SUDUT PANDANG MARKUS 10 : 2 - 16, 𝗦𝗲𝗽𝗲𝗿𝘁𝗶 𝗮𝗻𝗮𝗸-𝗮𝗻𝗮𝗸, 𝗯𝘂𝗸𝗮𝗻 𝗸𝗲𝗸𝗮𝗻𝗮𝗸-𝗸𝗮𝗻𝗮𝗸𝗮𝗻
Sampai sekarang isu perceraian masih menjadi perdebatan seru di dalam Gereja. Dalam pada itu cukup banyak orang Kristen nyaman dengan beriman infantil atau balita. Mereka tidak mau bersusah payah belajar untuk beriman secara dewasa. Mereka merujuk teks Injil mengenai ucapan Yesus bahwa siapa saja yang menyambut Kerajaan Allah seperti seorang anak kecil, ia akan masuk ke dalamnya. Dalih mereka adalah bahwa anak-anak itu tidak berdosa, polos. Jika seperti itu yang dimaksud, maka mereka adalah orang Kristen 𝘤𝘩𝘪𝘭𝘥𝘪𝘴𝘩, kekanak-kanakan, bukan 𝘤𝘩𝘪𝘭𝘥𝘭𝘪𝘬𝘦, seperti anak-anak, sesuai dengan yang tertulis dalam teks.
Hari ini adalah Minggu kedua puluh sesudah Pentakosta. Bacaan ekumenis diambil dari Injil Markus 10:2-16 yang didahului dengan Kejadian 2:18-24, Mazmur 8, dan Ibrani 1:1-4, 2:5-12.
Bacaan Injil Minggu ini merupakan bagian dari pasal 10 yang pada mulanya berupa cerita-cerita lepas. Tidak berpautan atau berbanjaran satu cerita dengan cerita lainnya. Petulis Injil Markus mengolah dan menyatukannya dalam cerita perjalanan 𝘠𝘦𝘴𝘶𝘴 𝘮𝘦𝘯𝘶𝘫𝘶 𝘠𝘦𝘳𝘶𝘴𝘢𝘭𝘦𝘮. Letak pasal 10 ini di antara pemberitahuan kedua dan ketiga tentang sengsara, kematian, dan kebangkitan Yesus. Saban Yesus menyampaikan hal yang akan menimpanya, Ia mengajar murid-murid-Nya secara khusus. Pengajaran-Nya bukan tentang moral saja, tetapi mengenai gaya hidup murid Yesus.
Membaca pasal 10 harus dilihat dari titik pandang perjalanan 𝘠𝘦𝘴𝘶𝘴 𝘮𝘦𝘯𝘶𝘫𝘶 𝘠𝘦𝘳𝘶𝘴𝘢𝘭𝘦𝘮. Hal ini dapat kita lihat pada ayat 1 sebelum memula bacaan Minggu ini. Dari situ (Kapernaum) Yesus berangkat ke daerah Yudea dan seberang ke daerah seberang Sungai Yordan dan orang banyak datang lagi berkerumun di sekeliling Dia. Seperti biasa Ia mengajar mereka lagi. Namun, ayat-ayat berikutnya orang banyak itu tidak disebut lagi. Adegan beralih ke perdebatan Yesus dengan orang-orang Farisi dan pengajaran Yesus kepada murid-murid-Nya.
Bacaan dibagi ke dalam tiga bagian:
🛑 Perdebatan Yesus dengan orang-orang Farisi tentang perceraian (ay. 2-9)
🛑 Pengajaran Yesus tentang perceraian kepada murid-murid-Nya (ay. 10-12)
🛑 Yesus dan anak-anak (ay. 23-16)
𝗧𝗲𝗻𝘁𝗮𝗻𝗴 𝗽𝗲𝗿𝗸𝗮𝘄𝗶𝗻𝗮𝗻 𝗱𝗮𝗻 𝗽𝗲𝗿𝗰𝗲𝗿𝗮𝗶𝗮𝗻 (ay. 2-12)
Lalu datanglah orang-orang Farisi dan untuk mencobai Yesus. Mereka bertanya kepada-Nya, “𝘈𝘱𝘢𝘬𝘢𝘩 𝘴𝘦𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘴𝘶𝘢𝘮𝘪 𝘥𝘪𝘱𝘦𝘳𝘣𝘰𝘭𝘦𝘩𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘤𝘦𝘳𝘢𝘪𝘬𝘢𝘯 𝘪𝘴𝘵𝘳𝘪𝘯𝘺𝘢?” (ay. 2) Sebelumnya orang-orang Farisi ini datang mencobai Yesus (Mrk. 8:11). Kata 𝘮𝘦𝘯𝘤𝘰𝘣𝘢𝘪 mengingatkan pada awal Injil Markus ketika Yesus dicobai oleh iblis di padang gurun (lih. Mrk. 1:13).
