Jumat, 21 Februari 2025

SUDUT PANDANG LUKAS 6 :27-38, 𝙇𝙖𝙣𝙩𝙖𝙨 𝙖𝙥𝙖 𝙠𝙚𝙡𝙚𝙗𝙞𝙝𝙖𝙣𝙢𝙪?


SUDUT PANDANG LUKAS 6 :27-38, 𝙇𝙖𝙣𝙩𝙖𝙨 𝙖𝙥𝙖 𝙠𝙚𝙡𝙚𝙗𝙞𝙝𝙖𝙣𝙢𝙪?

Pada Minggu lalu dibahas 𝘜𝘤𝘢𝘱𝘢𝘯 𝘉𝘢𝘩𝘢𝘨𝘪𝘢 𝘷𝘴. 𝘜𝘤𝘢𝘱𝘢𝘯 𝘊𝘦𝘭𝘢𝘬𝘢. Pertanyaan yang muncul, bagaimana murid-murid yang disebut terberkati itu harus hidup di dalam dunia yang penuh konflik? Bagaimana mereka yang miskin, dicela, dan dipinggirkan oleh orang-orang kaya atau berkuasa baik di dalam lingkungan jemaat maupun masyarakat harus memikul penderitaan? Yesus menjawab secara ekstrem dan radikal.

Hari ini adalah Minggu ketujuh setelah Epifani. Bacaan ekumenis diambil dari Lukas 6:27-38 yang didahului dengan Kejadian 45:3-11, 15, Mazmur 37:1-11, 39-40, dan 1Korintus 15:35-38, 42-50.

Bacaan Minggu ini melanjutkan bacaan Minggu lalu. Dalam bagian lanjutan pengajaran panjang di padang Yesus menjelaskan perbuatan-perbuatan atau praksis murid-murid-Nya yang harus mereka lakukan sehubungan dengan kondisi mereka yang sudah terberkati. Pengulasan bacaan dibagi ke dalam tiga bagian:

▶ Kaidah Emas (ay. 27-31)
▶ Lantas apa kelebihanmu? (ay. 32-35)
▶ Murah hati tidak menghakimi (ay. 36-38)

𝗞𝗮𝗶𝗱𝗮𝗵 𝗘𝗺𝗮𝘀 (ay. 27-31)

Yesus membuka dengan perintah, “𝘛𝘦𝘵𝘢𝘱𝘪 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘯𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘳𝘬𝘢𝘯 𝘈𝘬𝘶, 𝘈𝘬𝘶 𝘣𝘦𝘳𝘬𝘢𝘵𝘢: 𝘒𝘢𝘴𝘪𝘩𝘪𝘭𝘢𝘩 𝘮𝘶𝘴𝘶𝘩-𝘮𝘶𝘴𝘶𝘩𝘮𝘶, 𝘣𝘦𝘳𝘣𝘶𝘢𝘵𝘭𝘢𝘩 𝘣𝘢𝘪𝘬 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘦𝘯𝘤𝘪 𝘬𝘢𝘮𝘶.” (ay. 27)

Perintah ini ekstrem dan radikal. Perintah untuk mengasihi musuh-musuh (jamak) tidak mengenai perasaan cinta atau suka (𝘱𝘩𝘪𝘭𝘦𝘪𝘯) terhadap musuh, bukan untuk secara bodoh tidak membalas atau mengalah tanpa perhitungan, melainkan untuk mengasihi (𝘈𝘨𝘢𝘱𝘢𝘵𝘦) mereka, artinya melakukan segala sesuatu TANPA DENDAM. Mengasihi bukan sekadar berkelakukan baik, melainkan harus diwujudkan dengan berbuat baik tanpa pamrih, dan perbuatan baik itu juga bisa berwujud teguran, peringatan, membela diri, bahkan hukuman, yg didasarkan pada pendidikan untuk perbuatan yang baik utamanya TANPA DENDAM. Perbuatan-perbuatan baik seperti apa? Yesus menyajikan tiga contoh.

