Memaknai Yesus mengajar dari bacaan Lukas 4 ayat 14 sampai 21 “Education costs money, but then so does ignorance.” Claus Moser. Ketika gereja mau belajar mengajar dan Berhikmat maka sebetulnya tahun Rahmat Tuhan sudah datang. Hal yang patut dikedepankan dalam hal berhikmat dan mengajar bukan mengejar ketenaran atau pujian, namun kebenaran. Hikmat kebenaran yang sejati berasal dari Allah sendiri. Hikmat Allah sebagai sumber kebenaran bila diterima dengan sepenuh hati akan menyadarkan umat perihal dirinya di hadapan Tuhan. Kita mesti menjadi bagian dari masyarakat yang berhikmat. Kita terus diperbarui untuk menjadi orang yang bijak di tengah masyarakat yang terkadang ada yang bertujuan mengacaukan situasi dan memang tidak senang adanya suasana damai. Sebagai pribadi orang percaya terus belajar menjadi orang bijak, arif dan dewasa dengan memberlakukan hikmat Tuhan sebagai sumber kebenaran tertinggi. Berhikmat yang menjadi berkat bagi umat maupun masyarakat.Kiranya dengan hati yang selalu membuka diri untuk dibimbing Roh Tuhan sehingga taat untuk menerima pengajaran hikmat dan setia menerapkan hidup yang berhikmat. Hidup yang penuh hormat dan rendah hati menerima setiap pengajaran Firman yang dilayankan. Dihadapan kebenaran Allah yang penuh kuasa dan kemuliaan, tidak pantas baginya untuk memegahkan diri. Berhikmatlah dalam pikiran, perkataan dan tindakan (Dalam mengajar dan belajar) yang mendatangkan kebaikan bagi umat dan masyarakat umum. Bahkan menggunakan karunia yang berguna bagi orang lain, yang tidak untuk kebanggan diri sendiri. Kepandaian yang dimiliki tidak untuk membodohi masyarakat namun untuk mencerahkan. Kepandaian harus dibarengi dengan kebijaksanaan agar jadi berkat bagi banyak orang, mengajar yang mencerahkan bukan menjerumuskan bahkan menyesatkan masyarakat dalam berpikir maupun bertindak. Sebagaimana Kristus dalam berhikmat yang dari Roh Allah untuk menyatakan pembebasan, menyembuhkan dan mewartakan sukacita dari Tuhan. Menjadi pengajar baik bagi diri sendiri maupun orang lain terlebih khalayak banyak dengan menyampaikan berita yang benar dan berguna agar berita tersebut tidak sekadar memberi informasi, namun juga menginspirasi dan memotivasi kepada kebenaran Tuhan. Contoh saja tentang nalar thd suatu hal dikaitkan dengan hikmat dalam mengajar belajar, tentang berita di suatu tempat yaitu lomba Lektor, yah nyonto pinginnya Musabaqah Tilawatil Qur'an, bidang lomba membaca Al-Qur'an dengan bacaan mujawwad, yaitu bacaan Al-Qur'an yang mengikuti kaidah-kaidah hukum tajwid, membaca dengan adab tilawah, serta seni lagu dan suara. Alkitab, kitab suci orang Kristen, adalah karya sastra yang berbentuk prosa dan puisi. Dalam ilmu teologi bidang biblika karya sastra tersebut merupakan refeksi iman para penulisnya. Seindah-indahnya karya sastra itu para penafsir selalu ingin mencari apa makna teks atau makna apa yang dipahami oleh penulisnya, bukan lagi ayat ini bermakna apa bagiku tapi makna apa yg ada dibelakang pikiran penulisnya shg penulis menuliskan ayat tsb. Dalam dunia sastra umum tidaklah penting untuk mencari makna karena sastra umum mengutamakan keindahan. Pembaca atau penikmat sastra tidak peduli pada apa yang hendak disampaikan penulis karena mereka menikmati keindahan karya sastra. Bahkan dalam bentuk yang sederhana seperti peribahasa “Kura-kura dalam perahu, pura-pura tidak tahu” orang tidak peduli apa makna “kura-kura dalam perahu”. Orang hanya peduli pada keindahan rima untuk menuju frase selanjutnya “pura-pura tidak tahu”. Pembaca Alkitab disebut lektor. Calon-calon lektor tidak dilatih untuk membaca dengan indah. Mereka dilatih untuk menyampaikan secara utuh suatu perikop yang dibacanya agar didengar secara utuh oleh para pendengarnya.Itulah sebabnya tidak ada lomba lektor nasional. Alkitab memang karya sastra, tetapi keindahan bukanlah yang utama. Yang utama dan terutama adalah apa makna teks untuk pembaca masa kini. Gereja pada hakikatnya mengajar, tapi juga belajar. Gereja yang tak mengajar dan belajar berarti bukan gereja. Gereja membuat tahun liturgi: Tahun A, Tahun B, dan Tahun C, yang dapat diartikan tahun ajaran atau tahun akademik. Kurikulumnya berupa leksionari. Berhubung Gereja ibadahnya Kristosentris, maka pusat pemberitaannya atau homilinya adalah Injil. Bacaan dari Perjanjian Lama (PL) dan Surat-surat Rasuli untuk menopang pembacaan Injil. Injil Matius mengisi kurikulum Tahun A. Injil Markus untuk Tahun B. Injil Lukas untuk Tahun C. Injil Yohanes disisipkan ke Tahun A, B, dan C untuk Minggu-Minggu tertentu. Tahun ajaran/akademik dimula dari Minggu Pertama masa Adven. Sekarang adalah Tahun C atau Tahun Injil Lukas. Sesudah Tahun C berakhir, maka kembali ke Tahun A sehingga membentuk siklus atau lingkaran seperti spiral bolpen. Kita seolah-olah kembali ke titik yang sama (dilihat dari atas), tetapi sebenarnya di masa yang berbeda (dilihat dari samping). Penerapan kurikulum dengan bacaan ekumenis atau leksionari (RCL – Revised Common Lectionary) berfungsi menanamkan nilai-nilai historis sekaligus tradisi bahwa yang terjadi pada masa kini merupakan embusan dari peristiwa-peristiwa masa lalu. Dengan pengulangan lewat siklus tahun akademik umat menyadari bahwa firman yang disampaikan selalu baru dari masa ke masa. Persoalannya tidak semua gereja menerapkan tahun liturgi dengan bacaan ekumenis. Pembacaan Alkitab sesuka hati gerejanya. Teks-teks yang sulit dihindari. Teks-teks yang dianggap mendukung ideologi aliran gereja sering dibaca. Padahal, seperti yang saya sampaikan di atas, ibadah Kristen berpusat pada Kristus atau Kristosentris, bukan pada kemauan dan ideologi gerejanya. Dalam pada itu ada cukup banyak juga tamatan perguruan tinggi teologi berhenti belajar. Cara membaca Alkitab mereka kembali seperti ketika mereka masih remaja. Mereka mengingkari hakikat Gereja yang mengajar. Minggu ketiga sesudah Epifania. Bacaan Minggu ini secara ekumenis diambil dari Injil Lukas (Lukas 