Rabu, 20 April 2022

Hari Kartini, Serial Sudut Pandang

Hari Kartini, Serial Sudut Pandang

Anda menghormati Kartini? Anda merayakan hari Kartini? Coba uji, apa yang kita tahu tentang Kartini. Apa yang kita pahami tentang emansipasi?

Kita menghormati Kartini, namun patut disayangkan bahwa kita menghormati Kartini secara keliru. Tiap tanggal 21 April kita bernyanyi lantang "Ibu kita Kartini, putri sejati, putri Indonesia, harum namanya, pendekar kaumnya." Lalu bersoleklah kaum perempuan dengan sanggul, kain dan kebaya. Bersanggul dan berkain kebaya tentu bagus dan enak dipandang. Tetapi mengidentikkan Kartini dengan sanggul dan kain kebaya sungguh menyempitkan makna perjuangan Kartini.

Busana seperti itu justru dikecam oleh Kartini sebagai kurungan feodalisme. Tulis Kartini, "Mengapa perempuan dikekang dengan aturan harus berbusana begini begitu? Mana mungkin kita maju kalau main badminton pun harus bersanggul dan berkain kebaya?" Secara sinis ia menyebut "Perempuan cantik bersuntingkan kembang cempaka layu pada kondenya." Dalam bukunya berjudul Een Vergeten Uitboekje Kartini menulis simbolisme sarkastis, "ayolah nona ayu, jangan nampak begitu sayu, mentari secumil itu takkan mengubah warna kulitmu... Apa pula gunanya payung kecil genit yang kau bawa bawa itu?".

Kartini berobsesi memajukan perempuan bukan melalui busana dan upacara. Sama sekali bukan! Obsesi Kartini adalah memajukan kaum perempuan dengan buku, yaitu agar anak perempuan suka membaca buku! Kartini melihat teman-teman Belandanya di Jepara maju dan pandai karena banyak membaca. Oleh karena itu ia ingin agar para perempuan Indonesia juga suka dan banyak membaca. Kartini sendiri melahap ribuan novel dan esei di perpustakaan Jepara. Baik karya pengarang Belanda maupun karya pengarang Eropa lainnya yang diterjemahkan ke dalam bahasa Belanda. Buku favoritnya adalah De Kleine Johannes, Moderne Maagden, De Wapens Neergelegd, Hilda van Suylenburg, De Vrow en Sociaalisme, dan Max Havelaar.

Bagaimana cara Kartini meningkatkan minat baca kaum perempuan Indonesia? Kartini melakukannya dengan cara menulis sebanyak-banyaknya. Dalam hidupnya sesingkat 25 tahun ia menulis ratusan novel, reportase, puisi, esei, nota, dan surat. Semuanya dalam bahasa Belanda yang sempurna.
Sungguh ironis bahwa kita mengaku menghormati Kartini namun tidak mengenal buku-bukunya. Yang kita kenal hanyalah "Habis Gelap Terbitlah Terang". Tapi itu pun hanya sebatas judulnya. Cobalah jujur bertanya, pernahkah kita membaca buku itu?

Habis Gelap Terbitlah Terang, sebenarnya memuat hanya sebagian dari buku aslinya yang berjudul Door Duisternis tot Licht yang terbit tahun 1911, tujuh tahun setelah kematian Kartini. Isinya adalah 105 pucuk surat yang diedit dari ratusan surat pribadi kepada teman-temannya. Buku ini cepat meluas di Belanda karena simpati masyarakat pada cita-cita Kartini. Penyebaran buku ini dibiayai oleh banyak Gereja, yayasan, dan juga sumbangan dari ratu kerajaan. Hasil penjualan itu dipergunakan untuk membangun sekolah-sekolah Kartini di Indonesia? Buku ini pun diterbitkan di Amerika, Rusia, Spanyol, dan Tiongkok. Judul "Habis Gelap Terbitlah Terang" dipetik dari lagu Gereja Belanda "Daar is uit's werelds duistere wolken een licht der lichten opgegaan" (ZB 593).

Kartini adalah pendekar, pejuang emansipasi. Tapi ia bukan pendekar busana, melainkan pendekar sastra. Perjuangannya bukanlah agar perempuan suka berkain kebaya, melainkan suka membaca. Hari Kartini bukanlah hari perempuan atau hari yang khusus dirayakan oleh perempuan. Spirit R.A. Kartini adalah spirit BERPIKIR KRITIS DAN TERBUKA terhadap segala hal yang normatif dalam kehidupan. Jadi, Hari Kartini adalah hari yang dirayakan oleh semua orang yang mau berpikir kritis dan open-minded atas segala normativitas — baik perempuan maupun laki-laki. SELAMAT HARI KARTINI. 🙏🏻🙏🏻🙏🏻😁😄😆 (TUS)

Selasa, 19 April 2022

MUSUH KITA…???, Serial Sudut Pandangq

MUSUH KITA…???, Serial Sudut Pandang

Ade Armando mengatakan : 
Musuh umat Islam adalah kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan dan kekerasan. Apa bener begitu?
Ade bicara kepada umat Islam. Sesama agamanya.
Lha akuh bukan muslim. Jadi akuh nggak bisa bicara ke muslim dong, itu lancang namanya, nanti dianggap menista agama......ih...ngeri-ngeri sedap, bisa dibegal di jalan akuh. Maka, akuh memakai pendapat Ade Armando ini untuk bicara ke SEMUA SAHABATKU, apapun agamanya :
Musuh semua AGAMA MAYORITAS, di NEGARA MANAPUN adalah :
kemiskinan, 
kebodohan, 
keterbelakangan 
dan kekerasan. Setuju? Makanya, akuh buwat blog tulisan dengan tema besarnya BERAGAMA HARUS BERAKAL SEHAT, soalnya ya.....apapun agamanya kalo gak bisa pake akal sehat hanya menghasilkan penghakiman, kekerasan dan kebodohan. Nah, bagi umat kristiani tentunya dan sudah seharusnya lah, jadi lebih paham kenapa Yesus Tuhan disalib kalo begitu, paham gak?
Jadi, apapun agamanya… Tapi kalau miskin dan bodoh, bahkan tak bisa berakal sehat maka potensinya besar sekali untuk mengalami keterbelakangan dan melakukan kekerasan.
Mari kita lihat datanya :

Coba cek Venezuela. 
Cek : 71% populasi, beragama Katolik.
Cek : tingkat kriminalitasnya, ranking 1 di dunia dengan tingkat kriminalitas 83,76 per 100.000 penduduk (artinya ada 84 peristiwa yang terjadi di antara 100.000 penduduk)
Cek : ranking ekonomi, 133 dari 141 negara (termasuk 10 negara TERMISKIN di dunia)

Coba cek Afganistan.
Cek : 99,7% populasi, beragama Islam
Cek : tingkat kriminalitasnya, ranking 4 di dunia dengan tingkat kriminalitas 76,31 per 100.000 penduduk (artinya ada 76 peristiwa yang terjadi di antara 100.000 penduduk)
Cek : ranking ekonomi Afgan, bahkan nggak tercatat, mungkin saking kacaunya negara itu. 
 