“𝘉𝘦𝘳𝘬𝘢𝘵𝘪𝘭𝘢𝘩 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘶𝘵𝘶𝘬 𝘬𝘢𝘮𝘶, 𝘣𝘦𝘳𝘥𝘰𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘣𝘢𝘨𝘪 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘣𝘦𝘳𝘣𝘶𝘢𝘵 𝘫𝘢𝘩𝘢𝘵 𝘵𝘦𝘳𝘩𝘢𝘥𝘢𝘱 𝘬𝘢𝘮𝘶.” (ay. 28)

Orang miskin atau tak berdaya dapat saja menerima dimusuhi dengan pasrah. Namun, Yesus tidak mengajarkan pasrah! Secara radikal Yesus menyuruh murid-murid-Nya membalas musuh-musuh yang mengutuk mereka dengan mengucapkan berkat kepada musuh-musuh mereka, bahkan mendoakan mereka. Lukas memberi contoh doa Stefanus untuk para penganiayanya “𝘛𝘶𝘩𝘢𝘯, 𝘫𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯𝘭𝘢𝘩 𝘵𝘢𝘯𝘨𝘨𝘶𝘯𝘨𝘬𝘢𝘯 𝘥𝘰𝘴𝘢 𝘪𝘯𝘪 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢!” (lih. Kis. 7:60).

Yesus memberi contoh kedua. “𝘚𝘪𝘢𝘱𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘯𝘢𝘮𝘱𝘢𝘳 𝘱𝘪𝘱𝘪𝘮𝘶 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘴𝘢𝘵𝘶, 𝘣𝘦𝘳𝘪𝘬𝘢𝘯𝘭𝘢𝘩 𝘫𝘶𝘨𝘢 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘱𝘪𝘱𝘪𝘮𝘶 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘭𝘢𝘪𝘯. 𝘚𝘪𝘢𝘱𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘢𝘮𝘣𝘪𝘭 𝘫𝘶𝘣𝘢𝘩𝘮𝘶, 𝘣𝘪𝘢𝘳𝘬𝘢𝘯𝘭𝘢𝘩 𝘪𝘢 𝘫𝘶𝘨𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘢𝘮𝘣𝘪𝘭 𝘣𝘢𝘫𝘶𝘮𝘶.” (ay. 29)

Ayat 29 ini bersifat lebih khusus. Orang Yahudi biasa menghina sesamanya dengan menampar. Sebagai pengikut Kristus tentu akan menerima penghinaan dari orang Yahudi dengan tamparan. Para pembenci dan penghina para pengikut Yesus tak mungkin menampar sekali. Tanpa menawarkan pipi yang lain sudah pasti kedua pipi terkena tamparan. Di sini Yesus mengajarkan untuk tidak perlu takut menahan rasa sakit. Bukan hanya siap menanggung rasa sakit, para pengikut Yesus harus siap ditelanjangi. Apabila para penganiaya mengambil jubah (pakaian luar), murid-murid Yesus agar tidak takut bajunya diambil juga sehingga menjadi telanjang.

Contoh ketiga. “𝘉𝘦𝘳𝘪𝘭𝘢𝘩 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘴𝘦𝘵𝘪𝘢𝘱 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘮𝘪𝘯𝘵𝘢 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢𝘮𝘶. 𝘑𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯𝘭𝘢𝘩 𝘮𝘦𝘮𝘪𝘯𝘵𝘢 𝘬𝘦𝘮𝘣𝘢𝘭𝘪 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘢𝘮𝘣𝘪𝘭 𝘬𝘦𝘱𝘶𝘯𝘺𝘢𝘢𝘯𝘮𝘶.” (ay. 30)

Pada ayat 30 dikatakan 𝘴𝘦𝘵𝘪𝘢𝘱 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨. Itu berarti siapa saja termasuk musuh atau orang-orang yang membenci wajib diberi ketika mereka meminta. Kalimat kedua juga bermakna penekanan terhadap kalimat kesatu 𝘩𝘢𝘭 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘴𝘶𝘥𝘢𝘩 𝘥𝘪𝘣𝘦𝘳𝘪𝘬𝘢𝘯 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘣𝘰𝘭𝘦𝘩 𝘥𝘪𝘮𝘪𝘯𝘵𝘢 𝘬𝘦𝘮𝘣𝘢𝘭𝘪.

