Pembacaan Leksionaris di GKI dan GKJ
Keputusan menggunakan leksionari di GKI Persidangan XIV Majelis Sinode GKI pada 2005. Sedangkan di GKJ mulai memperkenalkan apa yang disebut sebagai liturgi pembaruan itu melalui Sidang Sinode Kontrakta GKJ Tahun 1991. Tentu ada terlontar. Salah satunya adalah, dengan pembacaan panjang ibadah menjadi lama. Juga ada anggapan mengapa GKI/GKJ menjadi atau menyerupai Katolik. Anggapan itu tidak sepenuhnya salah. Pola lama Yang menempatkan khotbah sebagai sentral atau mahkota memang menjadikan "keruwetan" tersendiri. Sehingga khotbah yang berupaya merangkum seluruh teks menjadi panjang dan tidak jelas, tidak ada tema atau ayat Alkitab yang digumuli secara bersama, sebagai gereja yang memiliki visi dan misi bersama dg Kristus sebagai kepala gereja, gereja yang satu visi dan misi mengemban keteladanan Kristus walaupun gereja-gereja berbeda tetapi menggumuli ayat Alkitab yg sama (leksionari). Padahal khotbah leksionaris tidaklah memaksakan seluruh teks dikhotbahkan. Sebab bacaan leksionaris memang dibuat berdasarkan dua hal: kesamaan tema (yang berarti seluruh teks bisa dikhotbahkan) dan urutan Kitab Suci yang mengabaikan tema atau sudut pandang yang sama (yang berarti tidak serta merta bisa dikhotbah semua). Dengan demikian, khotbah leksionaris hanya memberikan penekanan pada bagian yang relevan dengan pergumulan jemaat. Anggapan keserupaan dengan Katolik pun rasanya perlu direvisi. Sebab pola pembacaan ini telah muncul bahkan jauh sebelum hadirnya gereja, Pilihan pembacaan leksionaris tidaklah seharusnya sekedar mengikuti keputusan Persidangan saja. Pilihan itu pun harus dilandaskan Pada sebuah keyakinan, kebutuhan jemaat adalah mendengarkan firman Tuhan dengan baik. Alkitab adalah bacaan ilahi (Iectio divina) yang memberikan kekuatan pertumbuhan iman jemaat. Seperti yang dituturkan nabi Yesaya :
"Sebab seperti hujan dan salju turun dari langit dan tidak kembali ke situ, melainkan mengairi bumi, membuatnya subur dan menumbuhkan tumbuh-tumbuhan, memberikan benih kepada penabur dan roti kepada orang yang mau makan, demikianlah firman-Ku yang keluar dari mulut-Ku: ia tidak akan kembali kepada-Ku dengan sia-sia, tetapi ia akan melaksanakan apa yang Kukehendaki, dan akan berhasil dalam apa yang Kusuruhkan kepadanya" (Yes 55:10-11).
Pemahaman itu memberikan keyakinan buat kita, bahwa sabda Allah yang ditaburkan itu terus bekerja dalam diri kita, entah kita sadar atau tidak, suka atau tidak.
Lektor adalah petugas/pelayan ibadah/kebaktian yang diselenggarakan di gereja/jemaat pada hari minggu dan hari-hari raya gerejawi. Tugasnya membacakan Alkitab secara leksionaris. Di lingkungan GKJ dan GKI, lektor mulai dikenal di gereja-gereja/jemaat-jemaat sekitar tahun 1990-an, setelah GKJ dan GKI melakukan pembaruan liturgi minggu. Lektor bukan satu-satunya petugas/pelayan ibadah minggu. Lektor adalah salah satu petugas pelayan ibadah minggu di samping pelayan ibadah lainnya seperti pemandu pujian (cantoria), pembaca Pengakuan Percaya, pengkhotbah, dan sebagainya. Sebagai salah satu petugas/pelayan ibadah, ia berkewajiban memahami latar belakang teologis, keberadaan dan fungsinya dalam ibadah, serta menguasai keterampilan teknis diperlukan bagi pelaksanaan tugasnya.