4 ayat 14 sampai 21). Apabila kita berasal dari gereja-gereja arus-utama, sebelum ibadah dimula ada prosesi penyerahan Alkitab dari pejabat gereja kepada pemimpin ibadah, dan sesudah ibadah pemimpin ibadah mengembalikan Alkitab kepada pejabat gereja. Tradisi ini merujuk bacaan Injil Lukas pada Minggu ini. Dikisahkan dalam bacaan Injil Lukas setelah Yesus menyepi selama 40 hari di padang gurun, Ia kembali ke Galilea. Tersebarlah kabar tentang Yesus di seluruh daerah itu. Ia mengajar di rumah-rumah ibadah di sana dan semua orang memuji-Nya (ay. 14-15). Yesus kemudian ke Nazaret tempat Ia dibesarkan. Menurut kebiasaan-Nya pada Sabat Ia masuk ke rumah ibadah. Ia kemudian diberi kitab Nabi Yesaya oleh pejabat rumah ibadah. Ia kemudian membaca kitab itu, yang dalam Alkitab modern terdapat di dalam Yesaya 61:1-2. Setelah membaca Ia menutup kitab itu dan mengembalikannya kepada pejabat rumah ibadah, lalu duduk (ay. 20), dan semua mata tertuju kepada-Nya, lalu Ia mula mengajar. Kata Yesus, “Pada hari ini genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya.” (ay. 21). Sila baca lagi ayat 20 “Yesus duduk” dan ayat 21 “Yesus mengajar”. Suasana pengajaran memang seperti di kelas. Rumah-rumah ibadah menjadi pusat pengajaran sejak reformasi Yahudi pasca-pembuangan di Babel. Pertanyaan selanjutnya, mengapa Yesus boleh mengajar? Tahapan pendidikan Yahudi dimula dari Mikra (membaca Taurat) pada usia 5 tahun. Anak usia 10-12 tahun masuk ke Beth Talmud. Semua anak Yahudi pada usia 12 harus melakukan ‘aliyah (naik) dan Bemah (menghadap mimbar untuk menerima kuk hukum Taurat) dan siap menerima ruah (roh hikmat). Yesus pun dikenai hukum adat ini ketika berumur 12 tahun (lih. Titik Pandang, 26 Desember 2021). Pada usia 20 ditambahkan baginya nishama (reasonable soul, “jiwa penalaran”) dan pada usia tersebut seseorang memasuki sekolah khusus Yahudi (Beth Midrash). Tidak semua anak Yahudi dapat masuk sampai ke jenjang Beth Midrash karena dibutuhkan kemampuan akademik tinggi. Pada usia 30 orang Yahudi baru boleh mengajar di depan umum. Dengan mengetahui tradisi pendidikan Yahudi ini kita bisa menafsir bahwa Yesus adalah lulusan Beth Midrash dan sudah berusia 30 tahun saat Ia mengajar seperti narasi dalam Injil Lukas di atas.Apa yang dibaca Yesus sampai Ia mengatakan bahwa pada hari ini genaplah nas ini? Dalam Yesaya 61:1-2 tertulis “Roh Tuhan ALLAH ada padaku, oleh karena TUHAN telah mengurapi aku; Ia telah mengutus aku untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang sengsara, dan merawat orang-orang yang remuk hati, untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan kepada orang-orang yang terkurung kelepasan dari penjara, untuk memberitakan tahun rahmat TUHAN dan hari pembalasan Allah kita, untuk menghibur semua orang berkabung”. Teks yang dibaca Yesus itu dalam bentuk puisi. Puisi itu memerikan betapa memilukan Yerusalem yang porak poranda. Kerajaan Israel Bersatu bubar. Dimula dari Kerajaan Israel Utara direbut oleh Asyur. Menyusul kemudian Kerajaan Yehuda di selatan dikalahkan oleh Babel. Umat menderita dalam penjara kuasa Babel. Menjadi tawanan tidak nyaman, meski diberi kelimpahan makanan dan fasilitas. Menjadi tawanan itu tak merdeka, remuk hati, karena segala kebebasan direnggut. Namun penulis kitab Yesaya mau menyampaikan kabar sukacita atas pembebasan umat dari tawanan. Allah tidak meninggalkan umat-Nya, walau umat-Nya meninggalkan-Nya.🙏🙏🙏Selamat Belajar Mengajar Berhikmat🙌🙌🙌Tuhan Yesus Memberkati
Jumat, 21 Januari 2022
Selasa, 18 Januari 2022
KHOTBAH LINTAS IMAN, SERIAL SUDUT PANDANG
"Monggo pak dosen, badhe ngersakaken mundhut menapa?" Seorang bapak yang tampaknya pemilik kios mempersilakan saya. Saya tidak terlalu heran, bapak itu mengenal saya sebagai seorang dosen STT sebab CEPOGO adalah wilayah yang kecil. Tanpa menunggu jawaban saya, bapak itu mengulurkan tangan sambil berkata, "Kula menika remen yen mireng khotbah panjenengan lho....!" Kali ini saya benar-benar heran sebab jelas ia bukan warga gereja, lagipula bila ditilik dari pakaiannya cukup jelas bahwa ia seorang muslim. Seperti memahami keheranan saya, bapak itu memberikan penjelasan, "Kula mirengke khotbah panjenengan yen ngepasi wonten upacara kesripahan utawi ular-ular temanten!" Aduuhhh... saya jadi tersipu dan takut kalau helm yang saya kenakan pecah karena bertambah besar. Maka saya segera menyebut apa yang hendak saya beli agar segera bisa pergi dari kios itu.
Sebenarnya saya sudah beberapa kali mengalami ketemu orang yang belum saya kenal dan bukan seiman, tetapi mengatakan menyukai khotbah saya. Namun saya sangat yakin bahwa jika benar orang-orang itu menyukai khotbah-khotbah saya, itu pasti bukan karena saya ini orator ulung yang berbicara dengan timbre suara yang mantap dan gesture yang menarik. Saya juga bukan tipe pembicara yang humoris dan pintar bernyanyi dengan suara merdu sebagai selingan. Aduhhh... trus karena apa?
Pastor Edward Foley dalam buku Theological Reflection Across Religious Tradition menulis bahwa setiap kali menyusun khotbah untuk ibadah di gereja yang dilayaninya, dalam refleksi ia selalu mempertimbangkan keyakinan dari para pendengarnya yang berbeda-beda. Lho... bukankah di gereja itu hanya ada satu keyakinan saja, yaitu keyakinan Kristen? Foley mengamati bahwa yang hadir di gerejanya bukan hanya orang Kristen saja. Kok bisa? Iya, karena diantara mereka yang hadir mungkin ada anak-anak yang pergi merantau kemudian pulang mengunjungi orang tuanya. Mungkin saja mereka sudah bukan Kristen lagi, sedang mempelajari suatu keyakinan atau bahkan memilih menjadi seorang ateis. Nah, untuk menghormati orang tuanya pada hari minggu mereka bersama-sama pergi ke gereja. Jadi refleksi yang dibuat pastor Foley melalui khotbahnya bukan hanya refleksi Kristen, tetapi refleksi-refleksi dari sudut pandang lain lain yang bisa diterima oleh banyak pihak sehingga mereka merasa di terima dan nyaman dalam komunitas gereja itu.