Ketiga contoh praksis di atas dibulatkan menjadi 𝘒𝘢𝘪𝘥𝘢𝘩 𝘌𝘮𝘢𝘴 (𝘨𝘰𝘭𝘥𝘦𝘯 𝘳𝘶𝘭𝘦𝘴): “𝘚𝘦𝘣𝘢𝘨𝘢𝘪𝘮𝘢𝘯𝘢 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘬𝘦𝘩𝘦𝘯𝘥𝘢𝘬𝘪 𝘴𝘶𝘱𝘢𝘺𝘢 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘱𝘦𝘳𝘣𝘶𝘢𝘵 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢𝘮𝘶, 𝘱𝘦𝘳𝘣𝘶𝘢𝘵𝘭𝘢𝘩 𝘫𝘶𝘨𝘢 𝘥𝘦𝘮𝘪𝘬𝘪𝘢𝘯 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢.” (ay. 31)

Lewat pengajaran di atas Yesus hendak mengguncang para pendengar-Nya. Yesus mengajak mereka merenungkan makna hakiki segala ucapan-Nya mengenai praksis terhadap orang-orang yang membenci atau memusuhi mereka. Yesus hendak mengajarkan tindakan kekerasan yang menimpa murid-murid-Nya dibalas dengan nir-kekerasan secara kreatif, dalam artian TANPA DENDAM. Seorang murid Yesus tidak membalas tindakan permusuhan dengan cara 𝘪𝘢 𝘵𝘦𝘭𝘢𝘩 𝘥𝘪𝘱𝘦𝘳𝘭𝘢𝘬𝘶𝘬𝘢𝘯, melainkan dengan cara 𝘪𝘢 𝘴𝘦𝘯𝘥𝘪𝘳𝘪 𝘪𝘯𝘨𝘪𝘯 𝘥𝘪𝘱𝘦𝘳𝘭𝘢𝘬𝘶𝘬𝘢𝘯, dan cara itu adalah TANPA DENDAM.

𝙇𝙖𝙣𝙩𝙖𝙨 𝙖𝙥𝙖 𝙠𝙚𝙡𝙚𝙗𝙞𝙝𝙖𝙣𝙢𝙪? (ay. 32-35)

Dalam bagian ini Yesus menaikkan standar moral bagi murid-murid-Nya dengan menantang mereka melebihi pertimbangan moral para pendosa. Injil Matius menunjuk langsung pendosa adalah para pemungut cukai dan orang-orang kafir. Lukas berbeda. Pendosa menurut Lukas adalah orang yang berpegang pada standar ketimbalbalikan, yang dalam bahasa Latin 𝘘𝘶𝘪𝘥 𝘱𝘳𝘰 𝘲𝘶𝘰?. Yesus menolak patokan itu.

“𝘑𝘪𝘬𝘢𝘭𝘢𝘶 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘢𝘴𝘪𝘩𝘪 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘢𝘴𝘪𝘩𝘪 𝘬𝘢𝘮𝘶, 𝘢𝘱𝘢𝘬𝘢𝘩 𝘫𝘢𝘴𝘢𝘮𝘶? 𝘒𝘢𝘳𝘦𝘯𝘢 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨-𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘣𝘦𝘳𝘥𝘰𝘴𝘢 𝘱𝘶𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘢𝘴𝘪𝘩𝘪 𝘫𝘶𝘨𝘢 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨-𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘢𝘴𝘪𝘩𝘪 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢. (ay. 32) 𝘚𝘦𝘣𝘢𝘣 𝘫𝘪𝘬𝘢𝘭𝘢𝘶 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘣𝘦𝘳𝘣𝘶𝘢𝘵 𝘣𝘢𝘪𝘬 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘣𝘦𝘳𝘣𝘶𝘢𝘵 𝘣𝘢𝘪𝘬 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘬𝘢𝘮𝘶, 𝘢𝘱𝘢𝘬𝘢𝘩 𝘫𝘢𝘴𝘢𝘮𝘶? 𝘖𝘳𝘢𝘯𝘨-𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘣𝘦𝘳𝘥𝘰𝘴𝘢 𝘱𝘶𝘯 𝘣𝘦𝘳𝘣𝘶𝘢𝘵 𝘥𝘦𝘮𝘪𝘬𝘪𝘢𝘯. (ay. 33) 𝘑𝘪𝘬𝘢𝘭𝘢𝘶 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘮𝘦𝘮𝘪𝘯𝘫𝘢𝘮𝘬𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘴𝘶𝘢𝘵𝘶 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘬𝘢𝘳𝘦𝘯𝘢 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘣𝘦𝘳𝘩𝘢𝘳𝘢𝘱 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘦𝘳𝘪𝘮𝘢 𝘴𝘦𝘴𝘶𝘢𝘵𝘶 𝘥𝘢𝘳𝘪 𝘥𝘪𝘢, 𝘢𝘱𝘢𝘬𝘢𝘩 𝘫𝘢𝘴𝘢𝘮𝘶? 𝘖𝘳𝘢𝘯𝘨-𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘣𝘦𝘳𝘥𝘰𝘴𝘢 𝘱𝘶𝘯 𝘮𝘦𝘮𝘪𝘯𝘫𝘢𝘮𝘬𝘢𝘯 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨-𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘣𝘦𝘳𝘥𝘰𝘴𝘢 𝘴𝘶𝘱𝘢𝘺𝘢 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘦𝘳𝘪𝘮𝘢 𝘬𝘦𝘮𝘣𝘢𝘭𝘪 𝘴𝘢𝘮𝘢 𝘣𝘢𝘯𝘺𝘢𝘬.” (ay. 34)

