Selasa, 18 Maret 2025

SUDUT PANDANG 𝗞𝘂𝗿𝗶𝗸𝘂𝗹𝘂𝗺


SUDUT PANDANG 𝗞𝘂𝗿𝗶𝗸𝘂𝗹𝘂𝗺

Untuk apa anak bersekolah? Orangtua menuntut agar anak-anak sejak dini harus bersekolah di sekolah favorit. Mereka menuntut sejak dari TK anak-anak diajarkan membaca dan berhitung, di SD diajarkan bahasa Inggris, sedang bahasa Indonesia yang digunakan sebagai media alih-pengetahuan dari pengajar kepada murid justru dilalaikan. Sejak SD anak-anak dipaksa ikut les musik atau tari, meski tak berbakat. Bukan itu saja orangtua memaksa anak ikut les bahasa Inggris dan matematika di luar jam sekolah. Lebih mengenaskan lagi kepala sekolah yang didukung oleh banyak guru melayani tuntutan orangtua. Jadi, anak bersekolah tidak lain dan tidak bukan untuk ambisi orangtua. Anak menjadi objek pameran orangtua. Orangtua kemudian mendapat banjir pujian dari teman-teman mereka.
 
Hari ini adalah Minggu kesatu sesudah Natal. Bacaan Minggu ini secara ekumenis diambil dari Injil Lukas 2:41-52 yang didahului dengan 1Samuel 2:18-20, 26, Mazmur 148, dan Kolose 3:12-17.

Injil Lukas adalah satu-satunya yang mengisahkan masa remaja Yesus. Dikisahkan setiap tahun orangtua Yesus pergi ke Yerusalem untuk merayakan Paska. Ketika Yesus berusia 12 tahun pergilah mereka ke Yerusalem seperti yang lazim pada hari raya itu. Saat perayaan berakhir pulanglah mereka, tetapi Yesus tertinggal di Yerusalem tanpa mereka ketahui. Setelah sehari perjalanan barulah mereka menyadari. Mereka kembali ke Yerusalem mencari Yesus.

Setelah tiga hari mereka menemukan Yesus di Bait Allah. Yesus didapati sedang duduk di tengah-tengah alim ulama (TB II: guru agama) dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada mereka. Semua orang yang mendengar Yesus sangat heran akan pengertian [TB II: kecerdasan] Yesus dan jawaban-jawaban yang diberikan. Melihat itu orangtua-Nya tercengang, “𝘕𝘢𝘬, 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘢𝘱𝘢 𝘒𝘢𝘮𝘶 𝘣𝘦𝘳𝘣𝘶𝘢𝘵 𝘥𝘦𝘮𝘪𝘬𝘪𝘢𝘯 𝘵𝘦𝘳𝘩𝘢𝘥𝘢𝘱 𝘬𝘢𝘮𝘪? 𝘒𝘢𝘮𝘶 𝘭𝘪𝘩𝘢𝘵 𝘣𝘢𝘱𝘢𝘬-𝘔𝘶 𝘥𝘢𝘯 𝘢𝘬𝘶 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘤𝘦𝘮𝘢𝘴 𝘮𝘦𝘯𝘤𝘢𝘳𝘪-𝘔𝘶.” kata Maria. “𝘔𝘦𝘯𝘨𝘢𝘱𝘢 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘮𝘦𝘯𝘤𝘢𝘳𝘪 𝘈𝘬𝘶?” jawab Yesus, “𝘉𝘶𝘬𝘢𝘯𝘬𝘢𝘩 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘵𝘢𝘩𝘶 𝘣𝘢𝘩𝘸𝘢 𝘈𝘬𝘶 𝘩𝘢𝘳𝘶𝘴 𝘣𝘦𝘳𝘢𝘥𝘢 𝘥𝘪 𝘥𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘳𝘶𝘮𝘢𝘩 𝘉𝘢𝘱𝘢-𝘒𝘶?” (ay. 48-49)