Coba cek India.
Cek : 79,8% populasi, beragama Hindu.
Cek : tingkat kriminalitasnya, ranking 71 di dunia dengan tingkat kriminalitas 44,43 per 100.000 penduduk (artinya ada 44 peristiwa yang terjadi di antara 100.000 penduduk)
Cek : ranking ekonomi, 68 dari 141 negara

Itu.. contoh negara-negara pra sejahtera semua…
Problemnya sama : kebodohan, kekerasan dan kriminalitas
Padahal agamanya beda-beda.
Artinya apa?
Ternyata agama apapun tidak bisa memberikan pengaruh baik kalau rakyatnya nggak sejahtera dan belajar berakal sehat.
Maka, apapun agamanya, kualitas manusianya tetap sama : cenderung kriminal. 
Sekarang kita cek negara yang sebaliknya : kaya alias sejahtera.
Coba cek Luxembourg 
Cek : 63,8 % populasi, beragama Katolik.
Cek : tingkat kriminalitasnya, ranking 40 di dunia, dengan tingkat kriminalitas 34.13 per 100.000 penduduk (artinya ada 34 peristiwa yang terjadi di antara 100.000 penduduk)
Cek : ranking ekonomi, 1 dari 141 negara
Coba cek Qatar
Cek : 79,8% populasi, beragama Islam.
Cek : merupakan negara paling aman di dunia, dengan tingkat kriminalitas hanya 12,13 per 100.000 penduduk (artinya ada 12 peristiwa yang terjadi di antara 100.000 penduduk)
Cek : ranking ekonomi, 3 dari 141 negara
Coba cek Jepang 
Cek : 94% populasi, beragama Shinto dan Buddhist (perbandingannya hampir sama : 48% Shinto, 46% Buddhist).
Cek : merupakan negara paling aman ke 8 di dunia, dengan tingkat kriminalitas hanya 22,19 per 100.000 penduduk (artinya ada 22 peristiwa yang terjadi di antara 100.000 penduduk).
Cek : ranking ekonomi, 31 dari 141 negara
Nah… yuk kita simpulkan sendiri…
Bahwa masalah semua negara BUKANLAH kekurangan moralitas, juga BUKAN karena tidak beragama….tapi apa? Tidak berakal sehat.
Tapi kurang sejahtera..!!!
Jadi, STOP berlomba-lomba berpenampilan paling religius, tapi memaki-maki dengan kata kasar di medsos, menyebar hoax dan menyulut kebencian. 
STOP kotbah soal surga dan sedekah, padahal malak dan menipu.
STOP mengkampanyekan nikah muda, sebelum calon pasangan siap secara mental, emosional dan finansial.
STOP!!! 
Stop apapun tindakan dan perbuatan yang tidak membawa manfaat bagi dirimu, keluargamu, dan sekitarmu.
Nggak usah mimpi bisa berguna bagi agama dan negara, kalau mengelola emosi dan pikiran negatif diri sendiri saja belum becus…! 
Beresin diri sendiri dulu…
Setelah itu, BERLOMBA-LOMBALAH mensejahterakan diri lantas membantu sesama. 
Lantas memelihara kedamaian.
Lantas menghindari perbuatan fitnah dan hoax.
Mau tahu posisi Indonesia ada di mana?
86,7 % populasi, beragama Islam.
Indonesia adalah negara dengan keamanan di ranking ke 65 di dunia dengan tingkat kriminalitas 45,93 (artinya ada 46 peristiwa yang terjadi di antara 100.000 penduduk)
Indonesia BUKANLAH negara miskin, karena ranking ekonominya adalah : 50 dari 141 negara. Lumayan lho ini, masuk di 1/3 negara makmur. 
Tapi kenapa masih kasar-kasar dan barbar?
Jangan-jangan ini karena : kurang didikan. 
Jadi, PRnya siapa kalau urusan pendidikan ini?
Ya PR :
- ortu
- guru sekolah
- guru agama/pemuka agama
Karena 3 unsur itulah yang TERKAIT LANGSUNG dengan urusan didik-mendidik kan?  

Sumber : secangkir kopi di pagi hari

Jumat, 15 April 2022

Memaknai Sabtu Suci/Sunyi? Serial Sudut Pandang, Serial Paska

Memaknai Sabtu Suci/Sunyi? Serial Sudut Pandang, Serial Paska

Sabtu Suci/ Sunyi sendiri kerap dimaknai sebagai Perayaan Malam Paskah. Malam Paskah adalah malam suci kebangkitan Tuhan, yang juga merupakan puncak dari rangkaian Tri Hari Suci.

Sabtu Suci mewakili waktu yang kita habiskan untuk menantikan Tuhan dan “memindahkan” kita dari kesedihan pada Jumat Agung ke kebahagiaan pada Minggu Paskah.

Kita dapat merenunginya sambil tercenung:
1. Yesus tidak tergantung di salib dalam waktu lama seperti yang umumnya terjadi pada orang-orang yang disalibkan prajurit Romawi. Dia cepat-cepat diturunkan dari salib setelah menyerahkan nyawaNya, dan langsung dikuburkan. TubuhNya tetap berbentuk mayat sampai Minggu pagi (Markus 16:9).

2. Walaupun tubuh Yesus tetap berada di dalam kubur sampai Minggu Paskah, rohNya tidak berada di situ. Beberapa waktu setelah tubuhNya dibungkus kain linen, diberi minyak dan rempah-rempah, dan kuburNya ditutup dengan pintu batu, roh Yesus bangun dan meninggalkan tubuhNya (Yohanes 19:39; Yohanes 20:6-9).

3. Kemana Yesus pergi dan apa yang dilakukanNya diantara Jumat Agung dan Minggu Paskah? Dia tidak berada di bumi, tetapi berada bersama dengan orang-orang di neraka, dengan orang-orang yang telah menolak rencana Penyelamatan Tuhan.
Dia ada disana untuk mengajarkan Injil, memberitahu siapa Dia sebenarnya, dan tetap bekerja untuk Kerajaan Allah. Untuk mengetahui lebih jelas tentang hal ini, silakan baca Efesus 4:7-9, Roma 4:11, Mazmur 139:7-8, dan Matius 12:38-40.

4. Mengapa Yesus melakukan hal tersebut, padahal orang-orang itu sudah lenyap? Mungkin karena orang-orang tersebut juga berhak untuk mengetahui siapa Yesus sebenarnya dan apa yang tidak bisa mereka dapatkan karena mereka tidak bertobat dan tidak mau percaya.

Alkitab menyatakan bahwa, “Setiap lutut akan berlutut, dan setiap lidah akan mengakui bahwa Yesus adalah Tuhan” (Roma 14:11). Sepertinya hal ini juga berlaku bagi orang-orang yang sudah mati.

Makna Sabtu Suci/Sunyi, dalam sejarahnya sampai sekarang bisa dimaknai sebagai berikut:
1. Poin yang terpenting adalah Yesus tetap bekerja pada Sabtu Suci/Sunyi; Jumat Agung sudah terlewati, Minggu Paskah sedang dinantikan, dan Yesus bekerja di antara kedua hari tersebut. Dan inilah yang dilakukanNya dalam hidup kita; bekerja, dan selalu bekerja untuk kita.

2. Saat kita menemui kesulitan atau cobaan, kita bisa saja berpikir dari waktu ke waktu bahwa Tuhan telah meninggalkan kita atau Tuhan tidak mau menolong kita lagi. Tetapi kita harus terus berdoa agar Tuhan menyertai dan menguatkan kita dalam setiap cobaan yang kita alami.

3. Ketika Sabtu Suci datang pada masa Prapaskah tahun ini, kita bisa menggunakan sebagian waktu di hari tersebut untuk merenung, bersyukur kepadaNya untuk pekerjaan yang telah dilakukanNya untuk kita;

hasilnya (perubahan dalam hidup kita) mungkin belum dapat kita lihat dan nikmati sekarang, tetapi hasil tersebut sedang disempurnakan sementara kita menunggu (Mazmur 121:1-3).

4. Selain itu, selama kita menunggu hasil yang sempurna tersebut, kita seharusnya tetap bekerja dan tidak berpangku tangan, sama seperti Yesus yang tetap bekerja untuk kita. Kita tidak boleh menyerah begitu saja pada cobaan yang terjadi.

