Cukup banyak orang Kristen menjadikan Injil Yohanes sebagai Injil favorit. Barangkali ada ucapan Yesus di Yohanes 14:6 yang kemudian menjadi ayat eksklusif. Saya sendiri memandang Injil Yohanes paling sulit ditafsir di antara empat kitab Injil. Selain narasinya berbeda dari Injil sinoptik, Injil ditulis oleh banyak orang sehingga didapati ketidakpanggahan (𝘪𝘯𝘤𝘰𝘯𝘴𝘪𝘴𝘵𝘦𝘯𝘤𝘺) karena narasinya tambal-sulam.
Hari ini adalah Minggu keempat belas setelah Pentakosta. Bacaan Injil Yohanes 6:56-69 yang didahului dengan 1Raja-raja 8:(1,6,10-11), 22-30, 41-43, Mazmur 84, dan Efesus 6:10-20.
Bacaan Minggu ini merupakan konklusi perikop panjang tentang 𝘙𝘰𝘵𝘪 𝘒𝘦𝘩𝘪𝘥𝘶𝘱𝘢𝘯 pada pasal 6. RCL menyarankan membaca dari ayat 56. Namun, ayat 56-59 sudah dibahas dalam Sudut 𝘗𝘢𝘯𝘥𝘢𝘯𝘨 edisi Minggu lalu sehingga dalam edisi sekarang hanya disarikan.
Ayat 56-59 (dari ayat 51) diduga tambahan dari petulis Injil berikutnya untuk menepis 𝘩𝘰𝘢𝘹 kanibalisme yang dilontarkan oleh orang-orang Yahudi. Juga untuk pastoral di lingkungan Jemaat Yohanes yang dipengaruhi oleh doketisme. Di ayat 59 narator menjelaskan bahwa percakapan panjang tentang 𝘙𝘰𝘵𝘪 𝘒𝘦𝘩𝘪𝘥𝘶𝘱𝘢𝘯 berlangsung di sinagoge, Kapernaum. Ayat 60-69 tampak lebih bersambungan dengan percakapan mengenai tema-tema percaya, anugerah, dan roti kehidupan di ayat 26-50.
𝗧𝗲𝗻𝘁𝗮𝗻𝗴 𝙢𝙚𝙧𝙚𝙠𝙖
Dalam pasal 6 kata ganti 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 merujuk orang-orang yang berbeda: murid-murid, orang-orang Yahudi, dan dua belas murid. Dibutuhkan ketelitian untuk mencandranya.
▶ 𝘔𝘶𝘳𝘪𝘥-𝘮𝘶𝘳𝘪𝘥 𝘠𝘦𝘴𝘶𝘴 merujuk orang banyak yang mencari Yesus ke Kapernaum sesudah peristiwa penggandaan roti dan mendesak Yesus untuk menjadi raja mereka. Dapat juga disebut para pengikut Yesus. Mereka adalah orang Yahudi, tetapi dibedakan orang-orang Yahudi yang menjadi murid-murid Yesus dan bukan murid Yesus.
▶ 𝘖𝘳𝘢𝘯𝘨-𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘠𝘢𝘩𝘶𝘥𝘪 merujuk para pendengar yang bergabung dengan para pengikut Yesus dalam percakapan mengenai “Roti Kehidupan”.
▶ 𝘋𝘶𝘢 𝘣𝘦𝘭𝘢𝘴 𝘮𝘶𝘳𝘪𝘥 merujuk dua belas rasul.
