Jumat, 09 Agustus 2024

SUDUT PANDANG YOHANES 6:35, 41-51, KOWE ANAKE SOPO?


SUDUT PANDANG YOHANES 6:35, 41-51, KOWE ANAKE SOPO?

Kalangan Kristen aliran tertentu dan orang Kristen yang terpengaruhi oleh aliran tertentu itu masih percaya bahwa Injil Yohanes ditulis oleh Rasul Yohanes. Alasan mereka adalah ajaran bapa-bapa gereja. Saya menolak itu. Kesatu, judul atau nama kitab-kitab Injil kanonik diberikan oleh editor pada abad II. Kedua, andaikata mereka membaca ajaran bapa-bapa gereja, mereka lupa bahwa agama dasarnya kepatuhan kepada pemegang otoritas. “𝘒𝘢𝘭𝘪𝘢𝘯 𝘶𝘮𝘢𝘵 𝘱𝘦𝘳𝘤𝘢𝘺𝘢 𝘴𝘢𝘫𝘢! 𝘒𝘢𝘭𝘢𝘶 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘱𝘦𝘳𝘤𝘢𝘺𝘢, 𝘬𝘢𝘭𝘪𝘢𝘯 𝘣𝘪𝘥𝘢𝘵!” begitu kira-kira kata bapa-bapa gereja zaman 𝘥𝘰𝘭𝘰, yang masih dipelihara sampai sekarang oleh banyak pejabat gerejawi.

Zaman sekarang ilmu teologi terbuka dan dapat dipelajari oleh siapa saja. Dengan mengaji Injil Yohanes kita dapat melihat jejak sejarah di Injil Yohanes. 𝘓𝘩𝘰 𝘬𝘰𝘬 sejarah? Katanya kitab Injil bukan kitab sejarah? Memang bukan kitab sejarah. Dengan membaca Injil Yohanes di bawah terang ilmu teologi kita dimampukan melihat jejak sejarah pertarungan ideologi-politik antara orang-orang Yahudi dan jemaat petulis Injil. Juga ada jejak perselisihan atau bahkan pertikaian hingga menimbulkan perpecahan di dalam jemaat Kristen. Itu sebabnya tidak ada Hukum Kasih di Injil Yohanes.

Minggu kedua belas setelah Pentakosta. Bacaan ekumenis diambil dari Injil Yohanes 6:35, 41-51 yang didahului dengan 2Samuel 18:5-9, 15, 31-33, Mazmur 130, dan Efesus 4:25-5:2.

Bacaan Minggu ini meneruskan bacaan Minggu lalu yang masih dalam perikop 𝘙𝘰𝘵𝘪 𝘒𝘦𝘩𝘪𝘥𝘶𝘱𝘢𝘯. Teks yang diambil adalah ayat 35 dan 41-51.

Ayat 35 adalah teks terakhir bacaan Minggu lalu. Hari ini dibaca lagi sebagai pengingat. Kata Yesus kepada mereka, “𝘈𝘬𝘶𝘭𝘢𝘩 𝘳𝘰𝘵𝘪 𝘬𝘦𝘩𝘪𝘥𝘶𝘱𝘢𝘯. 𝘚𝘪𝘢𝘱𝘢 𝘴𝘢𝘫𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘥𝘢𝘵𝘢𝘯𝘨 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢-𝘒𝘶, 𝘪𝘢 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘱𝘦𝘳𝘯𝘢𝘩 𝘭𝘢𝘱𝘢𝘳 𝘭𝘢𝘨𝘪 𝘥𝘢𝘯 𝘴𝘪𝘢𝘱𝘢 𝘴𝘢𝘫𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘱𝘦𝘳𝘤𝘢𝘺𝘢 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢-𝘒𝘶, 𝘪𝘢 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘱𝘦𝘳𝘯𝘢𝘩 𝘩𝘢𝘶𝘴 𝘭𝘢𝘨𝘪.” (ay. 35) 