Demikian penjelasan singkat tentang makna Sabtu Suci bagi umat Kristiani, semoga dapat menambah wawasan kita tentang Tri hari Suci Paskah yang selalu dirayakan setiap tahun (TUS)

PESACH SAMEACH, bukan 𝗠𝗮𝗿𝗶𝗹𝘆𝗻 𝗠𝗼𝗻𝗿𝗼𝗲, serial sudut pandang

PESACH SAMEACH, bukan 𝗠𝗮𝗿𝗶𝗹𝘆𝗻 𝗠𝗼𝗻𝗿𝗼𝗲, serial sudut pandang

Sesudah melewati tiga hari secara berendeng secara khidmat oleh umat Kristen dalam Kamis Putih, Jumat Agung, dan Sabtu Sunyi, umat bersukacita. Masa berduka usai. Pemimpin ibadah berseru “𝘊𝘩𝘳𝘪𝘴𝘵𝘰𝘴 𝘈𝘯𝘦𝘴𝘵𝘪!”, yang artinya Kristus bangkit. Umat menjawab “𝘈𝘭𝘪𝘵𝘩𝘰𝘴 𝘈𝘯𝘦𝘴𝘵𝘪 . 𝘈𝘭𝘭𝘦𝘭𝘶𝘪𝘢!” (Benar Ia bangkit. Puji Tuhan!). Trihari Suci atau 𝘵𝘳𝘪𝘥𝘶𝘶𝘮 𝘴𝘢𝘤𝘳𝘶𝘮 memerkuat narasi penyelamatan Allah melalui Paska, hari kebangkitan Kristus.

Persiapan Paska dimula pada Sabtu sesudah matahari terbenam. Gereja memelihara tradisi hari baru sesudah matahari terbenam. Sabtu Malam dalam tradisi gereja mula-mula sudah merupakan hari baru, hari Minggu. Ibadah Sabtu Malam disebut Vigili Paska (𝘌𝘢𝘴𝘵𝘦𝘳 𝘝𝘪𝘨𝘪𝘭 atau 𝘗𝘢𝘴𝘤𝘩𝘢𝘭 𝘝𝘪𝘨𝘪𝘭). Vigili berarti berjaga-jaga yang kemudian dimaknai berjaga-jaga menantikan dan merayakan kebangkitan Yesus secara lebih daripada pengawal mengharapkan pagi (Mzm. 130:6). Ada empat bagian liturgi dalam kebaktian atau misa Vigili Paska: Ritus Cahaya, Liturgi Sabda, Liturgi Baptis, dan Liturgi Ekaristi atau Perjamuan Kudus.

Hari Paska secara tradisi dimeriahkan dengan makan telur. Ada dua kisah yang melatarinya. Pertama, telur merupakan makanan penting yang dipantangkan pada masa Pra-Paska. Kedua, telur adalah simbol kehidupan baru. Di belahan bumi bagian utara perayaan Paska sangat berdekatan dengan awal musim semi, mula musim tanam. Makan telur diadopsi dari festival musim semi.

Tidak ada hari raya Kristen yang lebih besar dan lebih penting daripada hari Paska. Jantung iman Kristen terletak pada Paska. Hari Raya Paska menjadi titik berangkat penetapan hari-hari raya lainnya. Tidak ada Paska berarti tidak ada kekristenan dan tidak ada kitab-kitab Injil. Itulah sebabnya keempat kitab Injil dalam kitab suci Kristen, Alkitab, kesemuanya memberitakan 𝗣𝗮𝘀𝗸𝗮 𝘆𝗮𝗶𝘁𝘂 𝗸𝗲𝗯𝗮𝗻𝗴𝗸𝗶𝘁𝗮𝗻 𝗞𝗿𝗶𝘀𝘁𝘂𝘀. Kitab-kitab Injil ditulis karena ada peristiwa Paska yang kemudian ditulis secara retrospektif. Bandingkan dengan perayaan Natal. Dari keempat Injil hanya dua Injil yang memberitakan kelahiran Yesus alias Natal. Ini makin menegaskan bahwa jantung iman Kristen adalah Paska, bukan Natal. 

Orang Kristen pergi ke kebaktian atau misa Minggu karena pada dasarnya merayakan Paska, kebangkitan Kristus, yang menurut kesaksian Alkitab pada hari pertama (dalam pekan yang baru). Gereja kemudian menetapkan ada satu Minggu dalam setahun secara khusus dijadikan permulaan Masa Raya Paska atau yang dikenal dengan Hari Raya Paska. Minggu yang mana? 

Gereja menetapkan Paska pada Minggu pertama sesudah bulan purnama yang jatuh pada atau sesudah 21 Maret (𝘦𝘲𝘶𝘪𝘯𝘰𝘹). Apabila bulan purnama jatuh pada 21 Maret, maka Paska ditetapkan pada Minggu berikutnya. Tradisi Gereja Barat mengikuti kalender Gregorian. Contoh, Paska tahun ini ditetapkan pada 17 April, Paska 2023 pada 9 April, Paska 2024 pada 31 Maret, dst. Tradisi Gereja Timur mengikuti  kalender Julian. Paska tahun ini jatuh pada 24 April, Paska 2023 pada 16 April, Paska  2024 pada 5 Mei, dst.

Penjelasan tentang Yesus yang bangkit atau Yesus-Paska.

Bacaan ekumenis Minggu Paska diambil dari Injil Yohanes 20:1-18 yang didahului dengan Kisah Para Rasul 10:34-43, Mazmur 118:1-2, 14-24, dan 1Korintus 15:19-26. Untuk praktis penulisan dalam edisi Paska ini saya menyebut Yesus yang bangkit atau tubuh kebangkitan Yesus sebagai 𝗬𝗲𝘀𝘂𝘀-𝗣𝗮𝘀𝗸𝗮.

Dikisahkan dalam Injil Yohanes 20:1-18 pada Minggu buta Maria Magdalena (MM) pergi ke kubur Yesus dan ia melihat batu penutup kubur Yesus sudah tidak ada. MM kemudian berlari-lari mendapatkan Simon Petrus dan murid yang lain yang dikasihi Yesus, dan berkata kepada mereka bahwa jenazah Yesus sudah tidak ada. Simon Petrus dan murid yang lain itu bergegas ke kubur Yesus. Petrus masuk ke kubur Yesus dan hanya melihat kain kafan sudah tergeletak di tanah, sedang kain peluh agak di samping di tempat lain sudah tergulung. Murid yang lain menyusul masuk, melihat, dan percaya. Sesudah itu keduanya pulang.

MM (bukan Marilyn Monroe) tetap berada di dalam kubur dan menangis. Dua malaikat berpakaian putih menyapa MM (Bukan Marilyn Monroe), "Ibu, mengapa engkau menangis?" Jawab MM kepada mereka: "Tuhanku telah diambil orang dan aku tidak tahu di mana Ia diletakkan." Sesudah berkata demikian MM menoleh ke belakang dan melihat Yesus berdiri di situ, tetapi ia tidak tahu, bahwa itu adalah Yesus. Kata Yesus kepada MM, "Ibu, mengapa engkau menangis? Siapakah yang engkau cari?" MM menyangka orang itu adalah penunggu taman, lalu berkata kepada-Nya, "Tuan, jikalau tuan yang mengambil Dia, katakanlah kepadaku, di mana tuan meletakkan Dia, supaya aku dapat mengambil-Nya." 

Kata Yesus kepadanya: "Maria!" MM berpaling dan berkata kepada-Nya dalam bahasa Ibrani: "Rabuni!", artinya Guru. Kata Yesus kepada MM, "Janganlah engkau memegang Aku terus, sebab Aku belum naik kepada Bapa, tetapi pergilah kepada saudara-saudara-Ku dan katakanlah kepada mereka bahwa sekarang Aku akan pergi kepada Bapa-Ku dan Bapamu, kepada Allah-Ku dan Allahmu." MM pergi dan berkata kepada murid-murid: "Aku telah melihat Tuhan!" dan MM menceritakan hal-hal yang disampaikan oleh Yesus. [Bacaan berakhir di sini]

Siapakah MM? Keempat Injil menyebut nama MM (bukan Marilyn Monroe). Pakar PB menduga keras tokoh cerita MM ada di dunia nyata. Bukan sekadar sosok yang ada di dunia nyata, tetapi juga tokoh yang diperhitungkan. Dia bukan sekadar “Maria” pada umumnya, tetapi “Maria Magdalena”  dengan nama belakang merujuk daerah asalnya, Magdala atau Migdal. Ada kekhususan nama MM di keempat Injil. Bandingkan dengan tokoh cerita Zakheus yang khas Injil Lukas. Meskipun disebut oleh keempat Injil, tokoh MM, selain ada persamaan, ada perbedaan pemerian. 