𝗦𝗶𝗸𝗮𝗽 𝗺𝘂𝗿𝗶𝗱-𝗺𝘂𝗿𝗶𝗱 (ay. 60-66)
Sesudah mendengar semuanya itu banyak dari murid-murid Yesus yang berkata, “𝘚𝘪𝘢𝘱𝘢𝘬𝘢𝘩 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘴𝘢𝘯𝘨𝘨𝘶𝘱 𝘮𝘦𝘯𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘳𝘬𝘢𝘯-𝘕𝘺𝘢?” (ay. 60)
Perkataan manakah yang tidak sanggup didengar oleh murid-murid di atas? Jika kita membaca teks, reaksi murid-murid di ayat 60 sepertinya adalah tanggapan langsung perkataan Yesus 𝘮𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘥𝘢𝘨𝘪𝘯𝘨-𝘒𝘶 𝘥𝘢𝘯 𝘮𝘪𝘯𝘶𝘮 𝘥𝘢𝘳𝘢𝘩-𝘒𝘶 di antara ayat 51-58. Perkataan itu juga membuat orang-orang Yahudi merasa jijik (lih. ay. 52). Apabila perkataan itu yang dimaksud, maka akan terasa janggal, karena di ayat 63 Yesus mengatakan bahwa 𝘥𝘢𝘨𝘪𝘯𝘨 𝘴𝘢𝘮𝘢 𝘴𝘦𝘬𝘢𝘭𝘪 𝘵𝘢𝘬 𝘣𝘦𝘳𝘨𝘶𝘯𝘢. Reaksi murid-murid itu akan bersambung dengan percakapan mengenai tema-tema percaya, anugerah, dan roti kehidupan di ayat 26-50. Sungut-sungut murid-murid ini tampaknya juga mencerminkan situasi di dalam Jemaat Yohanes. Sejumlah warga Jemaat Yohanes sulit menerima bahkan menolak ajaran tentang Yesus. Dalam 𝘛𝘪𝘵𝘪𝘬 𝘗𝘢𝘯𝘥𝘢𝘯𝘨 edisi Minggu lalu sudah dibahas mengenai doketisme yang menggerogoti Jemaat Yohanes.
Di ayat 48-50 Yesus berkata, “𝘈𝘬𝘶𝘭𝘢𝘩 𝘳𝘰𝘵𝘪 𝘬𝘦𝘩𝘪𝘥𝘶𝘱𝘢𝘯. 𝘕𝘦𝘯𝘦𝘬 𝘮𝘰𝘺𝘢𝘯𝘨𝘮𝘶 𝘮𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘢𝘯𝘯𝘢 𝘥𝘪 𝘱𝘢𝘥𝘢𝘯𝘨 𝘨𝘶𝘳𝘶𝘯 𝘥𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘮𝘢𝘵𝘪. 𝘐𝘯𝘪𝘭𝘢𝘩 𝘳𝘰𝘵𝘪 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘶𝘳𝘶𝘯 𝘥𝘢𝘳𝘪 𝘴𝘶𝘳𝘨𝘢: 𝘚𝘪𝘢𝘱𝘢 𝘴𝘢𝘫𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘮𝘢𝘬𝘢𝘯𝘯𝘺𝘢, 𝘪𝘢 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘢𝘵𝘪.” Kesatu, ungkapan 𝘯𝘦𝘯𝘦𝘬 𝘮𝘰𝘺𝘢𝘯𝘨𝘮𝘶 untuk menegaskan perbedaan nenek moyang orang-orang Yahudi dengan nenek moyang Jemaat Yohanes. Itu berarti 𝘬𝘢𝘭𝘪𝘢𝘯 dan 𝘬𝘢𝘮𝘪 berbeda. Nenek moyang 𝘬𝘢𝘭𝘪𝘢𝘯 mati. Kedua, Yesus menyatakan bahwa Ia roti kehidupan dan orang yang memakannya tidak akan mati. Jadi, dapat dipahami bahwa murid-murid Yesus (di ayat 60) tidak sanggup mendengar ucapan Yesus itu.
Melihat murid-murid itu bersungut-sungut, Yesus bukannya menghibur malah menambah tantangan baru. Kata Yesus, “𝘈𝘱𝘢𝘬𝘢𝘩 𝘱𝘦𝘳𝘬𝘢𝘵𝘢𝘢𝘯-𝘒𝘶 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘨𝘶𝘯𝘤𝘢𝘯𝘨𝘬𝘢𝘯 𝘬𝘢𝘮𝘶? (ay. 61) 𝘉𝘢𝘨𝘢𝘪𝘮𝘢𝘯𝘢 𝘫𝘪𝘬𝘢 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘮𝘦𝘭𝘪𝘩𝘢𝘵 𝘈𝘯𝘢𝘬 𝘔𝘢𝘯𝘶𝘴𝘪𝘢 𝘯𝘢𝘪𝘬 𝘬𝘦 𝘵𝘦𝘮𝘱𝘢𝘵 𝘐𝘢 𝘴𝘦𝘣𝘦𝘭𝘶𝘮𝘯𝘺𝘢 𝘣𝘦𝘳𝘢𝘥𝘢? (ay. 62) 𝘙𝘰𝘩𝘭𝘢𝘩 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘦𝘳𝘪 𝘩𝘪𝘥𝘶𝘱, 𝘥𝘢𝘨𝘪𝘯𝘨 𝘴𝘢𝘮𝘢 𝘴𝘦𝘬𝘢𝘭𝘪 𝘵𝘢𝘬 𝘣𝘦𝘳𝘨𝘶𝘯𝘢. 𝘗𝘦𝘳𝘬𝘢𝘵𝘢𝘢𝘯-𝘱𝘦𝘳𝘬𝘢𝘵𝘢𝘢𝘯 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘒𝘶𝘬𝘢𝘵𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢𝘮𝘶 𝘢𝘥𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘳𝘰𝘩 𝘥𝘢𝘯 𝘩𝘪𝘥𝘶𝘱. (ay. 63)”
Ayat 62 merujuk penyaliban Yesus. Kata 𝘯𝘢𝘪𝘬 tak lain dan tak bukan ialah peninggian Yesus di tiang salib (lih. Yoh. 3:14; 12:34) dan lewat salib itu Yesus kembali kepada Bapa (lih. Yoh. 20:17). Injil Yohanes memandang salib sebagai simbol kemuliaan (bdk. Injil sinoptik memandang salib sebagai simbol kehinaan.). Penyaliban Yesus akan menjadi tanda yang membantu mereka percaya atau justru sebaliknya makin mengguncang iman mereka?