Pastor Foley mengaku bahwa refleksinya yang demikian itu terinspirasi oleh refleksi yang dilakukan oleh Tuhan Yesus sendiri. Ketika Tuhan Yesus bertemu dengan perempuan Siro-Fenesia yang memohon agar anaknya yang kerasukan roh jahat disembuhkan, Tuhan Yesus menjawab: "Biarlah anak-anak kenyang dahulu, sebab tidak patut mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya kepada anjing." Jawaban Tuhan Yesus ini khas refleksi orang Yahudi yang merasa dirinya sebagai bangsa terpilih sehingga segala kebaikan hanya untuk orang Yahudi saja. Jawaban ini tentu terdengar sangat menyakitkan bagi perempuan itu, tetapi perempuan itu tidak putus asa dan justru menjadikan refleksi khas Yahudi itu sebagai dasar untuk membuat refleksi baru yang sesuai untuk dirinya. Ia menjawab: "Benar, Tuhan. Tetapi anjing yang di bawah meja juga makan remah-remah yang dijatuhkan anak-anak." Tuhan Yesus membenarkan refleksi baru ini dan Tuhan Yesus kemudian bertindak berdasarkan refleksi ini. SabdaNya: "Karena kata-katamu itu, pergilah sekarang sebab setan itu sudah keluar dari anakmu."
Coba perhatikan, ada dua hal istimewa di sini: (1) Tuhan Yesus keluar meninggalkan refleksi Yahudi bahwa roti disediakan bagi anak-anak dan tidak patut bila diberikan untuk anjing, kemudian masuk kembali dengan meminjam refleksi perempuan Siro-Fenesia itu. Dengan cara seperti itu rahmat diberikan kepada perempuan itu dan anak-anaknya. (2) Alkitab tidak mencatat bahwa perempuan itu kemudian menjadi anggota dari komunitas yang mengikut Tuhan Yesus.
Kadang-kadang kita diracuni oleh hegemoni keyakinan agama dengan menganggap bahwa keyakinan lain adalah sesat, kafir atau berhala dan yang benar hanyalah keyakinan kita sendiri. Contoh yang paling jelas adalah kasus oknum yang menendang dan membuang sesajen di daerah gunung Semeru karena menganggap itu sebagai hal buruk yang menyebabkan Allah murka dan mendatangkan bencana di situ. Hegemoni itu telah membuat orang gagal bertoleransi pada keyakinan lain yang pada gilirannya gagal pula untuk menjadi rahmat bagi sesama.
Mengapa ada beberapa orang yang tidak saya kenal dan berbeda agama mengaku menyukai khotbah saya? Bila itu bukan karena saya adalah orator ulung, mungkin salah satu faktor penyebabnya adalah dalam refleksi khotbah saya terus berjuang untuk menepis perasaan superioritas agama dan mengupayakan untuk tidak menyinggung atau merendahkan keyakinan lain.
Semoga demikian adanya. STT Baptis Injili, CEPOGO, Boyolali, Jateng, Titus Roidanto
Jumat, 07 Januari 2022
EPIPHANIA, soal Solidaritas, SERIAL SUDUT PANDANG
Masa raya Natal mencapai puncak pada 6 Januari yang lalu. Pada tanggal itu dirayakan sebagai Hari Epifania. Epifania atau ἐπιφάνεια secara literal berarti penampakan diri, kedatangan, kelihatan. Tradisi perayaan 6 Januari itu sudah ada pada masa Sebelum Zaman Bersama (SZB) atau Sebelum Masehi (SM) di Mesir. Satu di antara beberapa mitos adalah Korê, saudara dewi gandum Grika Demeter, melahirkan Sang Keabadian. Perayaan semi-Gnostik ini marak dirayakan di Aleksandria. Gereja Mesir kemudian mengadopsi tanggal ini sebagai kelahiran Kristus. Mitos lainnya mengisahkan orang-orang di Aleksandria merayakan kelahiran Dewa Aion, yaitu dewa waktu dan keabadian. Dalam perayaan itu air disapu dan dibuang ke Sungai Nil. Pada mulanya peringatan pembaptisan Yesus di Yordan dinasabahkan dengan perayaan kelahiran Yesus. Gereja Mesir mengadopsi festival musim dingin orang-orang Aleksandria tersebut sebagai penyataan Kristus (Epifania). Perayaan ini juga dipautkan dengan mukjizat air menjadi anggur dalam pesta perkawinan di Kana. Hal ini sejajar dengan pesta Aion yang berlimpah anggur sebagai pengganti air. Tradisi perayaan Epifania oleh gereja tidak lepas dari kisah kedatangan orang Majus dari Timur (Injil Matius). Mereka datang berkunjung karena mereka melihat bintang-Nya, penampakan Tuhan. Itu sebabnya pada Epifania sangat ditonjolkan aksesoris atau hiasan kedatangan orang Majus. Berbeda dari aksesoris atau hiasan Malam Natal yang menonjolkan kedatangan gembala-gembala pada malam kelahiran Yesus (Injil Lukas). Di sini Gereja mengajar umat bahwa menggabungkan cerita Injil Lukas dan Injil Matius dalam satu cerita adalah tidak tepat. Injil Lukas menyebut Yesus sebagai “bayi”, sedang Injil Matius menyebut Yesus sebagai “anak”. Dengan bahasa masa kini orang-orang Majus itu bertemu dengan Yesus yang sudah batita. Gereja mengambil tema permulaan pelayanan Yesus dalam perayaan Epifania. Bagi gereja pelayanan Yesus, yang dimula dari pembaptisan-Nya, jauh lebih penting daripada perayaan kelahiran-Nya. Pelayanan Yesus merupakan manifestasi kehadiran Allah (teofania) di tengah-tengah umat. Sebegitu penting kisah awal pelayanan Yesus sehingga tema-tema tentang pelayanan dan pengajaran-Nya dikedepankan. Minggu ini disebut Minggu Pembaptisan Tuhan (Baptism of the Lord) atau Minggu pertama sesudah Epifania. Secara tradisi Minggu ini dilayankan juga baptisan oleh gereja bagi para calon baptis yang sudah menyiapkan diri sejak Adven. Masa raya Natal terus berjalan sampai Minggu VII sesudah Epifania. orang-orang Kristen yang ngotot merayakan Natal pada masa Adven, selain tidak mengerti teologi Adven, tidak mengerti liturgi. Ada banyak waktu yang disediakan untuk merayakan Natal, dari 24 Desember malam sampai Minggu VII sesudah Epifania (atau 20 Februari 2022), dengan tema mengikuti bacaan ekumenis atau RCL (Revised Common Lectionary). Minggu ini bacaan secara ekumenis diambil dari Lukas 3:15-17, 21-22. Dalam bacaan Injil Lukas Minggu ini dikisahkan dua fragmen. Pertama, pengajaran berupa percakapan Yohanes (Pembaptis) dengan para pendengarnya. Kedua, pembaptisan Yesus. Dalam fragmen pertama tentang pertanyaan