Kata 𝘫𝘢𝘴𝘢 dalam 𝘢𝘱𝘢𝘬𝘢𝘩 𝘫𝘢𝘴𝘢𝘮𝘶 diterjemahkan dari 𝘤𝘩𝘢𝘳𝘪𝘴 yang dalam bahasa Inggris berarti 𝘤𝘳𝘦𝘥𝘪𝘵, 𝘣𝘭𝘦𝘴𝘴𝘪𝘯𝘨, 𝘦𝘹𝘱𝘦𝘤𝘵. Dalam terjemahan bebas 𝘢𝘱𝘢𝘬𝘢𝘩 𝘫𝘢𝘴𝘢𝘮𝘶 dapat disulih dengan 𝘢𝘱𝘢 𝘬𝘦𝘭𝘦𝘣𝘪𝘩𝘢𝘯𝘮𝘶. Dengan bahasa sehari-hari 𝘓𝘢𝘯𝘵𝘢𝘴 𝘢𝘱𝘢 𝘬𝘦𝘭𝘦𝘣𝘪𝘩𝘢𝘯𝘮𝘶 𝘥𝘢𝘳𝘪 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨-𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘣𝘶𝘬𝘢𝘯-𝘒𝘳𝘪𝘴𝘵𝘦𝘯? atau 𝘈𝘱𝘢 𝘩𝘦𝘣𝘢𝘵𝘯𝘺𝘢 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘒𝘳𝘪𝘴𝘵𝘦𝘯?.

Yesus kemudian mengajukan standar yang radikal. “𝘛𝘦𝘵𝘢𝘱𝘪 𝘬𝘢𝘮𝘶, 𝘬𝘢𝘴𝘪𝘩𝘪𝘭𝘢𝘩 𝘮𝘶𝘴𝘶𝘩𝘮𝘶, 𝘥𝘢𝘯 𝘣𝘦𝘳𝘣𝘶𝘢𝘵𝘭𝘢𝘩 𝘣𝘢𝘪𝘬 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘥𝘢𝘯 𝘱𝘪𝘯𝘫𝘢𝘮𝘬𝘢𝘯𝘭𝘢𝘩 𝘵𝘢𝘯𝘱𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘩𝘢𝘳𝘢𝘱𝘬𝘢𝘯 𝘣𝘢𝘭𝘢𝘴𝘢𝘯, 𝘮𝘢𝘬𝘢 𝘶𝘱𝘢𝘩𝘮𝘶 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘣𝘦𝘴𝘢𝘳 𝘥𝘢𝘯 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘫𝘢𝘥𝘪 𝘢𝘯𝘢𝘬-𝘢𝘯𝘢𝘬 𝘈𝘭𝘭𝘢𝘩 𝘠𝘢𝘯𝘨 𝘔𝘢𝘩𝘢𝘵𝘪𝘯𝘨𝘨𝘪, 𝘴𝘦𝘣𝘢𝘣 𝘐𝘢 𝘣𝘢𝘪𝘬 𝘵𝘦𝘳𝘩𝘢𝘥𝘢𝘱 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨-𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘵𝘢𝘩𝘶 𝘣𝘦𝘳𝘵𝘦𝘳𝘪𝘮𝘢 𝘬𝘢𝘴𝘪𝘩 𝘥𝘢𝘯 𝘵𝘦𝘳𝘩𝘢𝘥𝘢𝘱 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨-𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘫𝘢𝘩𝘢𝘵.” (ay. 35)

Menjadi murid Yesus memang berat. Membalas permusuhan dengan perbuatan-perbuatan baik, perbuatan TANPA DENDAM bukan dimaksudkan untuk segera mengatasi permusuhan. Mengasihi tidak berpatokan pada ketimbalbalikan, timbal balik atau balasan setimpal itu menggambarkan ADANYA DENDAM. Murid Yesus mengasihi sesama termasuk musuh bukan untuk mendapatkan balas jasa dari pihak yang dikasihi, melainkan karena Allah sendiri mengasihi semua orang baik yang tidak tahu berterima kasih maupun yang jahat.

