Di dalam pendampingan pastoral untuk menyembuhkan penduka yang
berduka berkepanjangan, yang dibutuhkan adalah bagaimana ia bisa berjumpa dengan penolong yang sejati yaitu Yesus, sehingga bisa
menghadapi kenyataan hidup dengan iman yang kokoh serta mampu
menjalani kehidupan yang baru tanpa didampingi oleh orang yang sudah
meninggal (melupakan). Untuk itu diperlukan langkah-langkah
pendampingan pastoral yang tepat.
Wright dalam bukunya mengutip pendapat Girard Egan, seorang
dokter jiwa yang terkemuka, yang menyarankan empat tahap dalam proses konseling, yakni:
1) mendengarkan konseli dan membangun hubungan
dengannya;
2) menanggapi konseli dan menolongnya, untuk menyelidiki
perasaannya, pengalaman-pengalamannya, dan tingkah lakunya; 3) membangun saling pengertian antara konselor dan konseli;
4) mendorong tindakan yang kemudian dievaluasi bersama oleh konselor dan konseli.
Lawrence Brammer, seorang psikolog, dalam buku Wright, memiliki
daftar yang lebih panjang namun serupa, yakni:
1) membuka percakapan
dan mengungkapkan masalah-masalah;
2) menjelaskan masalah dan tujuan
konseling;
3) menyusun hubungan konseling dan prosedur-prosedurnya;
4)
membangun hubungan yang lebih dalam;
5) menyelidiki perasaan-perasaan,
sikap, atau pikiran;
6) memutuskan beberapa rencana tindakan, mencoba,
dan mengevakuasi tindakan-tindakan tersebut;
7) mengakhiri hubungan
antara konselor dan konseli.
Berdasarkan pendapat kedua ahli tersebut, Wright memberikan
langkah-langkah pastoral yang sebagian besar di antaranya digambarkan dalam Alkitab dengan jelas, yakni:
1) membangun hubungan penolong dan
yang ditolong (Yohanes 16:7-13);
2) menyelidiki masalah, mencoba
menjelaskan persoalan dan mengetahui apa yang telah dilakukan pada waktu
yang lampau untuk mengatasi hal itu; 3) menentukan tindakan-tindakan apa yang harus diambil. Mungkinkah ada beberapa alternatif yang dapat dicoba satu persatu (Yohanes 14:26; 1 Korintus 2:13);
4) mendorong tindakan yang
dievaluasi bersama oleh orang yang menolong dan yang ditolong. Jika ada gagal, dicoba lagi (Yohanes 16:13; Kisah 10:19-20; 16:20) dan;
5) mengakhiri hubungan konseling dan mendorong, agar orang yang ditolong itu menerapkan apa yang telah dipelajari pada waktu ia memulai berjalan maju sendiri (Roma 8:14). Kebanyakan dari proses ini dilukiskan dengan indah dalam Lukas 24 sewaktu Yesus bertemu dengan dua orang dalam perjalanan ke Emaus.
Dari pendapat beberapa ahli ini, ada proses tahapan-tahapan
pendampingan pastoral bagi penduka yang mengalami kedukaan
berkepanjangan akibat kematian orang yang mereka kasihi, yaitu:
Tahap Mendengarkan dan Membangun Hubungan
Tahap pertama ini sangat penting di dalam membangun hubungan
antara penolong dan yang ditolong. Sebab, ini merupakan langkah awal
untuk membuka komunikasi dengan konseli, dengan menciptakan suatu
percakapan yang nyaman, ideal dan berkualitas. Penulis membuka jalur
komunikasi dengan konseli saat penulis melakukan perkunjungan doa yang rutin diadakan setiap hari Jumat tiap pekan berjalan.
Dalam tahap pertama ini, penulis selaku konselor hadir bersama
konseli secara fisik maupun psikis. Konselor mendengar dan memerhatikan dengan seksama apa yang diungkapkan konseli baik verbal maupun non verbal. Di dalam hal ini, konselor berusaha menerima seluruh keberadaan konseli apa adanya, dengan seluruh keberadaannya sehingga konseli merasa aman dan bisa menjalin hubungan yang baik antara konseli dan konselor. Dalam tahap awal ini, konselor berusaha untuk mengenal konseli dengan baik dan berusaha memahami serta menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi konseli, sehingga konseli merasa nyaman untuk menceritakan
masalah-masalah yang dihadapinya, juga percaya bahwa konselor akan
mampu membantu dirinya menghadapi masalah/problem dukacita yang dialaminya.