Ayat 63 seperti membuat dikotomi roh dan daging. Di sini justru menunjukkan satu ujud. Daging saja tak berguna, harus kesatuan daging dengan roh karena roh yang memberi hidup. Daging di sini juga bukan merujuk tubuh Yesus dalam ekaristi. Seperti yang sudah saya sebut di atas reaksi bersungut-sungut murid-murid Yesus di ayat 60 bukanlah tanggapan atau sikap terhadap teks di ayat 51-58. Perkataan-perkataan (𝘳𝘩e𝘮𝘢𝘵𝘢) di sini merujuk seluruh ajaran Yesus secara khusus ajaran tentang diri-Nya adalah roti kehidupan yang turun dari surga. Perkataan itu menjadi roh yang menghidupkan.
“𝘕𝘢𝘮𝘶𝘯,” kata Yesus, “𝘋𝘪 𝘢𝘯𝘵𝘢𝘳𝘢 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘢𝘥𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘱𝘦𝘳𝘤𝘢𝘺𝘢.” Narator kemudian menerangkan kepada pembaca bahwa Yesus mengetahui sejak semula orang yang akan menyerahkan Dia kepada para pemimpin Yahudi (ay. 64). Injil Yohanes memandang penyaliban Yesus bukanlah hukuman dari Pemerintah Roma. Memang Yesus sudah direncanakan Allah untuk ditinggikan (di tiang salib) dan Yesus menjalaninya dengan gagah dan tidak ragu-ragu. Sejak awal Injil Yohanes sudah disampaikan bahwa Yesus adalah Anak Domba Allah yang menghapus dosa dunia (lih. Yoh. 1:29). Sejak awal juga Yesus sudah tahu orang yang berkhianat kepada-Nya. Di ayat 69 nama pengkhianat itu dieksplisitkan. Dengan demiikian Jemaat Yohanes dikuatkan bahwa Yesus tidak berkurang kuasanya, Ia sudah mengetahui apa yang akan terjadi.
Yesus lalu berkata, “𝘚𝘦𝘣𝘢𝘣 𝘪𝘵𝘶 𝘵𝘦𝘭𝘢𝘩 𝘒𝘶𝘬𝘢𝘵𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢𝘮𝘶: 𝘛𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘢𝘥𝘢 𝘴𝘦𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘱𝘶𝘯 𝘥𝘢𝘱𝘢𝘵 𝘥𝘢𝘵𝘢𝘯𝘨 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢-𝘒𝘶, 𝘬𝘢𝘭𝘢𝘶 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘥𝘪𝘬𝘢𝘳𝘶𝘯𝘪𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘉𝘢𝘱𝘢 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢𝘯𝘺𝘢.” (ay. 65) Iman kepada Kristus hanya mungkin terjadi sejauh 𝘥𝘪𝘬𝘢𝘳𝘶𝘯𝘪𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘉𝘢𝘱𝘢. Orang diajar oleh Allah melalui para nabi dan Yesus, tetapi tidak mau mendengarkan-Nya. Gagasan yang sama ditemukan di ayat 37, 39, dan 44.
Di ayat 66 narator menyampaikan sejak saat itu banyak murid-Nya mengundurkan diri dan tidak lagi mengikuti Yesus. Reaksi para pengikut Yesus itu adalah keberatan keempat dan terakhir dalam keseluruhan pasal 6. 𝘛𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘭𝘢𝘨𝘪 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘪𝘬𝘶𝘵𝘪 𝘠𝘦𝘴𝘶𝘴 berarti akhir hubungan murid dan guru. Ayat ini juga mencerminkan situasi di Jemaat Yohanes yang terjadi pergolakan sehingga sebagian warga jemaat menyempal mengikuti guru-guru palsu.