Persamaan. Injil Markus dan Yohanes menampilkan MM pada akhir cerita Injil, menjadi saksi penyaliban Yesus. Injil Matius dan Yohanes menyebut MM memegang/menyentuh Yesus-Paska.

Perbedaan. Injil Lukas menyebut MM perempuan yang disembuhkan dari roh-roh jahat, sedang Injil Yohanes MM perempuan baik-baik. Injil Yohanes menyebut MM sendirian ke kubur Yesus, sedang Injil Markus menyebut MM bersama dengan Maria, ibu Yakobus, dan Salome. Injil Matius menyebut Yesus-Paska berjumpa dengan MM dan Maria yang lain, sedang Injil Yohanes menyebut MM sendirian berjumpa dengan Yesus-Paska.

Sekarang kita membahas MM menurut versi Injil Yohanes karena bacaan kita pada Minggu Paska Ini dari Injil Yohanes. Berdasarkan sapaan MM kepada Yesus  dengan “Rabuni” (Guru), MM adalah murid Yesus (Yoh. 20:16). Yesus menyapa dengan “Maria” (Yoh. 20:16). Sebagai Gembala yang Baik, Yesus mengenal semua nama domba-Nya, termasuk domba-Nya yang bernama “Maria” (Yoh. 10:3). Sebagai domba-Nya, Maria juga mengenal suara Gembalanya (Yoh. 10:3-4). Bagi MM Yesus bukan lagi sekadar “Rabuni”, melainkan “Tuhan” (Yoh. 20:18). Apabila iman Kristen diawali oleh kebangkitan Yesus dan kesaksian atas penampakan-Nya, maka MM dapat dianggap sebagai pendiri kekristenan. Setidaknya satu di antaranya.

Penulis Injil penulis Yohanes tampaknya hendak menyampaikan paradoks. Tubuh Yesus sebelum kebangkitan dan Yesus-Paska adalah sama sekaligus berbeda. Yesus-Paska seakan-akan sama seperti tubuh biasa yang bisa disentuh atau dipegang (Yoh. 20:17), bahkan tubuh yang masih berbekas luka (Yoh. 20:20, 27). Akan tetapi tubuh Yesus-Paska juga tampaknya berbeda dari tubuh biasa sehingga MM tidak langsung mengenali Yesus dan Yesus bisa muncul tiba-tiba di dalam ruangan yang tertutup (Yoh. 20:14,19,26). 

Pengarang Injil Yohanes sepertinya menolak kepemimpinan Petrus di jemaat awal. Sila baca dengan cermat bahwa Injil Yohanes pada mulanya berakhir pada pasal 20 ayat 30-31. Bersama dengan murid “misterius” yang disebut sebagai “murid yg dikasihi Yesus” Petrus memang ikut masuk ke dalam kubur Yesus (Yoh. 20:6). Namun hanya “murid yang dikasihi Yesus” yang disebut “percaya” (Yoh. 20:8). Apa dan bagaimana reaksi Petrus? Tidak ada kisahnya (Yoh. 20:6-7). Saksi pertama dari penampakan Yesus bukan Petrus, melainkan MM. Murid Yesus yang terakhir disebutkan namanya adalah Tomas, bukan Petrus (Yoh. 20:24-29).

Dalam kisah kebangkitan Yesus ini dikatakan bahwa MM memegang terus Yesus-Paska. Ada penafsir yang mengartikannya sebagai sikap egois MM yang memiliki hubungan dekat dengan Yesus sehingga MM sangat kehilangan ketika Yesus mati. Ketika bertemu dengan Yesus-Paska, MM tidak mau melepaskan Yesus lagi. Begitukah?

Saya memilih metode tafsir kritik naratif. Kisah teologis pada dasarnya adalah refleksi iman si penulis terhadap Yesus, tokoh utama kisahnya. Hanya Yesus tokoh cerita yang penting. Tokoh-tokoh lain tidaklah begitu penting sehingga dapat dihadirkan dan dilenyapkan begitu saja dari dunia cerita. Karakter tokoh-tokoh di Injil datar atau 𝘧𝘭𝘢𝘵. Tidak kompleks. Kalau marah ya marah. Kalau malu ya malu. Tidak ada malu-malu kucing.

Kekhasan Injil Yohanes adalah ucapan-ucapan Yesus yang panjang seperti renungan. Pertanyaan atau tanggapan lawan bicara hanya untuk membuka jalan bagi penulis Injil untuk menulis Yesus menyampaikan ucapan-ucapannya. Contoh, perjumpaan Nikodemus dan Yesus dalam Injil Yohanes 3:1-21. Sesudah Nikodemus bertanya pada ayat 9, ia dihilangkan begitu saja. Contoh lainnya perikop “Roti Hidup” (Yoh. 6:25-59). Lawan bicara Yesus hanya berbicara di ayat 25, 28, 30-31, 34, 42, 52, sedang Yesus berbicara panjang-lebar menanggapi lawan bicaranya.

Demikian halnya dengan MM. Dalam teks sebenarnya tidak ada adegan MM memegang Yesus-Paska. MM memegang Yesus-Paska hanyalah imajinasi pembaca karena ada di ucapan Yesus. Cara itu merupakan teknik bercerita agar tokoh utama mendapat kesempatan untuk mengatakan tentang kenaikan Yesus-Paska, tentang Yesus yang akan pergi kepada Bapa, dan perintah kepada MM untuk disampaikan kepada saudara-saudara Yesus. Kata Yesus kepada MM, "𝘑𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯𝘭𝘢𝘩 𝘦𝘯𝘨𝘬𝘢𝘶 𝘮𝘦𝘮𝘦𝘨𝘢𝘯𝘨 𝘈𝘬𝘶 𝘵𝘦𝘳𝘶𝘴, 𝙨𝙚𝙗𝙖𝙗 𝘼𝙠𝙪 𝙗𝙚𝙡𝙪𝙢 𝙣𝙖𝙞𝙠 𝙠𝙚𝙥𝙖𝙙𝙖 𝘽𝙖𝙥𝙖, 𝘵𝘦𝘵𝘢𝘱𝘪 𝘱𝘦𝘳𝘨𝘪𝘭𝘢𝘩 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘴𝘢𝘶𝘥𝘢𝘳𝘢-𝘴𝘢𝘶𝘥𝘢𝘳𝘢-𝘒𝘶 𝘥𝘢𝘯 𝘬𝘢𝘵𝘢𝘬𝘢𝘯𝘭𝘢𝘩 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘣𝘢𝘩𝘸𝘢 𝘴𝘦𝘬𝘢𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘼𝙠𝙪 𝙖𝙠𝙖𝙣 𝙥𝙚𝙧𝙜𝙞 𝙠𝙚𝙥𝙖𝙙𝙖 𝘽𝙖𝙥𝙖-𝙆𝙪 𝘥𝘢𝘯 𝘉𝘢𝘱𝘢𝘮𝘶, 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘈𝘭𝘭𝘢𝘩-𝘒𝘶 𝘥𝘢𝘯 𝘈𝘭𝘭𝘢𝘩𝘮𝘶." (Yoh. 20:17, TB2 LAI, 1997). (TUS)

Rabu, 13 April 2022

TRIDUUM SACRUM, TRI HARI SUCI, SERIAL SUDUT PANDANG, Serial Paska

TRIDUUM SACRUM, TRI HARI SUCI, SERIAL SUDUT PANDANG, Serial Paska

𝗞𝗮𝗺𝗶𝘀 𝗣𝘂𝘁𝗶𝗵,  Minggu Palem dan Minggu Sengsara umat Kristen memasuki Pekan Suci (𝘏𝘦𝘣𝘥𝘰𝘮𝘢𝘴 𝘔𝘢𝘪𝘰𝘳 atau 𝘏𝘰𝘭𝘺 𝘞𝘦𝘦𝘬). Ada tiga hari secara berendeng yang dirayakan secara khidmat oleh umat Kristen, yaitu 𝘵𝘳𝘪𝘥𝘶𝘶𝘮 𝘴𝘢𝘤𝘳𝘶𝘮. Secara populer 𝘵𝘳𝘪𝘥𝘶𝘶𝘮 𝘴𝘢𝘤𝘳𝘶𝘮 diindonesiakan sebagai Trihari Suci. Sangat dipahami penamaan Trihari Suci agar sejalan dengan penamaan Pekan Suci.
Trihari Suci hendak menyampaikan narasi satu-drama tiga-aksi yang memerkuat narasi penyelamatan Allah melalui kebangkitan Kristus. Trihari Suci merupakan tiga hari “utama“ sekitar sengsara, kematian, dan pemakaman Yesus. Kesatu-tigaan topik tersebut tampil dalam Kamis Putih, Jumat Agung, dan Sabtu Sunyi.

