Ilmu liturgi merupakan satu bidang teologi yang secara khusus merefleksikan misteri karya keselamatan Allah dalam Kristus dirayakan dalam rangka perjumpaan umat (𝘦𝘬𝘬𝘭𝘦𝘴𝘪𝘢) da_n sekaligus tawaran keselamatan itu ditanggapi oleh umat beriman. Ilmu liturgi tidak semata-mata merefleksikan makna tata perayaan liturgi, tetapi merefleksikan perayaan liturgi dalam pautannya dengan seluruh bidang kehidupan Gereja. Dengan demikian liturgi menjadi puncak yang dituju kegiatan Gereja.
Ilmu liturgi atau teologi liturgi seperti yang sudah saya sampaikan sebelumnya mengandung dua gatra: teologi dari liturgi (𝘭𝘪𝘵𝘶𝘳𝘨𝘪𝘤𝘢𝘭 𝘵𝘩𝘦𝘰𝘭𝘰𝘨𝘺) dan teologi tentang liturgi (𝘵𝘩𝘦𝘰𝘭𝘰𝘨𝘺 𝘰𝘧 𝘭𝘪𝘵𝘶𝘳𝘨𝘺). Kedua gatra ini berbeda sekaligus berpadu sehingga keduanya saling berpautan.
▶️ Teologi dari liturgi (selanjutnya disingkat TDL) hendak menyampaikan refleksi teologis dengan menggunakan liturgi sebagai sumbernya. Perayaan liturgi dicerap sebagai 𝘭𝘰𝘤𝘶𝘴 𝘵𝘩𝘦𝘰𝘭𝘰𝘨𝘪𝘤𝘶𝘴. Pengalaman iman yang berlangsung dalam perayaan liturgi menjadi titik tolak TDL. Dasar kerjanya adalah perayaan liturgi mendasari atau mengungkapkan norma kepercayaan yang diimani.
Perayaan liturgi adalah aksioma atau 𝘵𝘩𝘦𝘰𝘭𝘰𝘨𝘪𝘢 𝘱𝘳𝘪𝘮𝘢 atau 𝘱𝘳𝘪𝘮𝘢𝘳𝘺 𝘵𝘩𝘦𝘰𝘭𝘰𝘨𝘺 yang tidak dapat diubah. Nah, lalu seluruh refleksi iman terhadap perayaan liturgi itu menjadi teologi reflektif atau 𝘵𝘩𝘦𝘰𝘭𝘰𝘨𝘪𝘢 𝘴𝘦𝘤𝘶𝘯𝘥𝘢 atau 𝘴𝘦𝘤𝘰𝘯𝘥𝘢𝘳𝘺 𝘵𝘩𝘦𝘰𝘭𝘰𝘨𝘺 yang dapat mengubah menurut ruang dan waktu. Bingung?
Saya berikan contoh lain tentang aksioma agar lebih mudah dicerna. Orang Kristen percaya kepada Allah dalam Kristus dalam persekutuan dengan Roh Kudus. Ini adalah aksioma, tidak dapat berubah. Jika kepercayaannya berubah, maka ia bukan orang Kristen lagi. Refleksi atas kepercayaan itu berbeda-beda menurut ruang dan waktu. Itu yang disebut dengan teologi reflektif atau teologi sekunder. Contoh, saya memahami Yesus adalah seorang liberal-radikal. Gilbert memahami bahwa Yesus adalah raja kaya raya.
TDL menolong dan mengembangkan apa yang dirayakan dalam liturgi. Pengembangannya berangkat dari pengalaman iman yang berlangsung dalam praksis perayaan liturgi.
Contoh, sakramen baptis dipahami mati bersama Kristus, dikubur bersama Kristus, dibangkitkan bersama Kristus, dan akan berkuasa bersama Kristus. Ini adalah aksioma atau teologi primer. Pengalaman iman orang yang dibaptis pada Malam Paska dan pada Kebaktian Minggu tentu berbeda. Ini merupakan teologi reflektif atau teologi sekunder d.h.i. TDL.
▶️ Dalam pada itu teologi tentang liturgi (selanjutnya disingkat TTL) merefleksikan liturgi secara metodik dan sistematik. TTL menempatkan liturgi sebagai konteks iman dan refleksinya. Kekuatan TTL terletak pada refleksinya yang serbacakup dengan memadukan beraneka anasir disiplin teologi termasuk dogmatika.
Saya ambil contoh besar, mengapa dalam Liturgi Sabda homili selalu diambil dari Injil? TTL menolong menjelaskannya.
Dalam introitus ibadah Kristen kita melihat arak-arakan Alkitab. Pejabat gerejawi (biasanya penatua) membawa Alkitab kemudian diserahkan kepada imam selebran atau pendeta. Meskipun yang diarak adalah Alkitab, 𝗵𝗮𝗿𝘂𝘀𝗹𝗮𝗵 𝗶𝗮 𝗱𝗶𝗺𝗮𝗸𝗻𝗮𝗶 𝗞𝗶𝘁𝗮𝗯 𝗜𝗻𝗷𝗶𝗹. Yang diarak adalah Kitab Injil (𝘌𝘷𝘢𝘯𝘨𝘦𝘭𝘪𝘢𝘳𝘪𝘶𝘮). Mengapa yang diarak adalah Kitab Injil? Jawabannya mudah: karena itu Gereja Kristen itu bersifat injili (bukan maksudnya aliran evangelikal lho!).
Dalam bacaan ekumenis (RCL) 𝘌𝘷𝘢𝘯𝘨𝘦𝘭𝘪𝘢𝘳𝘪𝘶𝘮 dan pemakluman Injil menegaskan maknanya sebagai puncak kehadiran Kristus dalam Liturgi Sabda. Bacaan-bacaan dalam Liturgi Sabda menunjukkan bahwa sejarah keselamatan yang dimula dari Perjanjian Lama dilanjutkan pada bacaan kedua sampai akhirnya memuncak dalam diri Yesus Kristus, yang dimaklumkan dalam Injil. Dengan demikian 𝘌𝘷𝘢𝘯𝘨𝘦𝘭𝘪𝘢𝘳𝘪𝘶𝘮 dan pemakluman Injil menunjukkan Tuhan Yesus Kristus yang hadir, bersabda, dan berdialog dengan Gereja-Nya. Bacaan Injil yang bermakna puncak kehadiran Kristus dalam Liturgi Sabda tidak dapat diganti oleh bacaan-bacaan lain, meskipun itu dari sumber-sumber spiritualitas (kisah-kisah orang suci, kisah-kisah inspiratif, dlsb.) atau lembaran-lembaran lepas seperti surat edaran pastoral.
🛑 Di atas saya menyampaikan bahwa TDL dan TTL berbeda sekaligus berpadu sehingga keduanya saling berpautan. TTL tidak dapat secara langsung mendapat sumber refleksinya dari praksis perayaan liturgi. Di sinilah TDL menopang TTL. Dalam pada itu TDL tidak atau kurang serbacakup untuk merefleksikan tradisi liturgi dan iman Gereja sepanjang masa. Di sini TTL menopang TDL.
(07072025)(TUS)
Tautan sebelumnya:
1. http://titusroidanto.blogspot.com/2025/06/sudut-pandang.html
2. http://titusroidanto.blogspot.com/2025/06/sudut-pandang.html
3. http://titusroidanto.blogspot.com/2025/07/sudut-pandang_23.html