Jumat, 23 Mei 2025

SUDUT PANDANG PASANGAN BEDA AGAMA

SUDUT PANDANG PASANGAN BEDA AGAMA

Pernikahan pasangan beda agama selalu dianggap sebagai masalah. Agama melarang, pemerintah atau penguasa juga melarang. Akan tetapi tidak sedikit yang melanggar larangan itu, dan keluarga yang dibangun oleh pasangan beda agama itu berhasil. Keduanya menyatu, saling membantu agar keluarga itu semakin lama semakin utuh, bahagia dan lestari.
Keutuhan, kekukuhan, kebahagiaan dan kelestarian sebuah keluarga sesungguh-sunggunhnya bukan ditentukan oleh agama, tetapi oleh spiritualitas.  Bahwa penetukan keberhasilan keluarga itu bukan agama, terlihat dari kenyataan Pengadilan Agama Islam, di mana pun di Indonsia ini, setiap hari didatangi banyak sekali orang yang akan bercerai.  Orang Kristiani dulu terkenal sebagai keluarga yang tidak bercerai. Sekarang banyak sekali pasangan beragama Kristen yang bercerai. Kalaupun tidak bercerai tetapi keluarga itu rusak, sehingga anak-anak yang dilahirkan di dalam keluarga itu juga cenderung bermoral, mental, etika dan perbuatan rusak. Anak-anak demikian itu yang diperhatikan oleh Gubernur Jawa Barat, Kang Dedy Mulyadi, untuk diberi pengaruh positif di barak militer. 
Secara sederhana spiritualitas dapat dirumuskan sebagai menyatunya iman dan perbuatan, ngelmu dan laku, keyakinan dan tindakan serta selalu disetai sikap kritis. Pada umumnya dan biasanya agama lebih cenderung menyikapi dan menentukan segalanya secara pasti hitam dan putih, ini boleh itu tidak, ini suci, mulia, berkenan kepada Tuhan itu dosa, durhaka, pengikut iblis, dsb. spiritualitas lebih mempergumulkan secara mendasar dan mendalam segalanya dan semuanya, sehingga temuan  atau buah dari pergumulan itu merupakan pilihan dan keputusan yang otentik, asli dari diri sendiri, yang selanjutnya dijalani secara sadar. Meskipun berbeda agama kalau pendidikan atau pengaruh yang sengaja diberikan kepada anggota keluarga adalah spiritualitas, dan secara praktis pendidikan budi pekerti, etika, sopan-santun, kebebasan berpikir dan berkehendak yang disertai tanggung jawab, sangat dapat diharapan anggota keluarga itu memiliki watak humanis, yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia atau dalam bahasa populernya adalah cenderung memanusiakan manusia. 
Lembaga agama layak bertobat, berbalik arah paham, iman dan praktek hidupnya, dengan tidak melarang pernikahan beda-agama, tetapi terus dan senantiasa mendampingi keluarga itu untuk selalu menuju ke dan membangun keluarga yang utuh, kukuh, bahagia, dan Lestari yang menjalani spiritualitas dalam perjalanan hidupnya. Negara juga layak bertobat, dengan tidak menghalangi mencatat pernikahan pasangan beda agama. Melarang pernikahan pasangan beda agama, apalagi memaksa salah satu pindah agama demi dapat menikah adalah benar-benar pelanggaran hak azasi manusia. Agama adalah pilihan bebas setiap orang. Menikah dengan siapa pun, juga pilihan bebas setiap orang. 
Pernah, seorang ibu datang kepada pendeta dan kemudian menangis menyatakan bahwa ia gagal mendidik anaknya untuk tetap setia menjadi orang Kristen. Anaknya itu akan menikah secara Islam, karena pasangannya beragama Islam dan tidak bisa tidak harus salah satu pindah agama. Anaknya yang mengalah pindah ke agama Islam. Mungkin ia menduga pendeta akan marah, setidaknya menyatakan kecewa dan sedih sebagai tanggapan atas informasi itu.  Akan tetapi, pendeta itu menyatakan tidak apa-apa. Itu bukan murtad, tetapi pindah agama. Pindah agama dari Kristen ke Islam itu tidak apa-apa. Itu pindah hanya sorga saja, dari sorga Kristen ke sorga Islam, tetapi tetap sorga, bukan pindah ke neraka. Pendeta itu juga menyatakan akan datang untuk menyerahkan kepada kyai yang akan menikahkan pasangan itu, sehingga relasi pendeta itu dengan kyai semakin erat. 
Salah satu keluarga yang berbeda agama adalah Dr. Ninok Leksono, seorang Muslim, dengan Dr. Karlina Sepelli, seorang Katolik. Keluarga ini memberi kebebasan kepada anaknya untuk memilih agama atau iman yang dianutnya. Angga Indraswara adalah anak pasangan itu, yang memilih memeluk Katolik dan bahkan memilih menjalani hidup sebagai seorang romo.  
Saya mesti terus dan terus lebih memilih menemani, mendampingi pasangan berbeda agama yang akan menikah, daripada mengendorkan apalagi menghalangi niat dan keputusan mereka, seraya selalu ikut terlibat dalam perjuangan, bersama dengan siapa pun, untuk mengupayakan agar pemerintah menyadari kesalahan kebijakan, yaitu melanggar pasal 29 UUD 1945 dengan secara tidak langsung memaksa orang berpindah agama demi dapat menikah. Semua warga negara Republik Indonesia, harus bebas memilih agama dan bebas memilih pasangan, maka juga berhak mendapatkan pelayanan pencatatan perkawinan bagi mereka yang merupakan pasangan beda agama.
(23052025)(TUS)

SUDUT PANDANG LILIN ADVENT

SUDUT PANDANG LILIN ADVENT PENGANTAR Seiring berjalan kesepakatan ekuminis di Lima, membawa beberapa kesepakatan antara denomina...