Dalam perkawinan Yahudi teks kitab Ulangan 24:1-4 merupakan teks kunci segala perdebatan mengenai dasar-dasar perceraian. Moral perkawinan Yahudi berpusat pada kepentingan kaum laki-laki. Hak laki-laki menceraikan istri hampir tak terbatas. Istri memang mendapat surat cerai agar ia dapat menikah lagi. Akan tetapi perceraian itu sendiri selalu dilakukan oleh pihak suami. Pertanyaan orang-orang Farisi itu sesungguhnya bukan pertanyaan orang Yahudi, karena perceraian diakui oleh orang Yahudi. Markus tampaknya hendak menciptakan ketegangan. Yohanes Pembaptis dibunuh oleh Herodes, karena ia berani mengecam Herodes sebagai suami yang tak bertanggungjawab. Di ayat 1 narator menyebut bahwa Yesus memasuki Yudea, wilayah kekuasaan Herodes. Orang-orang Farisi hendak menjebak Yesus dengan isu perceraian.
Jawab Yesus kepada mereka, “𝘈𝘱𝘢 𝘱𝘦𝘳𝘪𝘯𝘵𝘢𝘩 𝘔𝘶𝘴𝘢 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘬𝘢𝘮𝘶?” (ay. 3) Jawab mereka, “𝘔𝘶𝘴𝘢 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘦𝘳𝘪 𝘪𝘻𝘪𝘯 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘮𝘦𝘯𝘤𝘦𝘳𝘢𝘪𝘬𝘢𝘯𝘯𝘺𝘢 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘶𝘢𝘵 𝘴𝘶𝘳𝘢𝘵 𝘤𝘦𝘳𝘢𝘪.” (ay. 4)
Yesus menanggapi pertanyaan jebakan itu dengan pertanyaan tajam. Yesus tidak menyoal izin, melainkan perintah Musa. Meskipun Musa mewajibkan si suami memberikan surat cerai kepada si istri, tetapi ia tidak mengatakan keabsahan perceraian. Ulangan 24:1-4 mengandaikan sudah ada praktik perceraian dan untuk melindungi perempuan terhadap ketidakadilan, maka surat cerai wajib diberikan kepada perempuan yang dicerai. Jika perempuan itu menikah lagi, mantan suaminya tidak boleh menikahinya lagi. Itu saja. Teks hendak membatasi para suami yang tidak bertanggungjawab seperti Herodes yang dikecam oleh Yohanes Pembaptis. Yesus hendak mengalihkan perdebatan dari aras kepentingan suami ke aras kehendak Allah.
Lalu kata Yesus kepada mereka, “𝘒𝘢𝘳𝘦𝘯𝘢 𝘬𝘦𝘬𝘦𝘳𝘢𝘴𝘩𝘢𝘵𝘪𝘢𝘯𝘮𝘶𝘭𝘢𝘩 𝘔𝘶𝘴𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘶𝘭𝘪𝘴𝘬𝘢𝘯 𝘱𝘦𝘳𝘪𝘯𝘵𝘢𝘩 𝘪𝘯𝘪 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘬𝘢𝘮𝘶. (𝘢𝘺. 5) 𝘗𝘢𝘥𝘢𝘩𝘢𝘭 𝘴𝘦𝘫𝘢𝘬 𝘢𝘸𝘢𝘭 𝘱𝘦𝘯𝘤𝘪𝘱𝘵𝘢𝘢𝘯 𝘈𝘭𝘭𝘢𝘩 𝘮𝘦𝘯𝘫𝘢𝘥𝘪𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘭𝘢𝘬𝘪-𝘭𝘢𝘬𝘪 𝘥𝘢𝘯 𝘱𝘦𝘳𝘦𝘮𝘱𝘶𝘢𝘯 (𝘢𝘺. 6), 𝘴𝘦𝘣𝘢𝘣 𝘪𝘵𝘶 𝘭𝘢𝘬𝘪-𝘭𝘢𝘬𝘪 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘪𝘯𝘨𝘨𝘢𝘭𝘬𝘢𝘯 𝘢𝘺𝘢𝘩 𝘥𝘢𝘯 𝘪𝘣𝘶𝘯𝘺𝘢 𝘥𝘢𝘯 𝘣𝘦𝘳𝘴𝘢𝘵𝘶 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘪𝘴𝘵𝘳𝘪𝘯𝘺𝘢 (𝘢𝘺. 7), 𝘴𝘦𝘩𝘪𝘯𝘨𝘨𝘢 𝘬𝘦𝘥𝘶𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘫𝘢𝘥𝘪 𝘴𝘢𝘵𝘶 𝘥𝘢𝘨𝘪𝘯𝘨. 