Gereja kerap melakukan pekerjaan besar yang mereka sebut “misi”. Mereka membantu Sinode Gereja lain jauh dari lokasi mereka, lalu dipublikasikan agar tampak heroik. Padahal di dalam Gereja mereka sendiri banyak terjadi kejahatan moral yang dilakukan oleh para pejabat gerejawi atau pimpinan gereja.
Hari ini adalah Minggu kedua sesudah Pentakosta. Bacaan ekumenis diambil dari Injil Lukas 8:26-39 yang didahului dengan 1Raja-raja 19:1-4, (5-7), 8-15a, Mazmur 42-43, dan Galatia 3:23-29.
Dalam narasi bacaan Injil Lukas Yesus dari Galilea menyeberang ke tanah orang Gerasa. Setiba di sana Ia didatangi oleh orang yang dirasuki setan-setan (bentuk jamak). Ketika ia melihat Yesus, ia berteriak dan tersungkur di hadapan-Nya. Katanya, “𝘈𝘱𝘢 𝘶𝘳𝘶𝘴𝘢𝘯-𝘔𝘶 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘢𝘬𝘶, 𝘩𝘢𝘪 𝘠𝘦𝘴𝘶𝘴 𝘈𝘯𝘢𝘬 𝘈𝘭𝘭𝘢𝘩 𝘠𝘢𝘯𝘨 𝘔𝘢𝘩𝘢𝘵𝘪𝘯𝘨𝘨𝘪? 𝘈𝘬𝘶 𝘮𝘦𝘮𝘰𝘩𝘰𝘯 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢-𝘔𝘶, 𝘴𝘶𝘱𝘢𝘺𝘢 𝘌𝘯𝘨𝘬𝘢𝘶 𝘫𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘺𝘪𝘬𝘴𝘢 𝘢𝘬𝘶." (ay. 26-29)
“𝘚𝘪𝘢𝘱𝘢 𝘯𝘢𝘮𝘢𝘮𝘶?” tanya Yesus.
“𝘕𝘢𝘮𝘢𝘬𝘶 𝘓𝘦𝘨𝘪𝘰𝘯.” jawabnya.
Setan-setan itu memohon kepada Yesus supaya Ia jangan memerintah mereka masuk ke dalam jurang maut. Mereka memohon agar pindah ke sejumlah besar babi yang berada di lereng gunung tak jauh dari sana. Yesus mengabulkan mereka dan pindah merasuki babi-babi itu. Kawanan babi itu terjun dari tepi jurang ke dalam danau lalu mati lemas. (ay. 30-33)
Seluruh penduduk daerah Gerasa yang diberi tahu tentang kejadian itu meminta kepada Yesus meninggalkan mereka, sebab mereka sangat ketakutan. Yesus kemudian berlayar kembali. Orang yang telah ditinggalkan oleh Legion itu meminta agar diperkenankan menyertai-Nya. Akan tetapi Yesus menyuruh dia pergi, kata-Nya, "𝘗𝘶𝘭𝘢𝘯𝘨𝘭𝘢𝘩 𝘥𝘢𝘯 𝘤𝘦𝘳𝘪𝘵𝘦𝘳𝘢𝘬𝘢𝘯𝘭𝘢𝘩 𝘴𝘦𝘨𝘢𝘭𝘢 𝘴𝘦𝘴𝘶𝘢𝘵𝘶 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘦𝘭𝘢𝘩 𝘥𝘪𝘱𝘦𝘳𝘣𝘶𝘢𝘵 𝘈𝘭𝘭𝘢𝘩 𝘢𝘵𝘢𝘴𝘮𝘶." Orang itu pun pergi mengelilingi seluruh kota dan memberitahukan segala apa yang telah diperbuat Yesus atas dirinya. (ay. 34-39)
Sumber penulisan Lukas 8:26-39 adalah Markus 5:1-20 dengan sedikit modifikasi. Namun, tampaknya Lukas luput atas peta geografis Markus yang 𝘯𝘨𝘢𝘸𝘶𝘳 dalam hal menempatkan Gerasa di tepi Danau Galilea (bdk. “Gadara” Mat. 8:28).
Konteks bacaan Minggu ini adalah cerita kedua dalam rangkaian empat cerita tentang kuasa Yesus:
▶ Lukas 8:22-25, kisah kuasa Yesus atas alam.
▶ Lukas 8:26-39, kisah kuasa Yesus atas setan dan roh jahat.
