Kitab-kitab Injil ditulis untuk menjawab pergulatan jemaat Kristen atas pertanyaan mengapa Mesias mati. Para petulis Injil menafsir Kitab Suci Yahudi (atau Perjanjian Lama), terutama 𝘚𝘦𝘱𝘵𝘶𝘢𝘨𝘪𝘯𝘵𝘢, ditambah dengan ucapan-ucapan lepas Yesus-historis dan sumber mereka sendiri, lalu dibangunlah kisah-kisah teologis mengenai karya keselamatan Allah lewat Yesus Kristus.
Meskipun demikian petulis Injil tidak selalu bersepakat dengan ucapan nabi-nabi di kitab PL. Sebagai contoh, petulis Injil Matius tidak bersetuju dengan ucapan Nabi Mikha dan Nabi Zakharia. Ia mengubah ucapan mereka untuk disesuaikan dengan teologi yang ia usung.
Berikut beberapa pertanyaan kritis untuk analisis Injil Sinoptik berdasarkan sinopsis dan kajian:
Bagaimana perspektif masing-masing penulis Injil Sinoptik memengaruhi cara mereka menampilkan peristiwa kehidupan Yesus? Perspektif penulis Injil Markus fokus pada penderitaan Yesus sebagai Mesias, Matius menonjolkan Yesus sebagai penggenap nubuat Yahudi, dan Lukas menampilkan Yesus sebagai penyelamat universal bagi semua orang.Markus tulis Yesus sebagai Mesias yang menderita, fokus pada kesetiaan di tengah penderitaan. Matius tonjolkan Yesus pemenuh nubuat Yahudi, pengajar hukum Taurat. Lukas tonjolkan Yesus sebagai penyelamat universal yang peduli sama semua orang, terutama yang terpinggirkan.
Apa implikasi teologis dari perbedaan fokus antara Injil Markus, Matius, dan Lukas terhadap pemahaman Kerajaan Allah? Implikasi teologis: Markus menekankan Kerajaan Allah sebagai penderitaan dan pelayanan, Matius lebih ke Kerajaan sebagai pemenuhan hukum, dan Lukas menonjolkan kasih dan penyertaan sosial dalam Kerajaan Allah.Markus ajarkan Kerajaan Allah identik dengan penderitaan dan pengorbanan. Matius lebih pada ketaatan hukum dan penegakan keadilan ilahi. Lukas tunjukkan Kerajaan sebagai kasih dan inklusivitas sosial.
Bagaimana penulis Injil Sinoptik menggunakan narasi penderitaan Yesus untuk membentuk identitas murid dan pengikut? Narasi penderitaan Yesus: Membangun identitas murid sebagai pengikut yang rela berkorban dan setia meski menghadapi kesulitan.Penderitaan Yesus jadi contoh bagi murid supaya siap setia, berkorban demi kepercayaan dan pelayanan.
Sejauh mana analisis redaksi menantang keakuratan historis Injil, jika materi diedit untuk tujuan teologis?Analisis redaksi: Memberi tahu bahwa penulis menyusun materi untuk menyampaikan pesan teologis, bukan sekadar catatan sejarah, jadi ada unsur penyuntingan sesuai tujuan iman.Penulis Injil nggak cuma catat sejarah, tapi juga susun buat sampaikan pesan iman, jadi ada penyesuaian berdasarkan kebutuhan jemaat.
Bagaimana peran tradisi lisan sebelum penulisan Injil memengaruhi kesamaan dan perbedaan isi ketiga Injil ini? Peran tradisi lisan: Tradisi lisan menjaga kesamaan cerita tapi juga memungkinkan variasi sesuai kebutuhan komunitas masing-masing.Cerita lisan sebelum tulisan bantu pertahankan inti ajaran tapi juga bikin variasi sesuai konteks budaya dan komunitas
Apa kaitan Injil dengan liturgi leksionari? Kenapa gereja reformasi atau protestant bersepakat puncak atau mahkota liturgi leksionari di bacaan sabda, dan bacaan sabda berpuncak pada Injil? Bukan seperti gereja katolik atau othodoks yang bersepakat puncak liturgi leksionari ada pada sakrament perjamuan Kudus atau Ekaristi? Dalam perarakan Alkitab, ini sebetulnya yg disebut introitus (jalan masuk), meskipun yang diarak adalah Alkitab, 𝗵𝗮𝗿𝘂𝘀𝗹𝗮𝗵 𝗶𝗮 𝗱𝗶𝗺𝗮𝗸𝗻𝗮𝗶 𝗞𝗶𝘁𝗮𝗯 𝗜𝗻𝗷𝗶𝗹. Yang diarak adalah Kitab Injil (𝘌𝘷𝘢𝘯𝘨𝘦𝘭𝘪𝘢𝘳𝘪𝘶𝘮). Mengapa yang diarak adalah Kitab Injil? Jawabannya mudah: karena itu Gereja Kristen itu bersifat injili (bukan maksudnya aliran evangelikal lho!). Dalam bacaan ekumenis (RCL) 𝘌𝘷𝘢𝘯𝘨𝘦𝘭𝘪𝘢𝘳𝘪𝘶𝘮 dan pemakluman Injil menegaskan maknanya sebagai puncak kehadiran Kristus dalam Liturgi Sabda. Bacaan-bacaan dalam Liturgi Sabda menunjukkan bahwa sejarah keselamatan yang dimula dari Perjanjian Lama dilanjutkan pada bacaan kedua, bagaimana sejarah keselamatan