𝘋𝘦𝘮𝘪𝘬𝘪𝘢𝘯𝘭𝘢𝘩 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘣𝘶𝘬𝘢𝘯 𝘭𝘢𝘨𝘪 𝘥𝘶𝘢, 𝘮𝘦𝘭𝘢𝘪𝘯𝘬𝘢𝘯 𝘴𝘢𝘵𝘶. (𝘢𝘺. 8) 𝘒𝘢𝘳𝘦𝘯𝘢 𝘪𝘵𝘶 𝘢𝘱𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘦𝘭𝘢𝘩 𝘥𝘪𝘱𝘦𝘳𝘴𝘢𝘵𝘶𝘬𝘢𝘯 𝘈𝘭𝘭𝘢𝘩 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘣𝘰𝘭𝘦𝘩 𝘥𝘪𝘤𝘦𝘳𝘢𝘪𝘬𝘢𝘯 𝘰𝘭𝘦𝘩 𝘮𝘢𝘯𝘶𝘴𝘪𝘢 (ay. 9).”
Musa terpaksa melunak karena desakan kaum laki-laki atau kekerashatian mereka. [LAI menulis 𝘬𝘦𝘬𝘦𝘳𝘢𝘴𝘢𝘯 𝘩𝘢𝘵𝘪. Bagaimana dengan kata majemuk 𝘣𝘦𝘴𝘢𝘳 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘭𝘢, 𝘭𝘦𝘮𝘢𝘩 𝘭𝘦𝘮𝘣𝘶𝘵? Apakah ditulis juga dengan 𝘬𝘦𝘣𝘦𝘴𝘢𝘳𝘢𝘯 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘭𝘢, 𝘬𝘦𝘭𝘦𝘮𝘢𝘩𝘢𝘯 𝘭𝘦𝘮𝘣𝘶𝘵?] Bagi Yesus sikap Musa adalah keliru, karena mengakomodasi tindakan yang salah, meskipun Musa bermaksud membatasi praktik jahat kaum laki-laki sekaligus melindungi perempuan. Sejalan dengan waktu teks Ulangan 24:1-4 dijadikan rujukan legal perceraian oleh orang Yahudi. Yesus menaikkan aras perdebatan dan kembali jauh ke belakang pada awal penciptaan (lih. Kej. 1:27; 2:24). Dengan merujuk itu berarti teks Ulangan 24:1-4 sudah menyimpang dari tujuan semula atau tidak sesuai kehendak Allah.
Pertanyaan orang-orang Farisi tersirat juga persoalan jemaat Kristen perdana yang hidup di lingkungan masyarakat majemuk. Mereka menghadapi masalah nyata. Sangat bolehjadi ada banyak warga Kristen perdana yang melakukan praktik kawin-cerai dan bahkan berpoligami. Markus sedikit memodifikasi Kejadian 2:24b menjadi … 𝘴𝘦𝘩𝘪𝘯𝘨𝘨𝘢 𝘬𝘦𝘥𝘶𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘫𝘢𝘥𝘪 𝘴𝘢𝘵𝘶 𝘥𝘢𝘨𝘪𝘯𝘨… 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘣𝘶𝘬𝘢𝘯 𝘭𝘢𝘨𝘪 𝘥𝘶𝘢, 𝘮𝘦𝘭𝘢𝘪𝘯𝘬𝘢𝘯 𝘴𝘢𝘵𝘶 … (ay. 8). Ungkapan 𝘬𝘦𝘥𝘶𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘫𝘢𝘥𝘪 𝘴𝘢𝘵𝘶 𝘥𝘢𝘨𝘪𝘯𝘨 merujuk persenggamaan, hubungan seksual, satu lawan satu, 𝘰𝘯𝘦 𝘰𝘯 𝘰𝘯𝘦, bukan satu lawan banyak. Gereja perdana menjunjung hubungan seksual satu lawan satu dan tidak membenarkan warga gereja berpoligami atau bersenggama bergonta-ganti pasangan.
