Sabtu, 08 November 2025

SUDUT PANDANG LUKAS 20 : 27-38 𝗧𝗶𝗱𝗮𝗸 𝗮𝗱𝗮 𝗯𝗶𝗱𝗮𝗱𝗮𝗿𝗶 𝗯𝗮𝗴𝗶 𝗹𝗮𝗸𝗶-𝗹𝗮𝗸𝗶 𝗱𝗶 𝘀𝘂𝗿𝗴𝗮

SUDUT PANDANG LUKAS 20 : 27-38 𝗧𝗶𝗱𝗮𝗸 𝗮𝗱𝗮 𝗯𝗶𝗱𝗮𝗱𝗮𝗿𝗶 𝗯𝗮𝗴𝗶 𝗹𝗮𝗸𝗶-𝗹𝗮𝗸𝗶 𝗱𝗶 𝘀𝘂𝗿𝗴𝗮

PENGANTAR
Dunia sesudah kematian menurut Injil Lukas tidaklah seindah yang dibayangkan oleh kaum laki-laki. Tidak ada penyediaan bidadari untuk melayani hasrat laki-laki. 
Hari ini adalah Minggu kedua puluh dua setelah Pentakosta. Bacaan ekumenis diambil dari Injil Lukas 20:27-38 yang didahului dengan Ayub 19:23-27a, Mazmur 17:1-9, dan 2Tesalonika 2:1-5, 13-17.


