Jumat, 17 Oktober 2025

SUDUT PANDANG LUKAS 18:1-8, 𝗣𝗮𝗻𝘁𝗮𝗻𝗴 𝗽𝘂𝗹𝗮𝗻𝗴 𝘀𝗲𝗯𝗲𝗹𝘂𝗺 𝗽𝗮𝗱𝗮𝗺



SUDUT PANDANG LUKAS 18:1-8, 𝗣𝗮𝗻𝘁𝗮𝗻𝗴 𝗽𝘂𝗹𝗮𝗻𝗴 𝘀𝗲𝗯𝗲𝗹𝘂𝗺 𝗽𝗮𝗱𝗮𝗺

Dalam dunia peradilan dikenal adagium: 𝘓𝘦𝘣𝘪𝘩 𝘣𝘢𝘪𝘬 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘦𝘣𝘢𝘴𝘬𝘢𝘯 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘣𝘦𝘳𝘴𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘥𝘢𝘳𝘪𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘮𝘦𝘮𝘦𝘯𝘫𝘢𝘳𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘢𝘬 𝘣𝘦𝘳𝘴𝘢𝘭𝘢𝘩. Ada lagi adagium yang jarang dikenal umum: 𝘓𝘦𝘣𝘪𝘩 𝘣𝘢𝘪𝘬 𝘩𝘢𝘬𝘪𝘮 𝘤𝘦𝘳𝘥𝘢𝘴 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘯𝘦𝘳𝘪𝘮𝘢 𝘩𝘢𝘥𝘪𝘢𝘩 𝘥𝘢𝘳𝘪𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘩𝘢𝘬𝘪𝘮 𝘫𝘶𝘫𝘶𝘳 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘣𝘰𝘥𝘰𝘩.

Hari ini adalah Minggu kesembilan belas setelah Pentakosta. Bacaan ekumenis diambil dari Lukas 18:1-8 yang didahului dengan Kejadian 32:22-31, Mazmur 121, dan 2Timotius 3:14-4:5.

Bacaan Lukas 18:1-8 Minggu ini kembali membahas perumpamaan Yesus. Alkitab LAI TB (1974) memberi judul perikop 𝘗𝘦𝘳𝘶𝘮𝘱𝘢𝘮𝘢𝘢𝘯 𝘵𝘦𝘯𝘵𝘢𝘯𝘨 𝘩𝘢𝘬𝘪𝘮 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘢𝘬 𝘣𝘦𝘯𝘢𝘳, sedang TB II (1997 dan 2023) berjudul 𝘗𝘦𝘳𝘶𝘮𝘱𝘢𝘮𝘢𝘢𝘯 𝘵𝘦𝘯𝘵𝘢𝘯𝘨 𝘩𝘢𝘬𝘪𝘮 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘢𝘬 𝘢𝘥𝘪𝘭. 

Menurut para ahli perumpamaan Yesus dalam bacaan ini merupakan perumpamaan lepas yang tidak diketahui konteksnya. Perumpamaan yang beredar lepas itu terdapat dalam ayat 2-5. 