[Menyoal poligami dalam kekristenan perdana tampaknya cukup banyak orang Kristen berpoligami. Gereja memandang itu hal yang buruk. Dalam Perjanjian Baru jejaknya dapat kita lihat dalam Surat Pertama Timotius mengenai satu dari sejumlah syarat menjadi pemimpin jemaat adalah tidak berpoligami. Aturan mula diterapkan kepada pemimpin jemaat, lalu lambat laun diterapkan kepada seluruh warga jemaat.]
Ayat 9 merupakan konklusi argumen Yesus kepada orang-orang Farisi itu 𝘢𝘱𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘦𝘭𝘢𝘩 𝘥𝘪𝘱𝘦𝘳𝘴𝘢𝘵𝘶𝘬𝘢𝘯 𝘈𝘭𝘭𝘢𝘩 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘣𝘰𝘭𝘦𝘩 𝘥𝘪𝘤𝘦𝘳𝘢𝘪𝘬𝘢𝘯 𝘰𝘭𝘦𝘩 𝘮𝘢𝘯𝘶𝘴𝘪𝘢. Dalam kehidupan Gereja modern teks ini juga menjadi perdebatan seru. Pihak satu memegang teguh pelarangan perceraian. Pihak lain memertanyakan apa betul semua perkawinan karena dipersatukan Allah. Perkawinan ada yang lantaran dijodohkan, karena bisnis, karena “kecelakaan”, dlsb. Apa benar suami menganiaya istri dan anak-anak adalah hasil pemersatuan oleh Allah? Bukankah kehendak Allah baik?
𝗣𝗲𝗻𝗴𝗮𝗷𝗮𝗿𝗮𝗻 𝗬𝗲𝘀𝘂𝘀 𝘁𝗲𝗻𝘁𝗮𝗻𝗴 𝗽𝗲𝗿𝗰𝗲𝗿𝗮𝗶𝗮𝗻 𝗸𝗲𝗽𝗮𝗱𝗮 𝗺𝘂𝗿𝗶𝗱-𝗺𝘂𝗿𝗶𝗱-𝗡𝘆𝗮 (ay. 10-12)
Di bagian ini seperti biasa sesudah ada pengajaran Yesus di luar, Markus melanjutkan pengajaran Yesus di rumah bagi murid-murid-Nya (lih. Mrk. 4:10-25; 7:17-23; 9:28). Hal ini tampaknya juga mencerminkan para pengajar Kristen perdana mematangkan umat lewat pengajaran di rumah-rumah.
Ketika mereka sudah di rumah, murid-murid-Nya bertanya kepada Yesus tentang hal itu. Kata Yesus kepada mereka, “𝘚𝘪𝘢𝘱𝘢 𝘴𝘢𝘫𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘤𝘦𝘳𝘢𝘪𝘬𝘢𝘯 𝘪𝘴𝘵𝘳𝘪𝘯𝘺𝘢, 𝘭𝘢𝘭𝘶 𝘬𝘢𝘸𝘪𝘯 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘱𝘦𝘳𝘦𝘮𝘱𝘶𝘢𝘯 𝘭𝘢𝘪𝘯, 𝘪𝘢 𝘣𝘦𝘳𝘻𝘪𝘯𝘢 𝘵𝘦𝘳𝘩𝘢𝘥𝘢𝘱 𝘪𝘴𝘵𝘳𝘪𝘯𝘺𝘢 𝘪𝘵𝘶. 𝘑𝘪𝘬𝘢 𝘴𝘪 𝘪𝘴𝘵𝘳𝘪 𝘮𝘦𝘯𝘤𝘦𝘳𝘢𝘪𝘬𝘢𝘯 𝘴𝘶𝘢𝘮𝘪𝘯𝘺𝘢 𝘥𝘢𝘯 𝘬𝘢𝘸𝘪𝘯 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘭𝘢𝘬𝘪-𝘭𝘢𝘬𝘪 𝘭𝘢𝘪𝘯, 𝘪𝘢 𝘣𝘦𝘳𝘻𝘪𝘯𝘢.” (ay. 10-12)
Pengajaran Yesus di rumah menyiratkan bagian ini sangat ditekankan kepada jemaat Kristen, bukan pendengar dari agama Yahudi. Perkawinan Yahudi tidak mengenal perempuan menceraikan suaminya. Bagian ini mengangkat isu kesetaraan laki-laki dan perempuan. Laki-laki dan perempuan sama-sama subjek.