banyak orang bahwa jangan-jangan Yohanes inilah Mesias. Tentang itu kemudian Yohanes menjernihkan sangkaan mereka. “Ia yang lebih berkuasa daripada aku akan datang,” kata Yohanes, “Membuka tali kasut-Nya pun aku tidak layak.” Fragmen kedua tentang pembaptisan Yesus. Tertulis di sana “Ketika seluruh orang banyak itu telah dibaptis dan ketika Yesus juga dibaptis dan sedang berdoa, terbukalah langit dan turunlah Roh Kudus dalam rupa burung merpati ke atas-Nya, dan terdengarlah suara dari langit: ‘Engkaulah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan.’” Dalam fragmen pertama Yohanes disangka oleh banyak orang bahwa ia adalah Sang Mesias. Mengapa bisa begitu? Yohanes sibuk bekerja menyiapkan “infrastruktur” menyambut kedatangan Kristus. Ia mengajar dan membaptis banyak orang. Kinerja yang luarbiasa itu menyebabkan banyak orang menyangka Yohanes Sang Mesias itu. Yohanes begitu terkenal. Namun siapa sangka Yohanes sangat rendah hati dan menjernihkan isu Mesias. Ia bukanlah siapa-siapa. Ada yang lebih berkuasa daripada Yohanes akan datang. Saking bukan siapa-siapanya Yohanes memerikan bahwa melepas tali kasut-Nya (kasut sepatu zaman dulu) ia tidak layak. Orang yang sangat berkuasa tentu memiliki banyak ajudan/abdi yang melayaninya secara pribadi, misal melepas tali kasut, seperti yang diperikan oleh Yohanes. Maksud Yohanes, disamakan dengan ajudan/abdi saja ia masih lebih rendah daripada itu. Fragmen kedua, saya kutipkan lagi narasinya “Ketika seluruh orang banyak itu telah dibaptis dan ketika Yesus juga dibaptis dan sedang berdoa, terbukalah langit dan turunlah Roh Kudus dalam rupa burung merpati ke atas-Nya, dan terdengarlah suara dari langit: ‘Engkaulah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan.’” Bagaimana cara Yesus dibaptis tidak diceritakan sama sekali. Dengan kata lain cerita Pembaptisan Yesus lebih merupakan refleksi teologis ketimbang suatu laporan historis tentang bagaimana Yesus dibaptis. Dalam bentuk cerita refleksi teologis itu diperikan terjadi secara fisik dengan menggunakan dunia bahasa yang dikenal pada masa itu. Misal, langit atau surga merupakan tempat kediaman Allah sehingga sebelum Roh Allah turun dari surga dengan langit terbuka lebih dahulu. Saat turun dari langit Roh Allah diperikan dalam rupa burung merpati yang memiliki sayap untuk terbang. Suara Allah dari Surga juga diperikan seperti suara manusia yang bisa didengar telinga manusia. Metafora “suara Allah” itu sebenarnya sejenis dengan metafora “Allah berfirman” karena keduanya memerikan Allah seolah-olah memiliki mulut yang dapat komat-kamit mengeluarkan suara seperti mulut manusia. Roh Allah turun dan suara Allah terdengar memerikan teologi penyataan Allah (revelation) atau penampakan Allah (epifania atau teofania). Pemerian Roh Allah turun ke atas Yesus bisa dimaknai sebagai pengesahan Allah atas penugasan orang yang dipilih-Nya itu (bdk. Yes. 42:1 dan 62:1). Penugasan itu lewat jalan unik dan nyentrik, yaitu baptisan Yohanes yang menyimbolkan pembasuhan dosa. Ini adalah simbol penting bahwa Yesus bersolidaritas pada orang-orang marginal yang selalu didakwa sebagai orang-orang berdosa di masyarakatnya. Ada partai politik mengambil kata solidaritas menjadi nama partainya. Apakah kata solidaritas merefleksikan nama partainya? Menurut partai itu solidaritas adalah orang yang menyerahkan bangunan dan lahan seluas 1.040 m2 dan menurut partai itu belum cukup. Partai itu butuh dua miliar rupiah lagi untuk merenovasi bangunan itu. Seperti itulah solidaritas yang dipertontonkan oleh anak-anak muda kader partai itu. Mereka lebih berwajah selebritis angkuh ketimbang wajah penuh belarasa. Seorang pengemudi ojek tertabrak taksi. Teman korban menyampaikan berita ini kepada teman-temannya sesama pengemudi ojek. Ratusan pengemudi ojek berkumpul dan bermufakat untuk menghajar pengemudi taksi. Pada hari itu mereka juga melakukan pencegatan terhadap setiap taksi yang lewat. Mereka menyatakan tindakan mereka adalah solidaritas. Dalam pada itu ada warga gereja yang sakit keras atau kehilangan pekerjaan. Warga jemaat kemudian berdoa agar warga itu segera sembuh dan mendapat pekerjaan baru. Solidaritas gereja. Bacaan Injil Minggu ini mengecam 2 contoh solidaritas bengkok di atas. Dalam bacaan Yesus mengajarkan secara radikal solidaritas tidak akan terjadi tanpa belarasa (compassion). Bersolidaritas berarti berbelarasa, yang turut merasakan penderitaan orang-orang marginal; orang-orang yang menjadi korban dalam masyarakat yang dibedakan atas kelas-kelas dan tradisi keagamaan yang memihak kemapanan serta korban penguasa yang korup, serta berbuat nyata bagi mereka untuk membuat kehidupan mereka lebih baik. “There's a fine line between genius and insanity. I have erased this line.” Oscar Levant. STT BAPTIS INJILI, 2022, CEPOGO BOYOLALI, JATENG, TITUS ROIDANTO
Kamis, 06 Januari 2022
BENARKAH YESUS TUHAN MATI? MENGERTI APA YANG AKU IMANI, SERIAL SUDUT PANDANG, Serial Paska