“𝘋𝘪 𝘴𝘦𝘣𝘶𝘢𝘩 𝘬𝘰𝘵𝘢 𝘢𝘥𝘢 𝘴𝘦𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘩𝘢𝘬𝘪𝘮 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘵𝘢𝘬𝘶𝘵 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘈𝘭𝘭𝘢𝘩 𝘥𝘢𝘯 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘩𝘰𝘳𝘮𝘢𝘵𝘪 𝘴𝘦𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘱𝘶𝘯. (ay. 2) 𝘋𝘪 𝘬𝘰𝘵𝘢 𝘪𝘵𝘶 𝘢𝘥𝘢 𝘴𝘦𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘫𝘢𝘯𝘥𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘴𝘦𝘭𝘢𝘭𝘶 𝘥𝘢𝘵𝘢𝘯𝘨 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘩𝘢𝘬𝘪𝘮 𝘪𝘵𝘶 𝘥𝘢𝘯 𝘣𝘦𝘳𝘬𝘢𝘵𝘢: 𝘉𝘦𝘳𝘪𝘬𝘢𝘯 𝘬𝘦𝘢𝘥𝘪𝘭𝘢𝘯 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢𝘬𝘶 𝘵𝘦𝘳𝘩𝘢𝘥𝘢𝘱 𝘭𝘢𝘸𝘢𝘯𝘬𝘶. (ay. 3) 𝘉𝘦𝘣𝘦𝘳𝘢𝘱𝘢 𝘸𝘢𝘬𝘵𝘶 𝘭𝘢𝘮𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘩𝘢𝘬𝘪𝘮 𝘪𝘵𝘶 𝘮𝘦𝘯𝘰𝘭𝘢𝘬. 𝘕𝘢𝘮𝘶𝘯, 𝘬𝘦𝘮𝘶𝘥𝘪𝘢𝘯 𝘪𝘢 𝘣𝘦𝘳𝘬𝘢𝘵𝘢 𝘥𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘩𝘢𝘵𝘪𝘯𝘺𝘢: 𝘞𝘢𝘭𝘢𝘶𝘱𝘶𝘯 𝘢𝘬𝘶 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘵𝘢𝘬𝘶𝘵 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘈𝘭𝘭𝘢𝘩 𝘥𝘢𝘯 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘩𝘰𝘳𝘮𝘢𝘵𝘪 𝘴𝘦𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘱𝘶𝘯, (ay. 4) 𝘵𝘦𝘵𝘢𝘱𝘪 𝘬𝘢𝘳𝘦𝘯𝘢 𝘫𝘢𝘯𝘥𝘢 𝘪𝘯𝘪 𝘮𝘦𝘯𝘺𝘶𝘴𝘢𝘩𝘬𝘢𝘯 𝘢𝘬𝘶, 𝘣𝘢𝘪𝘬𝘭𝘢𝘩 𝘢𝘬𝘶 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘦𝘳𝘪 𝘬𝘦𝘢𝘥𝘪𝘭𝘢𝘯 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘴𝘶𝘱𝘢𝘺𝘢 𝘫𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘵𝘦𝘳𝘶𝘴 𝘴𝘢𝘫𝘢 𝘪𝘢 𝘥𝘢𝘵𝘢𝘯𝘨 𝘥𝘢𝘯 𝘢𝘬𝘩𝘪𝘳𝘯𝘺𝘢 𝘮𝘦𝘭𝘦𝘭𝘢𝘩𝘬𝘢𝘯 𝘢𝘬𝘶.” (ay. 5)

Para ahli menduga kuat perumpamaan itu adalah asli dari Yesus-historis, karena sangat lekat dengan ciri-cirinya.

Ciri kesatu adalah Yesus suka mengangkat tokoh negatif di lingkungan masyarakat Yahudi. Misal, perumpamaan tentang orang Samaria yang baik hati. 𝘔𝘰𝘴𝘰𝘬 orang Samaria yang dinajiskan menjadi teladan? Dalam perumpamaan Minggu ini juga janggal, karena tokoh utamanya bukan tokoh yang layak diteladani secara moral. Tokoh utamanya adalah 𝘩𝘢𝘬𝘪𝘮 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘵𝘢𝘬𝘶𝘵 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘈𝘭𝘭𝘢𝘩 𝘥𝘢𝘯 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘩𝘰𝘳𝘮𝘢𝘵𝘪 𝘴𝘦𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘱𝘶𝘯. Karakter buruknya sangat ditekankan dengan menyebutkannya dua kali pada ayat 2 dan 4.

Ciri kedua adalah tradisinya yang kuat. Perumpamaan ini masih beredar di lingkungan Jemaat Lukas sesudah Bait Allah II dihancurkan oleh Jenderal Titus dari Roma pada 70 ZB. Petulis Injil Lukas kemudian memasukkan perumpamaan itu ke dalam buku Injilnya untuk diberi konteks dan dibatasi penafsirannya. Konteks Lukas seperti ditulisnya pada pembukaan (ay. 1) dan penutup (ay. 6-7).

Lukas membuka perumpamaan dengan pengantar untuk berdoa tanpa jemu-jemu. Yesus menyampaikan suatu perumpamaan kepada mereka untuk menegaskan bahwa mereka harus selalu berdoa tanpa jemu-jemu (ay. 1). Lukas tidak menjelaskan apa isi atau pokok doa. Yang menjadi pumpun Lukas adalah berdoa tanpa jemu-jemu. 𝘗𝘢𝘯𝘵𝘢𝘯𝘨 𝘱𝘶𝘭𝘢𝘯𝘨 𝘴𝘦𝘣𝘦𝘭𝘶𝘮 𝘱𝘢𝘥𝘢𝘮, kata pasukan pemadam kebakaran.

Pada penutup Lukas (ay. 6-7) membandingkan hakim tak adil itu dengan Allah yang tentunya adil. Janda yang berposisi sangat lemah secara sosial dan ekonomi dianalogikan sebagai 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨-𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘱𝘪𝘭𝘪𝘩𝘢𝘯 Allah yang siang malam berseru memohon pertolongan Allah.

