Ada banyak cara mengawali ibadah di gereja. Ada gereja yang mulai dengan doa, ada yang dengan lonceng atau bel, ada pula yang mulai dengan nyanyian. Kebanyakan memulai ibadah dengan votum yang diambil dari Mazmur: ”Pertolongan kita adalah dalam nama yang menjadikan langit dan bumi” (124:8) . Ada yang menyambung rumus votum itu dengan kalimat ”yang tetap setia untuk selama-lamanya” (Mzm. 146:6) atau ”yang memelihara kasih seČ›ia untuk selama-lamanya dan tidak meninggalkan perbuatan tangan-Nya” (gubahan dari Mzm. 138:8). Ada pula votum berbunyi ”Dalam nama Allah, Bapa dan Allah, Putra dan Allah, Roh” (gubahan dari Mat. 28:19, untuk kasus ini saya tidak setuju yg ada hanya Bapa, Putra, dan Roh Kudus, tidak ada itu secara alkitabiah, Allah Bapa, Allah itu ya yg disebut atau dipanggil Bapa, Allah Putra, Putra itu ya Allah itu sendiri demikian hal nya Roh Kudus).
Apakah Votum sebuah doa? Bukan. Kata Latin itu dulunya berarti dukungan suara (seperti kata Inggris vote dalam pemungutan suara). VOtum kemudian berarti pengesahan, komitmen atau janji. VOtum adalah pernyataan Allah bahwa Ia ada dan bersedia menerima kita. Sebab itu votum inilah yang nya merupakan awal ibadah di gereja, awal ibadah adalah Votum.
Bisa saja sebelum votum umat melakukan beberapa persiapan, misalnya menyanyikan kidung persiapan (preludium = lagu pendahuluan). Bisa juga dilakukan prosesi masuk oleh para petugas liturgis (pelayan tata ibadah) bersama paduan suara atau tanpa paduan suara. Namun semua ini belum merupakan awal ibadah, tapi pra ibadah. Sebab itu jika umat diajak menyanyikan kidung persiapan, janganlah ajakannya berbunyi "Marilah kita memulai kebaktian ini ......"
sebab kebaktian dimulai bukan oleh umat yang bernyanyi melainkan oleh Allah yang menyatakan diri berada dan ada, oleh Allah yang berjanji setia mendengar umat, bukan pula oleh umat yang berdoa melainkan oleh Allah yang berada, bukan pula oleh lonceng. Allah yang menyatakan diri berada. Secara teologis sebenarnya kidung persiapan itu agak mengganggu. Lebih baik umat bersaat teduh dengan khidmat dengan iringan musik yang lembut.
Segera setelah votum, liturgis mengucapkan salam (Ini bukan salam biasa seperti "Selamat datang), melainkan salam liturgi. Ada salam yang diambil dari ibadah agama Yahudi yaitu "Selamatlah engkau" (1 Sam. 25:6), atau bisa juga selengkapnya: "Selamat! Selamatlah engkau, selamatlah keluargamu, selamatlah segala yang ada padamu." Ada juga yang memakai salam Gereja Perdana, yaitu "Tuhan menyertai Anda" yang dijawab oleh umat: "Dan juga menyertai Anda." Yang juga banyak digunakan adalah salam rasuli yang ada pada pembukaan surat-surat Perjanjian Baru, misalnya: "Kasih karunia dan damai seiahtera dari Allah, Bapa kita dan dari Tuhan Yesus Kristus menyertai kamu" (1 Kor. 1:3) atau lainnya. Biasanya kata "engkau" dan "kamu" diganti menjadi "Saudara" atau "Anda".
Karena salam bukan merupakan doa, maka salam diucapkan dan diterima bukan dengan mata terpejam. Salam juga bukan berkat, sebab itu liturgis tidak mengangkat kedua tangan, Seandainya tangan diangkat, cukup satu tangan saja sebagaimana lazimnya orang memberi salam, nah ...... salah kaprah terjadi di sini, ada yang tidsk memperkenankan pengkhotbah non pendeta untuk mengangkat tangan, ada yang tidak memperkenankan mengangkat 2 tangan kalau bukan pendeta, ada yang boleh mengangkat tangan hanya satu dan tidak diacungkan tangannya, dlsb .... ini salah kaprah, karena ini bukan berkat, ini salam liturgi, simbolisasi ritual dari Allah yang berkenan menjawab umat, jadi ketika majelis dalam gereja presbyterian sudah menyerahkan Alkitab pada pengkhotbah non pendeta, itu simbolisasi ritual atau simbolisasi liturgis bahwa IMAM LITURGIS atau IMAM SELEBRASI atau IMAM PERAYAAN sudah diserahkan, bahkan berkat pun sebetulnya mengangkat tangan itu tidak menjadi masalah, karena Sang Imam mewakili dialog simbolis liturgis antara Allah dan umat.
