Jumat, 03 Oktober 2025

Sudut Pandang Ketika Persekutuan Gereja Berubah Menjadi Sekadar Komunitas Sosial.

Sudut Pandang Ketika Persekutuan Gereja Berubah Menjadi Sekadar Komunitas Sosial.

Pernahkah kita benar-benar duduk diam dan merenung: apa yang sebenarnya sedang terjadi dalam banyak persekutuan gereja kita hari-hari ini?

Tampaknya, tidak sedikit "persekutuan gereja" yang telah bergeser menjadi sekadar "komunitas sosial", tempat di mana kegiatan-kegiatan dilakukan bukan sebagai wujud kasih kepada Allah dan sesama, melainkan sebagai kewajiban organisasi. Jemaat datang karena takut dianggap tidak rohani. Mereka hadir dalam ibadah bukan karena rindu bertemu Allah, tetapi karena takut akan penilaian manusia. Takut dinilai tidak aktif, tidak setia, bahkan tidak saleh. Maka, kehadiran dalam kegiatan gereja menjadi semacam "tiket moral" agar tetap diterima dalam lingkaran sosial gerejawi.

Celakanya, dalam sistem yang seperti ini, ukuran kerohanian seseorang sering kali bukan iman dan kasih yang sejati, melainkan partisipasi dalam kegiatan organisasi. Semakin aktif, semakin dianggap rohani.

Tak jarang pula pelayanan seperti kunjungan kepada orang sakit hanya menjadi rutinitas formal. Dilakukan bukan karena belas kasih yang timbul dari Injil, tapi karena takut dipandang tidak peduli. Bahkan lebih dari itu, banyak kegiatan pelayanan digerakkan oleh sistem dan uang, semua harus berjalan, karena sudah ada anggaran, sudah terjadwal, dan karena itu “harus dilakukan”.

Yang lebih menyedihkan lagi adalah kenyataan bahwa sebagian pelayan gereja menjalankan tugasnya tidak berbeda dengan karyawan perusahaan. Mereka melakukan pelayanan karena memang itu pekerjaan yang digaji. Diberi tunjangan, jaminan hidup, dan semua itu berasal dari uang jemaat. Akhirnya, pelayanan bukan lagi tindakan kasih yang bebas dan penuh sukacita kepada Allah dan sesama, tapi sekadar profesi.

John Calvin pernah berkata:
"Agama yang sejati tidak terbatas pada upacara-upacara lahiriah atau ketaatan lahiriah, tetapi harus datang dari hati."

Pelayanan bukan sekadar aktivitas lahiriah, tapi respons iman yang lahir dari hati yang sudah diperbarui oleh Roh Kudus. Gereja bukanlah lembaga profesional, tetapi tubuh Kristus yang hidup (Efesus 4:15-16), di mana tiap anggota dipanggil melayani dengan kasih, bukan sekadar karena sistem.

Lihatlah kehidupan jemaat mula-mula. Mereka bukan hanya berkumpul dalam ibadah, tetapi membagikan hidup dan harta mereka satu sama lain, agar tidak ada yang berkekurangan (2 Korintus 8:13-14; Kisah Para Rasul 2:44-45). Di sana, pelayanan bukan karena tekanan organisasi, tetapi karena hati yang dibakar oleh kasih Kristus.

Hari ini, masih adakah gereja yang menyatakan kasih Kristus seperti itu? Masih adakah persekutuan di mana yang lemah tidak dipermalukan, yang lapar tidak dibiarkan sendiri, dan yang miskin tetap diingat dalam keadilan Kristus?

Gereja sejati bukan organisasi, tapi organisme. Bukan digerakkan oleh program, tapi oleh Injil.

04102025 (TUS)

SUDUT PANDANG LILIN ADVENT

SUDUT PANDANG LILIN ADVENT PENGANTAR Seiring berjalan kesepakatan ekuminis di Lima, membawa beberapa kesepakatan antara denomina...