Ungkapan 𝘶𝘱𝘢𝘩𝘮𝘶 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘣𝘦𝘴𝘢𝘳 tidak dijelaskan apakah akan dialami di dunia ini atau di dunia kebangkitan. Ada dua kemungkinan: mendapat berkat kehidupan menjemaat di dunia ini (bdk. Luk. 18:30 dan Kis. 2:5) atau di dunia yang akan datang (bdk. Luk. 21:28). Yang sudah pasti adalah anugerah 𝘮𝘦𝘯𝘫𝘢𝘥𝘪 𝘢𝘯𝘢𝘬-𝘢𝘯𝘢𝘬 𝘈𝘭𝘭𝘢𝘩 𝘠𝘢𝘯𝘨 𝘔𝘢𝘩𝘢𝘵𝘪𝘯𝘨𝘨𝘪 langsung disematkan kepada mereka yang melakukan perintah ini. Menjadi anak-anak Allah berarti serupa dengan Bapa yang baik.

𝗠𝘂𝗿𝗮𝗵 𝗵𝗮𝘁𝗶 𝘁𝗶𝗱𝗮𝗸 𝗺𝗲𝗻𝗴𝗵𝗮𝗸𝗶𝗺𝗶 (ay. 36-38)

Pengajaran Yesus di padang ini amat berat, tetapi menarik. Lebih menarik lagi dua ayat berikut yang menjadi pasangan.

“𝘏𝘦𝘯𝘥𝘢𝘬𝘭𝘢𝘩 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘮𝘶𝘳𝘢𝘩 𝘩𝘢𝘵𝘪 𝘴𝘢𝘮𝘢 𝘴𝘦𝘱𝘦𝘳𝘵𝘪 𝘉𝘢𝘱𝘢𝘮𝘶 𝘮𝘶𝘳𝘢𝘩 𝘩𝘢𝘵𝘪. (ay. 36) 
𝘑𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯𝘭𝘢𝘩 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘩𝘢𝘬𝘪𝘮𝘪, 𝘮𝘢𝘬𝘢 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘱𝘶𝘯 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘥𝘪𝘩𝘢𝘬𝘪𝘮𝘪. 𝘑𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯𝘭𝘢𝘩 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘴𝘶𝘬𝘢 𝘮𝘦𝘮𝘦𝘳𝘴𝘢𝘭𝘢𝘩𝘬𝘢𝘯, 𝘮𝘢𝘬𝘢 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘱𝘶𝘯 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘥𝘪𝘱𝘦𝘳𝘴𝘢𝘭𝘢𝘩𝘬𝘢𝘯. 𝘈𝘮𝘱𝘶𝘯𝘪𝘭𝘢𝘩 𝘥𝘢𝘯 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘥𝘪𝘢𝘮𝘱𝘶𝘯𝘪.” (ay. 37)

Ayat 36 dapat dipandang sebagai perumusan ulang ayat 35 sekaligus pengantar untuk ayat 37. Dalam PL Allah kerap disebut murah hati (lih. Kel. 34:6; Ul. 4:31; Mzm. 78:38; 86:15; 102:8; dll.). Berbeda dari kata 𝘴𝘦𝘮𝘱𝘶𝘳𝘯𝘢 dalam Matius 5:48, kata 𝘱𝘦𝘯𝘺𝘢𝘺𝘢𝘯𝘨, 𝘣𝘦𝘳𝘣𝘦𝘭𝘢𝘴 𝘬𝘢𝘴𝘪𝘩𝘢𝘯, 𝘣𝘦𝘳𝘮𝘶𝘳𝘢𝘩 𝘩𝘢𝘵𝘪 dalam Lukas 6:36 cocok dengan pemerian (dari kata dasar peri) yang disampaikan Lukas mengenai rahmat dan belas kasihan Allah (lih. Luk. 1:50, 54, 58, 72, 78; 15:20). 

