1-6a)
▶ Perikop kedua 𝘠𝘦𝘴𝘶𝘴 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘶𝘵𝘶𝘴 𝘬𝘦𝘥𝘶𝘢 𝘣𝘦𝘭𝘢𝘴 𝘳𝘢𝘴𝘶𝘭 (Mrk. 6:6b-13)
Perikop kesatu merupakan bagian terakhir tahap kedua, yang tampaknya Markus hendak mengontraskan empat kisah sebelumnya mengenai iman dan mukjizat. Perikop kedua merupakan bagian awal tahap ketiga. RCL menyatukan kedua perikop ini untuk bacaan Injil Minggu ini sehingga pengkhotbah harus cermat dalam melihat konteks bacaan dan cara menyatukannya. Bacaan akan diurai menjadi enam bagian:
🛑 Yesus anak tukang kayu (ay. 1-3)
🛑 Tanpa iman tidak ada mukjizat (ay. 4-6a)
🛑 Yesus mengutus kedua belas murid (ay. 6b-7a)
🛑 Yesus berpesan (ay. 7b-11)
🛑 Para murid berkarya (ay. 12-13)
𝗬𝗲𝘀𝘂𝘀 𝗮𝗻𝗮𝗸 𝘁𝘂𝗸𝗮𝗻𝗴 𝗸𝗮𝘆𝘂 (ay. 1-3)
Bacaan dibuka dengan penjelasan narator bahwa Yesus berangkat dari situ dan tiba di tempat asal-Nya, sedang murid-murid-Nya mengikuti Dia (ay. 1). Keterangan tempat 𝘥𝘢𝘳𝘪 𝘴𝘪𝘵𝘶 tampaknya merujuk rumah Yairus yang anak perempuannya dibangkitkan oleh Yesus. Tidak disebut nama 𝘵𝘦𝘮𝘱𝘢𝘵 𝘢𝘴𝘢𝘭 Yesus di sini, tetapi kita dapat menyebut Nazaret dengan merujuk teks sebelumnya (lih. Mrk. 1:9, 24).
Di tempat asal-Nya pada hari Sabat Yesus mula mengajar di sinagoge. Pada ayat 2-3 ini tidak dijelaskan pengajaran yang disampaikan Yesus. Di sini digambarkan reaksi para pendengar yang takjub, tetapi kemudian meragukan Yesus dengan melihat latar belakang-Nya. Kata mereka, “𝘋𝘢𝘳𝘪 𝘮𝘢𝘯𝘢 𝘥𝘪𝘱𝘦𝘳𝘰𝘭𝘦𝘩-𝘕𝘺𝘢 𝘩𝘢𝘭-𝘩𝘢𝘭 𝘪𝘵𝘶? 𝘏𝘪𝘬𝘮𝘢𝘵 𝘢𝘱𝘢𝘬𝘢𝘩 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘥𝘪𝘣𝘦𝘳𝘪𝘬𝘢𝘯 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢-𝘕𝘺𝘢? 𝘉𝘢𝘨𝘢𝘪𝘮𝘢𝘯𝘢𝘬𝘢𝘩 𝘮𝘶𝘬𝘫𝘪𝘻𝘢𝘵-𝘮𝘶𝘬𝘫𝘪𝘻𝘢𝘵 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘥𝘦𝘮𝘪𝘬𝘪𝘢𝘯 𝘥𝘢𝘱𝘢𝘵 𝘥𝘪𝘢𝘥𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘰𝘭𝘦𝘩 𝘵𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯-𝘕𝘺𝘢? 𝘉𝘶𝘬𝘢𝘯𝘬𝘢𝘩 𝘐𝘢 𝘪𝘯𝘪 𝘢𝘯𝘢𝘬 𝘵𝘶𝘬𝘢𝘯𝘨 𝘬𝘢𝘺𝘶, 𝘢𝘯𝘢𝘬 𝘔𝘢𝘳𝘪𝘢, 𝘴𝘢𝘶𝘥𝘢𝘳𝘢 𝘠𝘢𝘬𝘰𝘣𝘶𝘴, 𝘠𝘰𝘴𝘦𝘴, 𝘠𝘶𝘥𝘢𝘴, 𝘥𝘢𝘯 𝘚𝘪𝘮𝘰𝘯? 𝘉𝘶𝘬𝘢𝘯𝘬𝘢𝘩 𝘴𝘢𝘶𝘥𝘢𝘳𝘢-𝘴𝘢𝘶𝘥𝘢𝘳𝘢-𝘕𝘺𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘱𝘦𝘳𝘦𝘮𝘱𝘶𝘢𝘯 𝘢𝘥𝘢 𝘥𝘪 𝘴𝘪𝘯𝘪 𝘣𝘦𝘳𝘴𝘢𝘮𝘢 𝘬𝘪𝘵𝘢?” Lalu mereka menolak Dia (ay. 2-3).