Kita bandingkan dengan Injil Matius yang jemaat sasarannya adalah umat Kristen dari kalangan Yahudi.
• Markus 10:11 𝘚𝘪𝘢𝘱𝘢 𝘴𝘢𝘫𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘤𝘦𝘳𝘢𝘪𝘬𝘢𝘯 𝘪𝘴𝘵𝘳𝘪𝘯𝘺𝘢, 𝘭𝘢𝘭𝘶 𝘬𝘢𝘸𝘪𝘯 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘱𝘦𝘳𝘦𝘮𝘱𝘶𝘢𝘯 𝘭𝘢𝘪𝘯, 𝘪𝘢 𝘣𝘦𝘳𝘻𝘪𝘯𝘢 𝘵𝘦𝘳𝘩𝘢𝘥𝘢𝘱 𝘪𝘴𝘵𝘳𝘪𝘯𝘺𝘢 𝘪𝘵𝘶.
• Matius 19:9 𝘚𝘪𝘢𝘱𝘢 𝘴𝘢𝘫𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘯𝘤𝘦𝘳𝘢𝘪𝘬𝘢𝘯 𝘪𝘴𝘵𝘳𝘪𝘯𝘺𝘢, 𝘬𝘦𝘤𝘶𝘢𝘭𝘪 𝘬𝘢𝘳𝘦𝘯𝘢 𝘻𝘪𝘯𝘢, 𝘭𝘢𝘭𝘶 𝘬𝘢𝘸𝘪𝘯 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘱𝘦𝘳𝘦𝘮𝘱𝘶𝘢𝘯 𝘭𝘢𝘪𝘯, 𝘪𝘢 𝘣𝘦𝘳𝘻𝘪𝘯𝘢.
Anak kalimat di Injil Markus berbunyi 𝘪𝘢 𝘣𝘦𝘳𝘻𝘪𝘯𝘢 𝘵𝘦𝘳𝘩𝘢𝘥𝘢𝘱 𝘪𝘴𝘵𝘳𝘪𝘯𝘺𝘢 𝘪𝘵𝘶. Markus juga menulis hak perempuan untuk bercerai (ay. 12). Dalam pada itu petulis Injil Matius menghilangkan frase 𝘵𝘦𝘳𝘩𝘢𝘥𝘢𝘱 𝘪𝘴𝘵𝘳𝘪𝘯𝘺𝘢 𝘪𝘵𝘶. Bahkan petulis Matius melonggarkan suami menceraikan istrinya karena istri berzina. Petulis Matius sangat Yudaik tidak memberi ruang bagi perempuan untuk mengajukan perceraian.
Petulis Injil Markus mendobrak tradisi Yahudi yang berat sebelah terhadap tafsir hukum Taurat mengenai perceraian. Markus menyebut baik laki-laki maupun perempuan berhak mengajukan perceraian. Meskipun demikian perceraian tetaplah hal yang keliru dalam pandangan Markus. Markus hendak mengembalikan hakikat perkawinan yang dipersatukan oleh Allah.
𝗬𝗲𝘀𝘂𝘀 𝗱𝗮𝗻 𝗮𝗻𝗮𝗸-𝗮𝗻𝗮𝗸 (ay. 23-16)
Sesudah pengajaran Yesus mengenai perceraian kepada murid-murid-Nya, adegan beralih secara tiba-tiba. Lalu orang membawa anak-anak kecil kepada Yesus supaya Ia menjamah mereka; tetapi murid-murid-Nya memarahi orang-orang itu (ay. 13).
Sebelumnya Yesus sudah mengajar murid-murid-Nya untuk menjadi terbesar hendaklah menjadi yang terakhir dan pelayan bagi sesama. Bahkan di Markus 9:36 Yesus memberi ilustrasi menyambut seorang anak kecil (𝘱𝘢𝘪𝘥𝘪𝘢). Yesus juga sudah memarahi murid-murid-Nya karena mencegah orang lain melakukan eksorsis dalam nama Yesus (Mrk. 9:38-41). Ternyata sikap mereka belum berubah. Para murid memarahi orang-orang yang membawa anak-anak kepada Yesus. Laki-laki Yahudi pada umumnya meremehkan anak-anak karena tidak produktif, tidak berdaya, tetapi sekaligus anak-anak itu dituntut banyak perhatian oleh orang dewasa.
