Sabtu, 30 November 2024

Sebuah Sudut Pandang Langkah-langkah/Proses Pendampingan Pastoral bagi Penduka

Sebuah Sudut Pandang Langkah-langkah/Proses Pendampingan Pastoral bagi Penduka 

Di dalam pendampingan pastoral untuk menyembuhkan penduka yang 
berduka berkepanjangan, yang dibutuhkan adalah bagaimana ia bisa berjumpa dengan penolong yang sejati yaitu Yesus, sehingga bisa 
menghadapi kenyataan hidup dengan iman yang kokoh serta mampu 
menjalani kehidupan yang baru tanpa didampingi oleh orang yang sudah 
meninggal (melupakan). Untuk itu diperlukan langkah-langkah 
pendampingan pastoral yang tepat.
Wright dalam bukunya mengutip pendapat Girard Egan, seorang 
dokter jiwa yang terkemuka, yang menyarankan empat tahap dalam proses konseling, yakni:

1) mendengarkan konseli dan membangun hubungan 
dengannya;
 2) menanggapi konseli dan menolongnya, untuk menyelidiki 
perasaannya, pengalaman-pengalamannya, dan tingkah lakunya; 3) membangun saling pengertian antara konselor dan konseli; 
4) mendorong tindakan yang kemudian dievaluasi bersama oleh konselor dan konseli.

Lawrence Brammer, seorang psikolog, dalam buku Wright, memiliki 
daftar yang lebih panjang namun serupa, yakni: 

 1) membuka percakapan 
dan mengungkapkan masalah-masalah; 
2) menjelaskan masalah dan tujuan 
konseling; 
3) menyusun hubungan konseling dan prosedur-prosedurnya; 
4) 
membangun hubungan yang lebih dalam; 
5) menyelidiki perasaan-perasaan, 
sikap, atau pikiran;
 6) memutuskan beberapa rencana tindakan, mencoba, 
dan mengevakuasi tindakan-tindakan tersebut; 
7) mengakhiri hubungan 
antara konselor dan konseli.

Berdasarkan pendapat kedua ahli tersebutWright memberikan 
langkah-langkah pastoral yang sebagian besar di antaranya digambarkan dalam Alkitab dengan jelas, yakni:

 1) membangun hubungan penolong dan 
yang ditolong (Yohanes 16:7-13); 
2) menyelidiki masalah, mencoba 
menjelaskan persoalan dan mengetahui apa yang telah dilakukan pada waktu 
yang lampau untuk mengatasi hal itu; 3) menentukan tindakan-tindakan apa yang harus diambil. Mungkinkah ada beberapa alternatif yang dapat dicoba satu persatu (Yohanes 14:26; 1 Korintus 2:13); 
4) mendorong tindakan yang 
dievaluasi bersama oleh orang yang menolong dan yang ditolong. Jika ada gagal, dicoba lagi (Yohanes 16:13; Kisah 10:19-20; 16:20) dan; 
5) mengakhiri hubungan konseling dan mendorong, agar orang yang ditolong itu menerapkan apa yang telah dipelajari pada waktu ia memulai berjalan maju sendiri (Roma 8:14). Kebanyakan dari proses ini dilukiskan dengan indah dalam Lukas 24 sewaktu Yesus bertemu dengan dua orang dalam perjalanan ke Emaus. 

Dari pendapat beberapa ahli ini, ada proses tahapan-tahapan 
pendampingan pastoral bagi penduka yang mengalami kedukaan 
berkepanjangan akibat kematian orang yang mereka kasihi, yaitu:

Tahap Mendengarkan dan Membangun Hubungan

Tahap pertama ini sangat penting di dalam membangun hubungan 
antara penolong dan yang ditolong. Sebab, ini merupakan langkah awal 
untuk membuka komunikasi dengan konseli, dengan menciptakan suatu 
percakapan yang nyaman, ideal dan berkualitas. Penulis membuka jalur 
komunikasi dengan konseli saat penulis melakukan perkunjungan doa yang rutin diadakan setiap hari Jumat tiap pekan berjalan.
Dalam tahap pertama ini, penulis selaku konselor hadir bersama 
konseli secara fisik maupun psikis. Konselor mendengar dan memerhatikan dengan seksama apa yang diungkapkan konseli baik verbal maupun non verbal. Di dalam hal ini, konselor berusaha menerima seluruh keberadaan konseli apa adanya, dengan seluruh keberadaannya sehingga konseli merasa aman dan bisa menjalin hubungan yang baik antara konseli dan konselor. Dalam tahap awal ini, konselor berusaha untuk mengenal konseli dengan baik dan berusaha memahami serta menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi konseli, sehingga konseli merasa nyaman untuk menceritakan 
masalah-masalah yang dihadapinya, juga percaya bahwa konselor akan 
mampu membantu dirinya menghadapi masalah/problem dukacita yang dialaminya.
Cara pertama dari mendengarkan dengan aktif ialah mendengarkan 
fakta-fakta yang dikemukakan oleh konseli. Khususnya tentang waktu 
dahulu, sebelum terjadi kehilangan orang yang dikasihi, tentang kehilangan yang menimbulkan kepedihan hati, tentang reaksi konseli atas kehilangan yang ia derita, tentang keadaannya sekarang, tentang relasi dengan keluarga,
persekutuan gereja, tentang rencana masa depannya. Fakta-fakta ini 
bermanfaat di dalam melakukan konseling pastoral, khususnya dalam membangun hubungan relasi dengan konseli, sehingga konselor dapat 
masuk ke dalam kehidupan konseli untuk dapat membantu serta 
mengarahkannya menemukan solusi masalah kedukaan yang dihadapinya serta mampu untuk kembali move on dalam menjalani kehidupan. Hal ini 
juga dapat menjadi pintu masuk untuk tahap konseling berikutnya. 
Problem dari sebuah konseling adalah kesulitan para konselor untuk 
mengetahui kapan mereka harus mendengar tanpa mengatakan apa-apa. Tujuan konseling pastoral adalah menolong penduka untuk bisa keluar dari masalah yang dihadapinya. Oleh karena, itu mendengar merupakan hal yang 
sangat penting untuk dilakukan oleh konselor. Sebab dengan mendengar, 
maka akan ditemukan akar masalah yang sedang dihadapi oleh konseli, sekaligus dengan mendengar menunjukkan bahwa konselor berempati atas masalah yang dihadapi konseli. Sikap mendengar yang berempati memberikan kehangatan dalam relasi percakapan antara konselor dan konseli sehingga dapat memberikan dukungan kepada orang yang berduka. Sekaligus penduka merasa tidak sendiri, tetapi ada orang yang bersama-sama 
dengan dia. sekaligus dengan mendengar menunjukkan bahwa konselor berempati atas 
masalah yang dihadapi konseli. Sikap mendengar yang berempati 
memberikan kehangatan dalam relasi percakapan antara konselor dan konseli sehingga dapat memberikan dukungan kepada orang yang berduka. Sekaligus penduka merasa tidak sendiri, tetapi ada orang yang bersama-sama 
dengan dia.

