Seluruh hari raya tahunan umat Kristen bermula dari dan berpusat pada misteri Paska, kebangkitan Kristus. Perayaan Paska tahunan berangkat dari perayaan Paska pekanan. Umat Kristen perdana pada hari pertama (bahasa Indonesia menyebut Minggu) dalam pekan memiliki kebiasaan berkumpul, memecah roti, serta makan dan minum bersama (simposium). Perlu kita catat pada zaman doeloe hari baru dimula tepat sesudah matahari terbenam atau selepas Maghrib, bukan tengah malam. Umat Kristen perdana pada waktu itu tetap tidak meninggalkan kebiasaan ibadah pada Sabat (atau Sabtu), hari ketujuh dalam pekan. Sesudah mereka beribadah dilanjutkan dengan simposium pada Sabtu malam, yang sudah merupakan hari baru, hari pertama (atau Minggu) dalam pekan, hari kebangkitan Kristus. Dalam simposium ini mereka saling berbagi cerita atau ngobrol sampai larut malam bahkan pagi. Tema utama yang dibicarakan adalah kebangkitan Kristus dan karya-karya-Nya. Orang yang memiliki banyak pengetahuan mengajar. Kadang membosankan sehingga membuat pendengar mengantuk dan terjatuh (lih. Euthikus dalam Kis. 20:7-12). Para pengkhotbah yang tidak lihai berkhotbah tidak perlu berkecil hati, karena Rasul Paulus pun membuat orang mengantuk dan terjatuh, bahkan matiπ€πππ. Ibadah Kristen tidak berangkat dari kekosongan atau kesengajaan rencana, melainkan dengan guliran dan kumparan narasi dan budaya untuk membangun makna. Kebiasaan bersimposium ini kemudian dijadikan ritual ibadah Minggu. Jadi, pada dasarnya ibadah Minggu adalah perayaan Paska, kebangkitan Kristus. Dari ibadah Minggu ini kemudian ditetapkan perayaan Paska tahunan. Tanggal Paska tahunan ditetapkan pada Minggu pertama sesudah Paska Yahudi (14 Nisan) atau Minggu pertama sesudah bulan purnama yang jatuh pada atau sesudah 21 Maret (equinox). Singkat cerita dari Paska tahunan itu ditetapkan masa Pra-Paska dan hari raya tahunan lainnya. Natal adalah hari raya tahunan “paling muda”. Seperti halnya Paska yang diawali dengan masa raya persiapan yang disebut Pra-Paska, Natal pun dibuat masa raya persiapan yang disebut Adven. Pada awalnya masa Adven dimula 40 hari sebelum Epifania, 6 Januari. Terjadi masalah karena permulaan masa Adven bukan berangkat dari hari pertama (Minggu). Akan tetapi Gereja Barat mengakhiri masa Adven sebelum 25 Desember, karena tanggal itu sudah ditetapkan sebagai kelahiran Yesus. Pada abad ke-6 Paus Gregorius Agung menetapkan masa adven dimula hari pertama (Minggu) dan ada empat Minggu sebelum Natal. Apabila Natal jatuh pada Minggu, maka Minggu itu tidak ikut dihitung. Masa Adven berakhir pada 24 Desember sebelum matahari terbenam. Dalam perayaan liturgi Adven Gereja menghidupkan lagi penantian akan Mesias. Dengan demikian umat beriman mengambil bagian dalam persiapan tercukupkan menjelang Sang Firman nuzul menjadi Manusia dan sekaligus membaharui di dalamnya kerinduan akan kedatangan-Nya kembali. Pada sisi satu umat beriman merefleksikan ulang dan didorong untuk merayakan kedatangan Kristus sekitar dua ribu tahun (lebih sedikit) lalu. Umat beriman merenungkan ulang misteri Sang Firman Nuzul menjadi Manusia. Pada sisi lain umat beriman mengingat dalam Syahadat bahwa Kristus akan datang kembali untuk mengadili orang yang hidup dan mati. Gereja membuat dua pembabakan leksionari untuk memudahkan umat menghayati makna Adven. Babak pertama, Minggu I dan II Adven pembacaan memerikan gatra eskatologis. Apa itu eskatologis? Secara sederhana eskatologis ialah penantian kedatangan kembali Kristus. Babak kedua, Minggu III dan IV Adven pembacaan memerikan gatra pengenangan (anamnesis) kelahiran Kristus. Pada 24 Desember sesudah matahari terbenam menurut tradisi adalah hari baru. Untuk itulah 24 Desember selepas Maghrib disebut Malam Natal, malam kelahiran. Frase Malam Natal tidak sama dengan Malam Minggu yang belum Minggu. Malam Natal adalah malam kelahiran, sudah Natal. Natal dimula 24 Desember selepas Maghrib. “Apa referensi kamu bilang Malam Natal sudah Natal?” “Lihat saja bacaan Alkitab sedunia pada Malam Natal dari Injil Lukas 2:1-14.” Pada mulanya tidak ada susunan sistematis dan terencana untuk merayakan peristiwa-peristiwa Kristus. Secara evolusi gereja memberikan tanggapan atas peristiwa-peristiwa tersebut satu per satu. Para tokoh gereja sejak abad II merapikan, membentuk, menyusun, dan merekayasa (to engineer) kisah teologinya sehingga menjadi bermakna, bertema, dan bercerita saling berurutan satu dengan lainnya. Hari raya liturgi merupakan drama sarat makna; suatu rekayasa gereja untuk memastori dan membina umat agar dapat lebih menghayati kisah Kristus menurut kesaksian Alkitab dalam bentuk perayaan. Dari pemaknaan perayaan liturgi di atas adalah sungguh tidak tepat merayakan Natal pada masa Adven. Merayakan Natal pada masa Adven tidak ubahnya seperti mengadakan halalbihalal di bulan Ramadan. Merayakan idul Fitri di bulan puasa. Awal minggu adven ada teman merayakan natal. sepulangnya dia ngucapkan selamat natal kepada orang2 yg ditemuinya dg ucapan selamat natal. Semua pada bengong.π€ππππSelamat menghikmati Natalππ»ππ»ππ»Tuhan memberkati.STT BAPTIS INJILI, CEPOGO, BOYOLALI, 2021, TITUS ROIDANTO
SUDUT PANDANG LILIN ADVENT
SUDUT PANDANG LILIN ADVENT PENGANTAR Seiring berjalan kesepakatan ekuminis di Lima, membawa beberapa kesepakatan antara denomina...
-
SUDUT PANDANG TENTANG ESENI Di zaman Yesus, ada beberapa golongan atau kelompok politik dan keagamaan Yahudi yang signifikan, an...
-
Otokritik Ajaran Allah Tritunggal GKJ, serial Sudut pandang Pengantar memang pemahamaman ontologi harus berkembang, melihat tr...