Kalau ada orang memberi salam tentulah kita menjawabnya, Sebab itu salam liturgis dijawab oleh umat dengan kata AMIN (sesungguhnya, patutlah dipercaya dengan sungguh-sungguh, ya dan benar adanya, dlsb) yang diucapkan atau dinyanyikan.
Sesudah itu biasanya menyusul ayat introitus. Sebuah Alkitab dibaca oleh liturgis tanpa menyebut sumbernya, ada gereja yang menyebutkan sebagai pembukaan atau kata pembuka, sebab fungsinya bukan pembacaan Alkitab, ini memang dipahami dalam liturgi leksionari, karena fokus leksionari pada bacaan sabda, berbeda dengan liturgi lutheran atau Calvin, memang disebut INTROITUS karena itu ayat sumber dibaca, INTROITUS sendiri diartikan sebagai jalan masuk, yg dimaknai sebagai ritual simbolis adalah Allah bersabda setelah memberi salam atas pergumulan umat (leksionari), maka sabda itu tentunya harus cocok dg tema khotbah, dalam liturgi lutheran atau Calvin, dipahami sebagai ayat pokok khotbah sehingga sumber ayat disertakan.
Dalam liturgi leksionari, fungsi ayat ini adalah untuk menunjukkan tahun gereja atau tema tahun gereja yang berlaku pada hari Minggu itu, shg memang sumber ayat tidak dibaca berbeda dg liturgi lutheran atau calvinis, Oleh karenanya dalam liturgi leksionari sebagai pengganti ayat Alkitab bisa juga dibacakan beberapa kalimat biasa. Misalnya untuk hari Minggu Palma: "Pada hari ini gereja memperingati Yesus masuk ke kota Yerusalem. la disambut sebagai raja. Namun Yesus merasa sedih karena orang menganggap Dia sebagai seorang raja duniawi. Marilah dalam ibadah ini kita membuka hati menerima Kristus sebagai raja hidup" Kemungkinan Iain adalah ayat-ayat yang berfungsi panggilan ibadah bisa dimungkinkan, misalnya Yesaya 55:6, Mazmur 95:6-8; 145:18-19, Amos 5:4, dan sebagainya.
Itulah unsur-unsur yang biasanya mengawali ibadah gereja Unsur-unsur itu sama sekali tidak mutlak. Tidak ada kemutlakan bahwa dalam ibadah harus ada votum, dlsb yg terpenting ada simbolisasi ritual dialog antara Allah dan umat, yang terpenting juga adalah kesepakatan gereja lokal ataupun sinodal terlebih kesepakatan umat atau presbyter.
Yang penting bukanlah rincian unsurnya melainkan prinsipnya. Prinsip itu menyangkut apa peran Allah dan apa peran umat dalam suatu ibadah.
Peran kita dalam ibadah bukanlah sebagai pihak pemprakarsa. Ibadah ini terjadi bukanlah karena prakarsa kita. Bukan karena keputusan kita dan bukan pula karena usaha kita, dah bukan produk atau karya kita. Kita adalah pihak Yang diundang atau yang disapa. Tetapi ini bukan berarti bahwa kita pasif. Sebagai pihak yang disapa kita juga bertindak aktif yaitu menjawab sapaan Tuhan. Ibadah gereja terjadi karena Tuhan berprakarsa, Tuhan mengundang (ritual simbolis tentunya), Tuhan menyatakan diri hadir, Tuhan mau bertemu, Tuhan mau menyapa, Tuhan menyatakan diri hadir, Tuhan bertemu umat,Tuhan menyapa umat. Kemudian kita yang memang rindu kepada Tuhan langsung menanggapi. Tuhan mengundang maka kita datang. Tuhan menyatakan diri lalu kita mengamininya, Tuhan menyapa lalu kita menjawab. Bukan sebaliknya.
(07092025)(TUS)
Tulisan terkait :
1. http://titusroidanto.blogspot.com/2025/08/sudut-pandang-teologi-budaya-yahudi.html
2. https://titusroidanto.blogspot.com/2025/08/sudut-pandang-memahami-votum-dan-salam.html