Tahap Menampung Masalah dan Menanggapinya

Setelah tahap mendengar dan memerhatikan apa yang dikemukakan oleh konseli, maka konselor melanjutkan kepada tahap berikutnya, yakni menampung masalah konseli berdasarkan percakapan yang terjadi dan 
menanggapi konseli dengan permasalahan yang sudah diungkapkan, sehingga bisa menolong konseli untuk melihat apa akar masalah dari kedukaan yang berkepanjangan di dalam dirinya dan faktor-faktor apa yang menyebabkannya. Di sini, konselor berusaha untuk mendengar dengan baik, penuh perhatian dan empati, sehingga bisa menampung sebanyakbanyaknya permasalahan konseli yang membuatnya tenggelam dalam dukacita yang berkepanjangan. Menjadi pendengar aktif membuat konseli 
dapat mengeluarkan semua beban yang ada pada dirinya, sekaligus membuat perasaan konseli menjadi lega. Secara psikologi, konseli mengalami perasaan depresi dan stress karena ketidakmampuan menerima perpisahan dengan orang yang mereka kasihi, yang dirasakan terlalu cepat dan dalam kondisi tidak siap untuk berpisah. Sehingga untuk melampiaskan amarah dan kepedihan hati, maka konseli 
mencari kambing hitam masalah, dengan menyalahkan diri sendiri, orang lain atau lingkungan, bahkan Tuhan sebagai sang empunya kehidupan. Dengan memberikan kesempatan kepada konseli untuk mengungkapkan perasaannya juga pergumulannya, maka konselor dapat menggali sebanyak mungkin informasi yang membebani pikiran konseli, sekaligus menggali 
seberapa jauh dukacita konseli yang menyebabkan krisis. Setelah mendengar dan menampung semua permasalahan konseli, maka konselor membuat kesimpulan dan merumuskan kembali pokok 
permasalan yang sebenarnya sedang dihadapi oleh konseli, dan 
membimbing konseli untuk melihat bahwa di dalam dirinya sedang ada rasa terluka yang amat hebat, juga rasa kehilangan yang begitu luar biasa karena ketidakmampuan menerima kenyataan kematian dari orang yang mereka kasihi. Kekecewaan dan ketidaksiapan untuk berpisah inilah yang membuat 
konseli depresi dan stress, bahkan kehilangan iman. Konselor selaku 
pendamping berusaha membimbing dan menuntun konseli dengan 
pemahaman yang berhubungan dengan spiritualitas, dengan merumuskan masalah konseli dan menuntunnya untuk menyadari kesalahan yang membuatnya terpuruk dan mengambil keputusan tanpa merasa terpaksa dan 
dipaksa.
(10102023)(TUS)


SUDUT PANDANG MARKUS 10 : 2 - 16, 𝗦𝗲𝗽𝗲𝗿𝘁𝗶 𝗮𝗻𝗮𝗸-𝗮𝗻𝗮𝗸, 𝗯𝘂𝗸𝗮𝗻 𝗸𝗲𝗸𝗮𝗻𝗮𝗸-𝗸𝗮𝗻𝗮𝗸𝗮𝗻


SUDUT PANDANG  MARKUS 10 : 2 - 16, 𝗦𝗲𝗽𝗲𝗿𝘁𝗶 𝗮𝗻𝗮𝗸-𝗮𝗻𝗮𝗸, 𝗯𝘂𝗸𝗮𝗻 𝗸𝗲𝗸𝗮𝗻𝗮𝗸-𝗸𝗮𝗻𝗮𝗸𝗮𝗻

Sampai sekarang isu perceraian masih menjadi perdebatan seru di dalam Gereja. Dalam pada itu cukup banyak orang Kristen nyaman dengan beriman infantil atau balita. Mereka tidak mau bersusah payah belajar untuk beriman secara dewasa. Mereka merujuk teks Injil mengenai ucapan Yesus bahwa siapa saja yang menyambut Kerajaan Allah seperti seorang anak kecil, ia akan masuk ke dalamnya. Dalih mereka adalah bahwa anak-anak itu tidak berdosa, polos. Jika seperti itu yang dimaksud, maka mereka adalah orang Kristen 𝘤𝘩𝘪𝘭𝘥𝘪𝘴𝘩, kekanak-kanakan, bukan 𝘤𝘩𝘪𝘭𝘥𝘭𝘪𝘬𝘦, seperti anak-anak, sesuai dengan yang tertulis dalam teks.

Hari ini adalah Minggu kedua puluh sesudah Pentakosta. Bacaan ekumenis diambil dari Injil Markus 10:2-16 yang didahului dengan Kejadian 2:18-24, Mazmur 8, dan Ibrani 1:1-4, 2:5-12.

Bacaan Injil Minggu ini merupakan bagian dari pasal 10 yang pada mulanya berupa cerita-cerita lepas. Tidak berpautan atau berbanjaran satu cerita dengan cerita lainnya. Petulis Injil Markus mengolah dan menyatukannya dalam cerita perjalanan 𝘠𝘦𝘴𝘶𝘴 𝘮𝘦𝘯𝘶𝘫𝘶 𝘠𝘦𝘳𝘶𝘴𝘢𝘭𝘦𝘮. Letak pasal 10 ini di antara pemberitahuan kedua dan ketiga tentang sengsara, kematian, dan kebangkitan Yesus. Saban Yesus menyampaikan hal yang akan menimpanya, Ia mengajar murid-murid-Nya secara khusus. Pengajaran-Nya bukan tentang moral saja, tetapi mengenai gaya hidup murid Yesus.

Membaca pasal 10 harus dilihat dari titik pandang perjalanan 𝘠𝘦𝘴𝘶𝘴 𝘮𝘦𝘯𝘶𝘫𝘶 𝘠𝘦𝘳𝘶𝘴𝘢𝘭𝘦𝘮. Hal ini dapat kita lihat pada ayat 1 sebelum memula bacaan Minggu ini. Dari situ (Kapernaum) Yesus berangkat ke daerah Yudea dan seberang ke daerah seberang Sungai Yordan dan orang banyak datang lagi berkerumun di sekeliling Dia. Seperti biasa Ia mengajar mereka lagi. Namun, ayat-ayat berikutnya orang banyak itu tidak disebut lagi. Adegan beralih ke perdebatan Yesus dengan orang-orang Farisi dan pengajaran Yesus kepada murid-murid-Nya.

Bacaan dibagi ke dalam tiga bagian:
🛑 Perdebatan Yesus dengan orang-orang Farisi tentang perceraian (ay. 2-9)
🛑 Pengajaran Yesus tentang perceraian kepada murid-murid-Nya (ay. 10-12)
🛑 Yesus dan anak-anak (ay. 23-16)

𝗧𝗲𝗻𝘁𝗮𝗻𝗴 𝗽𝗲𝗿𝗸𝗮𝘄𝗶𝗻𝗮𝗻 𝗱𝗮𝗻 𝗽𝗲𝗿𝗰𝗲𝗿𝗮𝗶𝗮𝗻 (ay. 2-12)

Lalu datanglah orang-orang Farisi dan untuk mencobai Yesus. Mereka bertanya kepada-Nya, “𝘈𝘱𝘢𝘬𝘢𝘩 𝘴𝘦𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘴𝘶𝘢𝘮𝘪 𝘥𝘪𝘱𝘦𝘳𝘣𝘰𝘭𝘦𝘩𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘤𝘦𝘳𝘢𝘪𝘬𝘢𝘯 𝘪𝘴𝘵𝘳𝘪𝘯𝘺𝘢?” (ay. 2) Sebelumnya orang-orang Farisi ini datang mencobai Yesus (Mrk. 8:11). Kata 𝘮𝘦𝘯𝘤𝘰𝘣𝘢𝘪 mengingatkan pada awal Injil Markus ketika Yesus dicobai oleh iblis di padang gurun (lih. Mrk. 1:13).

Dalam perkawinan Yahudi teks kitab Ulangan 24:1-4 merupakan teks kunci segala perdebatan mengenai dasar-dasar perceraian. Moral perkawinan Yahudi berpusat pada kepentingan kaum laki-laki. Hak laki-laki menceraikan istri hampir tak terbatas. Istri memang mendapat surat cerai agar ia dapat menikah lagi. Akan tetapi perceraian itu sendiri selalu dilakukan oleh pihak suami. Pertanyaan orang-orang Farisi itu sesungguhnya bukan pertanyaan orang Yahudi, karena perceraian diakui oleh orang Yahudi. Markus tampaknya hendak menciptakan ketegangan. Yohanes Pembaptis dibunuh oleh Herodes, karena ia berani mengecam Herodes sebagai suami yang tak bertanggungjawab. Di ayat 1 narator menyebut bahwa Yesus memasuki Yudea, wilayah kekuasaan Herodes. Orang-orang Farisi hendak menjebak Yesus dengan isu perceraian.

Jawab Yesus kepada mereka, “𝘈𝘱𝘢 𝘱𝘦𝘳𝘪𝘯𝘵𝘢𝘩 𝘔𝘶𝘴𝘢 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘬𝘢𝘮𝘶?” (ay. 3) Jawab mereka, “𝘔𝘶𝘴𝘢 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘦𝘳𝘪 𝘪𝘻𝘪𝘯 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘮𝘦𝘯𝘤𝘦𝘳𝘢𝘪𝘬𝘢𝘯𝘯𝘺𝘢 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘶𝘢𝘵 𝘴𝘶𝘳𝘢𝘵 𝘤𝘦𝘳𝘢𝘪.” (ay. 4) 

Yesus menanggapi pertanyaan jebakan itu dengan pertanyaan tajam. Yesus tidak menyoal izin, melainkan perintah Musa. Meskipun Musa mewajibkan si suami memberikan surat cerai kepada si istri, tetapi ia tidak mengatakan keabsahan perceraian. Ulangan 24:1-4 mengandaikan sudah ada praktik perceraian dan untuk melindungi perempuan terhadap ketidakadilan, maka surat cerai wajib diberikan kepada perempuan yang dicerai. Jika perempuan itu menikah lagi, mantan suaminya tidak boleh menikahinya lagi. Itu saja. Teks hendak membatasi para suami yang tidak bertanggungjawab seperti Herodes yang dikecam oleh Yohanes Pembaptis. Yesus hendak mengalihkan perdebatan dari aras kepentingan suami ke aras kehendak Allah.

