Produk Bernuansa politis, undang-undang pernikahan, serial sudut pandang
Bahwa UU No. 1 Tahun 1974 itu adalah PRODUK BERNUANSA POLITIS rezim Orde Baru yang sarat dengan kepentingan politik dan tawar-menawar di antara golongan², yang kemudian diintervensi dengan pendekatan militer. Jadi secara historis, UU ini sebenarnya sangat problematis.Banyak orang meyakini Pernikahan Beda Agama (PBA) dilarang menurut UU Perkawinan. Itu sebabnya, UU a quo beberapa kali diuji di Mahkamah Konstitusi. Namun rontok semua. Para hakim bergeming.Dulu, ceritanya, ada dua kelompok yang berseteru terkait apakah areal sebuah gedung perlu digembok rapat atau dibiarkan terbuka gerbangnya; apakah UU Perkawinan cukup mencatat perkawinan --apapun agama mempelai, tidak perlu nyinyir, yang penting mencatat saja. Ataukah, negara berkewajiban memastikan mempelai sama agamanya.Kementerian Kehakiman, punya draft tersendiri. Pro Pernikahan Beda Agama (PBA). Antipoligami. Sebaliknya, Kementerian Agama (Islam) tak mau kalah. Punya draft juga. AntiPBA. Propoligami. Mereka berseteru.Dua kelompok ini berseteru puluhan tahun -- sejak Indonesia merdeka hingga tumbangnya Presiden Soekarno belum kelar juga UU Perkawinan ini.Mereka berseteru hingga akhirnya militer turun tangan pada periode awal Orde Soeharto. Hasilnya? Seperti yang kita gunakan saat ini; UU 1/74.Begitulah posisi Pernikahan Beda Agama (PBA) dalam lintasan UU Perkawinan.
05 Juli 2022 (T)
Baca juga
https://titusroidanto.blogspot.com/2022/07/respons-terhadap-penolakan-nikah-beda.html