Tiap kali ada perayaan hari besar umat kristiani, ada saja serangan terhadap ajaran iman kristiani, saat ini di medsos ramai dibicarakan apakah Yesus Tuhan benar-benar mati?, di peristiwa kita sedang menghikmati tri hari suci, tapi itu semua ada hikmatnya karena membuwat kita belajar dan makin mengerti akan ajaran keimanan kita, malah memperkuwat kita. Kita menyakini bahwa Yesus Tuhan benar telah mati di kayu salib, karena sudah nubuatan di Perjanjian Lama tentang hal tsb, Perjanjian Lama juga merupakan kitab yang diakui oleh umat Yahudi, itulah alasan yang membuwat kita yakin Yesus Tuhan benar-benar mati di kayu salib, selain ada alasan dan argumentasi lainnya juga, misalkan dari sisi medis. Dengan tegas Yesus berkata bahwa kedatangan-Nya telah menggenapi "kitab Taurat Musa dan Kitab Nabi-nabi dan Kitab Mazmur" (Luk. 24:44), yang jelas merujuk kepada TANAKH (Torah Nevi'im Khetuvim), dimana Mazmur adalah buku pertama dari Khetuvim. Dalam peristiwa transfigurasi, penampakan Musa (mewakili Taurat) dan Elia (mewakili Nabi-nabi) meneguhkan tuntutan teologis Kristus ini (Mat. 17:1-13). Sejak awal sejarahnya, Kekristenan, seperti juga Saduki, Farisi, dan Eseni adalah bagian tak terpisahkan dari Yudaisme awal. Bukti-bukti sejarah dari Flavius Yosefus (90 M) dan sejarah Yahudi pada umumnya membuktikan bahwa Kekristenan baru terpisah dari induk ke-Yahudi-an sejak konsili Yamnia, kira-kira tahun 90 M. Jadi bagaimana bisa, Kristen disebut membajak Kitab Suci Yahudi? Bukankah Yudaisme modern adalah hasil reformasi sejak abad II, abad V, dan mencapai puncaknya pada abad XI M? Jadi, jauh lebih muda dari kekristenan yang tumbuh dari Yahudi awal. Perbedaan konsep Mesiah tidak bisa dijadikan alasan menolak warisan sejarah Kekristenan yag lahir dari rahim umat Israel. Sebab, pada tahun 132 M Rabbi Akiva yang mengharapkan Simon Bar Kokhba sebagai Mesias Israel pada akhirnya gagal total dan tidak terbukti, juga tidak membatalkan hak Yudaisme modern atas warisan sejarah bersama mereka. Tanpa membaca injil pun Yesus Tuhan sudah pasti mati disalib, karena itu fakta sejarah dunia. Benarkah Yesus tidak disalib tetapi diserupakan dengan Yudas Iskariot atau orang lain lagi? Pertanyaan ini tidak relevan, sebab penyaliban Yesus adalah fakta sejarah yang tidak bisa dibatalkan oleh keyakinan wahyu yang bersifat subyektif. Apalagi ayat itu muncul ratusan tahun setelah peristiwanya terjadi. Bahkan, tanpa membaca Injil pun Yesus sudah pasti disalib. Fakta sejarah ini direkam minimal oleh 6 sumber primer dari catatan sejarawan pada zamannya dan 2 sumber sekunder, baik dari sumber sejarah Yahudi, Roma ataupun Yunani. Sekalipun Yesus hanya masuk dalam "Catatan Pinggir Sejarah Dunia", tetapi yang pasti tak satupun dokumen kuno yang meragukan fakta penyaliban-Nya. Bisa kita amati pada ulangan 32 : 39, dan 1 Samuel 2 : 6 bahwa hanya Allah lah yang dapat memberi kehidupan, dan hanya Allah. Kematian bahkan kebangkitan Yesus Tuhan adalah bukti persetujuan Allah terhadap siapa yang diutusNya. Perjanjian Lama bahkan Yesus Tuhan sendiri sudah menubuatkan kematian dan kebangkitanNya, bahkan sampai cara matiNya yang di siksa. Mazmur 16 ayat 10 memperlihatkan nubuat kebangkitan Messias. Mari kita memperhatikan nubuatan-nubuatan berikut ini, Yesaya 53 dan Mazmur 22 memperliatkan bahwa mesias akan datang dan mati, dan mesias tsb akan memerintah selamanya terlihat pada Yesaya 9 : 6 dan Daniel 2 : 44, satu-satunya jalan mesias untuk memenuhi tugas tanggung jawab yang diembanNya dari Allah adalah dengan jalan mati dan bangkit. Yesus Tuhan pun menubuatkan kebangkitanNya sendiri dan kematianNya di Yohanes 2 :19, 21, Markus 8:31, Markus 9:30-31, Markus 10:32-34, Yohanes 10:1. Di Perjanjian Baru, tepatnya di injil atau keempat injil diperlihatkan tulisan sejarah bahwa Yesus Tuhan benar-benar mati, kehilangan sebagian besar darahNya karena penyiksaan dan penyaliban, Yesus Tuhan memiliki 5 luka parah dan berada di atas kayu salib mulai jam 9 pagi (Markus 15:25) hingga jam 3 sore (Markus 15:42), Yesus Tuhan menyerahkan nyawaNya (Yohanes 19:30), lambungnya di tusuk tombak, ini sangat membuktikan akan kebenaran kematian Yesus Tuhan (Yohanes 19:34), tentara Roma yang menangani menyatakan Yesus mati (Yohanes 19:33), Pilatus sendiri menyatakan dan memastikan Yesus Tuhan mati (Markus 15:42-47), mayat Yesus Tuhan dikafani dan dirempahi secara adat Yahudi (Yohanes 19:40). Jelaslah sekali nubuatan Yesaya 53 ayat 2 sampai 12, kita perhatikan ayat 7 -- 9,12 yang dituliskan kurang lebih 700 tahun sebelum Yesus Tuhan lahir ke dunia dan juga diakui oleh tradisi Yahudi, menubuatkan kematianNya, nubuatan dengan rentang waktu yang sangat jauh, tergenapi oleh Yesus Tuhan, bukankah itu bukti bahwa Yesus Tuhan benar-benar mati. Perhatikan Pada ayat 8 ,Nabi Yesaya menubuatkan , " Sesudah penahanan dan penghukuman ia terambil, dan tentang nasibnya siapakah yang memikirkannya? Sungguh, ia terputus dari negeri orang-orang hidup, dan karena pemberontakan umat-Ku ia kena tulah"Ayat tersebut dengan tegas menjelaskan bahwa "Mesias" terputus dari negeri orang-orang hidup atau dengan kata lain "Mesias" mengalami kematian. Dan kata "Sungguh" disitu dengan jelas memastikan bahwa "Mesias" mati. Jadi tidak ada keraguan dari Nabi Yesaya bahwa "Mesias" harus mengalami kematian. Dan pada ayat 9, Nabi Yesaya sekali lagi menubuatkan bahwa Mesias akan mengalami kematian, Nabi Yesaya dengan jelas menyatakan bahwa matinya "Mesias" ada di antara penjahat-penjahat. Jika "Mesias" tidak mati maka Nabi Yesaya tidak akan menubuatkan bahwa "Mesias" matinya ada di antara penjahat-penjahat. Kemudian ayat 12, Nabi Yesaya sekali lagi menegaskan tentang kepastian kematian "Mesias". "Sebab itu Aku akan membagikan kepadanya orang-orang besar sebagai rampasan, dan ia akan memperoleh orang-orang kuat sebagai jarahan, yaitu sebagai ganti karena ia telah menyerahkan nyawanya ke dalam maut dan karena ia terhitung di antara pemberontak-pemberontak, sekalipun ia menanggung dosa banyak orang dan berdoa untuk pemberontak-pemberontak", "Orang menempatkan kuburnya di antara orang-orang fasik, dan dalam matinya ia ada di antara penjahat-penjahat, sekalipun ia tidak berbuat kekerasan dan tipu tidak ada dalam mulutnya." Jika "Mesias" tidak mati maka Nabi Yesaya tidak akan menubuatkan bahwa "Mesias" telah menyerahkan nyawanya ke dalam maut. Oleh karena itu dari nubuatan Yesaya tentang Mesias ini, maka kita mengetahui bahwa "Mesias harus