Lalu kata Yesus kepada mereka, “𝘒𝘢𝘳𝘦𝘯𝘢 𝘬𝘦𝘬𝘦𝘳𝘢𝘴𝘩𝘢𝘵𝘪𝘢𝘯𝘮𝘶𝘭𝘢𝘩 𝘔𝘶𝘴𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘶𝘭𝘪𝘴𝘬𝘢𝘯 𝘱𝘦𝘳𝘪𝘯𝘵𝘢𝘩 𝘪𝘯𝘪 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘬𝘢𝘮𝘶. (𝘢𝘺. 5) 𝘗𝘢𝘥𝘢𝘩𝘢𝘭 𝘴𝘦𝘫𝘢𝘬 𝘢𝘸𝘢𝘭 𝘱𝘦𝘯𝘤𝘪𝘱𝘵𝘢𝘢𝘯 𝘈𝘭𝘭𝘢𝘩 𝘮𝘦𝘯𝘫𝘢𝘥𝘪𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘭𝘢𝘬𝘪-𝘭𝘢𝘬𝘪 𝘥𝘢𝘯 𝘱𝘦𝘳𝘦𝘮𝘱𝘶𝘢𝘯 (𝘢𝘺. 6), 𝘴𝘦𝘣𝘢𝘣 𝘪𝘵𝘶 𝘭𝘢𝘬𝘪-𝘭𝘢𝘬𝘪 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘪𝘯𝘨𝘨𝘢𝘭𝘬𝘢𝘯 𝘢𝘺𝘢𝘩 𝘥𝘢𝘯 𝘪𝘣𝘶𝘯𝘺𝘢 𝘥𝘢𝘯 𝘣𝘦𝘳𝘴𝘢𝘵𝘶 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘪𝘴𝘵𝘳𝘪𝘯𝘺𝘢 (𝘢𝘺. 7), 𝘴𝘦𝘩𝘪𝘯𝘨𝘨𝘢 𝘬𝘦𝘥𝘶𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘫𝘢𝘥𝘪 𝘴𝘢𝘵𝘶 𝘥𝘢𝘨𝘪𝘯𝘨. 𝘋𝘦𝘮𝘪𝘬𝘪𝘢𝘯𝘭𝘢𝘩 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘣𝘶𝘬𝘢𝘯 𝘭𝘢𝘨𝘪 𝘥𝘶𝘢, 𝘮𝘦𝘭𝘢𝘪𝘯𝘬𝘢𝘯 𝘴𝘢𝘵𝘶. (𝘢𝘺. 8) 𝘒𝘢𝘳𝘦𝘯𝘢 𝘪𝘵𝘶 𝘢𝘱𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘦𝘭𝘢𝘩 𝘥𝘪𝘱𝘦𝘳𝘴𝘢𝘵𝘶𝘬𝘢𝘯 𝘈𝘭𝘭𝘢𝘩 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘣𝘰𝘭𝘦𝘩 𝘥𝘪𝘤𝘦𝘳𝘢𝘪𝘬𝘢𝘯 𝘰𝘭𝘦𝘩 𝘮𝘢𝘯𝘶𝘴𝘪𝘢 (ay. 9).”

Musa terpaksa melunak karena desakan kaum laki-laki atau kekerashatian mereka. [LAI menulis 𝘬𝘦𝘬𝘦𝘳𝘢𝘴𝘢𝘯 𝘩𝘢𝘵𝘪. Bagaimana dengan kata majemuk 𝘣𝘦𝘴𝘢𝘳 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘭𝘢, 𝘭𝘦𝘮𝘢𝘩 𝘭𝘦𝘮𝘣𝘶𝘵? Apakah ditulis juga dengan 𝘬𝘦𝘣𝘦𝘴𝘢𝘳𝘢𝘯 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘭𝘢, 𝘬𝘦𝘭𝘦𝘮𝘢𝘩𝘢𝘯 𝘭𝘦𝘮𝘣𝘶𝘵?] Bagi Yesus sikap Musa adalah keliru, karena mengakomodasi tindakan yang salah, meskipun Musa bermaksud membatasi praktik jahat kaum laki-laki sekaligus melindungi perempuan. Sejalan dengan waktu teks Ulangan 24:1-4 dijadikan rujukan legal perceraian oleh orang Yahudi. Yesus menaikkan aras perdebatan dan kembali jauh ke belakang pada awal penciptaan (lih. Kej. 1:27; 2:24). Dengan merujuk itu berarti teks Ulangan 24:1-4 sudah menyimpang dari tujuan semula atau tidak sesuai kehendak Allah. 

Pertanyaan orang-orang Farisi tersirat juga persoalan jemaat Kristen perdana yang hidup di lingkungan masyarakat majemuk. Mereka menghadapi masalah nyata. Sangat bolehjadi ada banyak warga Kristen perdana yang melakukan praktik kawin-cerai dan bahkan berpoligami. Markus sedikit memodifikasi Kejadian 2:24b menjadi  … 𝘴𝘦𝘩𝘪𝘯𝘨𝘨𝘢 𝘬𝘦𝘥𝘶𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘫𝘢𝘥𝘪 𝘴𝘢𝘵𝘶 𝘥𝘢𝘨𝘪𝘯𝘨… 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘣𝘶𝘬𝘢𝘯 𝘭𝘢𝘨𝘪 𝘥𝘶𝘢, 𝘮𝘦𝘭𝘢𝘪𝘯𝘬𝘢𝘯 𝘴𝘢𝘵𝘶 … (ay. 8). Ungkapan 𝘬𝘦𝘥𝘶𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘫𝘢𝘥𝘪 𝘴𝘢𝘵𝘶 𝘥𝘢𝘨𝘪𝘯𝘨 merujuk persenggamaan, hubungan seksual, satu lawan satu, 𝘰𝘯𝘦 𝘰𝘯 𝘰𝘯𝘦, bukan satu lawan banyak. Gereja perdana menjunjung hubungan seksual satu lawan satu dan tidak membenarkan warga gereja berpoligami atau bersenggama bergonta-ganti pasangan. 

[Menyoal poligami dalam kekristenan perdana tampaknya cukup banyak orang Kristen berpoligami. Gereja memandang itu hal yang buruk. Dalam Perjanjian Baru jejaknya dapat kita lihat dalam Surat Pertama Timotius mengenai satu dari sejumlah syarat menjadi pemimpin jemaat adalah tidak berpoligami. Aturan mula diterapkan kepada pemimpin jemaat, lalu lambat laun diterapkan kepada seluruh warga jemaat.]

Ayat 9 merupakan konklusi argumen Yesus kepada orang-orang Farisi itu 𝘢𝘱𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘦𝘭𝘢𝘩 𝘥𝘪𝘱𝘦𝘳𝘴𝘢𝘵𝘶𝘬𝘢𝘯 𝘈𝘭𝘭𝘢𝘩 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘣𝘰𝘭𝘦𝘩 𝘥𝘪𝘤𝘦𝘳𝘢𝘪𝘬𝘢𝘯 𝘰𝘭𝘦𝘩 𝘮𝘢𝘯𝘶𝘴𝘪𝘢. Dalam kehidupan Gereja modern teks ini juga menjadi perdebatan seru. Pihak satu memegang teguh pelarangan perceraian. Pihak lain memertanyakan apa betul semua perkawinan karena dipersatukan Allah. Perkawinan ada yang lantaran dijodohkan, karena bisnis, karena “kecelakaan”, dlsb. Apa benar suami menganiaya istri dan anak-anak adalah hasil pemersatuan oleh Allah? Bukankah kehendak Allah baik?