PEMAHAMAN
Seperti yang sudah kita ketahui bersama bahwa sejak Minggu ketiga sesudah Pentakosta sampai akhir Tahun C (Minggu Kristus Raja) bacaan ekumenis (RCL) menarasikan perjalanan panjang Yesus dari Galilea sampai Ia disalib di Yerusalem (Luk. 9:51 – 23:43) atau 𝘑𝘰𝘶𝘳𝘯𝘦𝘺 𝘕𝘢𝘳𝘢𝘵𝘪𝘷𝘦. Dalam bacaan Injil Minggu ini Yesus tiba-tiba sudah berada di Yerusalem dan bersoal-jawab dengan orang-orang Saduki. Mengapa tidak ada bacaan mengenai kedatangan Yesus di Yerusalem? Bacaan tentang kedatangan dan penyambutan Yesus di Yerusalem sudah disajikan pada Minggu Palem yang lalu.
Latar cerita Yesus bersoal-jawab dengan orang-orang Saduki adalah 𝘠𝘦𝘴𝘶𝘴 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘢𝘫𝘢𝘳 𝘥𝘪 𝘉𝘢𝘪𝘵 𝘈𝘭𝘭𝘢𝘩, karena bacaan termuat dalam Lukas pasal 20 - 21. Dikisahkan beberapa orang Saduki mendatangi Yesus. Kaum Saduki tidak mengakui keberadaan kebangkitan. 
𝘔𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘣𝘦𝘳𝘵𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘠𝘦𝘴𝘶𝘴, "𝘎𝘶𝘳𝘶, 𝘔𝘶𝘴𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘶𝘭𝘪𝘴𝘬𝘢𝘯 𝘱𝘦𝘳𝘪𝘯𝘵𝘢𝘩 𝘪𝘯𝘪 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘬𝘪𝘵𝘢: 𝘑𝘪𝘬𝘢 𝘴𝘦𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘮𝘪𝘭𝘪𝘬𝘪 𝘴𝘢𝘶𝘥𝘢𝘳𝘢 𝘭𝘢𝘬𝘪-𝘭𝘢𝘬𝘪 𝘮𝘢𝘵𝘪, 𝘴𝘦𝘥𝘢𝘯𝘨 𝘪𝘴𝘵𝘳𝘪𝘯𝘺𝘢 𝘮𝘢𝘴𝘪𝘩 𝘢𝘥𝘢, 𝘵𝘦𝘵𝘢𝘱𝘪 𝘪𝘢 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘮𝘦𝘯𝘪𝘯𝘨𝘨𝘢𝘭𝘬𝘢𝘯 𝘢𝘯𝘢𝘬, 𝘴𝘢𝘶𝘥𝘢𝘳𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘩𝘢𝘳𝘶𝘴 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘢𝘸𝘪𝘯𝘪 𝘱𝘦𝘳𝘦𝘮𝘱𝘶𝘢𝘯 𝘪𝘵𝘶 𝘥𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘦𝘳𝘪 𝘬𝘦𝘵𝘶𝘳𝘶𝘯𝘢𝘯 𝘣𝘢𝘨𝘪 𝘴𝘢𝘶𝘥𝘢𝘳𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘪𝘵𝘶. 𝘈𝘥𝘢 𝘵𝘶𝘫𝘶𝘩 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘣𝘦𝘳𝘴𝘢𝘶𝘥𝘢𝘳𝘢. 𝘠𝘢𝘯𝘨 𝘱𝘦𝘳𝘵𝘢𝘮𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘢𝘸𝘪𝘯𝘪 𝘴𝘦𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘱𝘦𝘳𝘦𝘮𝘱𝘶𝘢𝘯, 𝘭𝘢𝘭𝘶 𝘮𝘢𝘵𝘪 𝘵𝘢𝘯𝘱𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘪𝘯𝘨𝘨𝘢𝘭𝘬𝘢𝘯 𝘢𝘯𝘢𝘬. 𝘓𝘢𝘭𝘶 𝘱𝘦𝘳𝘦𝘮𝘱𝘶𝘢𝘯 𝘪𝘵𝘶 𝘥𝘪𝘬𝘢𝘸𝘪𝘯𝘪 𝘰𝘭𝘦𝘩 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘬𝘦𝘥𝘶𝘢 𝘥𝘢𝘯 𝘰𝘭𝘦𝘩 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘬𝘦𝘵𝘪𝘨𝘢 𝘥𝘢𝘯 𝘥𝘦𝘮𝘪𝘬𝘪𝘢𝘯𝘭𝘢𝘩 𝘣𝘦𝘳𝘵𝘶𝘳𝘶𝘵-𝘵𝘶𝘳𝘶𝘵 𝘰𝘭𝘦𝘩 𝘬𝘦𝘵𝘶𝘫𝘶𝘩 𝘴𝘢𝘶𝘥𝘢𝘳𝘢 𝘪𝘵𝘶. 𝘔𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘴𝘦𝘮𝘶𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘮𝘢𝘵𝘪 𝘵𝘢𝘯𝘱𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘪𝘯𝘨𝘨𝘢𝘭𝘬𝘢𝘯 𝘢𝘯𝘢𝘬. 𝘈𝘬𝘩𝘪𝘳𝘯𝘺𝘢 𝘱𝘦𝘳𝘦𝘮𝘱𝘶𝘢𝘯 𝘪𝘵𝘶 𝘱𝘶𝘯 𝘮𝘢𝘵𝘪. 𝘗𝘢𝘥𝘢 𝘸𝘢𝘬𝘵𝘶 𝘬𝘦𝘣𝘢𝘯𝘨𝘬𝘪𝘵𝘢𝘯 𝘥𝘪 𝘢𝘯𝘵𝘢𝘳𝘢 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘴𝘪𝘢𝘱𝘢𝘬𝘢𝘩 𝘣𝘦𝘳𝘪𝘴𝘵𝘳𝘪𝘬𝘢𝘯 𝘱𝘦𝘳𝘦𝘮𝘱𝘶𝘢𝘯 𝘪𝘵𝘶? 𝘚𝘦𝘣𝘢𝘣 𝘬𝘦𝘵𝘶𝘫𝘶𝘩𝘯𝘺𝘢 𝘵𝘦𝘭𝘢𝘩 𝘣𝘦𝘳𝘪𝘴𝘵𝘳𝘪𝘬𝘢𝘯 𝘥𝘪𝘢.” (ay. 27-33)
Petulis Injil Lukas mengambil bahan cerita dari Injil Markus (Mrk. 12:18-27), tetapi Lukas mengubah latar cerita Injil Markus 𝘠𝘦𝘴𝘶𝘴 𝘣𝘦𝘳𝘫𝘢𝘭𝘢𝘯 𝘥𝘪 𝘩𝘢𝘭𝘢𝘮𝘢𝘯 𝘉𝘢𝘪𝘵 𝘈𝘭𝘭𝘢𝘩 (Mrk. 11:27). Meskipun demikian Lukas tidak mengubah tokoh cerita orang Saduki dan pertanyaan mereka dari Injil Markus, tetapi Lukas menghapus penilaian Markus bahwa orang Saduki itu sesat, bahkan dua kali (lih. Mrk. 12:24 dan 27). Lukas juga menolak penilaian Markus terhadap orang Saduki tidak mengerti Kitab Suci dan kuasa Allah (lih. Mrk. 12:24).