𝗞𝗮𝗺𝗶𝘀 𝗣𝘂𝘁𝗶𝗵 (𝙈𝙖𝙪𝙣𝙙𝙮 𝙏𝙝𝙪𝙧𝙨𝙙𝙖𝙮)
Kamis Putih adalah penanda hari terakhir atau penutup masa Pra-Paska. Mengapa 𝘮𝘢𝘶𝘯𝘥𝘺 diindonesiakan menjadi putih? 
𝘔𝘢𝘶𝘯𝘥𝘺 berakar kata Latin 𝘮𝘢𝘯𝘥𝘢𝘵𝘶𝘮 yang berarti perintah. Dalam pautannya dengan Kamis Putih perintah Yesus itu disebut 𝘮𝘢𝘯𝘥𝘢𝘵𝘶𝘮 𝘯𝘰𝘷𝘶𝘮 atau perintah baru, yang diperagakan oleh Yesus membasuh kaki murid-murid-Nya “Aku memberi suatu teladan kepadamu …” (Yoh. 13:14), yang kemudian disambung “Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi.” (Yoh. 13:34).
Pembasuhan kaki bukanlah barang baru dalam tradisi Yahudi. Pembasuhan kaki dilakukan oleh hamba-hamba atau pelayan-pelayan tuan rumah sebelum perjamuan. Akan tetapi yang Yesus lakukan radikal. Yesus yang adalah Guru membasuh kaki para murid-Nya. Jabatan atau status lebih tinggi melayani pihak yang berstatus lebih rendah.
Kembali lagi ke pertanyaaan mengapa disebut Kamis Putih? Pada Kamis Putih dilayankan Liturgi Sabda, Upacara Pembasuhan Kaki, Perjamuan Kudus atau Ekaristi, dan Pemindahan Peralatan Sakramen. Warna liturgi putih. Sesudah perarakan pemindahan peralatan sakramen, altar diselubungi atau ditutup kain putih sehingga tampak polos tanpa ornamen apa pun. Penyelubungan dengan kain putih itu adalah simbol bahwa gereja tidak lagi melayankan sakramen sampai Sabtu Sunyi. Memang tak semua Gereja menyelubungi dengan kain putih, tetapi pada dasarnya altar dibuat kosong dari peralatan sakramen. Gereja memula melayankan sakramen lagi pada Minggu Paska.
Yang menjadi dagelan ada gereja ikut-ikutan merayakan Kamis Putih, tetapi pada Jumat Agung melayankan Perjamuan Kudus. Merayakan Kamis Putih, tetapi tidak mengetahui makna dan pesan pastoral Kamis Putih.

𝗝𝘂𝗺𝗮𝘁 𝗔𝗴𝘂𝗻𝗴 (𝙂𝙤𝙤𝙙 𝙁𝙧𝙞𝙙𝙖𝙮), Pengindonesiaan Jumat Agung erat pautannya dengan perayaan. Jumat Agung adalah hari kematian Yesus. Lha kok dirayakan? Pertanyaan itu lumrah terangkat karena cerapan orang Indonesia pada kata merayakan dan perayaan adalah berpesta, kegiatan hingar-bingar penuh sukacita dan tidak lengkap apabila tanpa makan bersama.
Dalam liturgi ada dua macam ibadah: selebrasi dan aksi. Ibadah selebrasi adalah berhimpun di rumah ibadah. Misal, kebaktian Minggu. Ibadah aksi adalah praksis umat sehari-hari dalam rangka membawa misi dari ibadah selebrasi. Ingat, dalam penutupan ibadah selebrasi ada sesi pengutusan, yang pemimpin ibadah mengatakan, “Pergilah, … “
Selebrasi berarti perayaan. Perayaan bersinonim dengan pemuliaan, pengagungan. Dalam bentuk kata kerja merayakan berarti memuliakan, mengagungkan. Dalam kebaktian Minggu umat Kristen sedang merayakan, memuliakan, mengagungkan kebangkitan Kristus yang diimani terjadi pada hari pertama (Minggu). Merayakan Jumat Agung berarti memuliakan, mengagungkan salib. Mengapa memuliakan salib?
Injil sinoptik memandang suram pada salib. Salib adalah simbol kehinaan dan kekejian. Bahkan penulis Injil Markus dan Matius menampilkan Yesus sedang putus asa di kayu salib, “Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?”
Penulis Injil Yohanes menolak pandangan di atas. Salib adalah simbol kemuliaan “… 𝘴𝘢𝘮𝘢 𝘴𝘦𝘱𝘦𝘳𝘵𝘪 𝘔𝘶𝘴𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘪𝘯𝘨𝘨𝘪𝘬𝘢𝘯 𝘶𝘭𝘢𝘳 𝘥𝘪 𝘱𝘢𝘥𝘢𝘯𝘨 𝘨𝘶𝘳𝘶𝘯, 𝘥𝘦𝘮𝘪𝘬𝘪𝘢𝘯 𝘫𝘶𝘨𝘢 𝘈𝘯𝘢𝘬 𝘔𝘢𝘯𝘶𝘴𝘪𝘢 𝘩𝘢𝘳𝘶𝘴 𝘥𝘪𝘵𝘪𝘯𝘨𝘨𝘪𝘬𝘢𝘯, 𝘴𝘶𝘱𝘢𝘺𝘢 𝘴𝘦𝘵𝘪𝘢𝘱 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘱𝘦𝘳𝘤𝘢𝘺𝘢 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢-𝘕𝘺𝘢 𝘣𝘦𝘳𝘰𝘭𝘦𝘩 𝘩𝘪𝘥𝘶𝘱 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘬𝘦𝘬𝘢𝘭.” (Yoh. 3:14-15). Ucapan terakhir Yesus di kayu salib dibuat begitu gagah oleh penulis Injil Yohanes, “Sudah selesai!” Perayaan Jumat Agung merujuk teologi Injil Yohanes: 𝗺𝗲𝗺𝘂𝗹𝗶𝗮𝗸𝗮𝗻 atau 𝗺𝗲𝗻𝗴𝗮𝗴𝘂𝗻𝗴𝗸𝗮𝗻 𝘀𝗮𝗹𝗶𝗯. Bacaan ekumenis selalu mengambil dari Injil Yohanes 18 – 19.
Pada Jumat Agung Gereja tidak melayankan sakramen. Tidak ada Ekaristi atau Perjamuan Kudus. Ekaristi dari kata 𝘦𝘶𝘤𝘩𝘢𝘳𝘪𝘴𝘵𝘪𝘢 yang berarti pengucapan syukur. “Tidaklah pantas kita berpesta pada hari Sang Mempelai laki-laki diambil dari kita,” kata Tertulianus yang sejalan dengan Matius 9:14-15. Muatan teologis Ekaristi atau Perjamuan Kudus adalah perayaan iman gereja atas karya, kematian, kebangkitan Kristus, dan penantian kedatangan-Nya kembali (𝘱𝘢𝘳𝘰𝘶𝘴𝘪𝘢). Kata Rasul Paulus, “Sebab setiap kali kamu makan roti ini dan minum cawan ini, kamu memberitakan kematian Tuhan (Yesus) sampai Ia datang.” Pada Jumat Agung Yesus belum bangkit.
Umat Kristen menghayati ulang kematian Yesus, mereka menghayati suatu kehidupan suci  dan agung Yesus yang telah diserahkan, ditiadakan, dilenyapkan, dipermalukan melalui hukuman mati pada salib untuk pembebasan orang lain. 𝘝𝘪𝘤𝘢𝘳𝘪𝘰𝘶𝘴 𝘴𝘶𝘧𝘧𝘦𝘳𝘪𝘯𝘨, suatu penderitaan yang ditanggung demi orang lain agar tidak mengalami sendiri penderitaan itu. Suatu penghayatan yang sangat membangun dan membebaskan umat dari perasaan dan situasi batin yang terkalahkan oleh beban-beban penderitaan dari dunia ini. 

