Sudut Pandang Ayat-ayat Kitab Suci diturunkan oleh Robert Estienne, bukan Allah, Serial Sastra, Sejarah, dan Arkeologi Alkitab
Ribuan tahun lalu bagian terbesar manusia buta huruf. Untuk mengajarkan agama kepada mereka yang buta huruf dan anak-anak ditekankan menghafal kata dan kalimat dalam Kitab Suci. Untuk menolong penghafalan bacaan Kitab Suci dilagukan, dilantunkan. [Saya sendiri bisa hafal 12 murid Yesus dan urutan nama kitab-kitab di PB karena diajarkan lewat lagu saat masih anak-anak.]
Sejalan dengan waktu Gereja terus bergerak mendirikan sekolah-sekolah agar umat melèk huruf. Persekolahan di Barat menjadi maju dan mapan berkat peran besar Gereja. Bahkan di Indonesia jejak itu dapat dilihat dengan penggunaan nama jabatan gerejawi rektor, dekan, lektor di perguruan tinggi.
Industri percetakan pun begitu maju. Buku literatur makin banyak dicetak. Adalah Robert Estienne, pengusaha penerbitan dan percetakan, pada abad 16 merintis pembagian teks-teks Alkitab menjadi ayat-ayat dan pasal yang kemudian dinomori. Pada 1551 untuk kali pertama ia mencetak Alkitab PB dengan pembagian ayat dan pasal yang dinomori.
Sebelum itu Alkitab tidak mengenal ayat. Buktinya para petulis Injil selalu menyebut “Ada tertulis ... ”. Mereka tidak menyebut “Ada ayat ... ”. Dengan pencirian nomor-nomor itu Alkitab menjadi alasdata (database). Untuk memungut (retrieve) teks orang cukup menyebut nomor-nomor ayat, tak perlu lagi bersusah payah menghafal.
Dengan demikan secara historis ayat-ayat Kitab Suci diturunkan oleh Robert Estienne, bukan Allah. Estienne sangat berjasa. Umat tak perlu lagi menghafal ribuan kalimat Kitab Suci. Ruang memori dapat dialokasikan untuk pembelajaran yang lain.
Sungguh ironis di Indonesia masa kini Pemerintah memberi tempat kepada penghafal Kitab Suci untuk menjadi anggota TNI/Polisi, PNS, mahasiswa PTN, dll. Indonesia disamakan dengan masa ribuan tahun lalu yang mayoritas rakyatnya penyandang buta huruf.
(25052025)(TUS)