Saduki (dari kata 𝘡𝘢𝘥𝘰𝘬) merupakan nama kelompok aristokrat Yahudi yang berkuasa di Yerusalem hingga Bait Suci dihancurkan pada 70 ZB. Kaum Saduki bertanggung jawab atas ibadah yang dilakukan di Bait Suci sebagai kaum imam. Hampir seluruh imam-imam dapat digolongkan sebagai kaum Saduki. Jabatan Imam Besar Yahudi pada umumnya diduduki oleh orang Saduki, tetapi tidak semua orang Saduki adalah imam. Ada kemungkinan orang-orang Saduki juga terdiri atas orang awam yang kaya dan tuan-tuan tanah. 
Di lingkungan orang Yahudi pada masa itu kebangkitan adalah wacana secara nisbi baru, yang muncul sekitar abad ke-2 SZB seperti dalam Kitab Daniel 12:2. Sampai menjelang akhir abad 1 ZB, ketika Injil Lukas ditulis, perdebatan dan perkembangan wacana kebangkitan masih terus terjadi sehingga ada berbagai pemikiran yang berbeda di dalam Perjanjian Baru.
Dalam tradisi Israel, termasuk yang terkandung dalam perkawinan Levirat, tujuan perkawinan bukanlah untuk mengesahkan cinta kasih romantis seperti dalam kebudayaan modern, melainkan untuk mendapatkan anak atau keturunan (bdk. Ul. 25:5). Manusia akan mati. Adanya keturunan akan mencegah kepunahan. Jadi, pertanyan orang-orang Saduki di atas pumpunnya bukanlah pada siapa suami perempuan itu, melainkan apakah 𝗬𝗲𝘀𝘂𝘀 𝗯𝗲𝗿𝘀𝗲𝗽𝗮𝗵𝗮𝗺 𝗱𝗲𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗺𝗲𝗿𝗲𝗸𝗮 yang tidak percaya pada kebangkitan dalam pertanyaan: 𝘚𝘪𝘢𝘱𝘢𝘬𝘢𝘩 𝘥𝘪 𝘢𝘯𝘵𝘢𝘳𝘢 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨-𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘪𝘵𝘶 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘯𝘫𝘢𝘥𝘪 𝘴𝘶𝘢𝘮𝘪𝘯𝘺𝘢 𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘩𝘢𝘳𝘪 𝘬𝘦𝘣𝘢𝘯𝘨𝘬𝘪𝘵𝘢𝘯, 𝘴𝘦𝘣𝘢𝘣 𝘬𝘦𝘵𝘶𝘫𝘶𝘩𝘯𝘺𝘢 𝘵𝘦𝘭𝘢𝘩 𝘣𝘦𝘳𝘪𝘴𝘵𝘳𝘪𝘬𝘢𝘯 𝘥𝘪𝘢? Pertanyaan ini sulit sekaligus menjebak.
𝘑𝘢𝘸𝘢𝘣 𝘠𝘦𝘴𝘶𝘴 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢, “𝘖𝘳𝘢𝘯𝘨-𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘥𝘶𝘯𝘪𝘢 𝘪𝘯𝘪 𝘬𝘢𝘸𝘪𝘯 𝘥𝘢𝘯 𝘥𝘪𝘬𝘢𝘸𝘪𝘯𝘬𝘢𝘯, 𝘵𝘦𝘵𝘢𝘱𝘪 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘥𝘪𝘢𝘯𝘨𝘨𝘢𝘱 𝘭𝘢𝘺𝘢𝘬 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘮𝘦𝘯𝘥𝘢𝘱𝘢𝘵 𝘣𝘢𝘨𝘪𝘢𝘯 𝘥𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘥𝘶𝘯𝘪𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘭𝘢𝘪𝘯 𝘪𝘵𝘶 𝘥𝘢𝘯 𝘥𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘬𝘦𝘣𝘢𝘯𝘨𝘬𝘪𝘵𝘢𝘯 𝘥𝘢𝘳𝘪 𝘢𝘯𝘵𝘢𝘳𝘢 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘢𝘵𝘪 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘬𝘢𝘸𝘪𝘯 𝘥𝘢𝘯 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘥𝘪𝘬𝘢𝘸𝘪𝘯𝘬𝘢𝘯. 𝘔𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘥𝘢𝘱𝘢𝘵 𝘮𝘢𝘵𝘪 𝘭𝘢𝘨𝘪, 𝘴𝘦𝘣𝘢𝘣 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘴𝘢𝘮𝘢 𝘴𝘦𝘱𝘦𝘳𝘵𝘪 𝘮𝘢𝘭𝘢𝘪𝘬𝘢𝘵-𝘮𝘢𝘭𝘢𝘪𝘬𝘢𝘵 𝘥𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘢𝘥𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘢𝘯𝘢𝘬-𝘢𝘯𝘢𝘬 𝘈𝘭𝘭𝘢𝘩, 𝘬𝘢𝘳𝘦𝘯𝘢 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘵𝘦𝘭𝘢𝘩 𝘥𝘪𝘣𝘢𝘯𝘨𝘬𝘪𝘵𝘬𝘢𝘯. 