Jumat, 28 November 2025

SUDUT PANDANG KEEMPAT PERKARA TRADISI SUCI PERIHAL 25 DESEMBER

SUDUT PANDANG KEEMPAT PERKARA TRADISI SUCI PERIHAL 25 DESEMBER

PENGANTAR

Faktanya, Natal baru dipersoalkan oleh teolog Protestan Jerman, Ernst Jablonsky permulaan abad 19 M, bahwa perayaan Natal diambil alih dari perayaan kelahiran Dewa Matahari Tak Terkalahkan (Natalis Sol Invicti). Pendapat yang jelas-jelas salah ini tanpa "check and recheck" berdasarkan sumber-sumber primer sejarah gereja kuno, langsung diikuti oleh Encyclopedia Britania dan Encyclopedia Americana.Padahal penulis entry "Cristmas" dari kedua encyclopedia ini sama sekali tidak memahami sejarah gereja kuno, khususnya sejarah liturgi dan penetapan perayaan-perayaan gerejawi. Kesalahan ini disebabkan antara lain karena para penulis itu hanya mendasarkan pada sumber sumber sejarah gereja Barat abad belakangan, yang mengatakan bahwa perayaan Natal untuk pertama kali ditetapkan oleh Paus Yulius di Roma pada abad IV. Tidak salah lagi, Natal jatuh pada tanggal 25 Desember. Tiap tahun tanggalnya sudah tetap. Akan tetapi, benarkah Yesus dilahirkan pada tanggal 25 Desember? Tidak. Tidak ada sumber yang dapat memastikan hal itu. Tidak ada sumber yang dapat memastikan hal itu. Menurut Lukas 2:8 pada malam kelahiran Yesus, para gembala "tinggal di padang menjaga kawanan ternak mereka pada waktu malam". Itu menunjukkan bahwa kelahiran Yesus bukan terjadi pada bulan Desember yang adalah musim dingin di Israel. Harap Anda saksikan sendiri di peta bahwa Israel terletak pada garis lintang utara yang hampir sejajar dengan Jepang atau Korea Selatan. Klemens dari Alexandria membuat perhitungan bahwa Yesus dilahirkan pada tanggal 25 Pachon, yaitu tanggal 20 Mei. Tetapi, itupun bukan kepastian. Mengapa kita tidak mempunyai tanggal kelahiran Yesus yang pasti? Karena pada zaman itu, merayakan ulang tahun hanyalah kelaziman orang kafir. Orang-orang Kristen pada zaman itu tidak bias memperingati ulang tahun. Satu-satunya ulang tahun yang kita bac di Perjanjian Baru adalah ulang tahun Herodes Antipas (lihat Mat 14 : 6). Gereja pada zaman itu bukanlah merayakan kelahiran Yesus melainkan kebangkitanNya. Baru sekitar abad 3 umat Kristen di Mesir mulai merayakan Natal. Tanggal nya 06 Januari, bertepatan dengan suatu hari raya umum.  Cereja  di Roma baru merayakan Natal pada akhir abad 4 , dan tanggal yg dipilih 25 Desember. Tanggal tsb dipilih untuk memberi isi atau makna baru kepada perayaan kafir yang menyambut kembalinya matahari ke belahan bumi utara. Tak lama kemudian kebiasaan merayakan Natal pada tanggal 25 Desemberbitupun diambil alih oleh gereja-gereja di tempat-tempat lain, mungkin dalam bidang teologis saat ini seperti inkulturisasi, memberi makna baru pada tradisi atau budaya masyarakat yang seiring sejalan dengan pemahaman atau ajaran keimanan, bukan menolak sama sekali budaya atau tradisi suatu masyarakat, karena bagaimanapun juga budaya atau tradisi adalah hasil atau produk akal Budi manusia, kalau itu produk atau hasil akal Budi manusia bearti tetap bisa dipakai sebagai alat dan sarana memuliakan Tuhan, untuk mengasihi Tuhan (Matius 22:37 (TB) "Jawab Yesus kepadanya: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu."). Dengan satu dua kekecualian sekarang ini Natal dirayakan tanggal 25 Desember oleh hampir semua gereja, kecuali mungkin gereja denominasi orthodoks yg merayakan Natal pada 06 atau 07 Januari. Bagaimana dengan tahunnya? Tahun berapa Yesus dilahirkan? Tentang tahunnya pun kita tidak mempunyai kepastian. Matius 2:1 hanya mengatakan bahwa Yesus dilahirkanb "pada  zaman  Raja Herodes ........" Tahun-tahun berapa yang disebut dalam buku sejarah tentang Herodes? Ada ahli sejarah namanya Flaviuss Josephus yang hidup antara Ada tahun  37-100, jadi tidak begitu lama setelah zaman Yesus. Josephus tinggal tinggal di Yerusalem kemudian pindah ke Roma, Dari catatan Josephus itu kita dapat tahu bahwa Herodes yang disebutkan dalam ayat Alkitab tadi, yakni Herodes Agung, yang hidup  dari tahun  ke 73 hingga tahun 4 sM, karena menurut Josephus bertepatan dengan tanggal tsb terjadi gerhana bulan. Jadi, Yesus pastilah  lahir sebelum tanggal tersebut, karena raja Herodes  inilah yang menyebabkan Yesus diungsikan ke Mesir, baru setelah kematian Herodes, Yesus kembali dari pengungsiannya (lihat Mat 2:19,20), Dengan demikian dapatlah ditarik kesimpulan bahwa Yesus lahir sekurang-kurangnya beberapa dbulan atau tahun sebelum tahun 4 s.M. Menurut dugaan yang lazim kelahiran Yesus terjadi antara tahun 8 dan tahun 5 s.M. Masakan Yesus dilahirkan tahun 5 s.M? Apakah Yesus lahir lima tahun sebelum tahun Masehi, yaitu tahun Yesus? Bukankah itu janggal? Inilah penyebab kejanggalan tersebut. Pada zaman itu, tahun dalam kekaisaran Romawi dihitung dari tahun berdirinya kota Roma. Tahun Romawi disebut AUC, singkatan dari Ab Urbe Condita, yang berarti 'sejak berdirinya kota'. Kemudian, pada abad ke-6. seorang rahib bernama Dionisius Exigius membuat kalender baru atas perintah Kaisar Justinian, la mengganti perhitungan tahun Romawi dengan tahun Masehi yang dimulai dari kelahiran Yesus. Tetapi, kemudian hari barulah diketahui bahwa ia membuat kekeliruan hitung. la menempatkan kelahiran pada tahun 753 AUC, padahal seharusnya pada tahun 749 AUC atau 747 AUC. Kekeliruan itu sudah tidak dapat diperbaiki lagi. Kita sudah terlanjur menggunakan tahun hasil hitungan Dionisius itu, yang sebetulnya empat atau lima tahun terlambat dari kenyataan kelahiran Yesus. Itulah beberapa keterangan yang kita peroleh dari catatan sejarah dan catatan biblika arkeologi. Kelahiran Yesus jelas harus terjadi sebelum kematian Raja Herodes Agung yang ingin membunuhnya dengan memerintahkan pembunuhan semua bayi berumur di bawah 2 tahun di Betlehem (Matius 2:16). Flavius Josephus (37-100), sejarawan Yahudi abad pertama, mengatakan bahwa sesaat sebelum Herodes meninggal telah terjadi gerhana bulan yang menurut para pakar perbintangan terjadi pada 13 Maret tahun 4 sebelum Masehi (Antiquities of the Jews, XVII, vi, 167). Dengan mengacu pada taksiran Herodes bahwa bayi yang baru lahir itu tidak lebih dari 2 tahun usianya, maka taksiran intelektual tahun kelahiran Yesus sekitar tahun 4-5 sebelum Masehi. Tetapi, Alkitab sendiri tidak memberi keterangan yang pasti bilamana Yesus dilahirkan. Yang dikatakan Alkitab hanyalah bahwa Yesus lahir  di tanah Yudea pada zaman Raja Herodes. Alkitab hendak mengatakan bahwa kelahiran Yesus bukan terjadi dongeng abstrak tentang dewa yang sewaktu-waktu menampakan diri, melainkan sebagai kenyataan konkrit yang terjadi di tengah sejarah dunia, di tengah sejarah manusia, pada tempat dan zaman tertentu, dalam kehidupan manusia. Injil hanya ingin memproklamirkan bahwa senyatanya Kristus atau Allah yang mewujud manusia, firman yang menjadi daging itu benar adanya telaph ada, telah hidup ditengah manusia pada zaman, waktu, dan tempat tertentu pada sejarah manusia.  Itulah sekelumit salah satu sudut pandang dari sejarah dan arkeologi biblika, tetapi banyak denominasi dan juga ahli arkeologi biblika yang memberikan sudut pandangnya yang lain, ada baiknya kita belajar beberapa sudut pandang tentang hal tsb, shg makin jelaslah pemahaman kita tentang 25 Desember.


