Kamis, 05 September 2024

MEMASUKAN BARANG KE PETI MATI, Serial Sudut Pandang




Sarkofagus Ahiram dari Biblos yang bertarikh 1000 SM, seputaran masa hidup Raja Saul, Raja Daud dan Raja Salomo.


MEMASUKAN BARANG KE PETI MATI, Serial Sudut Pandang
==========================
Bolehkah atau tidak?
- - - - - - - - - - - - - - - -

Ini adalah topik yang lagi ramai. Saya tidak mau membahas doktrin, jadi saya bahas menurut perspektif sejarah.

Jawabannya ada dua:

Boleh, jika dilakukan karena menghormati kehidupan mendiang.

Tidak boleh bila tujuannya sebagai bekal di kehidupan selanjutnya, atau karena takut karma, atau karena untuk membuat rohnya senang, dsb yang berhubungan dengan sinkretisme.

Untuk jawaban 'boleh', dalam catatan Alkitab pada Yehezkiel 32:27, disebutkan bahwa jenasah juga dikuburkan bersama dengan barang-barang yang identik dengannya, pada konteks ayat tersebut adalah jenasah para tentara yang dikuburkan bersama perlengkapannya seperti pedang dan perisai. Tujuan pemakaman seperti itu pada masa kuno di Israel adalah sebagai penghormatan pada hidup si mendiang, bukan karena takut atau memberhalakan jenasahnya. Artinya, dimasa kehidupan Nabi Yehezkiel, tradisi menguburkan jenasah para prajurit bersama dengan perlengkapan tempur mereka adalah hal yang sangat lumrah, bahkan, posisi barang-barang itu disebutkan: pedang masing-masing prajurit diletakkan dibawah kepala mereka dan perisai mereka diletakkan diatas jasad mereka. Ini adalah bentuk pemakaman yang dilakukan secara terhormat.

Semua itu berdasarkan pada kebiasaan dan budaya, yang dipersoalkan adalah apakah dibolehkan atau tidak menurut Alkitab. 

Dalam Alkitab, budaya pemakaman non-Israel tidak dilarang, contohnya pada jenasah Yakub dan Yusuf yang dibalsam dan diletakan pada peti. Itu bukan budaya Ibrani (pembalsaman adalah pengawetan jenasah, berbeda dengan sekedar merempah-rempahi mayat) melainkan budaya Mesir. Jenasah keduanya dicatat dibalsam, bahkan jenasah Yusuf diletakkan dalam peti itu, dan itu atas permintaan Yusuf untuk membalsam ayahnya, padahal kita tahu bahwa Yusuf merupakan tokoh yang taat pada Tuhan untuk hal sekecil apapun, dan tindakannya itu tidak dipermasalahkan dalam Alkitab. Perlu diketahui, tujuan pembalsaman atau pengawetan jaman Mesir Kuno adalah untuk memastikan kelangsungan kehidupan setelah kematian. Orang Mesir kuno percaya bahwa tubuh yang terawat dengan baik sangat penting bagi jiwa atau "ka" untuk mengenali tubuhnya dan kembali kepadanya setelah kematian. Mereka meyakini bahwa kehidupan setelah kematian merupakan kelanjutan dari kehidupan di bumi, dan agar seseorang bisa hidup di alam baka, tubuh mereka harus dipertahankan sebaik mungkin. Apakah Yusuf mengikuti alasan ini? Pada keyakinan saya tidak, melainkan dia hanya mengambil budayanya saja untuk menghormati ayahnya.

Selain itu, cara pemakaman yang lebih ekstrim menurut perspektif Alkitab juga dicatat yaitu kremasi yang dilakukan oleh warga Yabesh-Gilead pada jenasah Saul dan putra-putranya. Tindakan mereka malah dipuji oleh Daud (2 Samuel 2:5), yang menandakan tindakan mereka dianggap memenuhi kelayakan. Padahal ada beberapa ayat Alkitab yang menyatakan kremasi biasanya dilakukan pada jenasah penjahat alias kremasi adalah bentuk penghukuman. Jadi, catatan ini menunjukan bahwa pada jaman Saul dan Daud kremasi juga dilakukan pada jenasah dari berbagai latar-belakang karena alasan-alasan tertentu, dan hal itu bukanlah pemakaman yang hina.