𝘛𝘦𝘯𝘵𝘢𝘯𝘨 𝘬𝘦𝘣𝘢𝘯𝘨𝘬𝘪𝘵𝘢𝘯 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨-𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘢𝘵𝘪 𝘔𝘶𝘴𝘢 𝘵𝘦𝘭𝘢𝘩 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘦𝘳𝘪𝘵𝘢𝘩𝘶𝘬𝘢𝘯𝘯𝘺𝘢 𝘥𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘤𝘦𝘳𝘪𝘵𝘢 𝘵𝘦𝘯𝘵𝘢𝘯𝘨 𝘴𝘦𝘮𝘢𝘬 𝘥𝘶𝘳𝘪 𝘵𝘦𝘮𝘱𝘢𝘵 𝘪𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘺𝘦𝘣𝘶𝘵 𝘛𝘶𝘩𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘣𝘢𝘨𝘢𝘪 𝘴𝘦𝘣𝘢𝘨𝘢𝘪 𝘈𝘭𝘭𝘢𝘩 𝘈𝘣𝘳𝘢𝘩𝘢𝘮, 𝘈𝘭𝘭𝘢𝘩 𝘐𝘴𝘩𝘢𝘬, 𝘥𝘢𝘯 𝘈𝘭𝘭𝘢𝘩 𝘠𝘢𝘬𝘶𝘣. 𝘐𝘢 𝘣𝘶𝘬𝘢𝘯𝘭𝘢𝘩 𝘈𝘭𝘭𝘢𝘩 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘢𝘵𝘪, 𝘮𝘦𝘭𝘢𝘪𝘯𝘬𝘢𝘯 𝘈𝘭𝘭𝘢𝘩 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘩𝘪𝘥𝘶𝘱, 𝘴𝘦𝘣𝘢𝘣 𝘣𝘢𝘨𝘪-𝘕𝘺𝘢 𝘴𝘦𝘮𝘶𝘢 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘩𝘪𝘥𝘶𝘱.” (ay. 34-38)
Jawaban Yesus di atas, menurut teologi Injil Lukas, membuat pembedaan yang tegas: 𝗮𝗱𝗮 𝗱𝘂𝗮 𝗱𝘂𝗻𝗶𝗮. Kesatu, dunia ini, orang memang kawin dan dikawinkan. Kedua, dunia yang lain itu, dunia orang-orang yang dibangkitkan tidak begitu, tidak seperti dunia kesatu. 
Sesudah kebangkitan manusia tidak lagi kawin dan dikawinkan, karena hukum di dunia kesatu sudah tidak berpautan lagi dengan dunia yang lain itu. Tidak berpautan karena manusia tidak dapat mati lagi. Perkawinan untuk mencegah kepunahan. Manusia pada hari kebangkitan sama dengan malaikat: tidak dapat mati lagi. Oleh karena tidak dapat mati lagi, orang yang sudah dibangkitkan itu tidak perlu kawin dan dikawinkan. Tidak hanya sama seperti malaikat-malaikat, Lukas menaikkan status manusia adalah anak-anak Allah. Itulah sebabnya tidak ada penyediaan bidadari untuk memenuhi hasrat seksual laki-laki di dunia yang lain sesudah kematian menurut Injil Lukas.
Apabila kita melanjutkan membaca ayat berikutnya, beberapa ahli Taurat berpendapat bahwa jawaban Yesus tepat sekali (ay. 39). Lukas tampaknya hendak mengatakan bahwa tidak semua ahli Taurat berbeda pendapat dengan Yesus, setidaknya mereka tidak kompak dalam bersikap terhadap ajaran Yesus.
Membuat pertanyaan itu tidak mudah. Apalagi membuat pertanyaan bermutu! Orang Saduki bertanya bukan tanpa argumen. Mereka merujuk Kitab Suci dengan kasus rumit yang dapat terjadi di masyarakat. Orang yang tak menguasai ilmu akan berkesulitan menjawab pertanyaan orang Saduki itu. Yesus sangat menguasai, bahkan beberapa ahli Taurat memuji Yesus atas ketepatan jawaban Yesus. Untuk dapat menguasai itu tidaklah kejap. Yesus belajar dengan sungguh-sungguh. Seperti kata penginjil Lukas, “Yesus makin dewasa dan bertambah hikmat-Nya, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia.” (Luk. 2:53). Maka, mengikuti teladan Yesus kita harus belajar trus dan terus, termasuk mau mendengar orang lain serta menerima kritisi, mau menerima pertanyaan dan menjawab dengan baik.

(09112025)(TUS)

SUDUT PANDANG LILIN ADVENT

SUDUT PANDANG LILIN ADVENT PENGANTAR Seiring berjalan kesepakatan ekuminis di Lima, membawa beberapa kesepakatan antara denomina...