SUDUT PANDANG TRADISI SUCI

Ada bukti sejarah, tanggal 25 KISLEV diperingati sebagai Hari Kelahiran Kristus. Natal adalah penggenapan Perayaan Hanukkah yang diperingati setiap 25 Kislev. Selama ini terkesan hanya mengait-ngaitkan, padahal ada bukti sejarah yang otentik. Yaitu: dokumen Coptic Didascalia Apostolorum (189 M) sudah memuat penetapan Natal setiap tanggal 25 bulan Ibrani ke-9 Ibrani (Kislev) atau tanggal 29 bulan Mesir ke-4 (Khyak). Tema Hannukah juga tentang datangnya terang mengusir kegelapan, seperti lagu Hanukkah, BANU KOSHEKH LEGARESH ini. Tuhan Yesus menghadiri perayaan Hanukkah atau Penahbisan Bait Allah (Yohanes 10:22). Jadi, bukan kebetulan Tuhan Yesus bersabda menjelang kehadiran-Nya di perayaan Hannukah: "Akulah terang dunia" (Yohanes 8:12). Pemahaman ini bukan tanpa bukti. Bahwa pada tahun 5 SM, tanggal 25 Desember terjadi pada tanggal Yahudi 25 bulan Kislev. Ini adalah tanggal perayaan Hari Raya Hanukkah, yang juga dikenal sebagai Hari Raya Lampu/ Cahaya atau Hari Raya Dedikasi. Penyebutan tanggal 25 Kislev juga terdapat pada Kitab Deuterokanonika: 2 Makabe 10:5. Fakta bahwa "Annuntiatio Christi" -Td al-Bishara (Kabar Gembira kepada Maria) itu terjadi pada tanggal 22 Maret, sudah dicatat oleh para bapa gereja paling awal, yaitu sejak Irenaeus (130-202 M), Hypolitus (170-235 M) dan Sextus Yulius Afrieanus (160-240 M). Tanggal kelahiranYesus Kristus dapat dihitung di sini, 9 bulan setelah 25 Maret akan jatuh pada tanggal 25 Desember. Demikian catatan sejarah dalam garis besar yang menjadi dasar bagi bapa-bapa gereja kuno untuk menghitung jatuhnya perayaan-perayaan gerejawi.St. Hipolitus dari Roma (170-235M), pentobat yang dulunya seorang anti-Paus pada masa penggembalaan Paus St. Zephyrinus, Paus St. Kallistus I, Paus St. Urbanus I dan Paus St. Pontianus, secara eksplisit juga menyatakan bahwa Yesus Kristus lahir pada tanggal 25 Desember. Untuk kedatangan pertama Tuhan kita dalam daging, [terjadi] ketika Ia lahir di Betlehem, eight days before the kalends of January (25 Desember), hari keempat (Rabu) dalam minggu ketika Augustus (kaisar Romawi) dalam 42 tahun [pemerintahannya] tetapi dari Adam 5500 tahun. Selain itu, Tradisi Suci juga meneguhkan tanggal 25 Desember sebagai hari kelahiran Tuhan Yesus. Telesporus dari Roma (126 M), Telesporus adalah paus ke-9 Roma. Secara apostolik dia adalah penerus Rasul Petrus. Dia mati syahid (martir), karena saat itu lagi gencar-gencarnya penganiayaan terhadap orang Kristen oleh Kekaisaran Romawi. Paus Telesporus merayakan misa malam natal pada tanggal 24 Desember 124 M. 148 tahun sebelum perayaan Dewa Matahari ditetapkan natal sudah dirayakan. Berikut bukti catatan tentang Paus Telesporus dari buku daftar paus (Liber Pontificalis) hal. 12-13: Dari buku diatas, kia dapat melihat bahwa Paus Telesporus menyarankan bahwa misa natal sebaiknya dimulai sejak malam natal. Selain itu, dia juga menyarankan untuk menyanyikan himne “Gloria in excelsis Deo” secara berulang. Pernahkah kita membayangkan bahwa lagu “Gloria in excelsis Deo” yang sering kita nyanyikan saat natal ternyata sudah ada sejak tahun 126 M. Kata tersebut berasal dari Vetus Latina (naskah kuno Alkitab dalam Bahasa Latin) pada Lukas 2:14. Saat St. Hieronimus menerjemahkan Alkitab ke dalam Bahasa Latin yang lebih baru atau yang dikenal dengan Vulgata di tahun 380 M, kata tersebut bukan “Gloria in excelsis Deo” lagi, melainkan “Gloria in altissimis Deo”. Lalu apakah himne tersebut juga berubah? Tentu tidak, karena jemaat waktu itu sudah terbiasa dengan “Gloria in excelsis Deo” dan jika diubah tentu juga akan mengubah nadanya. Buktinya kita masih bisa mengenalnya sampai sekarang. Bukankah ini suatu peninggalan yang sangat luar biasa? Saya sendiri sebagai orang Kristen bangga, karena warisan kekristenan kita yang hampir berusia 2000 tahun masih bisa rasakan. Irenaeus Uskup Lyon (130-202 M), Irenaeus adalah murid dari Polikarpus Uskup Smirna, sedangkan Polikarpus adalah murid dari Rasul Yohanes.  