𝗣𝗲𝗻𝗴𝗮𝗷𝗮𝗿𝗮𝗻 𝗬𝗲𝘀𝘂𝘀 𝘁𝗲𝗻𝘁𝗮𝗻𝗴 𝗽𝗲𝗿𝗰𝗲𝗿𝗮𝗶𝗮𝗻 𝗸𝗲𝗽𝗮𝗱𝗮 𝗺𝘂𝗿𝗶𝗱-𝗺𝘂𝗿𝗶𝗱-𝗡𝘆𝗮 (ay. 10-12)

Di bagian ini seperti biasa sesudah ada pengajaran Yesus di luar, Markus melanjutkan pengajaran Yesus di rumah bagi murid-murid-Nya (lih. Mrk. 4:10-25; 7:17-23; 9:28). Hal ini tampaknya juga mencerminkan para pengajar Kristen perdana mematangkan umat lewat pengajaran di rumah-rumah.

Ketika mereka sudah di rumah, murid-murid-Nya bertanya kepada Yesus tentang hal itu. Kata Yesus kepada mereka, “𝘚𝘪𝘢𝘱𝘢 𝘴𝘢𝘫𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘤𝘦𝘳𝘢𝘪𝘬𝘢𝘯 𝘪𝘴𝘵𝘳𝘪𝘯𝘺𝘢, 𝘭𝘢𝘭𝘶 𝘬𝘢𝘸𝘪𝘯 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘱𝘦𝘳𝘦𝘮𝘱𝘶𝘢𝘯 𝘭𝘢𝘪𝘯, 𝘪𝘢 𝘣𝘦𝘳𝘻𝘪𝘯𝘢 𝘵𝘦𝘳𝘩𝘢𝘥𝘢𝘱 𝘪𝘴𝘵𝘳𝘪𝘯𝘺𝘢 𝘪𝘵𝘶. 𝘑𝘪𝘬𝘢 𝘴𝘪 𝘪𝘴𝘵𝘳𝘪 𝘮𝘦𝘯𝘤𝘦𝘳𝘢𝘪𝘬𝘢𝘯 𝘴𝘶𝘢𝘮𝘪𝘯𝘺𝘢 𝘥𝘢𝘯 𝘬𝘢𝘸𝘪𝘯 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘭𝘢𝘬𝘪-𝘭𝘢𝘬𝘪 𝘭𝘢𝘪𝘯, 𝘪𝘢 𝘣𝘦𝘳𝘻𝘪𝘯𝘢.” (ay. 10-12)

Pengajaran Yesus di rumah menyiratkan bagian ini sangat ditekankan kepada jemaat Kristen, bukan pendengar dari agama Yahudi. Perkawinan Yahudi tidak mengenal perempuan menceraikan suaminya. Bagian ini mengangkat isu kesetaraan laki-laki dan perempuan. Laki-laki dan perempuan sama-sama subjek.

Kita bandingkan dengan Injil Matius yang jemaat sasarannya adalah umat Kristen dari kalangan Yahudi.
• Markus 10:11 𝘚𝘪𝘢𝘱𝘢 𝘴𝘢𝘫𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘤𝘦𝘳𝘢𝘪𝘬𝘢𝘯 𝘪𝘴𝘵𝘳𝘪𝘯𝘺𝘢, 𝘭𝘢𝘭𝘶 𝘬𝘢𝘸𝘪𝘯 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘱𝘦𝘳𝘦𝘮𝘱𝘶𝘢𝘯 𝘭𝘢𝘪𝘯, 𝘪𝘢 𝘣𝘦𝘳𝘻𝘪𝘯𝘢 𝘵𝘦𝘳𝘩𝘢𝘥𝘢𝘱 𝘪𝘴𝘵𝘳𝘪𝘯𝘺𝘢 𝘪𝘵𝘶.
• Matius 19:9 𝘚𝘪𝘢𝘱𝘢 𝘴𝘢𝘫𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘯𝘤𝘦𝘳𝘢𝘪𝘬𝘢𝘯 𝘪𝘴𝘵𝘳𝘪𝘯𝘺𝘢, 𝘬𝘦𝘤𝘶𝘢𝘭𝘪 𝘬𝘢𝘳𝘦𝘯𝘢 𝘻𝘪𝘯𝘢, 𝘭𝘢𝘭𝘶 𝘬𝘢𝘸𝘪𝘯 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘱𝘦𝘳𝘦𝘮𝘱𝘶𝘢𝘯 𝘭𝘢𝘪𝘯, 𝘪𝘢 𝘣𝘦𝘳𝘻𝘪𝘯𝘢.

Anak kalimat di Injil Markus berbunyi 𝘪𝘢 𝘣𝘦𝘳𝘻𝘪𝘯𝘢 𝘵𝘦𝘳𝘩𝘢𝘥𝘢𝘱 𝘪𝘴𝘵𝘳𝘪𝘯𝘺𝘢 𝘪𝘵𝘶. Markus juga menulis hak perempuan untuk bercerai (ay. 12). Dalam pada itu petulis Injil Matius menghilangkan frase 𝘵𝘦𝘳𝘩𝘢𝘥𝘢𝘱 𝘪𝘴𝘵𝘳𝘪𝘯𝘺𝘢 𝘪𝘵𝘶. Bahkan petulis Matius melonggarkan suami menceraikan istrinya karena istri berzina. Petulis Matius sangat Yudaik tidak memberi ruang bagi perempuan untuk mengajukan perceraian.

Petulis Injil Markus mendobrak tradisi Yahudi yang berat sebelah terhadap tafsir hukum Taurat mengenai perceraian. Markus menyebut baik laki-laki maupun perempuan berhak mengajukan perceraian. Meskipun demikian perceraian tetaplah hal yang keliru dalam pandangan Markus. Markus hendak mengembalikan hakikat perkawinan yang dipersatukan oleh Allah.

𝗬𝗲𝘀𝘂𝘀 𝗱𝗮𝗻 𝗮𝗻𝗮𝗸-𝗮𝗻𝗮𝗸 (ay. 23-16)

Sesudah pengajaran Yesus mengenai perceraian kepada murid-murid-Nya, adegan beralih secara tiba-tiba. Lalu orang membawa anak-anak kecil kepada Yesus supaya Ia menjamah mereka; tetapi murid-murid-Nya memarahi orang-orang itu (ay. 13).

Sebelumnya Yesus sudah mengajar murid-murid-Nya untuk menjadi terbesar hendaklah menjadi yang terakhir dan pelayan bagi sesama. Bahkan di Markus 9:36 Yesus memberi ilustrasi menyambut seorang anak kecil (𝘱𝘢𝘪𝘥𝘪𝘢). Yesus juga sudah memarahi murid-murid-Nya karena mencegah orang lain melakukan eksorsis dalam nama Yesus (Mrk. 9:38-41). Ternyata sikap mereka belum berubah. Para murid memarahi orang-orang yang membawa anak-anak kepada Yesus. Laki-laki Yahudi pada umumnya meremehkan anak-anak karena tidak produktif, tidak berdaya, tetapi sekaligus anak-anak itu dituntut banyak perhatian oleh orang dewasa.

Melihat sikap murid-murid-Nya, Yesus marah dan berkata kepada mereka, “𝘉𝘪𝘢𝘳𝘬𝘢𝘯𝘭𝘢𝘩 𝘢𝘯𝘢𝘬-𝘢𝘯𝘢𝘬 𝘪𝘵𝘶 𝘥𝘢𝘵𝘢𝘯𝘨 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢-𝘒𝘶, 𝘫𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘩𝘢𝘭𝘢𝘯𝘨-𝘩𝘢𝘭𝘢𝘯𝘨𝘪 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢, 𝘴𝘦𝘣𝘢𝘣 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨-𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘴𝘦𝘱𝘦𝘳𝘵𝘪 𝘪𝘯𝘪𝘭𝘢𝘩 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘮𝘪𝘭𝘪𝘬𝘪 𝘒𝘦𝘳𝘢𝘫𝘢𝘢𝘯 𝘈𝘭𝘭𝘢𝘩. 𝘚𝘦𝘴𝘶𝘯𝘨𝘨𝘶𝘩𝘯𝘺𝘢 𝘈𝘬𝘶 𝘣𝘦𝘳𝘬𝘢𝘵𝘢 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢𝘮𝘶: 𝘚𝘪𝘢𝘱𝘢 𝘴𝘢𝘫𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘮𝘦𝘯𝘺𝘢𝘮𝘣𝘶𝘵 𝘒𝘦𝘳𝘢𝘫𝘢𝘢𝘯 𝘈𝘭𝘭𝘢𝘩 𝙨𝙚𝙥𝙚𝙧𝙩𝙞 𝙨𝙚𝙤𝙧𝙖𝙣𝙜 𝙖𝙣𝙖𝙠 𝙠𝙚𝙘𝙞𝙡, 𝘪𝘢 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘢𝘴𝘶𝘬 𝘬𝘦 𝘥𝘢𝘭𝘢𝘮𝘯𝘺𝘢.” (ay. 14-15)

Kemarahan Yesus ini dikontraskan dengan 𝘉𝘪𝘢𝘳𝘬𝘢𝘯𝘭𝘢𝘩 𝘢𝘯𝘢𝘬-𝘢𝘯𝘢𝘬 𝘪𝘵𝘶 𝘥𝘢𝘵𝘢𝘯𝘨 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢-𝘒𝘶. Mengapa orang-orang seperti anak-anak ini yang masuk ke dalam Kerajaan Allah?