Di dalam Injil Yohanes kita kerap bersua dengan ucapan Yesus yang khas Injil Yohanes: “𝘈𝘬𝘶𝘭𝘢𝘩 … “ atau “𝘈𝘬𝘶 𝘢𝘥𝘢𝘭𝘢𝘩 …” (𝘌𝘨o 𝘦𝘪𝘮𝘪), ungkapan yang sama (dalam Septuaginta) ketika Yahweh mengenalkan diri-Nya kepada Musa. Ungkapan “𝘈𝘬𝘶𝘭𝘢𝘩 … “ atau “𝘈𝘬𝘶 𝘢𝘥𝘢𝘭𝘢𝘩 …” disusul kiasan, misal, pintu, gembala, terang dunia, pokok anggur yang benar, jalan, dll. Di ayat 35 secara eksplisit Yesus menyatakan bahwa Ia adalah roti kehidupan. Secara dramatis Yesus mengoreksi kekeliruan cerapan orang banyak itu. 

Ungkapan khas 𝘈𝘬𝘶𝘭𝘢𝘩 𝘳𝘰𝘵𝘪 𝘬𝘦𝘩𝘪𝘥𝘶𝘱𝘢𝘯 (𝘌𝘨o 𝘦𝘪𝘮𝘪 𝘩𝘰 𝘢𝘳𝘵𝘰𝘴 𝘵e𝘴 𝘻oe𝘴) merupakan propaganda Komunitas Yohanes di dalam sinagoge untuk mengganti metafora 𝘳𝘰𝘵𝘪 𝘥𝘢𝘳𝘪 𝘴𝘶𝘳𝘨𝘢. Sejak zaman kuno konsep makanan dan minuman sebagai simbol kebenaran religius sudah dikenal, misal roti dan hikmat (Ams. 9:5). Kini metafora itu diganti dengan Yesus adalah roti (ke)hidup(an).

Reaksi orang-orang Yahudi itu bersungut-sungut karena tidak terima Yesus mengatakan bahwa Ia adalah roti yang turun dari surga (ay. 41). Kata mereka, “𝘉𝘶𝘬𝘢𝘯𝘬𝘢𝘩 𝘐𝘢 𝘪𝘯𝘪 𝘠𝘦𝘴𝘶𝘴 𝘢𝘯𝘢𝘬 𝘠𝘶𝘴𝘶𝘧, 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘢𝘺𝘢𝘩 𝘥𝘢𝘯 𝘪𝘣𝘶-𝘕𝘺𝘢 𝘬𝘪𝘵𝘢 𝘬𝘦𝘯𝘢𝘭? 𝘉𝘢𝘨𝘢𝘪𝘮𝘢𝘯𝘢 𝘴𝘦𝘬𝘢𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘐𝘢 𝘥𝘢𝘱𝘢𝘵 𝘣𝘦𝘳𝘬𝘢𝘵𝘢: 𝘈𝘬𝘶 𝘵𝘦𝘭𝘢𝘩 𝘵𝘶𝘳𝘶𝘯 𝘥𝘢𝘳𝘪 𝘴𝘶𝘳𝘨𝘢?” (ay. 42) Reaksi ini mengingatkan satu peristiwa yang 𝘷𝘪𝘳𝘢𝘭 tempo hari, “𝘒𝘢𝘮𝘶 𝘢𝘯𝘢𝘬 𝘴𝘪𝘢𝘱𝘢?”.

Sebelumnya penyebutan massa dengan orang banyak, sekarang penyebutan dengan orang-orang Yahudi. Perubahan ini menunjukkan kenaikan ketegangan atau permusuhan. Apabila kita membaca sejak awal pasal 6 terasa peningkatan itu dan mencapai puncak di pengujung pasal 6 lewat pengakuan Petrus (ay. 69) dan narator menyampaikan bahwa Yudas Iskariot akan menyerahkan Yesus kepada pemimpin Yahudi (ay. 71).

Bersungut-sungut (𝘌𝘨𝘰𝘯𝘨𝘺𝘻𝘰𝘯) digunakan juga di Septuaginta untuk memerikan sikap bangsa Israel di padang gurun (lih. Kel. 16:2). Petulis Injil Yohanes mengisyaratkan adegan pemberontakan di padang gurun diulangi lagi pada kesempatan pemberian roti kehidupan. Pasal 6 memang tidak boleh dilepaskan dari konteks Paska Yahudi dan teologi Keluaran.