Ada juga budaya pemakaman Israel yang muncul karena aturan hukum Musa, yaitu mengapuri kubur. Mengapuri kubur (Matius 23:27) dilakukan agar kubur itu terlihat sehingga mengurangi potensi tidak sengaja dijamah orang yang membuat orang menjadi najis sebab menyentuh kubur dianggap najis (Bilangan 19:16).

Sekarang, penjelasan tentang jawaban 'tidak boleh'. Sangat tidak boleh bila memasukan atau memperlakukan jenasah dengan tujuan persiapan di alam baka, takut pada karma, takut pada rohnya, dan hal-hal sinkretik lainnya. Inilah yang dilarang oleh gereja karena mengacu pada berbagai ayat Alkitab bahwa bila manusia telah mati maka keberdayaannya selesai dan hanya menunggu penghakiman akhir. 

Jadi, kalau tujuannya untuk menghormati mendiang, dalam hal ini adalah hidup dan ketokohannya bukan jenasahnya, maka budaya pemakaman lokal diperbolehkan, tetapi bila alasannya adalah sinkretik maka ini dilarang.

Permasalahannya, tidak semua orang yang berduka jujur mengutarakan alasan mereka, juga tidak semua hamba Tuhan memahami detail Kesejarahan Alkitab terkait budaya pemakaman, sehingga bisa menyebabkan pertikaian seperti yang baru-baru ini. 

Ada lagi sikap yang lebih ekstrim, 
"orang mati kan tidak tahu apa-apa lagi, jadi tidak usah buat ibadah pemakaman, tidak usah segala rupa acara. Kuburkan saja."

Ini sikap yang tidak Alkitabiah sebenarnya. Dalam Alkitab, menghormati mendiang dengan pemakaman yang layak justru dipuji. Pemakaman yang layak dalam Alkitab juga memiliki waktu meratap bahkan menyertakan para peratap profesional, bahkan yang berduka ada yang membuat elegi seperti Daud. Mendiang para raja Yehuda juga dihormati dengan penyalaan api unggun besar setelah pemakaman. Malahan, wilayah pekuburan tetap dihormati (bukan disembah) dan ditangisi ketika terbengkalai (Nehemia 2:3). Selain itu, menurut catatan Alkitab, pergi ke rumah duka lebih baik daripada ke rumah pesta (Pengkhotbah 7:2).

"Wasiat dan keinginan terakhirnya ngapain dipenuhi. Kan Alkitab tulis bahwa kalau mati maka sudah tidak ada hubungannya dengan yang hidup. Abaikan saja wasiatnya!"

Ini juga sama kelirunya.

Beberapa tokoh protagonis Alkitab juga menyampaikan kehendak tentang pemakamannya, seperti dikuburkan disamping istri atau nenek-moyangnya, bahkan agar dibawa untuk dikuburkan di wilayah yang diinginkannya. Memenuhi keinginan orang yang sudah meninggal (yang disampaikan saat dia masih hidup) tentang pemakamannya, dalam catatan Alkitab bukanlah tabu melainkan tindakan terpuji menurut catatan Alkitab. Permintaan Yakub dan Yusuf adalah contohnya. Selain keinginan tentang pemakaman, Alkitab juga memiliki catatan tentang eksistensi surat wasiat seorang yang sudah meninggal (Galatia 3:15, Ibrani 9:16) yang harus dipenuhi oleh yang masih hidup, tentunya bila tidak melanggar moral dan hukum. 

Ada juga pihak yang melarang orang menangis saat ada orang yang dikasihinya meninggal. Ini juga keliru sebab meratap diijinkan dalam Alkitab bahkan Nabi Yeremia pun meratapi kematian raja Yoahas padahal menurut Alkitab raja tersebut bukan raja yang saleh. 