Teks ini sering dijadikan rujukan oleh orang-orang Kristen yang malas belajar beriman secara dewasa. Dalih mereka adalah bahwa anak-anak itu tidak berdosa, polos. Bukan itu. Jika seperti itu, maka mereka adalah orang Kristen 𝘤𝘩𝘪𝘭𝘥𝘪𝘴𝘩, kekanak-kanakan, bukan 𝘤𝘩𝘪𝘭𝘥𝘭𝘪𝘬𝘦, seperti anak-anak, sesuai dengan yang tertulis dalam teks.

Seperti anak-anak itu kayak apa sih? Kata anak-anak di ayat 14-15 diterjemahkan dari 𝘱𝘢𝘪𝘥𝘪𝘢, kata yang sama dengan anak di Markus 9:36. Kata paidia juga merujuk budak, orang-orang marginal, atau dengan kata lain orang-orang yang tak berdaya. Anak-anak tanpa orangtua atau orang dewasa menjadi tak berdaya. Mereka tidak mampu berdiri sendiri. Anak-anak membutuhkan pertolongan, perlindungan, belarasa dari pihak yang kuat dhi. orangtua atau orang dewasa. Tentu saja anak-anak bersukacita menyambut saat melihat ada pertolongan, perlindungan, dan belarasa. Menghadirkan Kerajaan Allah bukan meluaskan wilayah kekristenan, melainkan membuat umat untuk peka menolong, melindungi, berbelarasa kepada orang-orang tak berdaya.

Perikop bacaan ditutup dengan pemberitahuan dari narator bahwa Yesus lalu memeluk anak-anak itu dan sambil meletakkan tangan-Nya di atas mereka serta memberkati mereka (ay. 16). Tidaklah lazim dalam masyarakat Yahudi laki-laki dewasa memeluk anak-anak di depan umum. Yesus mendobrak tradisi ini. Teks ini mau mengatakan bahwa jika hendak masuk ke dalam Kerajaan Allah, pola pikir harus berubah total.

(06102024)(TUS)

SUDUT PANDANG MARKUS 10 : 46 - 52, 𝗠𝗲𝗺𝗯𝘂𝗻𝗴𝗸𝗮𝗺 𝘄𝗮𝗿𝗴𝗮 𝗸𝗲𝗰𝗶𝗹



SUDUT PANDANG MARKUS 10 :  46 - 52, 𝗠𝗲𝗺𝗯𝘂𝗻𝗴𝗸𝗮𝗺 𝘄𝗮𝗿𝗴𝗮 𝗸𝗲𝗰𝗶𝗹

Kegiatan dalam kehidupan gereja modern kerap dirajai oleh para elit gereja. Pelayanan terhadap warga kecil hanya sebatas untuk konten media sosial. Para elit sering membungkam seruan warga kecil. Petulis Injil Markus mengecam ulah para elit yang mendaku diri pelayan Tuhan.

Hari ini adalah Minggu kedua puluh tiga setelah Pentakosta. Bacaan ekumenis diambil dari Injil Markus 10:46-52 yang didahului dengan Yeremia 31:7-9, Mazmur 126, dan Ibrani 7:23-28.

Bacaan Minggu merupakan sambungan langsung bacaan Minggu lalu. Secara narasi bacaan Minggu ini adalah satu paket dengan bacaan Minggu lalu. Dalam Injil Markus tiga kali Yesus memberitahu tentang sengsara, kematian, dan kebangkitan-Nya kepada murid-murid-Nya. Teknik penulisan Markus selalu sebangun: pengajaran khusus dan perjumpaan. 

Dalam pemberitahuan yang ketiga pengajaran khususnya mengenai melayani (bacaan Minggu lalu) dan perjumpaan dengan si Buta Bartimeus (bacaan Minggu ini). Bartimeus adalah satu-satunya orang yang disembuhkan Yesus yang disebut namanya oleh petulis Injil Markus. Markus hendak mengontraskan Bartimeus, si pengemis buta, dengan Yakobus dan Yohanes, dua murid besar Yesus yang kemaruk kuasa.

Konteks besar bacaan tetap merujuk 𝘱𝘦𝘳𝘫𝘢𝘭𝘢𝘯𝘢𝘯 𝘠𝘦𝘴𝘶𝘴 𝘮𝘦𝘯𝘶𝘫𝘶 𝘠𝘦𝘳𝘶𝘴𝘢𝘭𝘦𝘮. Perjumpaan Yesus dengan Bartimeus merupakan babak akhir sebelum memasuki Yerusalem sekaligus kisah penyembuhan terakhir dalam Injil Markus.

Pengulasan bacaan dibagi ke dalam dua bagian:
▶ Seruan Bartimeus (ay. 46-48)
▶ Bartimeus  mengikuti Yesus (ay. 49-52)

𝗦𝗲𝗿𝘂𝗮𝗻 𝗕𝗮𝗿𝘁𝗶𝗺𝗲𝘂𝘀 (ay. 46-48)

Lalu tibalah Yesus dan murid-murid-Nya di Yerikho. Ketika Ia keluar dari Yerikho bersama-sama dengan murid-murid-Nya dan orang banyak yang berbondong-bondong, ada seorang pengemis buta bernama Bartimeus, anak Timeus, duduk di pinggir jalan (ay. 46). Ketika didengarnya bahwa itu adalah Yesus orang Nazaret, mulalah ia berseru, “𝘠𝘦𝘴𝘶𝘴, 𝘈𝘯𝘢𝘬 𝘋𝘢𝘶𝘥, 𝘬𝘢𝘴𝘪𝘩𝘢𝘯𝘪𝘭𝘢𝘩 𝘢𝘬𝘶!” (ay. 47) Banyak orang menegurnya, tetapi ia semakin keras berseru, “𝘈𝘯𝘢𝘬 𝘋𝘢𝘶𝘥, 𝘬𝘢𝘴𝘪𝘩𝘢𝘯𝘪𝘭𝘢𝘩 𝘢𝘬𝘶!” (ay. 48)

Secara tradisi Yerikho adalah kota terakhir menjelang Yerusalem bagi para peziarah dari Galilea. Tampaknya rombongan Yesus membesar karena para peziarah bergabung dengan-Nya. Posisi Bartimeus dapat diduga di pinggir jalan tak jauh dari gerbang kota. Yang istimewa dalam kisah penyembuhan ini adalah satu-satunya petulis Injil Markus menampilkan nama orang yang disembuhkan oleh Yesus. Di sini Markus hendak mengontraskan Bartimeus dengan dua anak Zebedeus, Yakobus dan Yohanes, yang 𝘮𝘢𝘪𝘯 𝘱𝘪𝘯𝘵𝘶 𝘣𝘦𝘭𝘢𝘬𝘢𝘯𝘨 untuk meminta kursi terhormat kepada Yesus, Sang Mesias. Bartimeus menggerakkan segala kemampuan dan kekuatannya untuk berjumpa dengan Yesus, sedang Yakobus dan Yohanes yang berjumpa saban hari tidak banyak belajar dari Yesus.

Nama Yesus dalam bahasa Ibrani adalah יְהוֹשֻׁעַ (𝘠𝘦𝘩𝘰𝘴𝘩𝘶𝘢`). Tulisan Ibrani tak mengenal huruf vokal sehingga nama itu banyak variasi bunyinya termasuk Yosua. Nama itu adalah umum di kalangan orang Yahudi sehingga harus ada penciri unik sebutan untuk Yesus bin Yusuf. Orang kemudian menyebut Yesus dari Nazaret sesuai kota asal-Nya (lih. Mrk. 1:9).