Apabila kita menelisik lebih dalam, isi perumpamaan (ay. 2-5) tidak membicarakan doa, melainkan 𝗸𝗲𝗮𝗱𝗶𝗹𝗮𝗻. Janda itu tidak banyak menuntut. Ia hanya ingin keadilan. “𝘉𝘦𝘳𝘪𝘬𝘢𝘯𝘭𝘢𝘩 𝘬𝘦𝘢𝘥𝘪𝘭𝘢𝘯 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢𝘬𝘶 𝘵𝘦𝘳𝘩𝘢𝘥𝘢𝘱 𝘭𝘢𝘸𝘢𝘯𝘬𝘶.” kata janda itu (ay. 3). Hakim pun mengabulkannya, “... 𝘣𝘢𝘪𝘬𝘭𝘢𝘩 𝘢𝘬𝘶 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘦𝘳𝘪𝘬𝘢𝘯 𝘬𝘦𝘢𝘥𝘪𝘭𝘢𝘯 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢𝘯𝘺𝘢” (ay. 5). 

Dalam bagian penutup Lukas tetap memasukkan gatra keadilan. 𝘛𝘪𝘥𝘢𝘬𝘬𝘢𝘩 𝘈𝘭𝘭𝘢𝘩 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘦𝘳𝘪 𝙠𝙚𝙖𝙙𝙞𝙡𝙖𝙣 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨-𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘱𝘪𝘭𝘪𝘩𝘢𝘯-𝘕𝘺𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘴𝘪𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘣𝘦𝘳𝘴𝘦𝘳𝘶 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢-𝘕𝘺𝘢? (ay. 7). 𝘈𝘬𝘶 𝘣𝘦𝘳𝘬𝘢𝘵𝘢 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢𝘮𝘶: 𝘐𝘢 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘨𝘦𝘳𝘢 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘦𝘳𝘪𝘬𝘢𝘯 𝙠𝙚𝙖𝙙𝙞𝙡𝙖𝙣 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢. (ay. 8a). 

Petulis Lukas sebenarnya sadar bahwa isi dan topik perumpamaan Yesus di atas menyoal keadilan. Akan tetapi Lukas menggunakan perumpamaan tersebut untuk menggembalakan jemaatnya yang tampaknya sedang mengalami krisis iman. Mengapa krisis iman?

Kitab tertua dalam Perjanjian Baru (PB) adalah 𝘚𝘶𝘳𝘢𝘵 𝘒𝘦𝘴𝘢𝘵𝘶 𝘗𝘢𝘶𝘭𝘶𝘴 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘑𝘦𝘮𝘢𝘢𝘵 𝘥𝘪 𝘛𝘦𝘴𝘢𝘭𝘰𝘯𝘪𝘬𝘢 (1Tes.) yang ditulis pada sekitar tahun 50-an ZB. Dalam surat itu Paulus mengatakan bahwa kedatangan Yesus kembali (𝘱𝘢𝘳𝘰𝘶𝘴𝘪𝘢) segera terjadi pada saat mereka (Paulus dan Jemaat Tesalonika) masih hidup. Ajaran Paulus ini cukup kuat menyebar termasuk ke Jemaat Lukas. Tak tahunya sampai Paulus mati dan Bait Allah dihancurkan, 𝘱𝘢𝘳𝘰𝘶𝘴𝘪𝘢 tidak terjadi. Ini membuat Jemaat Lukas mengalami krisis iman.

Untuk itulah petulis Injil Lukas membuka perumpamaan dengan berdoa tanpa jemu-jemu (ay. 1) dan menutupnya dengan 𝘈𝘬𝘢𝘯 𝘵𝘦𝘵𝘢𝘱𝘪, 𝘫𝘪𝘬𝘢 𝘈𝘯𝘢𝘬 𝘔𝘢𝘯𝘶𝘴𝘪𝘢 𝘪𝘵𝘶 𝘥𝘢𝘵𝘢𝘯𝘨, 𝘢𝘱𝘢𝘬𝘢𝘩 𝘐𝘢 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘥𝘢𝘱𝘢𝘵𝘪 𝘪𝘮𝘢𝘯 𝘥𝘪 𝘣𝘶𝘮𝘪? (ay. 8b). 𝘗𝘢𝘳𝘰𝘶𝘴𝘪𝘢 pasti terjadi, kata Lukas, tetapi masih lama. Kita tidak pernah tahu kapan itu terjadi dan bisa saja datang tiba-tiba (bdk. Luk. 12:40). Berdoa tanpa jemu-jemu bukanlah tindakan sia-sia. Hakim yang tak adil saja memberi keadilan bagi kita setelah terus didesak, 𝘮𝑜𝘴𝑜𝘬 Allah yang adil tak mendengar doa kita? Begitulah kira-kira maksud Lukas.
(19102025)(TUS)

SUDUT PANDANG LILIN ADVENT

SUDUT PANDANG LILIN ADVENT PENGANTAR Seiring berjalan kesepakatan ekuminis di Lima, membawa beberapa kesepakatan antara denomina...