𝗦𝗶𝗸𝗮𝗽 𝗱𝘂𝗮 𝗯𝗲𝗹𝗮𝘀 𝗺𝘂𝗿𝗶𝗱 (ay. 67-69)
Reaksi penolakan oleh banyak murid di atas (ay. 66) menjadi momentum bagi Yesus untuk menguji iman dua belas murid. Istilah dua belas murid (𝘵𝘰𝘪𝘴 𝘥o𝘥𝘦𝘬𝘢) untuk kali pertama muncul di Injil Yohanes. Kata Yesus kepada mereka, “𝘈𝘱𝘢𝘬𝘢𝘩 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘮𝘢𝘶 𝘱𝘦𝘳𝘨𝘪 𝘫𝘶𝘨𝘢?” (ay. 67) Pertanyaan ini sangat penting diajukan karena warga Jemaat Yohanes tidak pernah aman dari pengaruh pengajaran guru-guru palsu. Saban hari mereka terombang-ambing memilih antara percaya dan tidak percaya.
Jawab Simon Petrus kepada Yesus, “𝘛𝘶𝘩𝘢𝘯, 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘴𝘪𝘢𝘱𝘢𝘬𝘢𝘩 𝘬𝘢𝘮𝘪 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘱𝘦𝘳𝘨𝘪? 𝘌𝘯𝘨𝘬𝘢𝘶 𝘮𝘦𝘮𝘪𝘭𝘪𝘬𝘪 𝘱𝘦𝘳𝘬𝘢𝘵𝘢𝘢𝘯 𝘩𝘪𝘥𝘶𝘱 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘬𝘦𝘬𝘢𝘭. (ay. 68) 𝘒𝘢𝘮𝘪 𝘱𝘦𝘳𝘤𝘢𝘺𝘢 𝘥𝘢𝘯 𝘵𝘢𝘩𝘶 𝘣𝘢𝘩𝘸𝘢 𝘌𝘯𝘨𝘬𝘢𝘶𝘭𝘢𝘩 𝘠𝘢𝘯𝘨 𝘒𝘶𝘥𝘶𝘴 𝘥𝘢𝘳𝘪 𝘈𝘭𝘭𝘢𝘩. (ay. 69)”
Di sini Petrus mendukung ucapan Yesus di ayat 63b. Secara umum perkataan-perkataan itu adalah seluruh ajaran Yesus. Secara khusus perkataan itu merupakan sarana yang digunakan oleh manusia untuk mendapatkan hidup kekal. Petrus juga mengakui bahwa Yesus adalah Yang Kudus dari Allah, yang adalah satu-satunya sebutan di Injil Yohanes. Pakar biblika bersepakat bahwa petulis Injil Yohanes mengambil tradisi sinoptik 𝘗𝘦𝘯𝘨𝘢𝘬𝘶𝘢𝘯 𝘗𝘦𝘵𝘳𝘶𝘴 di Kaisaerea, Filipi (Mrk. 8:27-30; Mat. 16:13-23; Luk. 9:18-22). Namun, Yohanes mengubahnya menjadi 𝘠𝘢𝘯𝘨 𝘒𝘶𝘥𝘶𝘴 𝘥𝘢𝘳𝘪 𝘈𝘭𝘭𝘢𝘩 dan ini sejalan dengan Yesus menyebut Allah sebagai Bapa yang kudus (Yoh. 17:11) dan Roh disebut kudus (Yoh. 14:26; 20:22). Yohanes menggunakan aneka sebutan bergantung pada situasi yang dihadapi.
Di dua ayat penutup Yesus menyatakan bahwa kedua belas murid itu dipilih sendiri oleh Yesus dan seorang dari dua belas murid itu adalah iblis. Secara eksplisit disebut namanya, Yudas, anak Simon Iskariot. (ay. 70-71)
Penekanan penjelasan penutup itu untuk menggembala Jemaat Yohanes bahwa Yesus bukanlah korban kekerasan atau terdakwa, melainkan datang dari Bapa untuk ditinggikan. Tidak ada pergolakan atau pergumulan Yesus di Getsemani seperti di Injil sinoptik. Penyebutan iblis terhadap Yudas merupakan bagian perang ideologi melawan orang-orang Yahudi. Injil Yohanes menyebut mereka adalah keturunan iblis (lih. Yoh. 8:37-47).
(25082024)(TUS)