mengalami kematian". Dan hal ini sepenuhnya digenapi di dalam Yesus Kristus. Nubuatan ini tak mungkin direkayasa, atau kemungkinan merubah nubuatan ini juga hal yang mustahil, karena kitab ini juga diakui oleh tradisi Yahudi, shg kemungkinan-kemungkinan seperti itu tidak dimungkinkan. Zakharia 12:10, "Aku akan mencurahkan roh pengasihan dan roh permohonan atas keluarga Daud dan atas penduduk Yerusalem, dan mereka akan memandang kepada dia yang telah mereka tikam, dan akan meratapi dia seperti orang meratapi anak tunggal, dan akan menangisi dia dengan pedih seperti orang menangisi anak sulung. Ayat ini juga nubuatan tentang Mesias yg digenapi oleh Yesus Kristus. Ayat diatas menjelaskan "akan meratapi dia seperti orang meratapi anak tunggal, dan akan menangisi dia dengan pedih seperti orang menangisi anak sulung." Mengapa dikatakan "menangisi dia dengan pedih seperti orang menangisi anak sulung. " Menurut kata "anak sulung " dalam hal ini berhubungan dgn cerita kematian "anak sulung" pada saat Allah memberikan tulah ke 10 di Mesir. Dimana pada saat Allah memberikan tulah yg ke 10 di Mesir, seluruh "anak sulung" dari orang Mesir mati karena tulah tsb dan terjadi ratap tangis di seluruh mesir. Oleh karena itu kalimat "menangisi dia dengan pedih seperti orang menangisi anak sulung " berarti mempertegas bahwa "Mesias" mengalami kematian spt halnya "anak sulung" di mesir yg mengalami kematian karena tulah. Yeremia 11:19 Tetapi aku dulu seperti anak domba jinak yang dibawa untuk disembelih, aku tidak tahu bahwa mereka mengadakan persepakatan jahat terhadap aku: "Marilah kita binasakan pohon ini dengan buah-buahnya! Marilah kita melenyapkannya dari negeri orang-orang yang hidup, sehingga namanya tidak diingat orang lagi!" Silakan bandingkan ayat diatas dengan Yes 53:7-8, Ayat diatas juga merupakan nubuatan yg digenapi oleh Yesus Kristus. Yesus Kristus disebut juga sebagai "Anak Domba" Allah yg disembelih utk penebusan dosa. Dan nubuatan diatas menyatakan bahwa "musuh2nya bersepakat utk melenyapkannya dari negeri orang2 yg hidup", atau dengan kata lain "musuh2nya bersepakat utk mematikan Yesus". Dan hal ini memang telah tergenapi seluruhnya di dalam Diri Yesus Kristus. Jika Nabi Yesaya, Nabi Yeremia dan Nabi Zakharia menubuatkan bahwa "Mesias" yaitu Yesus harus mati untuk menebus dosa. Bagaimana ?? Apakah masih meragukan bahwa Yesus sungguh2 mati diatas kayu salib?? Kita bisa melihat perbedaan pandangan Injil-Injil Sinoptik (Matius, Markus, dan Lukas) dan Injil Yohanes terhadap salib. Injil-Injil Sinoptik memandang salib simbol penderitaan, sedang Injil Yohanes memandang salib simbol kemuliaan. Dalam Injil Markus saat Yesus di kayu salib dinarasikan bahwa Ia putus asa dan berteriak "Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?". Dalam pada itu pengarang Injil Yohanes menulis ucapan terakhir Yesus di kayu salib "Sudah selesai!". Di sini penulis Injil Yohanes hendak menyampaikan bahwa Yesus tetap tampil gagah di penghujung kematian-Nya. Pengarang Injil Yohanes menolak bahwa Yesus sudah putus asa. Gereja merujuk teologi Injil Yohanes menamakan hari kematian Yesus sebagai Jumat Agung (Good Friday). Untuk itulah pembacaan Injil setiap Jumat Agung baik tahun A, Tahun B, maupun Tahun C diambil dari Injil Yohanes 18:1 - 19:42. Masalahnya apakah Yesus benar-benar mati? Itu selalu ditanyakan umat non kristiani. Sebetulnya bisa dinalar dari sudut budaya, budaya Arab utamanya atau beberapa tradisi sumber agama-agama blom bisa menerima teologi penderitaan, Allah kok menderita, Allah kok mati? Shg dlm bbrp tulisan kitab tafsir quran dan quran sendiri kenaikan nabi Isa ke surga terjadi sebelum peristiwa penyaliban. QS. An-Nisa Ayat 157 :
Wa qawlihim innaa qatal nal masiiha 'Eesab-na-Maryama Rasuulal laahi wa maa qataluuhu wa maa salabuuhu wa laakin shubbiha lahum; wa innal laziinakh talafuu fii lafii shakkim minh; maa lahum bihii min 'ilmin illat tibaa'az zann; wa maa qataluuhu yaqiinaa. Dan Kami hukum juga mereka karena ucapan mereka, "Sesungguhnya kami telah membunuh Al-Masih, Isa putra Maryam," yang mereka ejek dengan menamainya Rasul Allah padahal mereka tidak beriman kepadanya. Mereka mengatakan telah membunuhnya, padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak pula menyalibnya, tetapi diserupakan bagi mereka orang yang dibunuh itu dengan Nabi Isa. Sesungguhnya mereka yang berselisih pendapat tentangnya, yakni tentang Nabi Isa, benar-benar dalam keragu-raguan tentang hal, yakni pembunuhan, itu. Mereka tidak mempunyai sedikit pun pengetahuan menyangkut hal itu, yakni tentang pembunuhan Nabi Isa, dan apa yang mereka katakan kecuali mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak membunuhnya dengan yakin. Tafsirnya sbb : Kami hukum juga mereka karena ucapan mereka," Sesungguhnya kami telah membunuh Al-Masih, Isa putra Maryam," yang mereka ejek dengan menamainya Rasul Allah padahal mereka tidak beriman kepadanya. Mereka mengatakan telah membunuhnya, padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak pula menyalibnya, tetapi diserupakan bagi mereka orang yang dibunuh itu dengan Nabi Isa. Sesungguhnya mereka yang berselisih pendapat tentangnya, yakni tentang Nabi Isa, benar-benar dalam keragu-raguan tentang hal, yakni pembunuhan itu. Mereka tidak mempunyai sedikit pun pengetahuan menyangkut hal itu, yakni tentang pembunuhan Nabi Isa, dan apa yang mereka katakan kecuali mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak membunuhnya dengan yakin. Tetapi Allah telah mengangkatnya, Isa, kepada-Nya, yakni mengangkatnya ke tempat yang aman sehingga tidak dapat disentuh oleh musuh-musuhnya. Dan Allah Maha Perkasa, mengalahkan musuh-musuhnya, Maha Bijaksana dalam segala