Dalam Markus 3:20-35 Yesus dituduh kerasukan roh jahat oleh ahli-ahli Taurat dan disebut sudah tidak waras lagi oleh keluarga-Nya. Mungkin saja penduduk Nazaret sudah mendengar isu tersebut. Apalagi Yesus bukanlah dari keluarga kaya. Anak tukang kayu. Mengapa tidak disebut anak Yusuf, tetapi anak Maria? Tampaknya ungkapan 𝘢𝘯𝘢𝘬 𝘔𝘢𝘳𝘪𝘢 untuk penghinaan. Dalam tradisi Yahudi tidak biasa memanggil sesamanya sebagai anak seorang ibu, meskipun ibunya sudah menjanda, kecuali untuk menghina (bdk. Hak. 11:1).
Dalam ayat 3 disebut nama-nama saudara laki-laki Yesus dan saudara-saudara perempuan Yesus (tanpa nama). Apakah mereka adalah saudara-saudara Yesus seibu? Apabila melihat bahasa aslinya, 𝘢𝘥𝘦𝘭𝘱𝘩𝘰𝘴 (saudara laki-laki) dan 𝘢𝘥𝘦𝘭𝘱𝘩𝘢𝘪 (saudara perempuan) merujuk saudara dari ibu yang sama. Pendapat ini diterima oleh sejumlah penulis Kristen pada awal, meskipun bertentangan dengan tradisi umum Gereja mengenai doktrin keperawanan Maria sesudah melahirkan Yesus. Dicarilah pemecahannya, antara lain, dengan menyatakan bahwa saudara-saudara Yesus itu berasal dari perkawinan pertama Yusuf, meskipun pemecahan ini sama sekali tidak didukung dengan data apa pun.
Ketakjuban penduduk Nazaret secara kejap berbalik menolak Yesus.
𝗧𝗮𝗻𝗽𝗮 𝗶𝗺𝗮𝗻 𝘁𝗶𝗱𝗮𝗸 𝗮𝗱𝗮 𝗺𝘂𝗸𝗷𝗶𝘇𝗮𝘁 (ay. 4-6a)
Atas penolakan itu Yesus berkata kepada mereka, “𝘚𝘦𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘯𝘢𝘣𝘪 𝘥𝘪𝘩𝘰𝘳𝘮𝘢𝘵𝘪 𝘥𝘪 𝘮𝘢𝘯𝘢-𝘮𝘢𝘯𝘢, 𝘬𝘦𝘤𝘶𝘢𝘭𝘪 𝘥𝘪 𝘵𝘦𝘮𝘱𝘢𝘵 𝘢𝘴𝘢𝘭𝘯𝘺𝘢 𝘴𝘦𝘯𝘥𝘪𝘳𝘪, 𝘥𝘪 𝘢𝘯𝘵𝘢𝘳𝘢 𝘬𝘢𝘶𝘮 𝘬𝘦𝘭𝘶𝘢𝘳𝘨𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘥𝘢𝘯 𝘥𝘪 𝘳𝘶𝘮𝘢𝘩𝘯𝘺𝘢.” (ay. 4). Yesus mengambil pandangan umum mengenai utusan-utusan Allah yang ditolak justru oleh pihak atau orang yang secara jasmaniah paling dekat. Ayat 4 ini menegaskan ketegangan hubungan Yesus dan keluarga-Nya dalam Markus 3:20-35. Predikat nabi dilekatkan kepada Yesus karena pandangan umum, termasuk Raja Herodes, mengenal Yesus sebagai seorang nabi (lih. Mrk. 6:14-15 dan 8:28).
Atas penolakan itu Yesus tidak dapat mengadakan satu mukjizat pun di sana, kecuali menyembuhkan beberapa orang sakit dengan meletakkan tangan-Nya di atas mereka. Yesus merasa heran, karena penduduk Nazaret tidak percaya. (ay. 5-6a). Kerajaan Allah yang diungkapkan dalam cerita-cerita perumpamaan (Mrk. 4:1-41) sudah mula hadir dalam diri dan karya Yesus. Dalam pada itu Kerajaan Allah menuntut iman yang aktif seperti yang digambarkan oleh Markus dalam kumpulan cerita mukjizat (Mrk. 4:35 – 5:43). Nasabahnya dengan ayat 4-6a ini Markus hendak menyampaikan kepada jemaatnya bahwa tanpa iman tidak ada mukjizat. Yesus bukan tidak mampu membuat mukjizat di Nazaret, tetapi mereka tidak percaya kepada Yesus, bahkan menolak kehadiran Yesus, menolak Kerajaan Allah.