▶ Lukas 8:40-48, kisah kuasa Yesus atas penyakit-penyakit.
▶ Lukas 8:49-56, kisah kuasa Yesus atas kematian.
Secara umum rangkaian empat cerita itu tampaknya petulis Lukas hendak mengungkapkan kuasa Yesus sebagai Anak Allah yang Maha Tinggi (ay. 28). Kuasa Yesus itu tidak terlepas dari misi Kerajaan Allah yang diemban-Nya. Pada gilirannya kuasa itu juga diberikan kepada para murid yang akan diutus-Nya tepat di perikop selanjutnya: Lukas 9:1-6 𝘔𝘢𝘬𝘢 𝘠𝘦𝘴𝘶𝘴 𝘮𝘦𝘮𝘢𝘯𝘨𝘨𝘪𝘭 𝘬𝘦𝘥𝘶𝘢 𝘣𝘦𝘭𝘢𝘴 𝘮𝘶𝘳𝘪𝘥-𝘕𝘺𝘢, 𝘭𝘢𝘭𝘶 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘦𝘳𝘪𝘬𝘢𝘯 𝘵𝘦𝘯𝘢𝘨𝘢 𝘥𝘢𝘯 𝘬𝘶𝘢𝘴𝘢 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘶𝘢𝘴𝘢𝘪 𝘴𝘦𝘵𝘢𝘯-𝘴𝘦𝘵𝘢𝘯 𝘥𝘢𝘯 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘮𝘦𝘯𝘺𝘦𝘮𝘣𝘶𝘩𝘬𝘢𝘯 𝘱𝘦𝘯𝘺𝘢𝘬𝘪𝘵-𝘱𝘦𝘯𝘺𝘢𝘬𝘪𝘵.
Lukas memodifikasi bahan dari Injil Markus dengan menambah keterangan tentang orang yang dirasuk setan 𝘴𝘶𝘥𝘢𝘩 𝘭𝘢𝘮𝘢 𝘪𝘢 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘣𝘦𝘳𝘱𝘢𝘬𝘢𝘪𝘢𝘯 𝘥𝘢𝘯 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘵𝘪𝘯𝘨𝘨𝘢𝘭 𝘥𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘳𝘶𝘮𝘢𝘩 (ay. 27). Lukas juga memodifikasi bahan Markus dengan mengatakan bahwa orang yang sudah disembuhkan Yesus itu “duduk di kaki Yesus”. Duduk di kaki Yesus mengungkapkan bahasa tubuh seorang murid yang siap mendengarkan ajaran gurunya. Bandingkan dengan Maria yang kemudian dipuji Yesus ketimbang saudaranya, Marta (Luk. 10:38-42).
Apabila kita membandingkan dengan cerita dalam Injil Markus, ada dua sorotan: orang yang kerasukan dan babi-babi (Mrk. 5:16-17). Terbuka kemungkinan bahwa “alasan” orang mengusir Yesus adalah (kematian) babi-babi itu, apalagi Markus mengeksplisitkan jumlahnya sekitar 2.000 babi. Kesannya orang-orang itu tidak rela, jika demi menyembuhkan satu orang saja “dikorbankan” 2.000 babi.
Penginjil Lukas barangkali menafsir cerita Markus seperti itu dan ia tidak suka sehingga Lukas sengaja menghapus semua penyebutan tentang babi sejak ayat 33 atau sejak babi-babi itu tenggelam. Dengan kata lain dalam cerita versi Lukas pumpunnya tetap satu: orang yang kerasukan setan itu. Lukas tidak ingin perhatian pembacanya beralih ke babi-babi itu.