Dia menulis dalam bukunya Adversus Haereses (Melawan Para Bidat) pada tahun 180 M bahwa pembuahan bayi Yesus Kristus terjadi pada tanggal 25 Maret dan Ia disalibkan pada tanggal yang sama, dengan mengaitkan kematian-Nya pada saat ekuinoks. Meskipun pada masa Irenaeus belum disebut tanggal 25 Desember, tapi sudah disebutkan bahwa Maria menerima kabar gembira pada tanggal 25 Maret. Ini menjadi indikasi tanggal kelahirannya bahwa 9 bulan kemudian adalah 25 Desember. Hippolytus dari Roma (170-235 M), Secara apostolik, Hippolytus adalah cicit rohani dari Rasul Yohanes karena dia adalah murid dari Irenaeus. Dia menuliskan tentang kelahiran Kristus pada buku Commentary on Daniel di tahun 204 M. Secara eksplisit dia mengatakan bahwa Kristus lahir pada tanggal 25 Desember. Hippolytus dari Roma (170-235 M), Secara apostolik, Hippolytus adalah cicit rohani dari Rasul Yohanes karena dia adalah murid dari Irenaeus. Dia menuliskan tentang kelahiran Kristus pada buku Commentary on Daniel di tahun 204 M. Secara eksplisit dia mengatakan bahwa Kristus lahir pada tanggal 25 Desember. Karya Hippolytus ini sangat penting, karena berasal dari generasi ketiga para Rasul dan memiliki kesinambungan yang jelas. Berikut catatan Hippolytus dalam buku Commentary on Daniel dalam Bahasa Yunani (asli) serta yang sudah disalin ke dalam Bahasa Inggris dan terjemahannya dalam Bahasa Indonesia: Ada yang menarik dari catatan Hippolytus, dimana dia tidak menuliskan langsung 25 Desember melainkan delapan hari sebelum Januari. Catatan tersebut membuktikan bahwa di tengah-tengah pengaruh kuat Romawi kafir, Gereja Kristus tidak kehilangan jati diri iman Abraham, yang mengajarkan bahwa permulaan hidup seseorang dihitung sejak Perjanjian Sunat “ketika genap delapan hari” (Lukas 2:21). Jadi saat tanggal 1 Januari selain merayakan tahun baru, kita juga merayakan hari penyunatan Tuhan Yesus. Sextus Julius Africanus (160-240 M), Julius Africanus ini berada di wilayah sekitar Libya. Dia memang tidak berbicara mengenai adanya perayaan natal, namun secara implisit mengatakan bahwa 25 Desember adalah tanggal kelahiran Kristus. Dalam bukunya Chronographia dia mengutip keyakinan Orang Yahudi bahwa alam semesta dunia diciptakan pada tanggal 15 Nisan (25 Maret), sehingga tanggal ini memiliki makna kosmis. Dia juga mengatakan bahwa pada tanggal 25 Maret Sang Firman Allah menjelma menjadi manusia (inkarnasi). Sang Firman Allah menjelma menjadi manusia sejak masa Dia dikandung oleh perawan Maria. Hal ini berarti setelah 9 bulan, Sang Kristus lahir pada tanggal 25 Desember (Bisa dicek pada buku The Oxford Dictionary of Late Antiquity). Theofilus dari Anthiokia (171-183 M), Theofilus adalah Patriakh di Anthiokia. Gereja inilah yang disebutkan dalam Kisah Para Rasul 11:26. Rasul Petrus menjadi patriakh pertama di Anthiokia, sehingga bisa dikatakan bahwa Theofilus berasal dari garis Rasul Petrus. Sebelum pergi ke Roma, Rasul Petrus menahbiskan 2 patriakh yaitu Evodius dan Ignatius sebagai penerusnya. Ignatius untuk orang Yahudi dan Evodius untuk orang non Yahudi. Kemudian Evodius mengundurkan diri karena usianya yang sudah tua, lalu dilanjutkan oleh Ignatius sendiri. Dari seorang Ignatius kita mengenal ucapan “Gereja yang kudus, am (universal), dan apostolik”. Jadi, gereja adalah untuk segala suku bangsa bukan kalangan tertentu saja. Patriakh Theofilus sudah memerintahkan untuk merayakan natal tanggal 25 Desember. Pernyataan terkenal dia mengenai natal yaitu: “Kita harus merayakan hari kelahiran kita setiap tanggal 25 Desember, jatuh pada hari apapun” (De Origin Festorum Christianorum dalam buku Refleksi Ziarah ke Tanah Suci). Berikut juga bukti tentang perayaan natal oleh Theofilus pada Encyclopædia Britannica: Demetrius dari Alexandria (189 M), Demetrius adalah Patriakh ke-12 Gereja Ortodoks Koptik di Alexandria, Mesir. Gereja ini didirikan oleh Rasul Markus Sang Penulis Injil. Jadi, Demetrius berasal dari garis Rasul Markus. Seperti diuraikan diatas, natal sudah dirayakan pada tahun 126 M, kemudian ditetapkan di Anthiokia oleh Patriakh Theofilus. Beberapa tahun sesudah itu, seorang astronom Mesir yang bernama Batlimous pada akhir abad ke-2 melalukan perhitungan yang lebih cermat atas perintah Patriakh Demetrius. Hasil perhitungannya menunjukkan bahwa