Saran saya, masyarakat Kristen harus memahami mana bagian dari pemakaman yang diperbolehkan dan mana yang tidak, dan, bagi para pelayan Tuhan agar juga memahami catatan-catatan Alkitab menurut konteks kesejarahan tentang budaya pemakaman. 

Perlu diketahui, tabur bunga di kuburan bukanlah instruksi Alkitab melainkan produk budaya, tapi, para hamba Tuhan selalu melakukan tabur bunga diatas peti sebelum peti ditimbun, bukan? Jadi, bila ingin menolak bentuk-bentuk budaya non-Alkitab maka jangankan tabur bunga, peti mati-pun seharusnya dilarang, pakaian pada jenasah-pun seharusnya dilarang, apalagi make-up jenasah. Bila menggunakan alasan kesopanan, jenasah dililitkan dengan kain juga sudah sopan. Tapi semua itu masih digunakan dan tidak dilarang, sebab memang pada dasarnya Alkitab tidak anti pada budaya pemakaman lokal, asalkan tujuan penerapannya oleh pihak yang berduka bukan karena keyakinan tentang kehidupan setelah kematian yang dijalani oleh si mendiang sekalipun budaya itu berawal dari kepercayaan non-Israel seperti pada kasus pemakaman Yakub dan Yusuf.

Perlu juga diperhatikan, rangkaian ibadah pemakaman selain sebagai pelepasan jenasah juga diperuntukkan untuk menguatkan dan menghibur pihak yang berduka-cita, dan pihak-pihak yang berduka-cita itu adalah orang-orang yang masih hidup, jadi sebaiknya bila ingin menerapkan aturan gereja maka adalah baik bila menggunakan cara yang edukatif dan persuasif agar yang sedang berdukacita tidak semakin berduka. Disebutkan aturan gereja sebab Alkitab tidak mengatur tata-cara pemakaman.

Pemakaman yang layak ini termasuk untuk rangkaian ibadah pemakaman jenasah mendiang yang ma ti bu nuh diri. Dalam Alkitab, jenasah yang kematiannya dengan cara demikian seperti Saul, Ahitofel, dan Yudas Iskariot pun tercatat tetap diperlakukan dengan hormat, bukan dipukul-pukul dan diseret sebelum dikuburkan seperti pada praktik yang masih diterapkan beberapa kelompok masyarakat (sejauh ini yang saya amati masih ada di wilayah Sulawesi Utara). Dua lainnya yang meninggal dengan cara demikian adalah pembawa senjata Saul dan Raja Zimri dari Israel tetapi cara mereka dikuburkan tidak dicatat. Pemakaman yang layak dan terhormat sebagai bentuk penghormatan pada mendiang merupakan hal yang dicatat dalam Alkitab bahkan diminta untuk dilakukan (Pengkhotbah 6:3, Yeremia 22:9). 

Demikianlah penjelasannya bila memakai konteks kesejarahan Alkitab.

______________
(06092024)(TUS)

Daftar Bacaan @sorotan :
- David Biale, "Culture of the Jews", Schocken Books, New York, 2002.
- David F. Hinson, "Sejarah Israel Pada Zaman Alkitab", BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2004.
- Ensiklopedia Alkitab Masa Kini
- Gleason L. Archer, "Encyclopedia of Bible Difficulties, Zondervan Publishing House, Michigan, 1982.
- T. K. Cheyne dan J. Sutherland Black, "Encyclopedia Biblica: A Dictionary Of The Bible".


Baca juga :
https://titusroidanto.blogspot.com/2024/09/sesuatu-barang-ke-peti-mati-serial.html


SUDUT PANDANG LILIN ADVENT

SUDUT PANDANG LILIN ADVENT PENGANTAR Seiring berjalan kesepakatan ekuminis di Lima, membawa beberapa kesepakatan antara denomina...