𝗦𝗮𝗯𝘁𝘂 𝗦𝘂𝗻𝘆𝗶 (𝙃𝙤𝙡𝙮 𝙎𝙖𝙩𝙪𝙧𝙙𝙖𝙮)
Seperti pengindonesiaannya dari 𝘏𝘰𝘭𝘺 𝘚𝘢𝘵𝘶𝘳𝘥𝘢𝘺 menjadi Sabtu Sunyi sesudah Jumat Agung Gereja memelihara keheningan. Tidak ada liturgi pada Sabtu Sunyi. Tidak ada ibadah pada Sabtu Sunyi. Mengapa?
Ibadah Kristen berpusat pada Kristus. Pada Sabtu Sunyi Yesus berada dalam keheningan dan kesendirian di dalam kubur. Menjadi aneh ibadah Kristen tanpa dihadiri oleh Kristus. Gereja memelihara keheningan agar umat terus merenungkan kesengsaraan Yesus secara agung.
Ada tradisi umat berhimpun pada Sabtu Sunyi, namun bukan untuk beribadah selebrasi yang dipimpin oleh pemimpin ibadah. Untuk menambah kekhidmatan umat membaca Kitab Suci. Pembacaan yang dianjurkan dalam daftar bacaan ekumenis (RCL) adalah Ayub 14:1-14 yang kemudian disambut dengan Mazmur 31:1-4, 15-16 secara responsoria. Pembacaan dari Perjanjian Lama disusul dengan pembacaan Surat Rasuli dari 1Petrus 4:1-8 dan akhirnya pembacaan Injil dari Yohanes 19:38-42.
Dengan penerbitan Titik Pandang ini pastilah akan tersembul pertanyaan: “Bukankah Yesus sudah bangkit, terangkat ke surga, dan akan kembali lagi? Jadi, Perjamuan Kudus bisa kapan saja.” 
Pertanyaan tersebut di atas sangat logis. Berhubung sangat logis,maka konsekuensi logisnya orang itu tidak memerlukan lagi hari-hari raya liturgi dan kebaktian Minggu. Ia bisa kapan saja melakukan kebaktian. Ia bisa kapan saja merayakan Hari Natal (tak perlu 25 Desember), merayakan Jumat Agung (tak perlu Jumat), merayakan Paska (tak perlu Minggu pertama sesudah bulan purnama yang jatuh pada atau sesudah 𝘦𝘲𝘶𝘪𝘯𝘰𝘹 Maret), merayakan Pentakosta (tak perlu menanti 50 hari sesudah Paska), dlsb.
Hari raya liturgi gereja dimula dan berpusat pada misteri Paska. Pada mulanya tidak ada susunan sistematis dan terencana untuk merayakan peristiwa-peristiwa Kristus. Secara evolusi gereja memberikan tanggapan atas peristiwa-peristiwa tersebut satu per satu. Bapak-bapak gereja sejak abad II merapikan, membentuk, menyusun, dan merekayasa (𝘵𝘰 𝘦𝘯𝘨𝘪𝘯𝘦𝘦𝘳) kisah teologinya sehingga menjadi bermakna, bertema, dan bercerita saling berurutan satu dengan lainnya. Hari raya liturgi merupakan drama sarat makna; suatu rekayasa gereja untuk memastori dan membina umat agar dapat lebih menghayati kisah Kristus menurut kesaksian Alkitab dalam bentuk perayaan. 

Jumat, 08 April 2022

𝗣𝗮𝗿𝗼𝘂𝘀𝗶𝗮: 𝗠𝗮𝘀𝗮 𝗔𝗻𝘂𝗴𝗲𝗿𝗮𝗵, Serial Sudut Pandang


𝗣𝗮𝗿𝗼𝘂𝘀𝗶𝗮: 𝗠𝗮𝘀𝗮 𝗔𝗻𝘂𝗴𝗲𝗿𝗮𝗵, Serial Sudut Pandang

Bacaan ekumenis RCL (𝘙𝘦𝘷𝘪𝘴𝘦𝘥 𝘊𝘰𝘮𝘮𝘰𝘯 𝘓𝘦𝘤𝘵𝘪𝘰𝘯𝘢𝘳𝘺) dibuat untuk siklus tiga tahun liturgi bukanlah tanpa alasan edukatif. Tahun A disebut juga Tahun Matius karena bacaan Injil diambil dari Injil Matius; Tahun B disebut Tahun Markus; Tahun C disebut Tahun Lukas. Injil Yohanes disisipkan di Minggu-Minggu atau hari raya tertentu dalam Tahun A, B, dan C.

Dari sana Gereja hendak mengajar umat bahwa sedikitnya ada tiga sudut pandang tentang Yesus. Untuk itulah saat berhomili pendeta harus fokus pada bacaan hari itu. Membandingkan dengan bacaan di luar bacaan hari itu boleh-boleh saja, namun kalau sampai mencampuraduk pandangan penulis Injil lain justru menciptakan Kitab Injil baru.

Minggu ini adalah Minggu VI masa Pra-Paska. Ada dua peristiwa yang beririsan dalam Minggu ini, yaitu Minggu Palma (𝘓𝘪𝘵𝘶𝘳𝘨𝘺 𝘰𝘧 𝘵𝘩𝘦 𝘗𝘢𝘭𝘮𝘴) dan Minggu Sengsara (𝘓𝘪𝘵𝘶𝘳𝘨𝘺 𝘰𝘧 𝘵𝘩𝘦 𝘗𝘢𝘴𝘴𝘪𝘰𝘯). Secara tradisi ibadah gereja dimarakkan dengan setangkai daun palem di tangan umat. Kemarakan ibadah Minggu Palma tahun ini tampaknya tak seramai tahun-tahun sebelum pandemi. Tahun ini masih banyak Gereja yang belum melayankan ibadah secara full house.

Bacaan Alkitab secara ekumenis pada Minggu Palma diambil dari Injil Lukas 19:28-40 yang didahului dengan Mazmur 118:1-2, 19-29 dan Minggu Sengsara diambil dari Injil Lukas 22:14 - 23:56 yang didahului dengan Yesaya 50:4-9a, Mazmur 31:9-16, dan Filipi 2:5-11.

Saya pernah mengatakan bahwa  penulis Injil Lukas mengusung teologi kenaikan dan Yesus menjadi Mesias sesudah melewati penderitaan-Nya. Secara umum Injil Lukas dapat dibagi ke dalam enam babak: 
1. Pasal 1:1-4 – Kata pengantar
2. Pasal 1:5-2:52 – Pendahuluan ganda: kelahiran Yohanes Pembaptis dan kelahiran Yesus
3. Pasal 3:1-4:13 – Persiapan karya Yesus
4. Pasal 4:14-9:50 – Karya Yesus di Galilea
5. Pasal 9:51-19:28 – Perjalanan Yesus ke Yerusalem
6. Pasal 19:29-24:53 – Yesus di Yerusalem: pengajaran, kematian, kebangkitan, dan penampakan Yesus.

Lukas 19:28-40 merupakan awal dari babak terakhir cerita Injil “Yesus di Yerusalem”. Sesudah perjalanan “panjang” dari Lukas 9:51, Yesus akhirnya tiba di kota tujuan. Kota Yerusalem menjadi tempat terakhir sebelum Yesus diangkat ke surga. “Ketika hampir genap waktunya Yesus diangkat ke surga, Ia mengarahkan pandangan-Nya untuk pergi ke Yerusalem” (Luk. 9:51).