𝗬𝗲𝘀𝘂𝘀 𝗺𝗲𝗻𝗴𝘂𝘁𝘂𝘀 𝗸𝗲𝗱𝘂𝗮 𝗯𝗲𝗹𝗮𝘀 𝗺𝘂𝗿𝗶𝗱 (ay. 6b-7)
Lalu Yesus berjalan keliling dari desa ke desa sambil mengajar (ay. 6b). Ayat 6b ini cukup sulit ditafsir dengan mengingat kitab Injil aslinya ditulis tanpa nomor ayat. Jika ayat ini dihubungkan langsung dengan kisah sebelumnya, maka dapat dimaknai sesudah ditolak di Nazaret Yesus mengalihkan perhatian kepada masyarakat yang tinggal di desa-desa. Apabila dinasabahkan langsung dengan cerita selanjutnya, maka untuk melayani banyak desa itu Yesus perlu mengutus para murid-Nya.
Yesus memanggil kedua belas murid itu dan mengutus mereka berdua-dua serta memberi mereka kuasa atas roh-roh jahat (ay. 7). Dengan pengutusan ini sepatutnya Gereja semakin sadar akan panggilannya di bumi ini. Gereja tidak boleh menjadi eksklusif, hanya untuk kelompok kaya saja, misalnya. Dalam teks Markus ini tidak disebutkan secara eksplisit nama-nama daerah yang menjadi tujuan misi. Tampaknya Markus menyiapkan pembaca kitab Injilnya untuk misi universal.
Yesus mengutus mereka berdua-dua. Dalam Injil Matius disebut nama-nama pasangan, misal Filipus berpasangan dengan Bartolomeus, tetapi Markus tidak merinci nama pasangan. Tampaknya ini merupakan tradisi Yahudi merujuk kitab Ulangan 17:6 dan Bilangan 35:50 yang berbicara mengenai kepentingan sedikitnya dua orang saksi dalam memutus perkara. Tradisi ini diteruskan oleh Gereja. Jika berdua, bertiga, atau lebih, pekerjaan menjadi lebih ringan. Keberhasilan pekerjaan Gereja tidak membuat satu orang sombong, karena itu hasil kerjasama.
Dalam tradisi Yahudi orang yang diutus diperlakukan sama dengan si pengutus. Untuk itulah Yesus “membekali” para murid dengan kuasa (𝘦𝘹𝘰𝘶𝘴𝘪𝘢𝘯) atas roh-roh jahat. Pada teks sebelumnya para pendengar menilai Yesus mengajar sebagai orang yang berkuasa (𝘦𝘹𝘰𝘶𝘴𝘪𝘢𝘯), tidak seperti ahli-ahli Taurat dan Ia berkuasa (𝘦𝘹𝘰𝘶𝘴𝘪𝘢𝘯) mengusir roh jahat (Mrk. 1:21-28).
𝗬𝗲𝘀𝘂𝘀 𝗯𝗲𝗿𝗽𝗲𝘀𝗮𝗻 (ay. 8-11)
Yesus kemudian beramanat kepada para murid dalam bermisi untuk tidak membawa apa pun (roti, kantong perbekalan, uang), kecuali tongkat. Para murid dibolehkan menggunakan kasut atau alas kaki, tetapi dilarang memakai dua baju. (ay. 8-9)
Cendikiawan Romawi, Flavius Yosefus, menyebut bahwa hampir di semua kota Yahudi ada petugas sosial yang menyediakan makanan dan pakaian bagi para musafir yang membutuhkan pertolongan. Namun, tampaknya Markus bukan sedang menunjukkan hal itu sebagai alasan amanat di atas. Pesan Yesus lebih terpaut dengan amanat Yahweh kepada Musa dan Harun menjelang keluar dari Mesir membawa orang-orang Ibrani (Kel. 12:11). Pelarangan memakai (𝘦𝘯𝘥𝘺𝘴e𝘴𝘵𝘩𝘦) dua baju maksudnya mereka tidak boleh mengenakan baju-dalam halus di bawah jubah seperti orang kaya. Bandingkan dengan banyak pendeta masa kini yang mengenakan aksesoris mewah. Dalam Lukas 9:3 pelarangan lebih radikal, para murid dilarang memiliki (𝘦𝘤𝘩𝘦𝘪𝘯) dua baju.
