Yesus dan murid-murid-Nya adalah orang-orang Yahudi. Sama seperti orang Yahudi lainnya mereka juga beribadah Yahudi. Ada tiga pusat tempat ibadah Yahudi.
▶️ Kesatu dan utama adalah Bait Allah yang menjadi tempat ibadah kurban. Di Bait Allah para imam menghelat upacara kurban untuk menghapus dosa (Im. 16). Yesus dan murid-murid-Nya juga pergi ke Bait Allah dan mengajar di sana.
▶️ Kedua adalah sinagoge. Rumah ibadah ini tersebar di banyak tempat. Di sini orang-orang Yahudi secara rutin setiap Sabat untuk mendengarkan Sabda. Sinagoge bukan tempat ibadah kurban. Yesus dan murid-murid-Nya juga secara rutin pergi ke sinagoge. Yesus juga mengajar di sana.
▶️ Ketiga adalah rumah tinggal. Rumah juga merupakan tempat pusat ibadah orang Yahudi. Keluarga Yahudi memiliki irama doa yang mengalir melingkar sepanjang hari: doa pagi, siang, dan sore. Di rumah juga dilakukan perjamuan bersama dengan doa sang ayah dan ayah mengajar anak-anaknya mengenai tauhid dan sejarah keselamatan bangsanya. Hal seperti ini sangat sulit dilakukan di Indonesia karena ancaman persekusi.
Sesudah peristiwa kematian, kebangkitan, dan kenaikan Yesus, para murid dan pengikut Yesus mengira masih menjadi bagian agama Yahudi. Mereka masih beribadah di Bait Allah (lih. Kis. 2:46). Namun, lewat pengalaman iman kebangkitan Yesus mereka sadar bahwa Kristus yang mereka ikuti adalah peneyelamat umat manusia. Terjadi perbedaan fundamental dalam hal iman sehingga mengubah ekspresi mereka dalam beribadah.
Dalam pada itu orang-orang Yahudi mencerap para pengikut Kristus (yang kemudian disebut Kristen) sebagai sekte yang aneh menyimpang dari ortodoksi Yahudi. Penghancuran Bait Allah oleh pasukan Roma pada tahun 70 ZB menjadi alasan kuat orang-orang Yahudi mengusir orang Kristen dari rumah-rumah ibadah Yahudi. Orang Kristen pembawa sial bagi Yahudi. Pemisahan rumah ibadah Kristen dari rumah ibadah Yahudi jejaknya dapat dilihat dalam kitab Perjanjian Baru.
𝘠𝘦𝘴𝘶𝘴 𝘱𝘶𝘯 𝘣𝘦𝘳𝘬𝘦𝘭𝘪𝘭𝘪𝘯𝘨 𝘥𝘪 𝘴𝘦𝘭𝘶𝘳𝘶𝘩 𝘎𝘢𝘭𝘪𝘭𝘦𝘢. 𝘐𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘢𝘫𝘢𝘳 𝘥𝘢𝘭𝘢𝘮 𝙧𝙪𝙢𝙖𝙝-𝙧𝙪𝙢𝙖𝙝 𝙞𝙗𝙖𝙙𝙖𝙩 𝙢𝙚𝙧𝙚𝙠𝙖 ... (Mat. 4:23)
Terlihat jelas ketika Injil Matius ditulis sudah ada pemisahan rumah ibadah. Lihat kata ganti empunya 𝙢𝙚𝙧𝙚𝙠𝙖 dalam frase 𝙧𝙪𝙢𝙖𝙝-𝙧𝙪𝙢𝙖𝙝 𝙞𝙗𝙖𝙙𝙖𝙩 𝙢𝙚𝙧𝙚𝙠𝙖. Matius mungkin tanpa sadar menyampaikan bahwa itu adalah rumah ibadah orang Yahudi, bukan rumah ibadah “𝙠𝙖𝙢𝙞” (atau Jemaat Matius). Bagi jemaat Perjanjian Baru ibadat Perjanjian Lama sudah tidak berlaku lagi dan diganti dengan ibadah yang digerakkan oleh Roh Kudus yang memimpin setiap orang kepada kebenaran Allah yang terdapat dalam diri Yesus Kristus.
