Jumat, 08 April 2022

𝗣𝗮𝗿𝗼𝘂𝘀𝗶𝗮: 𝗠𝗮𝘀𝗮 𝗔𝗻𝘂𝗴𝗲𝗿𝗮𝗵, Serial Sudut Pandang


𝗣𝗮𝗿𝗼𝘂𝘀𝗶𝗮: 𝗠𝗮𝘀𝗮 𝗔𝗻𝘂𝗴𝗲𝗿𝗮𝗵, Serial Sudut Pandang

Bacaan ekumenis RCL (𝘙𝘦𝘷𝘪𝘴𝘦𝘥 𝘊𝘰𝘮𝘮𝘰𝘯 𝘓𝘦𝘤𝘵𝘪𝘰𝘯𝘢𝘳𝘺) dibuat untuk siklus tiga tahun liturgi bukanlah tanpa alasan edukatif. Tahun A disebut juga Tahun Matius karena bacaan Injil diambil dari Injil Matius; Tahun B disebut Tahun Markus; Tahun C disebut Tahun Lukas. Injil Yohanes disisipkan di Minggu-Minggu atau hari raya tertentu dalam Tahun A, B, dan C.

Dari sana Gereja hendak mengajar umat bahwa sedikitnya ada tiga sudut pandang tentang Yesus. Untuk itulah saat berhomili pendeta harus fokus pada bacaan hari itu. Membandingkan dengan bacaan di luar bacaan hari itu boleh-boleh saja, namun kalau sampai mencampuraduk pandangan penulis Injil lain justru menciptakan Kitab Injil baru.

Minggu ini adalah Minggu VI masa Pra-Paska. Ada dua peristiwa yang beririsan dalam Minggu ini, yaitu Minggu Palma (𝘓𝘪𝘵𝘶𝘳𝘨𝘺 𝘰𝘧 𝘵𝘩𝘦 𝘗𝘢𝘭𝘮𝘴) dan Minggu Sengsara (𝘓𝘪𝘵𝘶𝘳𝘨𝘺 𝘰𝘧 𝘵𝘩𝘦 𝘗𝘢𝘴𝘴𝘪𝘰𝘯). Secara tradisi ibadah gereja dimarakkan dengan setangkai daun palem di tangan umat. Kemarakan ibadah Minggu Palma tahun ini tampaknya tak seramai tahun-tahun sebelum pandemi. Tahun ini masih banyak Gereja yang belum melayankan ibadah secara full house.

Bacaan Alkitab secara ekumenis pada Minggu Palma diambil dari Injil Lukas 19:28-40 yang didahului dengan Mazmur 118:1-2, 19-29 dan Minggu Sengsara diambil dari Injil Lukas 22:14 - 23:56 yang didahului dengan Yesaya 50:4-9a, Mazmur 31:9-16, dan Filipi 2:5-11.

Saya pernah mengatakan bahwa  penulis Injil Lukas mengusung teologi kenaikan dan Yesus menjadi Mesias sesudah melewati penderitaan-Nya. Secara umum Injil Lukas dapat dibagi ke dalam enam babak: 
1. Pasal 1:1-4 – Kata pengantar
2. Pasal 1:5-2:52 – Pendahuluan ganda: kelahiran Yohanes Pembaptis dan kelahiran Yesus
3. Pasal 3:1-4:13 – Persiapan karya Yesus
4. Pasal 4:14-9:50 – Karya Yesus di Galilea
5. Pasal 9:51-19:28 – Perjalanan Yesus ke Yerusalem
6. Pasal 19:29-24:53 – Yesus di Yerusalem: pengajaran, kematian, kebangkitan, dan penampakan Yesus.

Lukas 19:28-40 merupakan awal dari babak terakhir cerita Injil “Yesus di Yerusalem”. Sesudah perjalanan “panjang” dari Lukas 9:51, Yesus akhirnya tiba di kota tujuan. Kota Yerusalem menjadi tempat terakhir sebelum Yesus diangkat ke surga. “Ketika hampir genap waktunya Yesus diangkat ke surga, Ia mengarahkan pandangan-Nya untuk pergi ke Yerusalem” (Luk. 9:51).

Bacaan Minggu ini diawali dengan “setelah mengatakan semuanya itu Yesus mendahului mereka dan meneruskan perjalanan-Nya ke Yerusalem” (Luk. 19:28). Apakah "semuanya itu"? Kalau dari teks yang dimaksud adalah “Perumpamaan tentang uang mina” dalam Lukas 19:11-27. Penginjil Lukas diduga memberi “kerangka tafsir” sebagai “prapaham” untuk memahami cerita dalam perikop Lukas 19:28-44 yang diberi judul oleh LAI “Yesus dielu-elukan di Yerusalem”. 