Ciri khas Injil Yohanes adalah melontarkan kesalahpahaman orang mencerap jawaban Yesus, kemudian memberi ruang bagi Yesus untuk menjelaskan panjang-lebar. Kata Yesus kepada mereka, “𝘑𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘣𝘦𝘳𝘴𝘶𝘯𝘨𝘶𝘵-𝘴𝘶𝘯𝘨𝘶𝘵 𝘥𝘪 𝘢𝘯𝘵𝘢𝘳𝘢 𝘬𝘢𝘮𝘶. 𝘛𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘢𝘥𝘢 𝘴𝘦𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘱𝘶𝘯 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘥𝘢𝘱𝘢𝘵 𝘥𝘢𝘵𝘢𝘯𝘨 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢-𝘒𝘶, 𝘫𝘪𝘬𝘢 𝘪𝘢 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘥𝘪𝘵𝘢𝘳𝘪𝘬 𝘰𝘭𝘦𝘩 𝘉𝘢𝘱𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘶𝘵𝘶𝘴 𝘈𝘬𝘶, 𝘥𝘢𝘯 𝘪𝘢 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘒𝘶𝘣𝘢𝘯𝘨𝘬𝘪𝘵𝘬𝘢𝘯 𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘢𝘬𝘩𝘪𝘳 𝘻𝘢𝘮𝘢𝘯.” (ay. 43-44)

Yesus meminta orang-orang Yahudi itu tidak bersungut-sungut, karena asal usul ilahi Yesus hanya dapat dipercaya atau ditolak, bukan beragumen untuk membuktikan objek iman. Ada ketegangan antara tindakan manusia untuk percaya dan prakarsa Allah dalam proses percaya. Yesus menyatakannya secara radikal di ayat 44 itu. Kata 𝘵𝘢𝘳𝘪𝘬 (𝘩𝘦𝘭𝘬𝘺𝘴e) di ayat 44 digunakan juga di Yohanes 12:32, yang penyaliban Kristus akan 𝘮𝘦𝘯𝘢𝘳𝘪𝘬 (seperti magnet) semua orang kepada-Nya. Kebangkitan pada akhir zaman kembali menjadi refrain.

Yesus berkata lagi, “𝘈𝘥𝘢 𝘵𝘦𝘳𝘵𝘶𝘭𝘪𝘴 𝘥𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘬𝘪𝘵𝘢𝘣 𝘕𝘢𝘣𝘪-𝘯𝘢𝘣𝘪: 𝘔𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘴𝘦𝘮𝘶𝘢 𝘥𝘪𝘢𝘫𝘢𝘳 𝘰𝘭𝘦𝘩 𝘈𝘭𝘭𝘢𝘩. 𝘚𝘦𝘵𝘪𝘢𝘱 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘦𝘭𝘢𝘩 𝘮𝘦𝘯𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘳 𝘥𝘢𝘯 𝘣𝘦𝘭𝘢𝘫𝘢𝘳 𝘥𝘢𝘳𝘪 𝘉𝘢𝘱𝘢 𝘥𝘢𝘵𝘢𝘯𝘨 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢-𝘒𝘶. (ay. 45) 𝘏𝘢𝘭 𝘪𝘵𝘶 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘣𝘦𝘳𝘢𝘳𝘵𝘪 𝘣𝘢𝘩𝘸𝘢 𝘢𝘥𝘢 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘦𝘭𝘢𝘩 𝘮𝘦𝘭𝘪𝘩𝘢𝘵 𝘉𝘢𝘱𝘢. 𝘏𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘋𝘪𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘥𝘢𝘵𝘢𝘯𝘨 𝘥𝘢𝘳𝘪 𝘈𝘭𝘭𝘢𝘩, 𝘋𝘪𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘦𝘭𝘢𝘩 𝘮𝘦𝘭𝘪𝘩𝘢𝘵 𝘉𝘢𝘱𝘢. (ay. 46) 𝘚𝘦𝘴𝘶𝘯𝘨𝘨𝘶𝘩𝘯𝘺𝘢 𝘈𝘬𝘶 𝘣𝘦𝘳𝘬𝘢𝘵𝘢 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢𝘮𝘶: 𝘚𝘪𝘢𝘱𝘢 𝘴𝘢𝘫𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘱𝘦𝘳𝘤𝘢𝘺𝘢 (𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢-𝘒𝘶), 𝘐𝘢 𝘮𝘦𝘮𝘱𝘶𝘯𝘺𝘢𝘪 𝘩𝘪𝘥𝘶𝘱 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘬𝘦𝘬𝘢𝘭. (ay. 47)”

