Melihat upload beberapa GKJ tentang kegiatan pemuda remaja yg cukup buanyak pesertanya. Senang sekali melihat ada cukup banyak pemuda dan remaja yang berkumpul bersama dalam persekutuan gabungan ini, rasanya seperti diyakinkan bahwa GKJ masih memiliki masa depan.
Ha ha ha... tepatkah pikiran bahwa GKJ masih memiliki masa depan karena memiliki jumlah pemuda dan remaja yang cukup banyak? Jawabnya: Tergantung! Tergantung pada apa? Tergantung seberapa bijak GKJ menyikapi fenomena yang sedang terjadi di dalam gereja dewasa ini. Ada tiga fenomena yang perlu diperhatikan oleh GKJ, yaitu:
(1) Generation gap. Harus diakui bahwa telah terjadi kesenjangan generasi di dalam tubuh GKJ. Sebagai contoh ekspresi iman antara generasi Z (kaum muda GKJ sekarang) dengan generasi baby boomers (kaum adiyuswo GKJ) sungguh amat berbeda jauh. Cara benyanyi, iringan musik, cara berdoa dan lain-lain sangatlah berbeda. Beberapa pihak menduga kesenjangan generasi ini disebabkan oleh model pendekatan pelayanan kategorial yang sudah berlangsung sangat lama.
(2) Generation wave. Ada generasi yang menjadi 'gelombang' yang sangat kuat, yang kemudian menguasai dan menentukan warna kehidupan bergereja. Kelompok kategorial adiyuswo memiliki potensi yang besar untuk menjadi generation wave di GKJ. Mengapa? Karena adiyuswo memiliki waktu luang, sumber daya keuangan dan motivasi yang kuat untuk melayani di gereja. Tengoklah banyak kegiatan di banyak GKJ, siapa yang paling mendominasi? Tentu saja adiyuswo! Ini adalah kesempatan sekaligus ancaman. Mengapa ancaman? Karena jika tidak bijaksana bisa memunculkan lost generation.
(3) Lost generation. Ada generasi yang hilang di gereja. Tengoklah, bukankah kaum muda seringkali absen dalam banyak kegiatan gereja dewasa ini? Mengapa kaum muda absen? Salah satu kemungkinannya karena mereka kurang bisa menerima ekspresi iman GKJ yang didominasi oleh generasi yang lebih tua atau mereka memang tidak diberi ruang oleh generasi yang dominan di gereja.
Sekarang bagaimana seharusnya kita merespon tiga gejala yang sedang terjadi di GKJ ini? Ada tiga kemungkinan yang bisa dilakukan, yaitu:
a. Kita meyakini bahwa tugas kita adalah memelihara warisan yang telah kita terima dari pendahulu kita, oleh karena itu segala perubahan dan pembaharuan yang biasanya lahir dari kaum muda kita tolak. Setiap tawaran perubahan kita anggap sebagai rongrongan yang akan mengikis iman kita. Pemuda adalah kelompok yang harus dijaga, diwaspadai dan dikendalikan. Kita bisa menyebut respon ini sebagai pelayanan gereja mono generasi.
b. Kita memahami bahwa setiap generasi memiliki kebutuhan yang berbeda. Oleh karena itu kaum muda kita beri ruang tersendiri untuk mengekspresikan iman mereka. Namun demikian ruang kaum muda itu sama sekali tidak terhubung dan berinteraksi dengan generasi-genetasi yang lain. Kita bisa menyebut respon ini sebagai pelayanan gereja multi generasi.
c. Dalam kerendahan hati dan keterbukaan setiap generasi saling berinteraksi dan berkegiatan bersama dalam kegiatan-kegiatan yang intergenerasi. Respon ini dapat kita sebut sebagai pelayanan gereja intergenerasi.
Apakah GKJ masih memiliki masa depan? Jawabnya, tergantung bagaimana kita merespon fenomena yang terjadi secara bijaksana. Dan tentu saja pada apakah kita masih mengandalkan Tuhan dalam setiap pergumulan gereja.
(03082025)(TUS)