[Lukas tidak menjelaskan maksud jawaban Yesus di atas. Tampaknya kita harus membacanya secara paralel dengan kisah kelahiran Nabi Samuel. Samuel kecil diserahkan ke Rumah Allah oleh ibunya, Hana, dan ditinggalkan di sana (1Sam. 1:21-28). Yesus yang juga diserahkan oleh orangtua-Nya ke Bait Allah (Luk. 2:22-23) adalah milik Allah dan harus berada di Rumah Allah, tetapi Yusuf dan Maria tidak memahaminya. Jawaban Yesus, “𝘈𝘬𝘶 𝘩𝘢𝘳𝘶𝘴 𝘣𝘦𝘳𝘢𝘥𝘢 𝘥𝘪 𝘥𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘳𝘶𝘮𝘢𝘩 𝘉𝘢𝘱𝘢-𝘒𝘶.” Dalam penerjemahan lebih literal 𝘣𝘦𝘳𝘢𝘥𝘢 𝘥𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘶𝘳𝘶𝘴𝘢𝘯-𝘶𝘳𝘶𝘴𝘢𝘯 𝘉𝘢𝘱𝘢-𝘒𝘶 (𝘦𝘯 𝘵𝘰𝘪𝘴 𝘵𝘰𝘶 𝘗𝘢𝘵𝘳𝘰𝘴 𝘮𝘰𝘶 𝘥𝘦𝘪 𝘦𝘪𝘯𝘢𝘪 𝘮𝘦).]

Mereka tidak mengerti apa maksud perkataan-Nya, lalu mereka membawa Yesus pulang ke Nazaret, dan Maria menyimpan semua perkara itu di dalam hatinya. Yesus tetap hidup dalam asuhan mereka.  Bacaan ditutup dengan Yesus makin dewasa dan bertambah hikmat-Nya dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia (ay. 50-52).

Dari catatan tentang kehidupan Yesus dalam Injil Lukas kita hanya membaca tiga klasifikasi usia saja yang dimuat: bayi (𝘺𝘦𝘭𝘦𝘥), usia disapih (𝘨𝘦𝘮𝘶𝘭) ketika Ia diserahkan di Bait Allah di hadapan Simeon dan Hana, dan remaja (𝘣𝘢𝘩̲𝘢𝘳, 12 tahun) ketika Ia diajak Yusuf dan Maria ke Yerusalem. Usia 12 bagi tradisi Yahudi zaman Yesus begitu penting, karena seorang anak laki-laki Yahudi harus melakukan upacara yang disebut 𝘉𝘢𝘳 𝘔𝘪𝘵𝘻𝘷𝘢𝘩 (anak Hukum). Menurut tradisi Yahudi pada usia 12 Nabi Musa meninggalkan rumah anak perempuan Firaun (yang Musa menjadi anak angkatnya), Samuel menerima suara yang berisi visi ilahi, Salomo menerima Hikmat Allah, dan Raja Yosia menerima visi reformasi agung di Yerusalem. 

Dalam rangkaian ritus Yahudi itu Yesus harus melakukan ‘𝘢𝘭𝘪𝘺𝘢𝘩 (naik) dan 𝘉𝘦𝘮𝘢𝘩 (menghadap mimbar untuk menerima kuk hukum Taurat). Upacara ini dilakukan pada Sabat sehingga disebut juga 𝘵𝘩𝘦𝘱𝘪𝘭𝘪𝘯 𝘚𝘩𝘢𝘣𝘢𝘵. Menurut 𝘚𝘦𝘱𝘩𝘦𝘳 𝘎𝘪𝘭𝘨𝘶𝘭𝘪𝘮 semua anak Yahudi sejak usia 12 siap menerima 𝘳𝘶𝘢𝘩 (roh hikmat). Ayat 49 LAI menerjemahkan 𝘴𝘺𝘯𝘦𝘴𝘦𝘪 menjadi 𝘬𝘦𝘤𝘦𝘳𝘥𝘢𝘴𝘢𝘯. Lebih tepat diterjemahkan menjadi 𝘱𝘦𝘯𝘨𝘦𝘳𝘵𝘪𝘢𝘯 (𝘶𝘯𝘥𝘦𝘳𝘴𝘵𝘢𝘯𝘥𝘪𝘯𝘨). Pengertian bersinonim dengan hikmat (𝘴𝘰𝘱𝘩𝘪𝘢; bdk. ay. 40, 52). Pada usia 20 murid ditambahkan 𝘯𝘪𝘴𝘩𝘢𝘮𝘢 (𝘳𝘦𝘢𝘴𝘰𝘯𝘢𝘣𝘭𝘦 𝘴𝘰𝘶𝘭, 𝘫𝘪𝘸𝘢 𝘱𝘦𝘯𝘢𝘭𝘢𝘳𝘢𝘯). Pada usia 20 tersebut seseorang harus memasuki sekolah khusus Yahudi (𝘉𝘦𝘵𝘩 𝘔𝘪𝘥𝘳𝘢𝘴𝘩). Tahapan pengajaran Yahudi: 𝘔𝘪𝘬𝘳𝘢 (membaca Taurat) dari usia 5, pada usia 10 - 12 anak masuk ke 𝘉𝘦𝘵𝘩 𝘛𝘢𝘭𝘮𝘶𝘥, 𝘔𝘪𝘥𝘳𝘢𝘴𝘩 pada usia 20 tahun, dan pada usia 30 baru 𝘣𝘰𝘭𝘦𝘩 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘢𝘫𝘢𝘳 𝘥𝘪 𝘥𝘦𝘱𝘢𝘯 𝘶𝘮𝘶𝘮. 