Kutipan dari kitab Nabi-nabi di ayat 45 tampaknya penafsiran petulis Injil Yohanes terhadap Yesaya 54:13 “𝘚𝘦𝘮𝘶𝘢 𝘢𝘯𝘢𝘬𝘮𝘶 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘫𝘢𝘥𝘪 𝘮𝘶𝘳𝘪𝘥 𝘛𝘜𝘏𝘈𝘕 𝘥𝘢𝘯 𝘣𝘦𝘴𝘢𝘳𝘭𝘢𝘩 𝘬𝘦𝘴𝘦𝘫𝘢𝘩𝘵𝘦𝘳𝘢𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢”. Bandingkan dengan NRSV “𝘈𝘭𝘭 𝘺𝘰𝘶𝘳 𝘤𝘩𝘪𝘭𝘥𝘳𝘦𝘯 𝘴𝘩𝘢𝘭𝘭 𝘣𝘦 𝘵𝘢𝘶𝘨𝘩𝘵 𝘣𝘺 𝘵𝘩𝘦 𝘓𝘖𝘙𝘋, 𝘢𝘯𝘥 𝘨𝘳𝘦𝘢𝘵 𝘴𝘩𝘢𝘭𝘭 𝘣𝘦 𝘵𝘩𝘦 𝘱𝘳𝘰𝘴𝘱𝘦𝘳𝘪𝘵𝘺 𝘰𝘧 𝘺𝘰𝘶𝘳 𝘤𝘩𝘪𝘭𝘥𝘳𝘦𝘯.” 𝘋𝘪𝘢𝘫𝘢𝘳 𝘰𝘭𝘦𝘩 𝘈𝘭𝘭𝘢𝘩 mengandaikan orang bahwa orang mau 𝘮𝘦𝘯𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘳 𝘥𝘢𝘯 𝘣𝘦𝘭𝘢𝘫𝘢𝘳 𝘥𝘢𝘳𝘪 𝘉𝘢𝘱𝘢”. 𝘔𝘦𝘯𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘳 𝘥𝘢𝘯 𝘣𝘦𝘭𝘢𝘫𝘢𝘳 tentu saja metaforis seperti halnya 𝘮𝘦𝘭𝘪𝘩𝘢𝘵 𝘈𝘭𝘭𝘢𝘩. Di sini 𝘮𝘦𝘯𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘳 merupakan satu sisi tindakan percaya. Teologi Yohanes melingkar-lingkar seperti spiral. Untuk datang kepada Allah orang harus datang kepada Yesus Kristus, untuk datang kepada Kristus orang harus mengenal Allah.

Ayat 47 mengangkat tema baru dalam perikop ini, meskipun tidak baru dalam Injil (lih. Yoh. 5:24). Di tengah pernyataan tentang kebangkitan yang akan datang yang berkali-kali disampaikan dalam ayat 39, 40, 44, dan 54, dikatakan juga pernyataan mengenai hidup kekal sebagai realitas masa kini.

Yesus melanjutkan, “𝘈𝘬𝘶𝘭𝘢𝘩 𝘳𝘰𝘵𝘪 𝘬𝘦𝘩𝘪𝘥𝘶𝘱𝘢𝘯. (ay. 48) 𝘕𝘦𝘯𝘦𝘬 𝘮𝘰𝘺𝘢𝘯𝘨𝘮𝘶 𝘮𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘢𝘯𝘯𝘢 𝘥𝘪 𝘱𝘢𝘥𝘢𝘯𝘨 𝘨𝘶𝘳𝘶𝘯 𝘥𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘮𝘢𝘵𝘪. (ay. 49) 𝘐𝘯𝘪𝘭𝘢𝘩 𝘳𝘰𝘵𝘪 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘶𝘳𝘶𝘯 𝘥𝘢𝘳𝘪 𝘴𝘶𝘳𝘨𝘢; 𝘚𝘪𝘢𝘱𝘢 𝘴𝘢𝘫𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘮𝘢𝘬𝘢𝘯𝘯𝘺𝘢, 𝘪𝘢 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘢𝘵𝘪. (ay. 50)” 