Melihat sikap murid-murid-Nya, Yesus marah dan berkata kepada mereka, “𝘉𝘪𝘢𝘳𝘬𝘢𝘯𝘭𝘢𝘩 𝘢𝘯𝘢𝘬-𝘢𝘯𝘢𝘬 𝘪𝘵𝘶 𝘥𝘢𝘵𝘢𝘯𝘨 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢-𝘒𝘶, 𝘫𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘩𝘢𝘭𝘢𝘯𝘨-𝘩𝘢𝘭𝘢𝘯𝘨𝘪 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢, 𝘴𝘦𝘣𝘢𝘣 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨-𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘴𝘦𝘱𝘦𝘳𝘵𝘪 𝘪𝘯𝘪𝘭𝘢𝘩 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘮𝘪𝘭𝘪𝘬𝘪 𝘒𝘦𝘳𝘢𝘫𝘢𝘢𝘯 𝘈𝘭𝘭𝘢𝘩. 𝘚𝘦𝘴𝘶𝘯𝘨𝘨𝘶𝘩𝘯𝘺𝘢 𝘈𝘬𝘶 𝘣𝘦𝘳𝘬𝘢𝘵𝘢 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢𝘮𝘶: 𝘚𝘪𝘢𝘱𝘢 𝘴𝘢𝘫𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘮𝘦𝘯𝘺𝘢𝘮𝘣𝘶𝘵 𝘒𝘦𝘳𝘢𝘫𝘢𝘢𝘯 𝘈𝘭𝘭𝘢𝘩 𝙨𝙚𝙥𝙚𝙧𝙩𝙞 𝙨𝙚𝙤𝙧𝙖𝙣𝙜 𝙖𝙣𝙖𝙠 𝙠𝙚𝙘𝙞𝙡, 𝘪𝘢 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘢𝘴𝘶𝘬 𝘬𝘦 𝘥𝘢𝘭𝘢𝘮𝘯𝘺𝘢.” (ay. 14-15)
Kemarahan Yesus ini dikontraskan dengan 𝘉𝘪𝘢𝘳𝘬𝘢𝘯𝘭𝘢𝘩 𝘢𝘯𝘢𝘬-𝘢𝘯𝘢𝘬 𝘪𝘵𝘶 𝘥𝘢𝘵𝘢𝘯𝘨 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢-𝘒𝘶. Mengapa orang-orang seperti anak-anak ini yang masuk ke dalam Kerajaan Allah?
Teks ini sering dijadikan rujukan oleh orang-orang Kristen yang malas belajar beriman secara dewasa. Dalih mereka adalah bahwa anak-anak itu tidak berdosa, polos. Bukan itu. Jika seperti itu, maka mereka adalah orang Kristen 𝘤𝘩𝘪𝘭𝘥𝘪𝘴𝘩, kekanak-kanakan, bukan 𝘤𝘩𝘪𝘭𝘥𝘭𝘪𝘬𝘦, seperti anak-anak, sesuai dengan yang tertulis dalam teks.
Seperti anak-anak itu kayak apa sih? Kata anak-anak di ayat 14-15 diterjemahkan dari 𝘱𝘢𝘪𝘥𝘪𝘢, kata yang sama dengan anak di Markus 9:36. Kata paidia juga merujuk budak, orang-orang marginal, atau dengan kata lain orang-orang yang tak berdaya. Anak-anak tanpa orangtua atau orang dewasa menjadi tak berdaya. Mereka tidak mampu berdiri sendiri. Anak-anak membutuhkan pertolongan, perlindungan, belarasa dari pihak yang kuat dhi. orangtua atau orang dewasa. Tentu saja anak-anak bersukacita menyambut saat melihat ada pertolongan, perlindungan, dan belarasa. Menghadirkan Kerajaan Allah bukan meluaskan wilayah kekristenan, melainkan membuat umat untuk peka menolong, melindungi, berbelarasa kepada orang-orang tak berdaya.
Perikop bacaan ditutup dengan pemberitahuan dari narator bahwa Yesus lalu memeluk anak-anak itu dan sambil meletakkan tangan-Nya di atas mereka serta memberkati mereka (ay. 16). Tidaklah lazim dalam masyarakat Yahudi laki-laki dewasa memeluk anak-anak di depan umum. Yesus mendobrak tradisi ini. Teks ini mau mengatakan bahwa jika hendak masuk ke dalam Kerajaan Allah, pola pikir harus berubah total.
(06102024)(TUS)