Prapaham itu:
1. Kerajaan Allah belum akan datang secara penuh (ultim; Luk. 19:11), walaupun Yesus sudah disebut sebagai “raja” oleh para murid-Nya.
2. Yesus memang sudah disebut sebagai “raja” ketika Ia memasuki Yerusalem (Luk. 19:38). Namun penobatan yang sesungguhnya baru akan terjadi sesudah Ia menjalani penderitaan-Nya, yaitu ketika Ia diangkat ke surga (Luk. 19:12).
3. Para murid yang menyebut Yesus sebagai raja (Luk. 19:37) adalah mereka yang bersikap sebagai hamba yang melaksanakan tugasnya dalam menggunakan modal dagang (uang mina) yang diberikan tuannya, yaitu hamba pertama dan hamba kedua.
4. Orang Farisi yang menolak Yesus sebagai raja (Luk. 19:39) adalah “orang-orang sebangsanya yang menolak si Tuan sebagai raja” (Luk. 19:14) dan juga hamba yang tidak melaksanakan tugasnya, yaitu hamba ketiga.

Dalam cerita versi Injil Lukas tokoh cerita yang menyambut Yesus adalah “semua murid yang mengiringi Dia” dan yang telah melihat segala mukjizat Yesus (Luk. 19:37). Mereka berbeda dari orang-orang yang berteriak “Salibkanlah Dia! Salibkanlah Dia!” (Luk. 23:21). Orang-orang yang berteriak begitu adalah “imam-imam kepala, pemimpin-pemimpin, dan rakyat” (Luk. 23:13).

Jadi, jika ada pengkhotbah Minggu ini menggunakan Lukas 19:28-44, lalu berkata bahwa mereka yang mengelu-elukan Yesus itu akan berubah seketika dan meneriakkan “Salibkanlah Dia!” adalah salah. Pengkhotbah harus berpumpun pada teks Injil Lukas sesuai dengan RCL, bukan membuat Kitab Injil baru.

Dalam perikop Lukas 19:28-44 penginjil Lukas tampaknya hendak menekankan topik Yesus sebagai raja. Tafsiran ini didukung oleh tiga hal. Pertama, perumpamaan uang mina di perikop sebelumnya (Luk. 19:12). Kedua, pengarang Injil Lukas menambahkan kata “raja” pada kutipan Mazmur 118:26 di Lukas 19:38. Ketiga, keledai yang ditumpangi Yesus tampaknya merujuk keledai dari raja mesianik yang dinubuatkan di Zakharia 9:9.
 
Pertanyaan selanjutnya: “raja” seperti apakah yang dibayangkan pengarang Injil Lukas?

Pertama, Lukas tidak menolak pendapat bahwa Yesus adalah raja keturunan Daud (Luk. 1:27, 32-33; 2:4). Akan tetapi Yesus bukan sekadar “raja Yahudi” atau raja bagi orang Yahudi. Yesus adalah anak Adam dan anak Allah (Luk. 3:38). Itu berarti Yesus adalah raja atas semua umat manusia (Luk. 22:29-30). Yesus dimuliakan Allah sebagai Tuhan dan Kristus (Kis. 2:36; Kisah Para Rasul sering disebut Injil Lukas jilid ke-2 karena ditulis oleh pengarang yang sama, bahkan diduga aslinya satu buku yang dipenggal oleh editor menjadi dua buku/kitab). 
 
Pengakuan Yesus sebagai raja harus datang dari hati atau dari iman. Yesus menerima pengakuan yang datang dari murid-murid-Nya (Luk. 19:38-40). Akan tetapi Yesus menolak tuduhan dirinya sebagai “raja” atau “raja orang Yahudi” ketika hal itu ditempatkan dalam konteks politik berhadapan dengan kaisar (Luk. 23:2-3). Yesus juga menolak sebutannya sebagai “raja orang Yahudi” ketika hal itu diungkapkan sebagai ejekan (Luk. 23:37). 

Kedua, Injil Lukas yang ditulis pada masa pergumulan jemaat akibat penundaan 𝘱𝘢𝘳𝘰𝘶𝘴𝘪𝘢 tetap mengingatkan pembacanya bahwa Sang Raja dari Kerajaan Allah itu akan datang kembali dan akan meminta pertanggungjawaban atas uang mina yang telah diberikan-Nya (Luk. 19:12-27). Apa itu parousia?

Parousia bersinonim dengan 𝘱𝘢́𝘳𝘦𝘪𝘮𝘪 yang secara literal berarti hadir. Parousia merujuk kunjungan penguasa atau petinggi negara yang disambut meriah. Dalam hal teologi Kristen parousia merujuk kedatangan Yesus kembali. Masalahnya umat atau jemaat pada waktu itu sudah dipengaruhi oleh ajaran atau Surat-surat Paulus (ditulis pada masa 40 – 60 ZB sebelum ada Injil Lukas) yang mengatakan parousia segera terjadi pada saat mereka masih hidup. Faktanya parousia belum terjadi sampai Bait Allah dihancurkan oleh Panglima Titus dari Roma pada 70 ZB.

Lukas, yang menulis Injil Lukas dan Kisah Para Rasul pada sekitar 80-90 ZB, harus menanggapi pergumulan jemaat sehubungan dengan “penundaan parousia” tersebut. Lukas menyampaikan bahwa masa penundaan parousia adalah masa anugerah: kesempatan untuk bertobat dan hidup sesuai ajaran Yesus sampai Sang Raja itu datang kembali.

SUDUT PANDANG LILIN ADVENT

SUDUT PANDANG LILIN ADVENT PENGANTAR Seiring berjalan kesepakatan ekuminis di Lima, membawa beberapa kesepakatan antara denomina...