natal jatuh pada tanggal 25 bulan kesembilan (Kislev) Ibrani, kemudian dilengkapi dengan Tarikh Koptik pada 29 bulan Kiahk (Dicatat dalam Dokumen Didascalia Apostolorum). Kalender Koptik dihitung berdasarkan penampakan bintang Siriuz, dan pernah diakui oleh UNESCO sebagai kalender yang paling akurat dibandingkan dengan kalender manapun yang pernah dibuat. Bukankah ini sebuah kebanggaan yang luar biasa sebagai umat Kristen dimana selain Gereja barat yang memiliki kalender matahari (baik Julian maupun Gregorian), di timur juga terdapat kalender Koptik. Menghitung kalender tentu bukanlah sesuatu yang mudah, tetapi Gereja mewarisi itu semua. Berikut bukti catatan natal dalam dokumen Didascalia Apostolorum terjemahan Bahasa Arab karena aslinya Bahasa Koptik: Sejak tahun 189 M inilah tanggal natal mulai dikanonkan, kemudian digunakan sebagai acuan untuk seluruh gereja. Berikut dokumen Didascalia Apostolorum dari Gereja Syria (250 M) yang sudah diterjemahkan dalam Bahasa Inggris: Dalam dokumen Didascalia Apostolorum ditulis bahwa kelahiran Kristus terjadi pada tanggal 25 bulan Kislev, itu artinya Natal pertama Yesus bertepatan dengan perayaan penahbisan Bait Suci (Hanukkah). Tuhan Yesus sendiri menghadiri perayaan Hanukkah atau Penahbisan Bait Allah (Yohanes 10:22). Hari Raya Hanukkah juga sering disebut sebagai Perayaan Hari Raya Terang, dimana di Israel saat perayaan ini banyak lampu-lampu terang. Bukan kebetulan juga Tuhan Yesus bersabda menjelang kehadiran-Nya di Perayaan Hanukkah “Akulah terang dunia” (Yohanes 8:12) karena Tuhan Yesus adalah terang yang sejati. Itulah mengapa saat merayakan natal juga terdapat pohon terang, karena untuk menyambut kedatangan Sang Terang Sejati itu sendiri. Jadi, pohon terang bukan berasal dari kafir melainkan dari Yudaisme yang merupakan saudara tua umat Kristen. Bisa dikatakan bahwa natal adalah penggenapan dari Perayaan Hanukkah. Pemahaman diatas bukan tanpa bukti. Tanggal 25 Desember tahun 5 SM juga bertepatan dengan tanggal Yahudi 25 bulan Kislev. Berikut bukti bahwa natal pertama Yesus bertepatan dengan Hanukkahserta perbandingan antara kalender Koptik, Ibrani dan Masehi: Sekalipun perayaan natal tidak selalu tepat dengan perayaan Hanukkah setiap  tahunnya karena perbedaan kalender yang digunakan, tetapi jaraknya selalu berdekatan. Ini membantah tuduhan yang mengatakan bahwa natal tidak mungkin terjadi di Bulan Desember. Alasan kaum polemikus mengatakan natal tidak mungkin terjadi di Bulan Desember karena bulan tersebut sedang musim salju, tidak mungkin ada kawanan domba di saat turun salju. Ini perlu dijawab, bahwa Yesus lahir di Betlehem. Betlehem itu terletak di Timur Tengah bukan di Eropa. Salju biasanya turun di wilayah Eropa. Di Timur Tengah salju biasanya terjadi di Gunung Hermon bukan di Betlehem. Mungkin teman-teman juga bisa mengeceknya langsung di Youtube mengenai Perayaan Natal di Betlehem apakah ada salju atau tidak disana. Data Bapa Gereja sebelum tahun 274 M yang mengatakan tentang Natal tidak hanya 1, melainkan ada 6. Mungkin bisa saja ada lebih banyak data dari yang sudah saya sebutkan. Sekalipun Para Bapa Gereja menggunakan kalender yang berbeda-beda tetapi arahnya tetap sama ke 25 Desember. Bahkan jarak antar Bapa Gereja tersebut juga tidak berdekatan mulai dari Roma, Lyon, Alexandria, Anthiokia, bahkan sampai ke Libya, namun catatannya sama. Tentu kondisi waktu itu berbeda dengan sekarang, dimana informasi bisa tersebar dengan sangat cepat. Perlu ditekankan pula tidak pernah konsili ekumenis yang membahas tentang perayaan Natal, sehingga ini sudah mengalir pada setiap Gereja. Sumber gereja Timur mencatat Natal sudah dirayakan di Kaisaria oleh Mar Theofilus kira-kita tahun 160 M. Selanjutnya, untuk pertama kali Natal ditetapkan di Alexandria pada tahun 189 M oleh Baba Demitri (Paus Dimitrius), Patriarkh Alexandria dan penerus takhta suci kerasulan Markus (Gereja Ortodoks Koptik) dalam dokumen yang berjudul "Al-Dasquliya al-Qibthiyah" atau "Ta'lim ar-Rasul" (The Coptic Didascalia Apostolorum). Pasal XVIII Kitab Ta'alim terjemahan bahasa Arab yang aslinya dari bahasa Koptik tersebut menyebutkan:

