💫SABDA NYUNAR💫Faith that stands on authority is not faith.” Ralph Waldo Emerson. Bacaan dari Yohanes 6:56-69, Bacaan Injil ini mengisahkan implikasi bacaan Minggu lalu tentang Yesus yang bermetafor tentang diri-Nya adalah roti “Siapa saja makan roti ini, ia akan hidup selamanya.” Dari Titik Pandang Minggu lalu kita bisa melihat makna perkataan Yesus bahwa Ia siap memberikan diri-Nya untuk kehidupan. Itu berarti para pengikut-Nya juga memberikan diri untuk kehidupan. Implikasi pengajaran Yesus itu mengakibatkan banyak pengikutnya mengundurkan diri. “Perkataan ini keras, siapakah yang sanggup mendengarkannya.” Gerutu para pendengar pengajaran Yesus. Di sini Yesus bukannya melakukan pendekatan atau bernegosiasi, justru Ia menekan para pendengar-Nya, “Adakah perkataan itu mengguncangkan imanmu?” Pada ayat 66 dikatakan sejak itu banyak orang mengundurkan diri menjadi murid-murid-Nya dan tidak lagi mengikuti Dia.Kemudian Yesus bertanya kepada keduabelas murid-Nya, “Apakah kamu tidak mau pergi juga?” Simon Petrus menjawab Yesus, “Kepada siapakah kami akan pergi? Perkataan-Mu adalah perkataan hidup yang kekal dan kami telah percaya dan tahu bahwa Engkau adalah Yang Kudus dari Allah.”Menjadi pengikut atau murid Yesus itu sungguh berat. Selain pengajaran Yesus itu berat, juga bermain-main dengan bahaya. Ajaran Yesus radikal. Penuh risiko. Sesuai dengan makna aslinya berpikir dan bertindak radikal di sini ialah radikal dengan asal kata Latin radix atau akar. Maksudnya ialah suatu pemikiran filsafati yang berupaya memahami masalah atau objek berdasarkan akarnya sehingga ia bisa melihat dan mengatasi masalah yang berlandaskan atas prinsip dan tatanan paling mendasar.Ajaran Yesus merontokkan ideologi yang dianut oleh orang-orang secara turun-menurun. Para penganut agama legalistik tentu terguncang imannya. Orang-orang yang terbiasa dengan belenggu ideologi legalistik, mereka mudah terguncang seperti air di atas daun keladi. Implikasi keguncangan itu membenci kemudian berlaku agresif. Namun ke-12 murid Yesus tidak tergoda untuk meninggalkan Yesus. Mereka tanpa ragu tetap panggah mengikuti Yesus (walau belakangan Yudas Iskariot dikisahkan berkhianat).Beragama secara radikal seperti penjelasan di atas sebenarnya justru membuat orang rileks. Ia rileks, karena sudah memahami tatanan paling mendasar. Ia sudah tidak pusing lagi apakah berbuat ini dan itu berdosa atau tidak, karena ia memahami dosa menurut iman Kristen ialah putusnya hubungan manusia dengan Allah. Ia dengan segenap akalbudi juga berani menafsir ulang teks-teks Alkitab yang sudah tak paut lagi dengan zaman. Mengasihi Allah baginya tidaklah cukup dengan segenap hati dan jiwa, tetapi juga dengan segenap akalbudi. Beragama secara radikal berani mengolok-olok diri sendiri.Beragama secara legalistik, yang mewajibkan umat menaati hukum-hukum agama, justru melancarkan umat atau pemimpin agama untuk menelikung hukum-hukum itu demi hasrat kekuasaan. Mereka membuat hukum-hukum yang seolah-olah Alkitabiah hanya untuk menakut-nakuti umat agar hormat dan tunduk pada penguasa agama. Mereka membuat hukum-hukum, karena tidak mau kehilangan pengikut. Mereka membuat hukum-hukum bukan agar umat taat kepada ajaran Kristus, melainkan taat kepada pemimpin agama. Penguasa agama di sini justru membelenggu Injil yang seharusnya membebaskan dan memberdayakan manusia. Penulis Injil Yohanes mengajak pengikut Kristus untuk memahami tatanan paling mendasar, bukan untuk menjadi pengikut cèmèn yang sekadar mengikuti hukum-hukum agama. Untuk memahami prinsip atau tatanan paling mendasar memang berat. Perlu belajar keras dan menggawaikan daun telinga. Apabila sudah mendapatkan dan memahami tatanan paling mendasar tak akan perlu terjadi keguncangan iman karena mendengar pernyataan picisan dari mantan pendeta atau mantan kardinal lulusan Universitas Vatikan. Hidup menjadi lebih rileks.Dalam kehidupan orang-orang Kristen sudah biasa dijumpai humor-humor tentang Yesus.
Q: “Yesus orang mana?”
A: “Orang Kudus”
Q: “Siapa nama Jawa Yesus?”
A: “Puji”
Q: “Apa golongan darah Yesus?”
A: “O” (kj 36...reff...o, darah Tuhanku,...)
Apakah ada yang pernah menjadikan humor-humor itu kasus hukum? Tidak. Orang-orang Kristen malah tertawa ngakak. Rileks. Tentu ada orang Kristen yang tak suka pada humor-humor semacam itu, namun toh ia tidak akan membawanya ke ranah hukum sebagai penistaan agama. 🙏🙏🙏Selamat Beriman🙌🙌🙌Tuhan memberkati