Terjadi perubahan hari ibadah Kristen dari hari ketujuh atau Sabtu (Sabat) menjadi hari kesatu atau Minggu. Hari kesatu atau Minggu dipandang jauh lebih penting ketimbang hari ketujuh, karena pada Minggu umat Kristen merayakan hari kebangkitan Kristus.
Acara utama dalam pertemuan jemaat mula-mula adalah 𝘮𝘦𝘮𝘦𝘤𝘢𝘩-𝘮𝘦𝘤𝘢𝘩 𝘳𝘰𝘵𝘪 (Kis. 2:46) dan 𝘱𝘦𝘳𝘫𝘢𝘮𝘶𝘢𝘯 𝘛𝘶𝘩𝘢𝘯 (1Kor. 11:20). Kedua acara ini tak lain dan tak bukan adalah perayaan Ekaristi/Perjamuan Kudus. Dalam pertemuan itu jemaat Kristen sadar bahwa mereka berkumpul karena dipanggil bersama oleh Tuhan dan kini Tuhan hadir di tengah-tengah mereka. Pertemuan Kristen mula-mula di sekitar meja sambil makan bersama, memecah roti, dan minum anggur dari cawan sembari mengingat penderitaan dan kebangkitan Kristus disebut 𝘀𝗶𝗺𝗽𝗼𝘀𝗶𝘂𝗺. Simposium dari akar kata Latin, 𝘴𝘺𝘮 = bersama dan 𝘱𝘰𝘴𝘪𝘴 = cawan.
Pada pihak satu liturgi jemaat perdana memiliki kebaruan yang berdasarkan atas peristiwa Kristus. Pada pihak lain anasir-anasir liturgi Kristen berakar tradisi liturgi Yahudi. Sebagai contoh dalam ibadah Kristen umat mengenang tindakan penyelamatan Allah dalam Yesus Kristus. Mengenang di sini bukan mengingat-ingat, melainkan 𝘢𝘯𝘢𝘮𝘯e𝘴𝘪𝘯 (Grika) yang dipungut dari tradisi liturgi Yahudi 𝘻𝘪𝘬𝘬𝘢𝘳𝘰𝘯. Mengenang di sini dalam anggitan biblis, yaitu penghadiran karya keselamatan Allah sendiri dalam perayaan liturgi. Perayaan kenangan liturgis-sakramental disadari bahwa tindakan keselamatan Allah pada masa lampau dihadirkan sekarang dan di sini secara nyata, simbolik, dan objektif. Dalam tradisi Yahudi perayaan kenangan itu terjadi pada liturgi hari raya Pondok Daun (Im. 23:33) dan Paska Yahudi (Kel. 12:14) sebagai contoh.
Selain Perayaan Ekaristi, yang sejak semula sudah menjadi acara utama dalam liturgi Kristen, liturgi baptis juga dilakukan oleh Gereja perdana. Namun, dalam kitab-kitab Perjanjian Baru tidak disebutkan secara jelas praktik baptis apabila dipautkan dengan pekan Paska seperti yang menjadi praktik Gereja pada abad-abad awal.
Lambat laun liturgi Kristen ber-evolusi dan berkembang dengan tetap memertahankan apostolisitas, ajaran para rasul. Seperti apa sih memertahankan apostolisitas? Perkembangan liturgi diumpamakan pertumbuhan satu pohon, yang akarnya adalah Gereja perdana dan tradisi sebelum kekristenan, bertumbuh-kembang dengan banyak ranting baru, sebagian lagi rantingnya lapuk, patah, dan jatuh. Meskipun banyak dan beraneka ranting, tetap saja itu satu pohon, dihidupi oleh satu dasar yang sama yaitu Yesus Kristus.
(14072025)(TUS)
Tautan sebelumnya:
1.https://titusroidanto.blogspot.com/2025/06/sudut-pandang.html
2.https://titusroidanto.blogspot.com/2025/06/sudut-pandang_30.html
3.https://titusroidanto.blogspot.com/2025/07/sudut-pandang.html
4. http://titusroidanto.blogspot.com/2025/07/sudut-pandang_23.html