Dari mana Bartimeus tahu Yesus Anak Daud? Padahal sebelumnya Yesus selalu mengatakan kepada murid-murid-Nya agar merahasiakan kemesiasan Yesus. Narasi singkat Markus (ay. 46) mengenai kemeriahan rombongan Yesus meninggalkan Yerikho tidak dapat membendung lagi isu kemesiasan Yesus. Ia diarak menuju Yerusalem sebagai Mesias politis yang dinanti-nantikan oleh bangsa Israel. Mereka memahami secara turun-temurun bahwa Mesias adalah keturunan Raja Daud yang membebaskan bangsa Israel dari belenggu penjajah.

Namun, seruan Bartimeus “𝘠𝘦𝘴𝘶𝘴, 𝘈𝘯𝘢𝘬 𝘋𝘢𝘶𝘥, 𝘬𝘢𝘴𝘪𝘩𝘢𝘯𝘪𝘭𝘢𝘩 𝘢𝘬𝘶!” bukanlah sekadar seruan minta dikasihani dan tolong. Ini adalah liturgi. Seruan ini juga didapati di Mazmur 6:2, 9:13, 31:9, 86:3, dan 123:3 versi Septuaginta. 𝘈𝘯𝘢𝘬 𝘋𝘢𝘶𝘥 merupakan gelar yang diberikan kepada Mesias oleh bangsa Israel sehingga tampak istimewa diucapkan oleh Bartimeus, pengemis buta, orang pinggiran dan 𝘀𝗮𝘁𝘂-𝘀𝗮𝘁𝘂𝗻𝘆𝗮 di dalam Injil Markus. Untuk itulah kisah ini jangan dibaca sekadar narasi biasa.

Rupanya orang-orang di sekitar Bartimeus yang ikut dalam rombongan besar Yesus merasa terganggu oleh seruan Bartimeus. Teks menyebut mereka yang merasa terganggu menegurnya. Kata menegur diterjemahkan dari 𝘴𝘪𝘰̄𝘱𝘦̄𝘴𝘦̄ yang berarti literal membungkam, yang tentu lebih kasar daripada menegur. Dalam kehidupan sehari-hari, termasuk bergereja, seruan orang-orang kecil sering dibungkam oleh para elit. Orang-orang kecil ini dianggap merepotkan para elit. Mereka diremehkan dan tidak pantas turut berperan dalam kehidupan bergereja. Hebatnya Bartimeus, bukannya minder, ia malah berseru lebih lantang agar Yesus mendengarnya.

𝗕𝗮𝗿𝘁𝗶𝗺𝗲𝘂𝘀  𝗺𝗲𝗻𝗴𝗶𝗸𝘂𝘁𝗶 𝗬𝗲𝘀𝘂𝘀 (ay. 49-52)

Yesus berhenti dan berkata, “𝘗𝘢𝘯𝘨𝘨𝘪𝘭𝘭𝘢𝘩 𝘥𝘪𝘢!” Mereka memanggil orang buta itu dan berkata kepadanya, “𝘛𝘦𝘨𝘶𝘩𝘬𝘢𝘯𝘭𝘢𝘩 𝘩𝘢𝘵𝘪𝘮𝘶, 𝘣𝘦𝘳𝘥𝘪𝘳𝘪𝘭𝘢𝘩, 𝘐𝘢 𝘮𝘦𝘮𝘢𝘯𝘨𝘨𝘪𝘭 𝘦𝘯𝘨𝘬𝘢𝘶.” (ay. 49) Orang buta itu menanggalkan jubahnya, lalu segera berdiri dan pergi kepada Yesus. (ay. 50) Tanya Yesus kepadanya, “𝘈𝘱𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘬𝘢𝘶𝘬𝘦𝘩𝘦𝘯𝘥𝘢𝘬𝘪 𝘒𝘶𝘱𝘦𝘳𝘣𝘶𝘢𝘵 𝘣𝘢𝘨𝘪𝘮𝘶?” Jawab orang buta itu, “𝘙𝘢𝘣𝘶𝘯𝘪, 𝘢𝘬𝘶 𝘪𝘯𝘨𝘪𝘯 𝘥𝘢𝘱𝘢𝘵 𝘮𝘦𝘭𝘪𝘩𝘢𝘵!” (ay. 51) Lalu kata Yesus kepadanya, “𝘗𝘦𝘳𝘨𝘪𝘭𝘢𝘩, 𝘪𝘮𝘢𝘯𝘮𝘶 𝘵𝘦𝘭𝘢𝘩 𝘮𝘦𝘯𝘺𝘦𝘭𝘢𝘮𝘢𝘵𝘬𝘢𝘯 𝘦𝘯𝘨𝘬𝘢𝘶!” Saat itu juga ia dapat melihat, lalu ia mengikuti Yesus dalam perjalanan-Nya. (ay. 52)

Tak dinyana Yesus mendengar seruan Bartimeus. Yesus berprakarsa, berhenti, dan menyuruh orang memanggilnya. Tampaknya orang-orang kaget Yesus mau meladeni Bartimeus, orang kecil, bukan siapa-siapa. Hal ini dapat kita lihat ucapan mereka ke Bartimeus “𝘛𝘦𝘨𝘶𝘩𝘬𝘢𝘯𝘭𝘢𝘩 𝘩𝘢𝘵𝘪𝘮𝘶” yang diterjemahkan dari 𝘛𝘩𝘢𝘳𝘴𝘦𝘪 (𝘵𝘢𝘬𝘦 𝘤𝘰𝘶𝘳𝘢𝘨𝘦!). Dalam bahasa masa kini, “𝘚𝘰𝘯𝘰! 𝘉𝘳𝘢𝘯𝘪 𝘨𝘢𝘬 𝘬𝘢𝘮𝘶?” Sikap meremehkan Bartimeus. Persis elit-elit gereja yang suka meremehkan orang-orang kecil.

Bartimeus bukan saja berani, ia menanggalkan jubahnya. Belum lagi ia mendapat apa-apa dari Yesus, ia sudah meninggalkan miliknya yang paling berharga, jubah, untuk berjumpa dengan Yesus. Jubah digunakan oleh pengemis sebagai pelindung tubuh dari panas dan dingin serta untuk tidur. Ia percaya kepada panggilan dan tawaran keselamatan dari Yesus. Susunan cerita penyembuhan ini agak berbeda dengan yang lazim di Injil Markus. Di sini ada pendahuluan panjang yang memerikan kepercayaan istimewa orang buta ini (ay. 46-50), lalu dikisahkan perjumpaan Bartimeus dengan Yesus secara singkat.

Pertanyaan Yesus kepada Bartimeus di ayat 51 sama persis dengan pertanyaan Yesus kepada Yakobus dan Yohanes (Bacaan Minggu lalu, lih. Mrk. 10:36), “𝘈𝘱𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘬𝘢𝘶𝘬𝘦𝘩𝘦𝘯𝘥𝘢𝘬𝘪 𝘒𝘶𝘱𝘦𝘳𝘣𝘶𝘢𝘵 𝘣𝘢𝘨𝘪𝘮𝘶?” 
• Yakobus dan Yohanes meminta Yesus memberi kursi kehormatan kepada mereka. Kedua bersaudara ini ternyata “buta” pada jalan sengsara yang akan dilalui Yesus. 
• Bartimeus meminta kebutuhan dasarnya: melihat. 

Kontras jawaban di atas sesungguhnya terjadi sampai sekarang. Para elit gereja yang diragakan oleh Yakobus dan Yohanes lebih mementingkan kuasa yang lebih besar yang harus didapatkan mereka ketimbang melayani orang kecil. Mereka “buta” pada kebutuhan warga kecil.

Bartimeus juga mengubah sebutan Yesus 𝘈𝘯𝘢𝘬 𝘋𝘢𝘶𝘥 menjadi 𝘙𝘢𝘣𝘶𝘯𝘪 atau Rabi atau Guru (ay. 51) sama seperti Yakobus dan Yohanes menyebut Yesus Guru saat meminta. Bartimeus sudah tidak lagi menjaga jarak antara rakyat dan Mesias-Raja, melainkan lebih intim antara Guru dan murid. Yakobus dan Yohanes lama berguru kepada Yesus, tetapi tetap “buta”. Bartimeus sekali berguru kepada Yesus, ia langsung melihat. Ia mampu menangkap sesuatu dalam diri Yesus yang tidak dapat ditangkap oleh mata Yakobus dan Yohanes.