‫ر‬ ‫ت االع ياد اي ام ف ي ت خ ف ظوا اخوات نا ي ا‬ ‫من ع شي ن و خم سة ف ي ك م لو ه و ال رب م ي الد ع يد ه ي ال ي‬ ‫ل لم رصي ي ال ذى ال راب ع ال ش هر من رونوال عش ال تا سع ه و ال ذى ل ل ع ربان ي ال ذى ال تا سع ال ش هر‬. "Ya Ikhwatana, tahfudhu fi ayam al-a'yadi allati 'Id al-Milad al-Rabb, wa kamaluhu fi khamsati wa ishrin min al-shahri al-tasi'i alladzi lil 'Ibraniyyin, alladzi hiya at-tasi'u wa al-ishrun min alshahri al-rabi'i alladzi lil Mishriyyin". Artinya: "Wahai Saudara-saudaraku, tetapkanlah dalam hari-hari perayaan Kelahiran Junjungan kita tepatnya pada tanggal 25 bulan kesembilan Ibrani, atau tanggal 29 bulan keempat Mesir" (Marqus Dawud, 
1979:122).

Bahkan sebelum ditetapkan sebagai dokumen perayaan gerejawi, Mar Theofilus dari Caesaria mulai tahun 160 M telah merayakan Natal pada tanggal yang sama (De Origin Festorum Christianorum). Perayaan ini baru diikuti oleh Gereja Roma pada masa Paus Yulius I (336-352 M), yang dikemudian hari dikonversikan menurut kalender matahari (syamsiah) versi Gregorian tanggal 25 Desember. Sedangkan di gereja-gereja Timur yang memakai kalender matahari (syamsiah) versi Yulian menghitungnya setiap 7 Januari. Jadi, penetapan aslinya Natal memang memakai kalender Yahudi yang didasarkan atas peredaran bulan (Qomariyah) dan kalender Koptik uang didasarkan atas peredaran bintang Sirius (kawakibiyah). Uniknya, penetapan Natal pertama kali justru jatuh pada hari yang sama dengan perayaan ‫" הָּ כּונֲח‬Hanukkah" atau Penabisan Bait Suci, yang juga jatuh setiap 25 bulan kesembilan Ibrani, yaitu bulan Kislev. Perayaan oleh oleh sejarawan Yahudi Flavius Yosefus (90 M) sebagai ‫הַ ח‬ ‫ִּוּוַה‬ ‫" חַ א‬Ḥag Ha'urim" (Hari Raya Terang) ini, memperingati kemenangan Yudas Makkabe atas Raja Seleukid, Antiokhus Epifanes IV, yang menaruh patung dewa orang Yunani di Bait Allah dengan mengorbankan babi, yang tentunya sangat menodai perasaan keagamaan umat Tuhan saat itu. Peristiwa bersejarah ini dicatat dalam Talmud dan buku Deuterokanonika (Kanon Kedua), khususnya 2 Makabe 10:1-9. Yesus pernah datang pada perayaan ini di Yerusalem, "ketika itu musim dingin" (Yohanes 10:22). Menurut informasi Anba Yoanis, uskup Nikea, Paus Yulius I di Roma menerima perhitungan Natal dari Gereja Timur yang dihitung berdasarkan data-data sejarah kuno seperti yang ditulis oleh Flavius Yosefus. Perlu dicatat pula, dalam bukunya The Jewish War, Buku VI, Pasal 4:1-5, Yosefus menyebutkan bahwa Bait Suci dibakar oleh Titus pada tanggal 9 bukan Lous. Dan data ini cocok dengan dokumen Yahudi, Talmud, yaitu sebuah "Baraita" atas teks Traktat Ta'anit 4.29a (ditulis 160 M) yang menyebutkan:

‫חַּבח בַעַּבשׁ ומוצִַ חַח בּבשׁ ומוצִַ חַה ּבִב עחשּׁב עּוב חַוה ִוּבו וכחשּׁבּוִ שׁחמקד ּבַּב הּובשּׁב‬ ‫חַּבח ַחוַּוַב לשׁ מּוּבחשׁומ‬.

"Besheharav Bet HaMiqdas harishonah otto hayom 'erev Tisha be Av hayah umotsai shabat hayah umotsai Shevi'it hayetah umishmaretah shel Yehohariv hayetah". Artinya: "Ketika Bait Suci pertama dihancurkan hari itu terjadi setelah petang pada tanggal 9 bulan Av, harinya setelah hari Sabat, setelah tahun ke tujuh, dan yang sedang bertugas sebagai mishmar adalah Yehoyariv" (Rabbi H. Goldwurm, 2006).

Dokumen itu selanjutnya mencatat, ‫בשׁכַח כן‬ ִׁ֖ ‫" א‬ken basheniyah" (begitu juga yang kedua), maksudnya Bait Suci yang kedua juga dihancurkan pada jam, hari dan bulan yang sama. Orangorang Yahudi sampai hari ini melakukan puasa perkabungan atas hancurnya Bait Suci setiap tanggal 9 bulan Av (Ibrani: Ibrani: ‫ בִב ּבשעח‬atau ‫בִב ט׳‬, "Tisha be Ab"), seperti tertulis dalam dokumen Megilat Ta'anit (Gulungan Puasa) tersebut. Dalam kalender Yahudi, peristiwa Tisha be Av ini sejajar dengan kalender Yulian 5 Agustus 823 AUC (Ab Urbi Condita) atau setelah berdirinya kota Roma, yang sama dengan tahun Gregorianh 70 M. Dengan mengetahui bahwa pada tanggal 9 Av (5 Agustus) tahun 70 M yang bertugas di Bait Allah adalah Yoyarib, rombongan pertama dalam 24 rombongan imam Lewi yang bertugas di Bait Allah (1 Tawarikh 23:7-19), sedangkan menurut Lukas 1:5 imam Zakaria adalah berasal dari rombongan Abia (rombongan ke delapan), maka dapat dihitung mundur ke belakang sekitar 75 tahun kapan malaikat Gabriel menemui imam Zakaria yang berasal dari rombongan Abia, ketika bertugas di Bait Allah.Ternyata dibuktikan sejak abad kedua, bahwa Malaikat Jibril menemui Zakaria pada waktu perayaan ‫" נא ַיּוּו ַֹוה‬Yom Kippur" (Hari Penebusan Dosa), minggu kedua bulan Tishri. Data ini juga cocok dengan dokumen kuno "Protevangelion Iakobi" (170 M) bahwa Malaikat Gabriel menemui Zakaria pada perayaan Yom Kippur. Selanjutnya, Lukas 1:26 mencatat bahwa Gabriel menemui Maria di Nazaret untuk memberitakan kelahiran Yesus pada bulan keenam setelah menemui Zakaria. Enam bulan setelah Tishri akan jatuh pada bulan Ibrani Adar Tseni atau Nisan (kalender Yahudi mengenal bulan ke-13, yaitu Adar Tseni/kedua ynag jatuh 7 kali dalam setiap 19 tahun untuk menyesuaikan selisih 10 atau 11 setiap tahun antara sistem qomariyah dan syamsyiah). Karena itu, 'Ied al-Bishara(Perayaan Malaikat Jibril menyampaikan kabar baik kepada Bunda Maria) terjadi pada tanggal 15 Nisan, yang bertepatan dengan tarikh Gregorian 25 Maret, seperti dicatat oleh St. Irenaeus (130-202 M), Hypolitus (170-235 M) dan Sextus Yulius Africanus (160-240 M). Kalau usia kandungan normalnya 9 bulan, maka 9 bulan setelah 15 Nisan/25 Maret akan jatuh pada tanggal 25 Kislev atau sekitar 25 Desember. Itulah dasar perhitungan gereja-gereja kuno, khususnya "Coptic Didascalia Apostolorum" bahwa Yesus memang lahir pada perayaan Hanukkah, 25 Kislev atau 29 bulan Khyak. Tanggal ini selanjutnya dikonversikan menjadi tahun Gregorian 25 Desember di gereja-gereja wilayah barat. Karena selisih hitungan akibat kesalahan tahun Gregorian, maka gereja-gereja timur yang masih memakai kalender Yulian, Natal jatuh setiap 7 Januari. Tetapi kalender aslinya memang didasarkan atas tahun Ibrani (Lunar System) dan tahun Koptik (Star System).