Dalam percakapan sehari-hari, kita mengenal kata lektor itu untuk menunjuk pada kepangkatan seorang pengajar di perguruan tinggi. Kamus Umum Bahasa Indonesia menyebutkan: lektor adalah (1) pengajar di perguruan tinggi, berpangkat pembina atau golongan IV/a; (2) asisten profesor; pangkat sebelum atau di bawah professor.
Lektor yang kita bicarakan saat ini berbeda dengan pengertian sehari-hari tadi. Kata lektor yang kita bahas saat ini berasal atau bersumber dari bahasa Latin: lector, yang berarti pembaca, yang membacakan. Lector berkaitan dengan kata kerja: lectere, lectitere, yang keduanya merupakan bentukan dari kata kerjby9a legere (membaca, membacakan). Berdasarkan pengertian tersebut, yang dimaksud lektor adalah petugas yang membacakan Alkitab pada ibadah/kebaktian umat. Petugas/pelayan ibadah/kebaktian yang membacakan Alkitab (lektor) ini sudah ada sejak Gereja Perdana. Ibadah gereja perdana, mengadopsi dan mengadaptasi ibadah sinagoge (ibadah Yahudi). Bentuk ibadah Gereja Perdana ini terus dilestarikan dan dikembangkan dalam perjalanan gereja pada abad-abad selanjutnya. Salah satu unsur dalam ibadah Yahudi yang diteruskan dan disesuaikan oleh Gereja perdana itu pembacaan Alkitab secara leksionaris.
Pada masa Reformasi Gereja abad ke-16, para reformator (seperti Luther, Calvin, dan Ulrich Zwingli) melakukan pembenahan ibadah/kebaktian Gereja Barat, gereja induk asal-usul gereja Protestan. Antara tahun 1540—1545, Calvin memperluas Tata Ibadah Jenewa yang sederhana itu, menjadi Tata Ibadah yang berwatak mendidik. Melalui unsur-unsur ibadah, umat dilibatkan untuk belajar tentang firman Allah sejati yaitu Yesus Kristus. Pembenahan tata Ibadah yang dilakukan oleh Calvin ini berkembang antara lain di lingkungan gereja-gereja calvinis Belanda. GKJ dan GKI SW Jateng yang kelahirannya dibidani oleh Gereja calvinis Belanda (khususnya oleh Gereja Gereformeerd Belanda), bentuk ibadah GKJ dan GKI SW Jateng juga mengambil alih bentuk ibadah gereja induknya di Belanda itu. Liturgi Minggu (Tatacara Kebaktian Hari Minggu) GKJ dan GKI SW Jateng yang dipergunakan pada tahun 1950-an itu merupakan terjemahan dan saduran dari Tata Ibadah Gereja-gereja Gereformeerd Belanda. Terjemahan dan saduran itu menunjukkan bahwa pembacaan Alkitab tidak Iagi mengikuti kebiasaan gereja abad-abad pertama yang membaca Alkitab secara jamak (dibacakan Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru), di mana pembacanya adalah pengkhotbah dan lektor. GKJ dan GKI SW Jateng mengikuti pembacaan Alkitab secara tunggal, dan pembacanya pengkhotbah, sehingga Peran lektor sebagai petugas/pelayan ibadah yang membacakan Alkitab tidak dikenal. GKJ dan GKI SW Jateng sebagai bagian dari gereja-gereja Protestan arus utama, ikut pula melakukan pembaruan liturgi. sekitar tahun 1990-an, GKJ dan GKI SW Jateng melakukan pembaruan ibadah dengan bertumpu pada Liturgi Lima. Salah satu unsur Liturgi Lima itu adalah penerapan kalender liturgi (termasuk pembacaan Alkitab secara leksionaris) serta sistem pembacaan