Murah hati di sini (ay. 36) adalah gerakan langsung menolong kepada orang yang membutuhkan pertolongan siapa pun orang itu seperti yang Yesus ajarkan dalam perumpamaan 𝘖𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘚𝘢𝘮𝘢𝘳𝘪𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘶𝘳𝘢𝘩 𝘩𝘢𝘵𝘪. Pertolongan nyata. Murah hati bukan menyemburkan nasihat-nasihat seperti yang dilakukan oleh banyak orang Kristen kepada orang berduka atau orang dalam kemalangan. Itu 𝘱𝘦𝘯𝘨𝘩𝘪𝘣𝘶𝘳 𝘴𝘪𝘢𝘭𝘢𝘯 namanya (lih. Ayub 16:2 TB).

Pengajaran untuk bermurah hati dipasangkan dengan perintah 𝘫𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘩𝘢𝘬𝘪𝘮𝘪. Pengajaran Yesus ini sungguh telak. Orang yang bermurah hati tak akan menghakimi. Ia juga mudah mengampuni yang dalam konteks Lukas ini adalah membebaskan orang lain dari utang.

Sebaliknya orang yang suka melihat keburukan atau kesalahan orang lain, dapat dipastikan ia bukan pemurah hati. Ia bukan seorang yang suka memberi dalam arti seluas-luasnya, apalagi sampai membebaskan orang dari utang. Tidak bakal!

Dengan bermurah hati orang tak menghakimi. Motivasi yang diberikan Yesus senada dengan 𝘒𝘢𝘪𝘥𝘢𝘩 𝘌𝘮𝘢𝘴: 𝘮𝘢𝘬𝘢 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘱𝘶𝘯 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘥𝘪𝘩𝘢𝘬𝘪𝘮𝘪 𝘥𝘢𝘯 𝘥𝘪𝘩𝘶𝘬𝘶𝘮. Kata kerja pasif dihakimi dan dihukum mengandaikan Allah sebagai subjek (𝘱𝘢𝘴𝘴𝘪𝘷𝘶𝘮 𝘵𝘩𝘦𝘰𝘭𝘰𝘨𝘪𝘤𝘶𝘮). Allah yang tadi disebut berbuat baik bahkan kepada orang jahat (ay. 35) pada hari pengadilan akan menghakimi manusia dengan adil menurut ukuran yang digunakan manusia terhadap sesama (bdk. Kej. 45:3-11, 15 bacaan kesatu Minggu ini).

Yesus kemudian membulatkan pengajaran-Nya. “𝘉𝘦𝘳𝘪𝘭𝘢𝘩 𝘥𝘢𝘯 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘥𝘪𝘣𝘦𝘳𝘪. 𝘚𝘶𝘢𝘵𝘶 𝘵𝘢𝘬𝘢𝘳𝘢𝘯 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘣𝘢𝘪𝘬, 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘥𝘪𝘱𝘢𝘥𝘢𝘵𝘬𝘢𝘯, 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘥𝘪𝘨𝘶𝘯𝘤𝘢𝘯𝘨, 𝘥𝘢𝘯 𝘵𝘶𝘮𝘱𝘢𝘩 𝘬𝘦𝘭𝘶𝘢𝘳 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘥𝘪𝘤𝘶𝘳𝘢𝘩𝘬𝘢𝘯 𝘬𝘦 𝘥𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘱𝘢𝘯𝘨𝘬𝘶𝘢𝘯𝘮𝘶, 𝘴𝘦𝘣𝘢𝘣 𝘶𝘬𝘶𝘳𝘢𝘯 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘱𝘢𝘬𝘢𝘪 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘶𝘬𝘶𝘳 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘥𝘪𝘶𝘬𝘶𝘳𝘬𝘢𝘯 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢𝘮𝘶.” (ay. 38)

Kata takaran atau ukuran (𝘮𝘦𝘵𝘳𝘰𝘯) digunakan untuk gandum. Lukas berbicara mengenai kain selendang yang ditadahkan di pangkuan untuk menampung gandum (lih. Rut 3:15). Demikianlah jika manusia sungguh-sungguh baik dalam arti berpraksis memberi, ia diperikan tidak akan mampu menampung anugerah Allah yang berlimpah-limpah. Dalam arti inilah manusia terberkati (lih. bacaan Minggu lalu Luk. 6:20-23). Satu-satunya takaran yang boleh digunakan oleh murid-murid Yesus adalah kemurahhatian, karena itulah takaran Allah sendiri.

(23022025)(TUS)

SUDUT PANDANG LILIN ADVENT

SUDUT PANDANG LILIN ADVENT PENGANTAR Seiring berjalan kesepakatan ekuminis di Lima, membawa beberapa kesepakatan antara denomina...