perbuatan-Nya. Ayat ini menerangkan bahwa di antara sebab-sebab orang Yahudi mendapat kutukan dan kemurkaan Allah ialah karena ucapan mereka, bahwa mereka telah membunuh Almasih putra Maryam, Rasul Allah, padahal mereka sebenarnya tidak membunuhnya dan tidak pula menyalibnya, tetapi yang disalib dan yang dibunuh itu ialah orang yang diserupakan dengan Isa Almasih bernama Yudas Iskariot, salah seorang dari 12 orang muridnya. Menurut tafsir kristiani golongan tertentu yg kemudian oleh bapa - bapa gereja sebagai bidat / sekte , cerapan, dan pandangan kalangan tertentu Yesus tidak mati. Pandangan bahwa Yesus tidak mati ini bukan tanpa alasan, karena merujuk skriptural. Seorang lain yang sudah disalib menggantikan Yesus itu dapat seorang murid Yesus, yakni Yudas, yang wajahnya sudah diubah mirip wajah Yesus. Selain karena alasan skriptural mereka tidak bisa begitu saja menerima penyaliban Yesus, karena mereka memandang seorang nabi atau hamba Allah atau rasul Allah yang benar tidak mungkin mati dibunuh dengan kejam. Padahal ada contoh Yohanes Pembaptis, seorang nabi Yahudi yang suci dan benar dan sangat boleh-jadi menjadi pembimbing Yesus, mati dipenggal oleh Raja Herodes Antipas. Dalam sejarah perkembangan Kristen sudah ada beberapa teks keagamaan Kristen Gnostik dari abad kedua dan ketiga yang memuat pandangan Yesus tidak mati disalib. Semua teks ini tidak melaporkan sejarah, melainkan mengajukan pandangan teologis Kristen Gnostik. Dalam pada itu keempat Injil kanonik (Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes) yang ditulis sepanjang kuartal keempat abad pertama memberitakan kematian Yesus yang dijatuhi hukuman mati lewat kayu salib. Bukti keempat Injil ini barangkali diragukan oleh sejumlah kalangan, karena ini dianggap propaganda. Jika propaganda, pertanyaannya apa perlunya jemaat Kristen perdana memberitakan pemimpin rohani mereka yang mati dengan cara sangat memalukan? Tidak ada alasan bagi jemaat Kristen perdana untuk menutup-nutupi, karena hukuman mati terhadap Yesus merupakan fakta sejarah yang tidak dapat ditutup-tutupi. Fakta sejarah bahwa Yesus dihukum mati oleh Pemerintah Roma dengan dakwaan tindak pidana subversif. Namun demikian mengapa kalangan penganut ideologi tertentu dari abad mula-mula sampai sekarang meragukan kematian Yesus lewat kayu salib? Secara historis ideologi mengenai Yesus tidak mati di kayu salib dibuat dan dikembangkan oleh sekte Gnostik pada abad pertama dan kedua. Dalam satu seksi dokumen Nag Hammadi menyatakan bahwa Rasul Petrus melihat ada dua sosok yang terlibat dalam penyaliban: sosok yang satu sedang dipaku oleh para algojo pada tangan dan kakinya, sedang yang satunya lagi berada di atas sebuah pohon, bergembira sambil menertawakan apa yang sedang berlangsung.Dalam pada itu tradisi "kembaran" Yesus yang mengganti korban salib juga muncul di daerah Edessa, Suriah, yang jemaat Kristen di sana keliru menafsirkan Tomas sebagai "kembaran" (Didimus). Padahal Didimus itu adalah nama lain dari Rasul Tomas. Komunitas di Edessa ini kemudian banyak berkiprah di Tanah Arab. Secara ringkas pandangan Gnostik terhadap Yesus yang sejati adalah Yesus rohani, Yesus surgawi, sehingga Yesus tidak dapat disalib. Sialnya bagi kaum Gnostik kematian Yesus di kayu salib itu nyata, maka sekte Gnostik harus menyimpulkan bahwa yang sudah disalibkan itu pastilah orang lain. Orang yang wajahnya serupa dengan rupa atau wajah Yesus, bukan Yesus surgawi, bukan Yesus yang dijunjung mereka. Pandangan sekte Gnostik ini sebenarnya bukan mau menyatakan bahwa secara historis Yesus tidak mati disalibkan. Justru Yesus benar-benar mati disalibkan, kaum Gnostik perlu mencari seorang "pemain pengganti" demi menyelamatkan ideologi mereka bahwa Yesus yang mereka sembah adalah Yesus surgawi, yang tidak bisa mati disalibkan. Sungguh enas apabila dongeng yang dikembangkan oleh sekte Gnostik yang sejak awal ditolak oleh jemaat Kristen perdana, masih dijadikan ideologi sampai masa kini. Sumber-sumber di luar kitab-kitab kanonik membuktikan bahwa Yesus mati di kayu salib. Sumber-sumber Rabinik Yahudi yang menolak kehadiran Yesus, karena para pengikut Yesus melakukan provokasi-provokasi terhadap Yudaisme. Dalam Talmud Babilonia mereka membalas provokasi pengikut Yesus dengan menulis bahwa menjelang Sabat Paska Yesus orang Nasaret mati digantung. "Pada Sabat perayaan Paska Yeshu orang Nasaret digantung, sebab selama empat puluh hari sebelum eksekusi dijalankan, muncul seorang pemberita yang mengatakan: 'Inilah Yesus orang Nasaret, yang akan dirajam dengan batu sebab dia telah mempraktikkan sihir dan memengaruhi orang Israel untuk murtad. Barangsiapa yang dapat mengatakan sesuatu untuk membelanya, hendaklah tampil dan membelanya.' Tetapi karena tidak ada sesuatu pun yang tampil untuk membelanya, ia pun digantung pada sore Paska." Cornelius Tacitus, seorang senator dan sejarawan Roma yang termasyur karena dua karya sejarahnya, Histories dan Annals, antara abad pertama dan kedua menulis "Kristus [Tacitus menggunakan nama Krsitus] telah dihukum mati (supplicio adfectus) dalam masa pemerintahan Tiberius [14-37 ZB] di tangan seorang prokurator kita, Pontius Pilatus [26-36 ZB], dan tahayul yang paling merusak itu untuk sementara dapat dikendalikan, tetapi kembali pecah bukan saja di Yudea, tetapi juga di Roma ... ." Mara bar Sarpion, filsuf stoik berkebangsaan Suriah, menulis surat kepada anaknya "apa maslahatnya orang Yahudi membunuh rajanya yang arif bijaksana?" Seperti diketahui kepala salib Yesus ditulis oleh otoritas Roma di Yudea (yang sebenarnya bahan olok-olok) dengan INRI (Isus Nazarnus Rx Idaerum), Yesus (orang) Nasaret Raja (orang) Yahudi. "Apa maslahatnya ketika orang-orang