(25112025)(TUS)
Mengenang JSA

Rabu, 26 November 2025

SUDUT PANDANG KETIGA PERKARA TUGAS KEIMAMAN ZAKARIA, PERIHAL 25 DESEMBER

SUDUT PANDANG KETIGA PERKARA TUGAS KEIMAMAN ZAKARIA, PERIHAL  25 DESEMBER

𝑼𝒓𝒖𝒕𝒂𝒏 𝑭𝒂𝒌𝒕𝒂 𝒅𝒂𝒓𝒊 𝒅𝒂𝒕𝒂 𝑨𝑳𝑲𝑰𝑻𝑨𝑩 𝒅𝒂𝒏 𝒅𝒂𝒕𝒂 𝑺𝒆𝒋𝒂𝒓𝒂𝒉.

𝗜. 𝗘𝗹𝗶𝘀𝗮𝗯𝗲𝘁 𝗺𝗲𝗻𝗴𝗮𝗻𝗱𝘂𝗻𝗴 𝗬𝗼𝗵𝗮𝗻𝗲𝘀 𝗣𝗲𝗺𝗯𝗮𝗽𝘁is  𝗽𝗮𝗱a
𝘁𝗮𝗻𝗴𝗴𝗮𝗹 𝟭𝟬 𝗯𝘂𝗹𝗮𝗻 𝗧𝗶𝘀𝗵𝗿𝗶 𝗸𝗮𝗹𝗲𝗻𝗱𝗲𝗿 𝗜𝗯𝗿𝗮𝗻i

Kronologis penentuan bulan kelahiran Kristus dapat ditentukan dari jadwal pelayanan Imam Zakharia yang tercatat dalam Injil Lukas, Luk 1:9-10, 21, 9. Sebab ketika diundi, sebagaimana lazimnya, untuk menentukan imam yang bertugas, dialah yang ditunjuk untuk masuk ke dalam Bait Suci dan membakar ukupan di situ. 10. 𝗦𝗲𝗺𝗲𝗻𝘁𝗮𝗿𝗮 𝗶𝘁𝘂 𝘀𝗲𝗹𝘂𝗿𝘂h 𝘂𝗺𝗮𝘁 𝗯𝗲𝗿𝗸𝘂𝗺𝗽𝘂𝗹 𝗱𝗶 𝗹𝘂𝗮𝗿 𝗱𝗮𝗻 𝘀𝗲𝗺𝗯𝗮𝗵𝘆𝗮𝗻𝗴. 𝗪𝗮𝗸𝘁𝘂 𝗶𝘁𝘂 𝗮𝗱𝗮𝗹𝗮𝗵 𝘄𝗮𝗸𝘁𝘂 𝗽𝗲𝗺𝗯𝗮𝗸𝗮𝗿𝗮𝗻 𝘂𝗸𝘂𝗽𝗮𝗻. 21. Sementara itu 
𝗼𝗿𝗮𝗻𝗴 𝗯𝗮𝗻𝘆𝗮𝗸 𝗺𝗲𝗻𝗮𝗻𝘁𝗶-𝗻𝗮𝗻𝘁𝗶𝗸an . 𝗭𝗮𝗸𝗵𝗮𝗿𝗶𝗮.
 𝗠𝗲𝗿𝗲𝗸𝗮 𝗺𝗲𝗻𝗷𝗮𝗱𝗶 𝗵𝗲𝗿𝗮𝗻, 𝗯𝗮𝗵𝘄𝗮 𝗶𝗮 𝗯𝗲𝗴𝗶𝘁u
 𝗹𝗮𝗺𝗮 𝗯𝗲𝗿𝗮𝗱𝗮 𝗱𝗮𝗹𝗮𝗺 𝗕𝗮𝗶𝘁 𝗦𝘂𝗰𝗶.