Kata Yesus lagi, “𝘒𝘢𝘭𝘢𝘶 𝘥𝘪 𝘴𝘶𝘢𝘵𝘶 𝘵𝘦𝘮𝘱𝘢𝘵 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘮𝘢𝘴𝘶𝘬 𝘬𝘦 𝘥𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘴𝘶𝘢𝘵𝘶 𝘳𝘶𝘮𝘢𝘩, 𝘵𝘪𝘯𝘨𝘨𝘢𝘭𝘭𝘢𝘩 𝘥𝘪 𝘴𝘪𝘵𝘶 𝘴𝘢𝘮𝘱𝘢𝘪 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘣𝘦𝘳𝘢𝘯𝘨𝘬𝘢𝘵 𝘥𝘢𝘳𝘪 𝘴𝘪𝘵𝘶.” (ay. 10) Maksudnya janganlah mereka berpindah-pindah ke rumah tumpangan yang lebih menyenangkan. Orang atau keluarga pertama yang menerima mereka itulah menjadi pangkalan misi di desa itu, karena merekalah yang pertama bersedia menerima pewartaan Injil.
Sebaliknya Yesus berpesan kepada mereka, “𝘑𝘪𝘬𝘢 𝘢𝘥𝘢 𝘴𝘢𝘵𝘶 𝘵𝘦𝘮𝘱𝘢𝘵 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘮𝘦𝘯𝘦𝘳𝘪𝘮𝘢 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘥𝘢𝘯 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘮𝘦𝘯𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘳𝘬𝘢𝘯 𝘬𝘢𝘮𝘶, 𝘬𝘦𝘭𝘶𝘢𝘳𝘭𝘢𝘩 𝘥𝘢𝘳𝘪 𝘴𝘪𝘵𝘶 𝘥𝘢𝘯 𝘬𝘦𝘣𝘢𝘴𝘬𝘢𝘯𝘭𝘢𝘩 𝘥𝘦𝘣𝘶 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘥𝘪 𝘵𝘦𝘭𝘢𝘱𝘢𝘬 𝘬𝘢𝘬𝘪𝘮𝘶 𝘴𝘦𝘣𝘢𝘨𝘢𝘪 𝘬𝘦𝘴𝘢𝘬𝘴𝘪𝘢𝘯 𝘵𝘦𝘳𝘩𝘢𝘥𝘢𝘱 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢.” (ay. 11) Sudah pasti ada yang menerima, ada yang menolak. Yesus sendiri baru saja ditolak di Nazaret. Di Injil Matius penolakan terhadap utusan Yesus berakibat penghukuman pada pengadilan terakhir, tetapi Markus lebih menekankan penolakan itu bernasabah dengan penderitaan yang akan dihadapi Yesus. Ia akan ditolak oleh pemimpin bangsa Yahudi (Mrk. 8:31) dan para pengikut-Nya harus berani menanggung risiko demi Yesus (Mrk. 8:34-38). Gerakan mengebaskan debu dari kaki lalu pergi ke tempat lain tanpa bicara apa pun sudah menjadi kebiasaan bangsa Yahudi. Pengebasan debu itu semacam ritual pelepasan dari polusi yang melekat pada tubuh mereka di tempat orang kafir. Orang lain yang kebetulan menyaksikan adegan itu sudah mengerti maknanya.
𝗣𝗮𝗿𝗮 𝗺𝘂𝗿𝗶𝗱 𝗯𝗲𝗿𝗸𝗮𝗿𝘆𝗮 (ay. 12-13)
Pergilah kedua belas murid Yesus memberitakan bahwa orang harus bertobat. Mereka mengusir banyak setan dan mengoles banyak orang sakit dengan minyak dan menyembuhkan mereka. (ay. 12-13)
Pada awal Injil Markus disebut bahwa misi Yesus adalah memberitakan Injil Kerajaan Allah. Bentuk pewartaan Yesus bukan saja lewat ajakan bertobat, tetapi juga secara simultan pelayanan, yaitu pengajaran, mengusir roh jahat, meringankan penderitaan orang sakit, membebaskan orang dari belenggu kejahatan, dlsb. Rekrutmen para murid yang dilakukan oleh Yesus juga ditujukan untuk misi pemberitaan Injil (lih. Mrk. 3:14). Misi untuk para murid diwujudkan. Hal-hal yang dilakukan oleh para murid pada ayat 12-13 di atas adalah cerminan pelayanan Yesus. Kehadiran Kerajaan Allah diperlihatkan oleh para murid lewat tanda-tanda pelayanan nyata mereka. Apakah Gereja masa kini masih memaknai misi Yesus seperti itu?
(07072024)(T)