Ayat 48 mengembalikan tema sentral dalam perikop 𝘙𝘰𝘵𝘪 𝘒𝘦𝘩𝘪𝘥𝘶𝘱𝘢𝘯 yang sudah diangkat dalam ayat 25-34 (lih. Sudut Pandang edisi Minggu lalu). Manna adalah makanan yang menopang orang Israel dalam pengembaraan mereka di padang gurun (Kel. 16). Namun, di sini dikatakan manna tidak dapat menghalangi kematian. Kristus, yang adalah roti kehidupan, mendukung hidup spiritual yang dapat mengatasi kematian. Mengatasi kematian di sini bukan berati manusia tidak akan mati, melainkan penawaran kepada manusia untuk berkesempatan memiliki hidup baru.

Bacaan Minggu ini ditutup dengan ayat 51 yang mengulangi hakikat pesan ayat 35-50, tetapi kali ini lebih radikal. Kata Yesus, “𝘈𝘬𝘶𝘭𝘢𝘩 𝘳𝘰𝘵𝘪 𝘩𝘪𝘥𝘶𝘱 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘦𝘭𝘢𝘩 𝘵𝘶𝘳𝘶𝘯 𝘥𝘢𝘳𝘪 𝘴𝘶𝘳𝘨𝘢. 𝘑𝘪𝘬𝘢 𝘴𝘦𝘴𝘦𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘳𝘰𝘵𝘪 𝘪𝘯𝘪, 𝘪𝘢 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘩𝘪𝘥𝘶𝘱 𝘴𝘦𝘭𝘢𝘮𝘢-𝘭𝘢𝘮𝘢𝘯𝘺𝘢, 𝘥𝘢𝘯 𝘳𝘰𝘵𝘪 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘒𝘶𝘣𝘦𝘳𝘪𝘬𝘢𝘯 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘩𝘪𝘥𝘶𝘱 𝘥𝘶𝘯𝘪𝘢 𝘢𝘥𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘥𝘢𝘨𝘪𝘯𝘨-𝘒𝘶. (ay. 51)”.

Ungkapan yang disampaikan sebelumnya di ayat 33 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘦𝘭𝘢𝘩 𝘵𝘶𝘳𝘶𝘯 𝘥𝘢𝘳𝘪 𝘴𝘶𝘳𝘨𝘢 bertemu dengan klausa terakhirnya di ayat 51, yaitu 𝘳𝘰𝘵𝘪 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘒𝘶𝘣𝘦𝘳𝘪𝘬𝘢𝘯 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘩𝘪𝘥𝘶𝘱 𝘥𝘶𝘯𝘪𝘢 𝘢𝘥𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘥𝘢𝘨𝘪𝘯𝘨-𝘒𝘶. Ungkapan 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘩𝘪𝘥𝘶𝘱 𝘥𝘶𝘯𝘪𝘢 bernasabah dengan makna kematian Yesus. Ungkapan ini khas Perjanjian Baru, teologi sulih kurban. Pesan ayat 51 sama dengan Yohanes 3:15-16. 

Ayat 51-59 diduga kuat merupakan tambahan dari Injil Yohanes yang “asli” untuk melawan lontaran fitnah orang Yahudi terhadap jemaat Kristen yang makan daging manusia dalam Perjamuan Tuhan pada masa awal kekristenan. Namun, bacaan Minggu ini harus berakhir di ayat 51. Kelanjutan bacaan untuk Minggu depan. Di sana petulis Injil Yohanes akan berbicara mengenai roti ekaristis untuk menjernihkan isu 𝘥𝘢𝘨𝘪𝘯𝘨-𝘒𝘶.

 (11082024) (TUS)

SUDUT PANDANG LILIN ADVENT

SUDUT PANDANG LILIN ADVENT PENGANTAR Seiring berjalan kesepakatan ekuminis di Lima, membawa beberapa kesepakatan antara denomina...