[𝘈𝘥𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘯𝘢𝘧𝘴𝘪𝘳 𝘓𝘦𝘨𝘪𝘰𝘯 𝘮𝘦𝘳𝘶𝘫𝘶𝘬 𝘱𝘢𝘴𝘶𝘬𝘢𝘯 𝘙𝘰𝘮𝘢𝘸𝘪. 𝘔𝘢𝘳𝘬𝘶𝘴 𝘮𝘦𝘯𝘺𝘦𝘣𝘶𝘵 𝘫𝘶𝘮𝘭𝘢𝘩𝘯𝘺𝘢 2.000. 𝘚𝘦𝘤𝘢𝘳𝘢 𝘵𝘦𝘳𝘴𝘪𝘳𝘢𝘵 𝘠𝘦𝘴𝘶𝘴 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘢𝘫𝘢𝘬 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨-𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘎𝘦𝘳𝘢𝘴𝘢 𝘮𝘦𝘭𝘢𝘸𝘢𝘯 𝘵𝘦𝘯𝘵𝘢𝘳𝘢 𝘙𝘰𝘮𝘢𝘸𝘪. 𝘕𝘢𝘮𝘶𝘯, 𝘱𝘦𝘯𝘥𝘶𝘥𝘶𝘬 𝘬𝘰𝘵𝘢 𝘬𝘦𝘵𝘢𝘬𝘶𝘵𝘢𝘯, 𝘬𝘢𝘳𝘦𝘯𝘢 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘬𝘩𝘢𝘸𝘢𝘵𝘪𝘳 𝘙𝘰𝘮𝘢 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘪𝘳𝘪𝘮 𝘱𝘢𝘴𝘶𝘬𝘢𝘯 𝘭𝘦𝘣𝘪𝘩 𝘣𝘢𝘯𝘺𝘢𝘬 𝘭𝘢𝘨𝘪. 𝘓𝘶𝘬𝘢𝘴 𝘮𝘦𝘮𝘢𝘯𝘥𝘢𝘯𝘨 𝘗𝘦𝘮𝘦𝘳𝘪𝘯𝘵𝘢𝘩 𝘙𝘰𝘮𝘢 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘣𝘶𝘳𝘶𝘬 𝘴𝘦𝘱𝘦𝘯𝘶𝘩𝘯𝘺𝘢. 𝘏𝘢𝘭 𝘪𝘯𝘪 𝘥𝘢𝘱𝘢𝘵 𝘥𝘪𝘭𝘪𝘩𝘢𝘵 𝘥𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘬𝘪𝘵𝘢𝘣 𝘬𝘦𝘥𝘶𝘢𝘯𝘺𝘢, 𝘺𝘢𝘬𝘯𝘪 𝘒𝘪𝘴𝘢𝘩 𝘗𝘢𝘳𝘢 𝘙𝘢𝘴𝘶𝘭. 𝘛𝘢𝘮𝘱𝘢𝘬𝘯𝘺𝘢 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘱𝘦𝘳𝘵𝘪𝘮𝘣𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘪𝘵𝘶 𝘓𝘶𝘬𝘢𝘴 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘮𝘦𝘯𝘺𝘦𝘣𝘶𝘵 𝘫𝘶𝘮𝘭𝘢𝘩 𝘣𝘢𝘣𝘪 𝘥𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘣𝘢𝘤𝘢𝘢𝘯 𝘔𝘪𝘯𝘨𝘨𝘶 𝘪𝘯𝘪.]
Seperti yang saya sampaikan di atas bahwa Lukas 8:26-39 merupakan cerita kedua dalam rangkaian empat cerita tentang kuasa Yesus (Luk. 8:22-25; 8:26-39; 8:40-56). Kuasa Yesus itu adalah kuasa dari Allah. Sehubungan dengan itu kesaksian yang harus diceritakan oleh orang yang sudah disembuhkan itu adalah kesaksian tentang segala sesuatu yang telah diperbuat Allah atas dirinya (ay. 39), bagaimana Yesus hidup didalam dirinya.
Di akhir cerita Yesus pulang ke daerah Yahudi (ay. 37). Orang yang sudah disembuhkan Yesus pulang ke rumahnya, rumah orang bukan-Yahudi, “𝘗𝘶𝘭𝘢𝘯𝘨𝘭𝘢𝘩 𝘬𝘦 𝘳𝘶𝘮𝘢𝘩𝘮𝘶 𝘥𝘢𝘯 𝘤𝘦𝘳𝘪𝘵𝘦𝘳𝘢𝘬𝘢𝘯𝘭𝘢𝘩 𝘴𝘦𝘨𝘢𝘭𝘢 𝘴𝘦𝘴𝘶𝘢𝘵𝘶 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘦𝘭𝘢𝘩 𝘥𝘪𝘱𝘦𝘳𝘣𝘶𝘢𝘵 𝘈𝘭𝘭𝘢𝘩 𝘢𝘵𝘢𝘴𝘮𝘶.” Orang itu pun pergi 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘦𝘭𝘪𝘭𝘪𝘯𝘨𝘪 𝘴𝘦𝘭𝘶𝘳𝘶𝘩 𝘬𝘰𝘵𝘢 dan memberitahukan segala apa yang telah diperbuat Yesus atas dirinya (ay. 39). Menunjukan hidupnya yg sudah selamat karena Yesus dg menunjukan perubahan hidupnya yg menggambarkan Yesus ada di hidupnya.