Menurut teolog dan pakar pendidikan Robert R. Boehlke di dalam 𝘉𝘦𝘵𝘩 𝘛𝘢𝘭𝘮𝘶𝘥 anak-anak diajari 𝘔𝘪𝘴𝘺𝘯𝘢, yaitu tafsir Taurat. Di sini anak-anak diajari juga ilmu hitung, ilmu bintang, ilmu bumi, dan ilmu hayat. Dalam proses itu mereka belajar berpikir logis. Mereka diajari bagaimana memertahankan pendapat tentang penafsiran oleh rabi atau guru tertentu dan sebaliknya mereka diajari bagaimana menyampaikan kritik terhadap tafsiran tertentu. 

Dalam bacaan hari ini Yesus (umur 12 tahun) dengan penuh pengertian sedang berdebat dengan alim ulama di Bait Allah (atau tepatnya rumah ibadah yang berada di dalam kompleks Bait Allah). Menurut Boehlke kisah Yesus itu merupakan gambaran nyata pengajaran khas dalam 𝘉𝘦𝘵𝘩 𝘛𝘢𝘭𝘮𝘶𝘥. Meskipun Yesus dari keluarga miskin, Ia memeroleh kesempatan belajar yang sama dengan anak-anak orang kaya menurut sistem pendidikan Yahudi sesudah pembuangan di Babel.

Yang menarik ketika Maria melihat Yesus yang dengan penuh pengertian berdebat dengan alim ulama, ia menyimpan semua perkara itu di dalam hatinya (ay. 51). Lukas kembali menulis 𝘮𝘦𝘯𝘺𝘪𝘮𝘱𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘮𝘶𝘢 𝘱𝘦𝘳𝘬𝘢𝘳𝘢 𝘪𝘵𝘶 𝘥𝘪 𝘥𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘩𝘢𝘵𝘪𝘯𝘺𝘢 seperti di ayat 19 pada bacaan Malam Natal. Tidak ada kisah Maria seperti ibu-ibu zaman sekarang yang memamerkan “keunggulan” anak-anak mereka di medsos. Yusuf dan Maria merawat dan mengasuh Yesus menurut tradisi dan sistem pendidikan Yahudi di atas sehingga Yesus makin dewasa dan bertambah hikmat-Nya dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia. 

Model pendidikan Yahudi tersebut sampai sekarang digunakan oleh negara-negara maju termasuk pembinaan olahraga. Pendidikan bukan sekali jadi. Pendidikan merupakan pengindonesiaan dari kata Latin 𝘦𝘹 𝘥𝘶𝘤𝘢𝘳𝘦 yang berarti membawa seseorang keluar dari kebodohan, ketidaktahuan, dan ketidakdewasaan menjadi tahu dan dewasa. Tujuan pendidikan ialah membuat naradidik menjadi pribadi dewasa-mandiri. Ia butuh proses panjang dan berjenjang sampai ia dinyatakan 𝘣𝘰𝘭𝘦𝘩 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘢𝘫𝘢𝘳 𝘥𝘪 𝘥𝘦𝘱𝘢𝘯 𝘶𝘮𝘶𝘮.

Gereja menyusun tahun liturgi yang dimula dari Minggu kesatu Adven yang diisi dengan leksionari bukanlah tanpa alasan. Hal itu merupakan metode gereja dalam mendidik warga gereja secara berstruktur dan bersistem dengan tahun liturgi sebagai kalender akademik dan leksionari sebagai kurikulum sehingga warga menjadi pribadi dewasa-mandiri, bukan warga bertubuh dewasa tetapi beriman kekanak-kanakan, 𝘤𝘩𝘪𝘭𝘥𝘪𝘴𝘩.

(29122024)(TUS)

SUDUT PANDANG LILIN ADVENT

SUDUT PANDANG LILIN ADVENT PENGANTAR Seiring berjalan kesepakatan ekuminis di Lima, membawa beberapa kesepakatan antara denomina...