Bacaan Minggu ini diawali dengan “setelah mengatakan semuanya itu Yesus mendahului mereka dan meneruskan perjalanan-Nya ke Yerusalem” (Luk. 19:28). Apakah "semuanya itu"? Kalau dari teks yang dimaksud adalah “Perumpamaan tentang uang mina” dalam Lukas 19:11-27. Penginjil Lukas diduga memberi “kerangka tafsir” sebagai “prapaham” untuk memahami cerita dalam perikop Lukas 19:28-44 yang diberi judul oleh LAI “Yesus dielu-elukan di Yerusalem”. 

Prapaham itu:
1. Kerajaan Allah belum akan datang secara penuh (ultim; Luk. 19:11), walaupun Yesus sudah disebut sebagai “raja” oleh para murid-Nya.
2. Yesus memang sudah disebut sebagai “raja” ketika Ia memasuki Yerusalem (Luk. 19:38). Namun penobatan yang sesungguhnya baru akan terjadi sesudah Ia menjalani penderitaan-Nya, yaitu ketika Ia diangkat ke surga (Luk. 19:12).
3. Para murid yang menyebut Yesus sebagai raja (Luk. 19:37) adalah mereka yang bersikap sebagai hamba yang melaksanakan tugasnya dalam menggunakan modal dagang (uang mina) yang diberikan tuannya, yaitu hamba pertama dan hamba kedua.
4. Orang Farisi yang menolak Yesus sebagai raja (Luk. 19:39) adalah “orang-orang sebangsanya yang menolak si Tuan sebagai raja” (Luk. 19:14) dan juga hamba yang tidak melaksanakan tugasnya, yaitu hamba ketiga.

Dalam cerita versi Injil Lukas tokoh cerita yang menyambut Yesus adalah “semua murid yang mengiringi Dia” dan yang telah melihat segala mukjizat Yesus (Luk. 19:37). Mereka berbeda dari orang-orang yang berteriak “Salibkanlah Dia! Salibkanlah Dia!” (Luk. 23:21). Orang-orang yang berteriak begitu adalah “imam-imam kepala, pemimpin-pemimpin, dan rakyat” (Luk. 23:13).

Jadi, jika ada pengkhotbah Minggu ini menggunakan Lukas 19:28-44, lalu berkata bahwa mereka yang mengelu-elukan Yesus itu akan berubah seketika dan meneriakkan “Salibkanlah Dia!” adalah salah. Pengkhotbah harus berpumpun pada teks Injil Lukas sesuai dengan RCL, bukan membuat Kitab Injil baru.

Dalam perikop Lukas 19:28-44 penginjil Lukas tampaknya hendak menekankan topik Yesus sebagai raja. Tafsiran ini didukung oleh tiga hal. Pertama, perumpamaan uang mina di perikop sebelumnya (Luk. 19:12). Kedua, pengarang Injil Lukas menambahkan kata “raja” pada kutipan Mazmur 118:26 di Lukas 19:38. Ketiga, keledai yang ditumpangi Yesus tampaknya merujuk keledai dari raja mesianik yang dinubuatkan di Zakharia 9:9.
 
Pertanyaan selanjutnya: “raja” seperti apakah yang dibayangkan pengarang Injil Lukas?

Pertama, Lukas tidak menolak pendapat bahwa Yesus adalah raja keturunan Daud (Luk. 1:27, 32-33; 2:4). Akan tetapi Yesus bukan sekadar “raja Yahudi” atau raja bagi orang Yahudi. Yesus adalah anak Adam dan anak Allah (Luk. 3:38). Itu berarti Yesus adalah raja atas semua umat manusia (Luk. 22:29-30). Yesus dimuliakan Allah sebagai Tuhan dan Kristus (Kis. 2:36; Kisah Para Rasul sering disebut Injil Lukas jilid ke-2 karena ditulis oleh pengarang yang sama, bahkan diduga aslinya satu buku yang dipenggal oleh editor menjadi dua buku/kitab). 
 
Pengakuan Yesus sebagai raja harus datang dari hati atau dari iman. Yesus menerima pengakuan yang datang dari murid-murid-Nya (Luk. 19:38-40). Akan tetapi Yesus menolak tuduhan dirinya sebagai “raja” atau “raja orang Yahudi” ketika hal itu ditempatkan dalam konteks politik berhadapan dengan kaisar (Luk. 23:2-3). Yesus juga menolak sebutannya sebagai “raja orang Yahudi” ketika hal itu diungkapkan sebagai ejekan (Luk. 23:37). 

Kedua, Injil Lukas yang ditulis pada masa pergumulan jemaat akibat penundaan 𝘱𝘢𝘳𝘰𝘶𝘴𝘪𝘢 tetap mengingatkan pembacanya bahwa Sang Raja dari Kerajaan Allah itu akan datang kembali dan akan meminta pertanggungjawaban atas uang mina yang telah diberikan-Nya (Luk. 19:12-27). Apa itu parousia?

Parousia bersinonim dengan 𝘱𝘢́𝘳𝘦𝘪𝘮𝘪 yang secara literal berarti hadir. Parousia merujuk kunjungan penguasa atau petinggi negara yang disambut meriah. Dalam hal teologi Kristen parousia merujuk kedatangan Yesus kembali. Masalahnya umat atau jemaat pada waktu itu sudah dipengaruhi oleh ajaran atau Surat-surat Paulus (ditulis pada masa 40 – 60 ZB sebelum ada Injil Lukas) yang mengatakan parousia segera terjadi pada saat mereka masih hidup. Faktanya parousia belum terjadi sampai Bait Allah dihancurkan oleh Panglima Titus dari Roma pada 70 ZB.

Lukas, yang menulis Injil Lukas dan Kisah Para Rasul pada sekitar 80-90 ZB, harus menanggapi pergumulan jemaat sehubungan dengan “penundaan parousia” tersebut. Lukas menyampaikan bahwa masa penundaan parousia adalah masa anugerah: kesempatan untuk bertobat dan hidup sesuai ajaran Yesus sampai Sang Raja itu datang kembali.

Sudut Pandang Perbedaan Kronologi injil, keuntungan RCL, Serial Pengetahuan Sabda

Sudut Pandang Kronologi Alkitab, Serial Pengetahuan Sabda

Sekelompok murid SMA diberi tugas oleh guru mereka untuk menulis kegiatan harian Bung Karno dari 1 Agustus sampai 17 Agustus 1945. Ada dua buku sejarah di perpustakaan, tetapi dua buku itu belum dapat memberi keterangan lengkap kegiatan harian Bung Karno. Para murid kemudian melakukan pencarian lebih giat lewat internet dan bertanya kepada orang-orang yang mengerti sejarah. Lengkap sudah penugasan dari guru. Mereka berhasil menulis kegiatan Bung Karno dari 1 Agustus sampai 17 Agustus 1945. Kronologis.

Alkitab bukanlah buku sejarah. Orang tidak dapat memaksakan pendapatnya menulis suatu kronologi berdasarkan kisah-kisah dari berbagai kitab di dalam Alkitab seperti yang dilakukan oleh murid-murid SMA di atas. Misal, menggabungkan kronologi kisah Natal Injil Lukas dan Injil Matius. Selain memang setiap Kitab Injil memiliki teologi masing-masing, kronologi setiap kitab berbeda-beda. Dalam sebuah drama Natal Yusuf dan Maria pulang ke Betlehem atas perintah Kaisar Agustus. Maria melahirkan Yesus dan meletakkan ke dalam palungan (Injil Lukas). Drama Natal kemudian disambung dengan kedatangan orang-orang Majus memberi persembahan untuk Yesus (Injil Matius). Ini keliru. 

Ada empat Kitab Injil di dalam Alkitab: Injil Matius, Injil Markus, Injil Lukas, dan Injil Yohanes. Ketiga Injil pertama disebut Injil Sinoptik, karena ada kemiripan. Injil Yohanes berbeda sama sekali dari Injil Sinoptik. Meski disebut Injil Sinoptik, tetap saja terjadi perbedaan kronologis.