𝘙𝘶𝘮𝘢𝘩 di sini dapat juga bermakna kota tempat kita tinggal seperti terungkap dalam frase 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘦𝘭𝘪𝘭𝘪𝘯𝘨𝘪 𝘴𝘦𝘭𝘶𝘳𝘶𝘩 𝘬𝘰𝘵𝘢 (ay. 39). Pada dasarnya sama: kesaksian atau penginjilan tidak harus jauh-jauh dari tempat tinggal kita atau dari konteks kehidupan kita sehari-hari, bagaimana Yesus tampak hidup dalam kehidupan harian kita. Kesaksian justru seharusnya dilakukan dalam konteks kehidupan kita sehari-hari.
Legion ada di sekitar kita, ada di dalam Gereja. Dalam banyak kasus kita kerap melihat pimpinan gereja bersekutu dengan para 𝘣𝘰𝘩𝘪𝘳 atau orang kaya untuk mengatur dan memerintah Gereja untuk kepentingan mereka untuk korupsi di gereja. Mereka adalah Legion sesungguhnya yang harus diusir dari Gereja. Hama Tuhan!
Bacaan Injil pada ibadah Minggu ini adalah tentang pengusiran legiun setan di Gerasa. Titik panah pada gambar ini adalah gua yang diduga menjadi tempat tinggal orang yang kerasukan setan. Lukas meminjam istilah kemiliteran Romawi, yaitu "Legion" untuk menamai puluhan ribu setan yang menjajah orang ini. Tampaknya Lukas sengaja melakukannya untuk sedikit menyindir kelakuan penjajahan tentara Romawi terhadap bangsa Israel.
Gerasa berada di seberang kota Tiberias. Kota ini sepertinya bertolak belakang. Tiberias dihuni orang Yahudi, sedangkan Gerasa dihuni non Yahudi (merujuk fakta bahwa mereka memelihara babi. Komunitas Yahudi tidak memelihara babi).
Yang menarik adalah, Yesus bela-belain menyeberang ke wilayah non Yahudi, dengan membahayakan nyawa para murid, dengan menempuh topan badai, "hanya" untuk menyembuhkan ODGJ.
Ketika orang itu akhirnya sembuh, Yesus memberikan tugas eks-ODGJ ini menjadi salah satu penginjil yang pertama.
Ini bukan satu-satunya tindakan Yesus dalam memberi kepercayaan kepada kaum marjinal. Pada kesempatan lain, Yesus juga mengangkat seorang perempuan Samaria sebagai duta penginjilan. Padahal kebanyakan orang Yahudi melecehkan orang Samaria karena dianggap bukan ras murni. Apalagi perempuan ini hidup dengan pria yang kelima. Secara sosial, perempuan ini pun dipandang rendah oleh saudara sebangsanya. Perempuan ini mengalami diskriminasi tiga lapis: lapisan suku bangsa, lapisan gender, dan lapisan norma sosial.
Kembali ke orang di Gerasa tadi. Namanya tidak disebutkan. Itu artinya dia juga bukan orang penting apalagi dia adalah eks ODGJ.
Dalam ilmu komunikasi, profil komunikator itu mempengaruhi penerimaan pesan. Kalau komunikatornya adalah orang terkemuka, pakar, atau ulama maka pesan lebih mudah diterima oleh publik. Kalau zaman sekarang biasa disebut pemengaruh atau influencer. Mereka mendapat imbalan lumayan untuk mempromosikan produk. Para produsen rela merogoh kocek untuk membayari tokoh Publik.
Uniknya, Yesus tidak memakai influencer terkenal. Dia memilih mengutus orang-orang pinggiran seperti ODGJ, perempuan Samaria, orang kusta, dan lainnya untuk memberi testimoni pribadi tentang kebaikan Tuhan. Dalam ilmu komunikasi disebut sebagai strategi interpersonal communication dengan teknik word to mouth. Cara ini tidak efesien tapi sangat efektif. Tidak bisa menjangkau banyak orang, tetapi sekali kena sasaran, maka bisa berefek jangka panjang.
(22062025)(TUS)