Pada mulanya Gereja hanya mengenal dua hari raya: Paska dan Pentakosta. Keduanya ditetapkan tidak begitu rumit karena mengalihrupa perayaan atau pesta panen atau festival musim semi masyarakat Yahudi. Pesta panen itu diberi muatan teologis kebangkitan dan kenaikan Kristus serta pencurahan Roh Kudus.
Hari raya Natal ditetapkan penuh kontroversi dan rumit. Perayaan Natal berangkat dari dua atau tiga tradisi dan narasi yang bebeda. Saya ulangi: tradisi dan narasi yang berbeda.
Pada abad kedua Gereja Mesir merayakan Natal pada 6 Januari. Tanggal ini merupakan adopsi perayaan mitos kelahiran Dewa Aion yang kemudian diberi muatan teologi penyataan Allah (epifania; lih. Yoh. 2:11) dan penampakan Allah (teofania); manifestasi kehadiran Allah di tengah-tengah umat manusia.
Dalam pada itu Gereja Roma belum mengenal perayaan Natal. Baru pada abad keempat Gereja Roma menetapkan perayaan Natal pada 25 Desember sebagai adopsi perayaan Sol Invictus, dewa matahari tak terkalahkan. Perayaan Sol Invictus diberi muatan teologis bahwa Yesuslah Sang Surya itu.
Kedua tanggal di atas sama-sama dalam sistem kalender Julian. Sejak semula memang sudah ada perbedaan tanggal perayaan.
Perbedaan tanggal perayaan Natal Gereja Barat dan Timur bukan lantaran perbedaan sistem kalender Julian dan Gregorian seperti yang selalu dikampanyekan oleh Gereja yang mendaku paling asli dan paling rasuli. Memang sejak semula sudah berbeda tanggal meskipun sama-sama menggunakan sistem kalender Julian. Perbedaan lantaran berbeda tradisi dan narasi.
Gereja yang mendaku paling asli paling rasuli ini mirip Jokowi haters. Saat Jokowi menjadi presiden dicap plonga-plongo, boneka Megawati; Saat Jokowi menjadi rakyat biasa dicap mengatur segala-galanya. Wkwkwkwk
(08122024)(TUS)