Cara pertama dari mendengarkan dengan aktif ialah mendengarkan
fakta-fakta yang dikemukakan oleh konseli. Khususnya tentang waktu
dahulu, sebelum terjadi kehilangan orang yang dikasihi, tentang kehilangan yang menimbulkan kepedihan hati, tentang reaksi konseli atas kehilangan yang ia derita, tentang keadaannya sekarang, tentang relasi dengan keluarga,
persekutuan gereja, tentang rencana masa depannya. Fakta-fakta ini
bermanfaat di dalam melakukan konseling pastoral, khususnya dalam membangun hubungan relasi dengan konseli, sehingga konselor dapat
masuk ke dalam kehidupan konseli untuk dapat membantu serta
mengarahkannya menemukan solusi masalah kedukaan yang dihadapinya serta mampu untuk kembali move on dalam menjalani kehidupan. Hal ini
juga dapat menjadi pintu masuk untuk tahap konseling berikutnya.
Problem dari sebuah konseling adalah kesulitan para konselor untuk
mengetahui kapan mereka harus mendengar tanpa mengatakan apa-apa. Tujuan konseling pastoral adalah menolong penduka untuk bisa keluar dari masalah yang dihadapinya. Oleh karena, itu mendengar merupakan hal yang
sangat penting untuk dilakukan oleh konselor. Sebab dengan mendengar,
maka akan ditemukan akar masalah yang sedang dihadapi oleh konseli, sekaligus dengan mendengar menunjukkan bahwa konselor berempati atas masalah yang dihadapi konseli. Sikap mendengar yang berempati memberikan kehangatan dalam relasi percakapan antara konselor dan konseli sehingga dapat memberikan dukungan kepada orang yang berduka. Sekaligus penduka merasa tidak sendiri, tetapi ada orang yang bersama-sama
dengan dia. sekaligus dengan mendengar menunjukkan bahwa konselor berempati atas
masalah yang dihadapi konseli. Sikap mendengar yang berempati
memberikan kehangatan dalam relasi percakapan antara konselor dan konseli sehingga dapat memberikan dukungan kepada orang yang berduka. Sekaligus penduka merasa tidak sendiri, tetapi ada orang yang bersama-sama
dengan dia.
Tahap Menampung Masalah dan Menanggapinya
Setelah tahap mendengar dan memerhatikan apa yang dikemukakan oleh konseli, maka konselor melanjutkan kepada tahap berikutnya, yakni menampung masalah konseli berdasarkan percakapan yang terjadi dan
menanggapi konseli dengan permasalahan yang sudah diungkapkan, sehingga bisa menolong konseli untuk melihat apa akar masalah dari kedukaan yang berkepanjangan di dalam dirinya dan faktor-faktor apa yang menyebabkannya. Di sini, konselor berusaha untuk mendengar dengan baik, penuh perhatian dan empati, sehingga bisa menampung sebanyakbanyaknya permasalahan konseli yang membuatnya tenggelam dalam dukacita yang berkepanjangan. Menjadi pendengar aktif membuat konseli
dapat mengeluarkan semua beban yang ada pada dirinya, sekaligus membuat perasaan konseli menjadi lega. Secara psikologi, konseli mengalami perasaan depresi dan stress karena ketidakmampuan menerima perpisahan dengan orang yang mereka kasihi, yang dirasakan terlalu cepat dan dalam kondisi tidak siap untuk berpisah. Sehingga untuk melampiaskan amarah dan kepedihan hati, maka konseli
mencari kambing hitam masalah, dengan menyalahkan diri sendiri, orang lain atau lingkungan, bahkan Tuhan sebagai sang empunya kehidupan. Dengan memberikan kesempatan kepada konseli untuk mengungkapkan perasaannya juga pergumulannya, maka konselor dapat menggali sebanyak mungkin informasi yang membebani pikiran konseli, sekaligus menggali
seberapa jauh dukacita konseli yang menyebabkan krisis. Setelah mendengar dan menampung semua permasalahan konseli, maka konselor membuat kesimpulan dan merumuskan kembali pokok
permasalan yang sebenarnya sedang dihadapi oleh konseli, dan
membimbing konseli untuk melihat bahwa di dalam dirinya sedang ada rasa terluka yang amat hebat, juga rasa kehilangan yang begitu luar biasa karena ketidakmampuan menerima kenyataan kematian dari orang yang mereka kasihi. Kekecewaan dan ketidaksiapan untuk berpisah inilah yang membuat
konseli depresi dan stress, bahkan kehilangan iman. Konselor selaku
pendamping berusaha membimbing dan menuntun konseli dengan
pemahaman yang berhubungan dengan spiritualitas, dengan merumuskan masalah konseli dan menuntunnya untuk menyadari kesalahan yang membuatnya terpuruk dan mengambil keputusan tanpa merasa terpaksa dan
dipaksa.
(10102023)(TUS)