Sesudah Yesus menegaskan bahwa Bartimeus terpulihkan karena imannya, ia langsung mengikuti Yesus dalam perjalanan-Nya menuju Yerusalem. Ia mengikut jalan sengsara Yesus. Bartimeus juga menjadi contoh menyambut Kerajaan Allah seperti anak-anak (𝘤𝘩𝘪𝘭𝘥𝘭𝘪𝘬𝘦, bukan 𝘤𝘩𝘪𝘭𝘥𝘪𝘴𝘩).

Bartimeus meminta karunia melihat, sedang Yakobus dan Yohanes, yang merasa staf khusus Yesus, meminta kursi kehormatan. Persis banyak pendeta, yang mendaku-daku pelayan Tuhan, meminta fasiltas mewah kepada jemaat, tetapi mereka suka membungkam seruan warga kecil. 

 (27102024)(TUS)

SUDUT PANDANG LUKAS 21: 25-36, 𝗧𝗶𝗱𝗮𝗸 𝘁𝗲𝗿𝘁𝗶𝗱𝘂𝗿, Serial Natal


SUDUT PANDANG LUKAS 21: 25-36, 𝗧𝗶𝗱𝗮𝗸 𝘁𝗲𝗿𝘁𝗶𝗱𝘂𝗿, Serial Natal

Hari ini adalah Minggu kesatu Adven (𝘍𝘪𝘳𝘴𝘵 𝘚𝘶𝘯𝘥𝘢𝘺 𝘰𝘧 𝘈𝘥𝘷𝘦𝘯𝘵), bukan Minggu Adven kesatu, karena tidak ada Adven kedua, ketiga, dst. Panjang musim Adven bukan empat pekan (𝘸𝘦𝘦𝘬), melainkan ada empat Minggu (𝘚𝘶𝘯𝘥𝘢𝘺) sebelum Natal. 

Minggu kesatu Adven adalah awal kalender gerejawi atau tahun liturgi. Jadi, tahun baru gerejawi bukan pada 1 Januari. Ada tiga banjaran tahun liturgi: Tahun A, Tahun B, dan Tahun C. Minggu lalu adalah Minggu terakhir Tahun B, maka Minggu ini berganti tahun baru ke 𝗧𝗮𝗵𝘂𝗻 𝗖 atau Tahun Lukas. Bagian terbesar bacaan Injil untuk Tahun C dari Injil Lukas. Untuk Minggu-Minggu tertentu bacaan Injil diambil dari Yohanes, sedang untuk hari raya Epifania dan Rabu Abu dari Injil Matius.

Masa Adven mengandung dua gatra (𝘢𝘴𝘱𝘦𝘤𝘵𝘴): eskatologis dan historis. Eskatologis, umat bersiap diri dalam pengharapan akan kedatangan kembali Kristus (𝘱𝘢𝘳𝘰𝘶𝘴𝘪𝘢). Gatra eskatologis mengisi tema Minggu kesatu dan kedua Adven. Historis, umat bersiap diri untuk mengenang menuju perayaan peristiwa kelahiran Yesus yang terjadi sekitar 2028 tahun yang lalu. Gatra historis mengisi tema Minggu ketiga dan keempat Adven.

Kata kunci masa Adven adalah bersiap diri; bersiap diri menantikan kedatangan kembali Kristus, bersiap diri untuk mengenang, dan bersiap diri untuk menuju perayaan. Jadi, masa Adven bukanlah waktu untuk merayakan Natal. Umat diberi waktu merayakan Natal cukup panjang, dari 24 Desember 2024 selepas matahari terbenam sampai 23 Februari 2025. Merayakan Natal pada masa Adven ibarat halalbihalal pada bulan Ramadan. 𝘕𝘰 𝘴𝘶𝘤𝘩 𝘵𝘩𝘪𝘯𝘨!

Apakah menghias rumah dan membunyikan lagu-lagu Natal boleh di masa Adven? Ya, boleh-boleh saja. Berhias dan membunyikan lagu-lagu Natal dapat membantu suasana penantian kita pada dua gatra Natal di atas. 

Bacaan ekumenis diambil dari Injil Lukas 21:25-36 yang didahului dengan Yeremia 33:14-16, Mazmur  25:1-10, dan 1Tesalonika 3:9-13.

Tema eskatologis mengisi Minggu ini. Konteks terdekat bacaan adalah keseluruhan pasal 21. Pengajaran atau wejangan eskatologis Yesus disampaikan di lingkungan Bait Allah (Luk. 19:45 – 21:4) kemudian memuncak dalam pengajaran panjang tentang masa depan Yerusalem dan jemaat serta akhir zaman (Luk. 21:8-38). Nasihat ini disampaikan kepada para pendengar yang sama (lih. Luk. 20:45) dan kehadiran orang lain (Luk. 21:5). Kisah ini berbeda latar tempat dari Markus 13:1-3 yang wejangan Yesus disampaikan hanya kepada empat orang murid di Bukit Zaitun.

Pengulasan dibagi ke dalam tiga bagian:
▶ Tanda-tanda kosmis (ay. 25-28)
▶ Terubus pohon ara (ay. 29-33)
▶ Tidak tertidur (ay. 34-36)

[𝘛𝘦𝘬𝘴 𝘣𝘢𝘤𝘢𝘢𝘯 𝘤𝘶𝘬𝘶𝘱 𝘱𝘢𝘯𝘫𝘢𝘯𝘨 𝘴𝘦𝘩𝘪𝘯𝘨𝘨𝘢 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘦𝘥𝘪𝘴𝘪 𝘩𝘢𝘳𝘪 𝘪𝘯𝘪 𝘴𝘢𝘺𝘢 𝘩𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘶𝘯𝘫𝘶𝘬𝘬𝘢𝘯 𝘯𝘰𝘮𝘰𝘳-𝘯𝘰𝘮𝘰𝘳 𝘢𝘺𝘢𝘵.]

𝗧𝗮𝗻𝗱𝗮-𝘁𝗮𝗻𝗱𝗮 𝗸𝗼𝘀𝗺𝗶𝘀 (ay. 25-28)

Tidak seperti Markus 13, Lukas 21 membedakan penghancuran Yerusalem dari akhir zaman yang belum tiba. Penghancuran Yerusalem dipandang sebagai sejarah yang sudah lewat, sedang akhir zaman dipandang dekat (ay. 31-32). Yesus tidak serta merta datang kembali. Ia baru akan datang kembali sesudah 𝘨𝘦𝘯𝘢𝘱𝘭𝘢𝘩 𝘻𝘢𝘮𝘢𝘯 𝘣𝘢𝘯𝘨𝘴𝘢-𝘣𝘢𝘯𝘨𝘴𝘢, zaman penguasaan bangsa-bangsa atas umat Tuhan, serta zaman misi Gereja kepada bangsa-bangsa sampai ke ujung bumi (Kis. 1:8).

Wejangan kemudian beralih ke nubuat mengenai tanda-tanda kosmis yang akan mengiringi kedatangan Yesus (ay. 25-28); dari Yerusalem bergeser ke seluruh bumi, bahkan jagat raya. Tidak dijelaskan durasi zaman itu dan tidak ada pengantarnya oleh Lukas seperti dalam Matius 24:29 “𝘚𝘦𝘨𝘦𝘳𝘢 𝘴𝘦𝘴𝘶𝘥𝘢𝘩 𝘴𝘪𝘬𝘴𝘢𝘢𝘯 𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘮𝘢𝘴𝘢 𝘪𝘵𝘶, 𝘮𝘢𝘵𝘢𝘩𝘢𝘳𝘪 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘫𝘢𝘥𝘪 𝘨𝘦𝘭𝘢𝘱, … “. Lukas sama sekali tidak menasabahkan penghancuran Yerusalem dengan akhir zaman. Menurut Lukas waktunya akan genap baru pada saat kekuatan-kekuatan kosmis akan guncang.