ada pada gereja mula-mula sampai akhirnya memuncak dalam diri Yesus Kristus, memuncak pada keteladanan Kristus, yang dimaklumkan dalam Injil. Sehingga banyak ritual simbolis pengagungan injil. Dengan demikian 𝘌𝘷𝘢𝘯𝘨𝘦𝘭𝘪𝘢𝘳𝘪𝘶𝘮 dan pemakluman Injil menunjukkan Tuhan Yesus Kristus yang hadir, bersabda, dan berdialog dengan Gereja-Nya. Bacaan Injil yang bermakna puncak kehadiran Kristus dalam Liturgi Sabda tidak dapat diganti oleh bacaan-bacaan lain, meskipun itu dari sumber-sumber spiritualitas (kisah-kisah orang suci, kisah-kisah inspiratif, dlsb.) atau lembaran-lembaran lepas seperti surat edaran pastoral. Apa kaitan liturgi leksionari dengan Injil Lukas 24:13-35? Hal tsb terkait pada pola tiga ordo dan empat ruang: kerangka selebrasi ibadah pada liturgi yang digunakan WCC 1982 Peru, Lima. Laksana bangunan, liturgi memiliki pola arsitektur. Mengambil kisah "Yesus menampa diri di jalan ke Emaus" Lukas 24:13-35, Constance Cherry memaparkannya sebagai pola liturgi ruang dengan inti (centre = pusat) pada firman dan pelayanan meja (Max Thurian dan Geoffrey Wainwright (editor), Baptism, Eucharist: Ecumenical Convergence in Celebration, (Geneva: wcc, 1983), 252). Hal ini seperti yang dilakukan sejak zaman gereja awal, yaitu persekutuan yang berkumpul, bertekun dalam doa dan pengajaran, dan memecahkan roti (Kis 2:42, dirujuk oleh liturgi reformasi baik liturgi Calvin dan Luther). Hanya perbedannya, Cherry menempatkan pengutusan dalam "ruang" tersendiri, sedangkan Liturgi Lima menyatukan pengutusan dengan pelayanan meja.
Ordo-ordo liturgi, berdasarkan Lukas 24-13-35 itu (bnd. Kis 20:13-12 perihal berkumpul untuk firman dan pemecahan roti di hari pertama yang dirujuk liturgi Calvin dan Luther an), merupakan guliran (progression) dari awal hingga akhir. Selebrasi liturgi adalah perjalanan ziarah gereja, actual motion forward from beginning to end In a real way, worship moves! Worship is a journey - a journey into God's presence (gathering) of hearing from God (word), that celebrates Christ (table), that end send US into the world changed encounter with God (sending), (Constance M. Cherry, The Worship Architect: a Blueprint for Designing Culturally Relevant and Biblical Faithful Services, (Grand Rapids: Baker Academic, 2010). Guliran itu adalah perjalanan para murid Emaus (sebenarnya: menjauhi Yerusalem) bersama Yesus. Bagian pendahuluan (24:13-24) diawali dengan perasaan galau, tak tentu arah. Kemudian firman disampaikan (24:25-27), namun masalah selesai. Mereka tetap tak mengenali-Nya. Baru ke perjamuan (24:28-32), mata mereka terbuka mereka mengenal-Nya - tapi la lenyap, Pengalaman perjumpaan itu menginspirasi mereka (kembali ke Yerusalem) dan menceritakan kisah tersebut (24:33-35) Ibadah atau liturgi yang memperjumpakan gereja dengan Kristus Sang Firman, melandasi penekanan pada bacaan sabda dg puncaknya pada Injil (kisah karya keselamatan dan teladan Kristus (bagi gereja reformir/protestan yg tidak tiap kali ada perjamuan Kudus atau Ekaristi), di sisi yang lain perjamuan kudus atau Ekaristi, menjadi puncak atau mahkota liturgi bagi gereja khatolik dan orthodoks, menginspirasi gereja menjadi guliran pengutusan di dunia, tidak berputar di tempat, dari liturgi selebrasi ke liturgi aksi, dari pengembangan karya Kristus/Allah ke pengulangan karya Kristus/Allah dalam hidup keseharian.
Injil itu penulisan yang historis obyektif atau penghayatan subyektif?Injil itu ditulis berdasarkan history obyektif, tetapi dari sudut pandang penghayatan subyektif petulisnya, history obyektif dan sumber lisan digunakan petulis untuk mengungkapkan penghayatan subyektif nya kepada audiens yang dituju, ada ide subyektif berdasarkan penghayatan petulis yang ingin ditujukan pada audiens, disisi yang lain ada bahan history obyektif di depan petulis dan bahan sumber lisan lainnya, salah satu ide yang kuat muncul adalah menjawab kasus-kasus permasalahan di surat-surat (yang tentunya ditulis lebih tua)
23092025 (TUS)