Saat itu yang masuk ke dalam Bait Suci hanyalah Imam Zakharia seorang diri (oleh karena itu dikatakan dalam ayat 21 bahwa orang-orang lainnya yang menantikan Imam Zakharia menjadi heran mengapa ia begitu lama berada di dalam Bait Suci/Kemah Pertemuan), Kitab Suci mencatat aturan pelayanan yang demikian (sendirian) dalam kitab Imamat, sebagai berikut:
Imamat 16:17 :
17. 𝗦𝗲𝗼𝗿𝗮𝗻𝗴𝗽𝘂𝗻 𝘁𝗶𝗱𝗮𝗸 𝗯𝗼𝗹𝗲𝗵 𝗵𝗮𝗱𝗶𝗿 𝗱𝗶 𝗱𝗮𝗹𝗮𝗺 𝗞𝗲𝗺ah 𝗣𝗲𝗿𝘁𝗲𝗺𝘂𝗮𝗻, bila Harun masuk untuk 𝗺𝗲𝗻𝗴𝗮𝗱𝗮𝗸𝗮𝗻 𝗽𝗲𝗻𝗱𝗮𝗺𝗮𝗶𝗮𝗻 𝗱𝗶 𝘁𝗲𝗺𝗽𝗮𝘁 𝗸𝘂𝗱𝘂𝘀,
 sampai ia keluar, setelah mengadakan pendamaian baginya sendiri, bagi keluarganya dan bagi seluruh jemaah orang Israel. Lalu kegiatan yang dilakukan dalam Luk 1:9 dimana ia harus membakar ukupan juga tercermin dalam aturan Imamat sebagai berikut:
Imamat 16:12-13
12. Dan ia harus mengambil perbaraan berisi penuh bara api dari atas mezbah yang di hadapan TUHAN, serta serangkup penuh ukupan dari wangi-wangian yang digiling sampai halus, lalu membawanya masuk ke belakang tabir. 13.  Kemudian ia harus 𝗺𝗲𝗹𝗲𝘁𝗮𝗸𝗸𝗮𝗻 𝘂𝗸𝘂𝗽𝗮𝗻 𝗶𝘁𝘂 𝗱𝗶 𝗮𝘁𝗮s 𝗮𝗽𝗶 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗱𝗶 𝗵𝗮𝗱𝗮𝗽𝗮𝗻 𝗧𝗨𝗛𝗔𝗡, 𝘀𝗲𝗵𝗶𝗻𝗴𝗴𝗮 𝗮𝘀𝗮𝗽 
𝘂𝗸𝘂𝗽𝗮𝗻 𝗶𝘁𝘂 𝗺𝗲𝗻𝘂𝘁𝘂𝗽𝗶 𝘁𝘂𝘁𝘂𝗽 𝗽𝗲𝗻𝗱𝗮𝗺𝗮𝗶𝗮n
yang di atas hukum Allah, supaya ia jangan mati. Dengan demikian kita mengetahui bahwa Imam Zakharia sedang melayani pada hari raya Yom Kippur (pendamaian), sebagai Imam yang berdoa pada hari raya pendamaian, ia tidak berdoa bagi hadirnya seorang anak baginya sendiri, namun ia berdoa bagi pendamaian dosa seluruh umat Israel, hal ini dikuatkan oleh perkataan malaikat Gabriel bahwa ia sedang berdoa pada hari raya pendamaian,
Luk 1:13 :
13. Tetapi malaikat itu berkata kepadanya: "Jangan takut, hai Zakharia, sebab doamu telah dikabulkan dan Elisabet, isterimu, akan melahirkan seorang anak laki-laki bagimu dan haruslah engkau menamai dia Yohanes.

Luk 1:13 tentu menyiratkan bahwa Imam Zakharia saat itu bukan berdoa bagi mengandungnya Elisabet istrinya, melainkan ia berdoa dengan sungguh-sungguh pada hari raya Yom Kippur untuk pendamaian dosa seluruh umat Israel, dan hal ini dikabulkan dengan dikirimnya Sang Perintis Jalan yang berseru-seru atas pendamaian dosa manusia yaitu Yohanes Pembaptis itu sendiri (Mrk 1:4, jadi bukan sesederhana itu meminta doa seorang anak). 𝐌𝐞𝐧𝐮𝐫𝐮𝐭 𝐈𝐦amat 𝟏𝟔:𝟐𝟗 𝐩𝐞𝐫𝐚𝐲𝐚𝐚𝐧 𝐘𝐨𝐦 𝐊𝐢𝐩𝐩𝐮𝐫 (𝐡𝐚𝐫𝐢 𝐫𝐚𝐲𝐚 𝐩𝐞𝐧𝐝𝐚𝐦𝐚𝐢𝐚𝐧) 𝐢𝐧𝐢 𝐣𝐚𝐭𝐮𝐡 𝐩𝐚𝐝a
 𝐭𝐚𝐧𝐠𝐠𝐚𝐥 𝟏𝟎 𝐛𝐮𝐥𝐚𝐧 𝟕 (𝐓𝐢𝐬𝐡𝐫𝐢) 𝐤𝐚𝐥𝐞𝐧𝐝𝐞𝐫 𝐈𝐛𝐫𝐚𝐧i
, 𝐝𝐚𝐧 𝐩𝐚𝐝𝐚 𝐭𝐚𝐧𝐠𝐠𝐚𝐥 𝐢𝐧𝐢 𝐚𝐰𝐚𝐥 𝐝𝐚𝐫𝐢 𝐦𝐞𝐧𝐠𝐚𝐧𝐝𝐮𝐧𝐠𝐧𝐲a
 𝐄𝐥𝐢𝐬𝐚𝐛𝐞𝐭. 

𝗜𝗜. 𝗬𝗲𝘀𝘂𝘀 𝗺𝘂𝗹𝗮𝗶 𝗱𝗶𝗸𝗮𝗻𝗱𝘂𝗻𝗴 𝗼𝗹𝗲𝗵 𝗯𝘂𝗻𝗱𝗮 𝗠𝗮𝗿𝗶a
𝘁𝗮𝗻𝗴𝗴𝗮𝗹 𝟭𝟬 𝗯𝘂𝗹𝗮𝗻 𝗡𝗶𝘀𝗮𝗻 

Tepat enam bulan setelah Elisabeth mengandung, yakni pada tanggal 10 bulan Nisan malaikat Gabriel datang memberitahukan kabar sukacita kepada Maria , sebagaimana ada tertulis :