Alkitab berkesinambungan ibadah. Dengan diperkenalkan dan diberlakukannya liturgi dengan pembacaan Alkitab secara leksonaris peran lektor dalam ibadah umat hidup lagi. Apa itu liturgi LIMA? Liturgi Lima adalah tata liturgi yang digunakan dalam pertemuan Iman dan Tata Gereja Dewan Gereja se-Dunia pada tanggal 15 Januari 1982, dan diulangi pada Sidang Raya DGD di Vancouver (Canada) tahun 1983. Liturgi ini dijadikan acuan pola liturgi ekumenis (Komisi Liturgi Sinode XXVI Gereja Kristen Jawa, Liturgi Sebagai Sarana Mengungkapkan Jati Diri Gereja, 2014 dan Komisi Liturgi Gereja Kristen Indonesia, Buku Panduan Liturgi Gereja Kristen Indonesia, 2010). Untuk GKI, liturgi minggu dengan pembacaan Alkitab secara leksionar diputuskan dalam Persidangan Majelis Sinode GKI di Denpasar tahun 2005, dan pemberlakuannya sejak Minggu Adven I tahun 2006. Sedang untuk GKJ, liturgi minggu dengan pembacaan Alkitab secara leksionari mulai diperkenalkan ke gereja-gereja GKJ Oleh Bapelsin XXV Bidang PWG GKJ pada tahun 2010 melalui buku Menuju Pembaruan Liturgi GK] tahun 2014 Oleh Komisi Liturgi Sinode XXVI GKJ melalui buku Liturgi Sebagai Sarana Mengungkapkan Jati Diri Gereja. Dalam praktik ibadah/kebaktian di GKI dan beberapa GKJ dewasa ini, kita melihat bahwa lektor itu merupakan seorang dari pelayan/petugas ibadah/kebaktian umat. Ibadah umat maksudnya ibadah yang dilakukan bersama oleh segenap umat (bersifat komunal) dalam gereja/jemaat, seperti ibadah hari Minggu.
sebagai suatu ibadah/kebaktian umat yang bersifat komunal, ibadah/kebaktian GKJ dan GKI itu mencerminkan suatu perjumpaan atau pergaulan yang di dalamnya terdapat komunikasi dua arah sekaligus yang saling terkait. Perjumpaan atau pergaulan antara Allah dengan umat, dan umat yang satu dengan umat Iainnya. Perjumpaan/pergaulan antara Allah dengan umat secara bersama-sama diungkapkan dalam dua unsur yang saling menyambut (dialogis):
(a) unsur perkataan dan tindakan Allah yang mengkuduskan dan menyelamatkan manusia (katabatis: gerakan dari Allah ke manusia);
(b) unsur perkataan dan tindakan manusia yang menanggapi pengkudusan dan penyelamatan Allah itu dengan memuliakan Dia (anabatis: gerakan dari manusia ke Allah).
sedang perjumpaan/pergaulan antara umat yang satu dengan umat Iainnya diungkapkan antara Iain melalui:
* teks yang dibaca atau dinyanyikan bersama-sama dan bersahut-sahutan.
* tata gerak berhimpun bersama, bersama-sama berdiri, bersalaman, menyembah bersama, dsb.
Dua unsur sekaligus yang terjadi dalam perjumpaan/pergaulan, antara Allah dengan umat dan umat yang satu dengan umat Iainnya itu berlangsung di dalam dan melalui Tuhan Yesus Kristus dalam Roh Kudus. Dua unsur perkataan dan tindakan itu tak terpisahkan satu dengan Iainnya, dua unsur perkataan dan tindakan sekaligus dan tak terpisahkan ini di strukturkan (ditata dalam suatu urutan dialogis) dalam Liturgi Minggu, Sebagai salah satu pelayan ibadah, diharapkan para LEKTOR menghayati dengan baik latar belakang teologis Yang mendasari peran dan fungsinya dalam ibadah.