Perbedaan Kronologis Injil Sinoptik

Contoh 1
Silsilah Yesus menurut Injil Matius (menurun):
Abraham - Ishak -  Yakub - Yehuda - Peres -Hezron – Ram - Aminadab - Nahason -  Salmon - Boas - Obed - Isai – Daud - Salomo - Rehabeam - Abia - Asa - Yosafat -  Yoram - Uzia - Yotam - Ahas - Hizkia - Manasye – Amon - Yosia - Yekhonya – Sealtiel – Zerubabel – Abihud – Elyakim – Azor – Zadok – Akhim – Eliud – Eleazar – Matan –  Yakub - Yusuf – Yesus.

Silsilah Yesus menurut Injil Lukas (naik):
Yesus – Yusuf – Eli – Matat – Lewi – Malkhi – Yanai – Yusuf – Matica – Maos – Nahum – Hesli – Nagai – Maat – Matica – Simei – Yosekh – Yoda – Yohanan – Resa – Zerubabel – Sealtiel – Neri – Malkhi – Adi – Kosam – Elmadam – Er – Yesua – Eliezer – Yorim – Matat – Lewi – Simeon – Yehuda – Yusuf – Yonam – Elyakim – Melea – Mina – Matata – Natan – Daud – Isai – Obed – Boas – Salmon – Nahason – Aminadab – Admin – Arni – Hezron – Peres – Yehuda – Yakub – Ishak – Abraham – Terah – Nahor –Serug – Rehu – Peleg – Eber – Salmon – Kenan – Arpakshad – Sem – Nuh – Leamekh – Metusalah – Henokh – Yared – Mahalaleel – Kenan – Enos – Set – Adam – Allah.

Nama-nama yang berbeda di atas memerlihatkan bukan saja ada perbedaan kronologi, melainkan juga perbedaan garis keturunan. 

Contoh 2: 
Injil Matius: Iblis mencobai Yesus kali kedua di puncak Bait Allah dan kali ketiga di atas gunung.
Injil Lukas: Iblis mencobai Yesus kali kedua di tempat yang tinggi dan kali ketiga di puncak Bait Allah.

Contoh 3: 
Injil Matius: Yesus menyembuhkan dua orang buta sesudah keluar dari Yerikho.
Injil Markus: Yesus menyembuhkan satu orang buta sesudah keluar dari Yerikho.
Injil Lukas: Yesus menyembuhkan satu orang buta sebelum masuk ke Yerikho.

Contoh 4:
Injil Markus dan Matius: Percakapan tentang Hukum Kasih terjadi sesudah Yesus masuk ke Yerusalem.
Injil Lukas: Percakapan tentang Hukum Kasih terjadi (pasal 10) jauh sebelum Yesus masuk ke Yerusalem (pasal 19).

Perbedaan Kronologis Injil Yohanes dan Injil Sinoptik

Contoh 1: 
Injil Yohanes: Yesus menyucikan Bait Allah di awal pelayanan-Nya.
Injil sinoptik: Yesus menyucikan Bait Allah di akhir pelayanan-Nya.

Contoh 2:  
Injil Yohanes: Yesus memula pelayanan-Nya sebelum Yohanes Pembaptis ditangkap.
Injil sinoptik: Yesus memula pelayanan-Nya sesudah Yohanes Pembaptis ditangkap.

Contoh 3:
Injil Yohanes: Yesus ditangkap dan dibawa ke Hanas, lalu ke Kayafas, lalu ke Pilatus, lalu disalibkan.
Injil Matius dan Markus: Yesus ditangkap dan dibawa ke Mahkamah Agama, lalu ke Pilatus, lalu disalibkan.
Injil Lukas: Yesus ditangkap dan dibawa ke Mahkamah Agama, lalu ke Pilatus, lalu ke Herodes, lalu balik ke Pilatus, lalu disalibkan.

Perbedaan kronologis dari beberapa contoh di atas menjadi persoalan besar bagi orang Kristen fundamentalis, karena mereka memegang ideologi inerrancy of the bible; setiap kata di Alkitab tidak salah. Mereka kemudian melakukan pseudo-science demi ideologi mereka untuk memuaskan diri sendiri. Padahal segala perbedaan itu membuktikan secara telak bahwa cerita Injil bukanlah laporan historis jurnalistik. 

Untuk menyelamatkan ideologi inerrancy of the bible mereka melakukan hamonisasi. Perbedaan silsilah Yesus versi Matius dan silsilah Yesus versi Lukas dimanipulasi dengan memaksakan pendapat bahwa versi Injil Lukas adalah Silsilah Maria. Mengubah Silsilah Yusuf menjadi Silsilah Maria sepertinya dapat menyelamatkan ideologi ineransi. Akan tetapi cara itu mengacaukan pemahaman kita terhadap Injil pada umumnya dan Injil Lukas pada khususnya, karena Injil Lukas tidak berbicara mengenai Silsilah Maria. Fundamentalisme pada prinsipnya seleksi ayat yang mendukung ideologinya. Ayat-ayat yang bertentangan dinafikan dan ditutup-tutupi. Usaha untuk memahami Injil apa adanya akan jauh lebih berguna ketimbang usaha untuk mengubahnya, memanipulasinya agar sesuai dengan ideologi. 

Mengenai Injil Lukas kita harus berani mengajukan pertanyaan: Mengapa Lukas menempatkan Silsilah Yesus sesudah Yesus dibaptis dan sebelum Yesus dicobai? Mengapa banjaran di Silsilahnya terbalik dari Matius dengan “naik” (dari Yesus ke Allah)? Mengapa Allah dan Adam tampaknya penting di Silsilah itu? Masih banyak pertanyaan yang dapat kita ajukan untuk memahami teologi Injil Lukas. 

Dalam pada itu tentang Injil Matius kita juga harus berani mengajukan pertanyaan: Mengapa penulis Injil Matius menempatkan Silsilah Yesus di awal Injilnya? Mengapa nama Daud dan Abraham tampaknya penting di Silsilah itu? Mengapa ada perempuan atau nama perempuan di Silsilah patriarkhal itu? 

Dari banjaran silsilah dalam Injil Lukas yang naik itu kita melihat secara gambar besar bahwa teologi Injil Lukas tentang kenaikan, dari rendah ke tempat tinggi. Yesus berkarya di Nazaret/Galilea, naik ke Yerusalem, naik ke Betania di Bukit Zaitun, dan akhirnya naik ke surga. Penulis Injil Lukas juga hendak menyampaikan teologi kemesiasan Yesus sesudah mengalami penderitaan dan kebangkitan. Kalau di Injil Matius penulis hendak menyampaikan bahwa Yesus sejak lahir sudah raja (atau mesias). Di awal Injil Matius dengan penulis menyatakan Yesus Kristus anak Daud.
 
Jadi, Kitab-kitab Injil bukan buku sejarah? Bukan buku sejarah, melainkan refleksi iman para penulisnya yang mewakili jemaat mereka masing-masing. Sangat bolehjadi perbedaan-perbedaan itu memang disengaja oleh para penulisnya. Penulis Injil Matius dan Injil Lukas tidak bersepedapat dengan penulis Injil Markus. Penulis Injil Yohanes tidak bersetuju dengan para penulis Injil sinoptik. Sangat bolehjadi. Terbuka banyak kemungkinan.

Orang Kristen masa kini justru sangat beruntung, karena memiliki banyak sudut pandang kesaksian tentang Kristus. Untuk itulah bacaan ekumenis RCL menganut siklus Tahun A untuk pembacaan Injil Matius, Tahun B untuk Injil Markus, dan Tahun C untuk Injil Lukas, sedang Injil Yohanes disisipkan di ketiga tahun itu. Dari sini orang Kristen akan melihat sudut pandang yang berbeda tentang Kristus dari setiap Kitab Injil. Bukan satu, apalagi Kristus hanya menurut pendeta anu atau pendeta onoh. Cepogo, gardu pandang ketep, (TUS)

SUDUT PANDANG LILIN ADVENT

SUDUT PANDANG LILIN ADVENT PENGANTAR Seiring berjalan kesepakatan ekuminis di Lima, membawa beberapa kesepakatan antara denomina...