Dalam sastra apokaliptik tanda-tanda kosmis dan berbagai malapetaka menjadi perlengkapan klasik pemerian penghakiman terakhir. Namun, Lukas tidak melukiskannya dengan istilah malapetaka. Ia lebih suka menampilkan reaksi manusia terhadap malapetaka, yakni mati ketakutan. Lukas memang biasa menyajikan reaksi manusia terhadap peristiwa (bdk. Luk. 3:15; 8:40; 9:43; 24:3).

Dalam Matius 24:29-31 dan Markus 13:24-27 kedatangan Anak Manusia adalah peristiwa puncak. Namun, Lukas tampaknya tidak mau menjadikannya pokok pemberitaan sehingga ia menceritakan sekilas saja. Lukas lebih mementingkan tanda-tanda yang mendahului kedatangan Yesus kembali (lih. ay. 28). Jemaat Kristen juga tidak akan luput dari gonjang-ganjing kosmis, tetapi teks Lukas mengingatkan umat untuk bersukacita karena pembebasan sudah dekat.

𝗧𝗲𝗿𝘂𝗯𝘂𝘀 𝗽𝗼𝗵𝗼𝗻 𝗮𝗿𝗮 (ay. 29-33)

Yesus lalu menyampaikan perumpamaan tentang pohon ara (ay. 29-33). Pohon ara atau pohon apa pun di daerah sub-tropis berterubus (atau bertunas) pada musim semi. Itu menunjukkan bahwa musim panas sudah dekat. Demikian juga peristiwa-peristiwa yang disebut di ayat 8-25 yang akan dilihat dan dialami oleh generasi yang sedang hidup untuk menjadi peringatan bahwa penggenapan Kerajaan Allah dan kedatangan Yesus kembali sudah dekat. Umat Tuhan tidak boleh lengah. Maksudnya umat agar tegar bertahan dalam iman.

𝗧𝗶𝗱𝗮𝗸 𝘁𝗲𝗿𝘁𝗶𝗱𝘂𝗿 (ay. 34-36)

Wejangan ditutup dengan peringatan ganda untuk berjaga-jaga. Peringatan kesatu dirumuskan negatif “𝘑𝘢𝘨𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘥𝘪𝘳𝘪𝘮𝘶 𝘴𝘶𝘱𝘢𝘺𝘢 𝘩𝘢𝘵𝘪𝘮𝘶 𝘫𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯 …” (ay. 34-35). Ungkapan 𝘑𝘢𝘨𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘥𝘪𝘳𝘪𝘮𝘶 khas Lukas (bdk. Luk. 12:1; 17:3; 21:34; Kis. 5:35; 20:28).

Pakar biblika menyebut Injil Lukas dikenal sebagai 𝘐𝘯𝘫𝘪𝘭 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘢𝘳𝘨𝘪𝘯𝘢𝘭. Ada juga yang menyebut sebagai 𝘐𝘯𝘫𝘪𝘭 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘬𝘢𝘺𝘢. Lukas menentang kekayaan sejauh kekayaan itu membuat orang tidak peduli kepada orang-orang marginal. Sepanjang Injil Lukas dapat kita jumpai corak khas Lukas itu. 

Di ayat 34-35 Lukas menonjolkan hal itu lagi “𝘑𝘢𝘨𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘥𝘪𝘳𝘪𝘮𝘶 𝘴𝘶𝘱𝘢𝘺𝘢 𝘩𝘢𝘵𝘪𝘮𝘶 𝘫𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘥𝘪𝘣𝘦𝘣𝘢𝘯𝘪 𝘰𝘭𝘦𝘩 𝘱𝘦𝘴𝘵𝘢 𝘱𝘰𝘳𝘢 𝘥𝘢𝘯 𝘬𝘦𝘮𝘢𝘣𝘶𝘬𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘳𝘵𝘢 𝘬𝘦𝘬𝘩𝘢𝘸𝘢𝘵𝘪𝘳𝘢𝘯 𝘩𝘪𝘥𝘶𝘱 𝘴𝘦𝘩𝘢𝘳𝘪-𝘩𝘢𝘳𝘪 𝘥𝘢𝘯 𝘴𝘶𝘱𝘢𝘺𝘢 𝘩𝘢𝘳𝘪 𝘛𝘶𝘩𝘢𝘯 𝘫𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘵𝘪𝘣𝘢-𝘵𝘪𝘣𝘢 𝘫𝘢𝘵𝘶𝘩 𝘬𝘦 𝘢𝘵𝘢𝘴 𝘥𝘪𝘳𝘪𝘮𝘶 𝘴𝘦𝘱𝘦𝘳𝘵𝘪 𝘴𝘶𝘢𝘵𝘶 𝘫𝘦𝘳𝘢𝘵, 𝘴𝘦𝘣𝘢𝘣 𝘩𝘢𝘳𝘪 𝘪𝘵𝘶 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘪𝘮𝘱𝘢 𝘴𝘦𝘮𝘶𝘢 𝘱𝘦𝘯𝘥𝘶𝘥𝘶𝘬 𝘥𝘪 𝘣𝘶𝘮𝘪.” Beban di sini ialah makanan dan minuman serta kecemasan-kecemasan yang terjadi pada orang-orang yang terikat oleh harta benda. Jerat di sini sejajar maknanya dengan perumpamaan kedatangan tuan rumah secara tiba-tiba (bdk. Mrk. 13:36).

Peringatan kedua dirumuskan positif “𝘉𝘦𝘳𝘫𝘢𝘨𝘢-𝘫𝘢𝘨𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘴𝘦𝘯𝘢𝘯𝘵𝘪𝘢𝘴𝘢 𝘴𝘢𝘮𝘣𝘪𝘭 𝘣𝘦𝘳𝘥𝘰𝘢 … “ (ay. 36). 𝘉𝘦𝘳𝘫𝘢𝘨𝘢-𝘫𝘢𝘨𝘢𝘭𝘢𝘩 disamakan dengan 𝘴𝘦𝘯𝘢𝘯𝘵𝘪𝘢𝘴𝘢 𝘣𝘦𝘳𝘥𝘰𝘢. Berjaga-jaga juga berarti tidak tertidur. Dalam Lukas 18:1 Yesus menyampaikan perumpamaan untuk menegaskan bahwa mereka harus selalu berdoa tanpa jemu-jemu. Di ayat 7 Yesus menutup perumpamaan-Nya, “𝘛𝘪𝘥𝘢𝘬𝘬𝘢𝘩 𝘈𝘭𝘭𝘢𝘩 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘦𝘳𝘪 𝘬𝘦𝘢𝘥𝘪𝘭𝘢𝘯 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨-𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘱𝘪𝘭𝘪𝘩𝘢𝘯-𝘯𝘺𝘢?” 

Nasihat 𝘴𝘦𝘯𝘢𝘯𝘵𝘪𝘢𝘴𝘢 𝘣𝘦𝘳𝘥𝘰𝘢 ini agar 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘣𝘦𝘳𝘰𝘭𝘦𝘩 𝘬𝘦𝘬𝘶𝘢𝘵𝘢𝘯 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘭𝘶𝘱𝘶𝘵 𝘥𝘢𝘳𝘪 𝘴𝘦𝘮𝘶𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘵𝘦𝘳𝘫𝘢𝘥𝘪 𝘪𝘵𝘶 𝘥𝘢𝘯 𝘢𝘨𝘢𝘳 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘵𝘢𝘩𝘢𝘯 𝘣𝘦𝘳𝘥𝘪𝘳𝘪 𝘥𝘪 𝘩𝘢𝘥𝘢𝘱𝘢𝘯 𝘈𝘯𝘢𝘬 𝘔𝘢𝘯𝘶𝘴𝘪𝘢. Maksud 𝘣𝘦𝘳𝘥𝘪𝘳𝘪 di sini bertahan dalam pencobaan dan bukan bertahan dalam pengadilan. Lukas tidak memerikan Yesus sebagai Hakim seperti halnya Injil Matius sehingga semua orang bergemetaran di hadapan-Nya (lih. Mat. 25:31-36). Lukas justru menegaskan bahwa mereka yang bertahan dalam pencobaan tidak usah takut. Lukas memompa semangat dan pengharapan pembaca Injilnya dhi. Gereja untuk hidup tidak dalam ketakutan.

 (0112204)(TUS)

SUDUT PANDANG LILIN ADVENT

SUDUT PANDANG LILIN ADVENT PENGANTAR Seiring berjalan kesepakatan ekuminis di Lima, membawa beberapa kesepakatan antara denomina...