Ibadah atau kebaktian yang diselenggarakan oleh GKJ/Jemaat GKI SW Jateng ini merupakan kegiatan upacara ritual keagamaan. Istilah "ritual" menunjuk upacara atau tata cara yang terstuktur, biasanya dapat berulang-ulang dan simbolis, serta serta didukung atau dijamin oleh komunitas. Ibadah/kebaktian GKJ dan GKI sebagai suatu upacara ritual bukanlah acara seremonial lahiriah belaka. Upacara ritual bukan suatu pentas seni, katakanlah untuk pamer kehebatan memainkan alat musik, memamerkan kemampuan olah vocal, olah gerak, dsb. Juga bukan upacara gagah-gagahan untuk mendemonstrasikan kemampuan olah gerak. Upacara ritual berkaitan dengan suatu peristiwa penuh makna dan berhubungan dengan dimensi terdalam dari kehidupan umat manusia. Yang dirayakan dalam ibadah/kebaktian GKJ dan GKI itu bukan orang per orang yang terlibat dalam ibadah/kebaktian itu. Yang dirayakan adalah peristiwa penyelamatan Allah atas manusia dalam Kristus melalui bekerjanya Roh Kudus, dan jawab manusia atau tanggapan umat atas karya Allah yang telah terwujud dalam hidup umat. Perayaan itu dilakukan oleh umat yang beribadah dengan jalan mengingat dan memuliakan persekutuan Allah Sang Penyelamat dengan umat yang telah dikuduskan oleh-Nya.Dalam mengingat karya penyelamatan Allah dalam Kristus itu umat melakukannya menurut struktur anamnesis ( lstilah anamnesis berasal dari kata Yunani anamnese, kata Latin memoria, kata Ibrani zikkaron artinya pengenangan. Struktur anamnese selalu mencakup tiga dimensi waktu: masa lampau, masa kini, dan depan, (E. Martasudjita, Liturgi: Pengantar untuk Studi dan Praksis Liturgi, I<anisius, Yogyakarta, Cetakan ke-l, 2011, hlnł. 122-124)). Karya penyelamatan Allah dalam Kristus itu dikenang dan dihadirkan dari masa lampau ke masa kini, sementara itu karya penyelamatan Allah dalam Kristus yang masih terus berlangsung sampai sekarang ini, bergerak menuju ke pemenuhan di masa depan. Sebagai salah seorang dari pelayan ibadah, lektor merupakan Salah seorang pelayan ibadah di samping pelayanan ibadah lainnya seperti pengkotbah, pemandu pujian, pembaca ayat persembahan, pemandu pengakuan imam Umumnya, ada 3 (tiga) orang lektor yang bertugas dalam setiap ibadah komunal yang dilakukan bersama-sama dalam gereja/jemaat, misal dalarn ibadah hari Minggu, walaupun itu tergantung pada sumber daya gereja maupun kesepakatan lokal. Lektor 1 membacakan bacaan pertarna, lektor 2 memandu umat membaca atau menyanyikan Mazrnur Tanggapan, dan lektor 3 membacakan bacaan kedua. Sedang bacaan Injil umumnya dibaca oleh pengkhotbah atau imam selebran. Ayat-ayat Alkitab yang dibaca oleh para lektor dan pengkhotbah sudah ditetapkan sebelumnya. Ayat-ayat Alkitab yang telah ditetapkan itu dikutip atau diambil dari daftar bacaan Alkitab oikumenis. GKJ dan GKI SW Jateng, menggunakan The Reviced Common Lectionary (RCL) yang disusun oleh The Consultation Common Texts (The Reviced Common Lectionary (RCL) yang disusun oleh The Consultant Common Texts itu merupakan revisi dari The Common Lectionary yang telah dipublikasikan pada tahun 1983.Dengan menggunakan leksionari ini, pembacaan Alkitab dari minggu ke minggu berkaitan dan berkesinambungan sesuai dengan kalender gerajawi. Kaitan dan kesinambungan ayat-ayat Alkitab yang ditata dalarn kalender gerejawi itu mempersaksikan peristiwa-peristiwa Yesus dan karya-karya-Nya. Kaitannya dengan pembacaan Alkitab ini, para lektor diharapkan mengasah keterampilan yang diperlukan menunjang pelaksanaan tugasnya. Para LEKTOR perlu memahami karakteristik ayat Alkitab yg dibacanya, kondisi psikologis pendengarnya, ketrampilan membaca dengan baik, serta menguasai tata gerak yang pantas dan selaras dengan perannya.
(16072025)(TUS)