Yahudi membunuh raja mereka yang arif, karena kerajaan mereka sesudah itu direnggut dari mereka [merujuk Perang Yahudi I pada 66-73/74 ZB]? Allah sudah dengan adil membalas perbuatan-perbuatan jahat yang sudah dilakukan kepada orang bijaksana ini. Orang-orang Atena mati kelaparan; bangsa Samian dilanda banjir dari laut; orang-orang Yahudi dibunuh dan diusir dari kerajaan mereka, lalu tinggal di tempat-tempat lain dalam perserakan. Sokrates itu tidak mati; tetapi tetap hidup melalui Plato; begitu juga Phytagoras, karena patung Hera. Demikian juga raja yang bijak itu tidak mati, karena sesudah ia tidak ada, muncul hukum baru yang dia telah berikan." Flavius Josephus, ahli sejarah Yahudi yang hidup pada abad mula-mula, menulis seorang Yahudi yang bijaksana bernama Yesus melakukan banyak hal besar, tetapi kemudian dihukum mati di kayu salib oleh pemerintah (Roma). "Kira-kira pada waktu ini hiduplah Yesus, seorang yang bijaksana, sebab ia adalah seorang yang sudah melakukan tindakan-tindakan luar biasa dan seorang guru bagi orang-orang yang telah dengan senang menerima kebenaran darinya. Ia sudah memenangi banyak orang Yahudi dan banyak orang Grika. Sesudah mendengar ia dituduh oleh orang orang-orang terkemuka dari antara kita, maka Pilatus menjatuhkan hukuman penyaliban atas dirinya. Tetapi orang-orang yang mula-mula sudah mengasihinya itu tidak melepaskan kasih mereka kepadanya dan bangsa Kristen ini, disebut demikian dengan mengikuti namanya, sampai pada hari ini tidak lenyap." Penyaliban pada intinya adalah kematian perlahan yang diakibatkan oleh asfiksiasi (sesak nafas karena kekurangan oksigen dalam darah). Alasannya adalah bahwa tekanan-tekanan pada otot-otot dan diafragma membuat dada berada pada posisi menarik nafas, agar dapat menghembuskan nafas, orang itu harus mendorong kedua kakinya agar tekanan pada otot-otot dapat dihilangkan untuk sesaat. Ketika melakukan itu, paku akan merobek kaki, lalu akhirnya mengunci posisi terhadap tulang-tulang tumit kaki. Setelah dapat menarik nafas, orang itu kemudian akan dapat relaks dan menarik nafas lagi. ekali lagi ia harus mendorong tubuhnya naik untuk menghembuskan nafas, menggesekkan punggungnya yang berdarah ke kayu salib yang kasar. Ini akan berlangsung terus dan terus sampai kepayahan, dan orang itu tidak akan mampu mengangkat diri dan bernafas lagi. Ketika nafas orang itu semakin perlahan, ia mengalami apa yang disebut asidosis pernafasan, karbondioksida dalam darah larut sebagai asam karbonik, menyebabkan keasaman darah meningkat. Ini akhirnya mengakibatkan detak jantung yang tidak teratur. Dengan jantung-Nya yang berdetak tak menentu, Yesus berada dalam saat-saat kematian-Nya, yakni ketika Ia berkata, "Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku". Kemudian Ia mati akibat berhentinya detak jantung. Bahkan sebelum Ia mati, keguncangan karena kehilangan sejumlah besar darah akan menyebabkan jantung berdebar kencang terus-menerus, yang akan menyebabkan: kegagalan jantung serta terkumpulnya cairan dalam membran-membran di sekitar jantung dan juga sekitar paru-paru. Mengapa hai ini penting? Karena ketika serdadu Roma datang, dan hampir yakin bahwa Yesus telah mati, mereka menegaskannya dengan menusukkan sebuah tombak ke pinggang kanan-Nya. Tombak itu menembus paru-paru kanan dan ke jantung, jadi ketika tombak itu ditarik keluar, sejumlah cairan dalam membran-membran sekitar jantung dan juga sekitar paru-paru keluar. Ini akan terlihat sebagai cairan jernih, seperti air, diikuti dengan banyak darah, seperti yang dijelaskan saksi mata Yohanes dalam Injilnya (Yohanes 19:34). Bagi warga Kristiani kematian Yesus bukan sekadar fakta sejarah objektif, namun melampaui itu yang dihayati sebagai Allah yang berbelarasa. Penghayatan ini diragakan melalui Jumat Agung. Ketika umat Kristen menghayati ulang kematian Yesus, mereka menghayati suatu kehidupan suci dan agung Yesus yang telah diserahkan, ditiadakan, dilenyapkan, dipermalukan melalui hukuman mati pada salib untuk pembebasan orang lain. Vicarious suffering, suatu penderitaan yang ditanggung demi orang lain agar tidak mengalami sendiri penderitaan itu. Suatu pengghayatan yang sangat membangun dan membebaskan umat dari perasaan dan situasi batin yang terkalahkan oleh beban-beban penderitaan dari dunia ini. Bukan hanya itu, Jumat Agung juga merupakan kritik kepada orang-orang Kristen yang acap berat sebelah memandang Yesus. Mereka lebih menekankan bahwa Yesus itu Tuhan dan Juruselamat mereka. Sikap ini justru ciri-ciri anti-Kristus. Mereka melalaikan bahwa Yesus itu manusia. Penulis Surat Kedua Yohanes ayat 7 mengingatkan "Sebab banyak penyesat telah muncul dan pergi ke seluruh dunia, yang tidak mengaku bahwa Yesus Kristus telah datang sebagai manusia. Itu adalah si penyesat dan anti-Kristus." Selamat menghikmati tri hari suci Tuhan memberkati . STT BAPTIS INJILI, CEPOGO, BOYOLALI, JATENG, 2020, TITUS ROIDANTO
Konten ini telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Benarkah Yesus Tuhan Mati? Mengerti Apa yang Aku Imani (Serial Pengetahuan Sabda)", Klik untuk baca:
https://www.kompasiana.com/titus11250/60674a90d541df28b742e633/benarkah-yesus-tuhan-mati-mengerti-apa-yang-aku-imani-serial-pengetahuan-sabda#
Kreator: Titus Roidanto
Langganan:
Komentar (Atom)
SUDUT PANDANG LILIN ADVENT
SUDUT PANDANG LILIN ADVENT PENGANTAR Seiring berjalan kesepakatan ekuminis di Lima, membawa beberapa kesepakatan antara denomina...
-
SUDUT PANDANG TENTANG ESENI Di zaman Yesus, ada beberapa golongan atau kelompok politik dan keagamaan Yahudi yang signifikan, an...
-
Otokritik Ajaran Allah Tritunggal GKJ, serial Sudut pandang Pengantar memang pemahamaman ontologi harus berkembang, melihat tr...