Luk 1:26
26. Dalam bulan yang keenam Allah menyuruh malaikat Gabriel pergi ke sebuah kota di Galilea bernama Nazaret,
36. Dan sesungguhnya, 𝗘𝗹𝗶𝘀𝗮𝗯𝗲𝘁, 𝘀𝗮𝗻𝗮𝗸𝗺𝘂 𝗶𝘁𝘂, 𝗶𝗮𝗽𝘂𝗻 𝘀𝗲𝗱𝗮𝗻g 𝗺𝗲𝗻𝗴𝗮𝗻𝗱𝘂𝗻𝗴 𝘀𝗲𝗼𝗿𝗮𝗻𝗴 𝗮𝗻𝗮𝗸 𝗹𝗮𝗸𝗶-𝗹𝗮𝗸𝗶 𝗽𝗮𝗱a 𝗵𝗮𝗿𝗶 𝘁𝘂𝗮𝗻𝘆𝗮 𝗱𝗮𝗻 𝗶𝗻𝗶𝗹𝗮𝗵 𝗯𝘂𝗹𝗮𝗻 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗸𝗲𝗲𝗻𝗮𝗺 𝗯𝗮𝗴𝗶 𝗱𝗶𝗮, yang disebut mandul itu. 𝙅𝙖𝙙𝙞 𝙢𝙖𝙠𝙣𝙖 𝙇𝙪𝙠 1:26 𝙗𝙪𝙠𝙖𝙣𝙡𝙖𝙣 𝙗𝙪𝙡𝙖𝙣 𝙠𝙚-6 
𝙠𝙖𝙡𝙚𝙣𝙙𝙚𝙧 𝙄𝙗𝙧𝙖𝙣𝙞 (𝙀𝙡𝙪𝙡) 𝙣𝙖𝙢𝙪𝙣 𝙗𝙚𝙧𝙙𝙖𝙨𝙖𝙧𝙠𝙖𝙣
 𝙠𝙤𝙣𝙩𝙚𝙠𝙨 𝙨𝙚𝙗𝙚𝙡𝙪𝙢𝙣𝙮𝙖 𝙢𝙚𝙣𝙜𝙖𝙘𝙪 𝙥𝙖𝙙𝙖 
𝙗𝙪𝙡𝙖𝙣 𝙠𝙚-6 𝙢𝙚𝙣𝙜𝙖𝙣𝙙𝙪𝙣𝙜𝙣𝙮𝙖 𝙀𝙡𝙞𝙨𝙖𝙗𝙚𝙩. 𝙅𝙞𝙠𝙖 
𝙀𝙡𝙞𝙨𝙖𝙗𝙚𝙩 𝙢𝙚𝙣𝙜𝙖𝙣𝙙𝙪𝙣𝙜 𝙥𝙖𝙙𝙖 𝙩𝙖𝙣𝙜𝙜𝙖𝙡 10 𝙗𝙪𝙡𝙖𝙣 7 (𝙏𝙞𝙨𝙝𝙧𝙞) 𝙠𝙖𝙡𝙚𝙣𝙙𝙚𝙧 𝙄𝙗𝙧𝙖𝙣𝙞, 𝙢𝙖𝙠𝙖 
𝙈𝙖𝙧𝙞𝙖 𝙢𝙚𝙣𝙜𝙖𝙣𝙙𝙪𝙣𝙜 𝙥𝙖𝙙𝙖 𝙩𝙖𝙣𝙜𝙜𝙖𝙡 10 𝙗𝙪𝙡𝙖𝙣 1 (𝙉𝙞𝙨𝙖𝙣)  𝙆𝙖𝙡𝙚𝙣𝙙𝙚𝙧 𝙄𝙗𝙧𝙖𝙣𝙞. 

𝗜𝗜𝗜. 𝗬𝗲𝘀𝘂𝘀 𝗹𝗮𝗵𝗶𝗿 𝗮𝗸𝗵𝗶𝗿 𝘁𝗮𝗵𝘂𝗻 𝟮 𝗦𝗲𝗯𝗲𝗹𝘂𝗺 𝗠𝗮𝘀𝗲𝗵𝗶 
𝗮𝘁𝗮𝘂 𝗮𝘄𝗮𝗹 𝘁𝗮𝗵𝘂𝗻 𝟭 𝗦𝗲𝗯𝗲𝗹𝘂𝗺 𝗠𝗮𝘀𝗲𝗵𝗶

Lukas 3 : 1 & 23
1. 𝗗𝗮𝗹𝗮𝗺 𝘁𝗮𝗵𝘂𝗻 𝗸𝗲𝗹𝗶𝗺𝗮 𝗯𝗲𝗹𝗮𝘀 𝗱𝗮𝗿in𝗽𝗲𝗺𝗲𝗿𝗶𝗻𝘁𝗮𝗵𝗮𝗻 𝗞𝗮𝗶𝘀𝗮𝗿 𝗧𝗶𝗯𝗲𝗿𝗶𝘂𝘀,
 ketika Pontius Pilatus menjadi wali negeri Yudea, dan Herodes raja wilayah Galilea, Filipus, saudaranya, raja wilayah Iturea dan Trakhonitis, dan Lisanias raja wilayah Abilene, 23. 𝗞𝗲𝘁𝗶𝗸𝗮 𝗬𝗲𝘀𝘂𝘀 𝗺𝗲𝗺𝘂𝗹𝗮𝗶 𝗽𝗲𝗸𝗲𝗿𝗷𝗮𝗮𝗻-𝗡𝘆𝗮, 𝗜a 𝗯𝗲𝗿𝘂𝗺𝘂𝗿 𝗸𝗶𝗿𝗮-𝗸𝗶𝗿𝗮 𝘁𝗶𝗴𝗮 𝗽𝘂𝗹𝘂𝗵 𝘁𝗮𝗵𝘂n dan menurut anggapan orang, Ia adalah anak Yusuf, anak Eli,
 Dari satu Perikop kitab suci di atas, kita mendapatkan data bahwa Yesus memulai pekerjaan-Nya pada umur 30 tahun dan saat itu adalah tahun ke 15 dari pemerintahan Kaisar Tiberius. Kapankah kaisar Tiberius memerintah. Dari data sejarah kaisar Tiberius naik tahta pada 18 September 14 Masehi, artinya Yesus memulai karya-Nya pada tahun 29 Masehi yaitu 15 tahun masa pemerintahannya kaisar Tiberius. 

𝑫𝒂𝒓𝒊 𝒅𝒂𝒕𝒂 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒅𝒊𝒌𝒖𝒎𝒑𝒖𝒍𝒌𝒂𝒏 𝒊𝒏𝒊 𝒎𝒂𝒌𝒂 𝒅𝒂𝒑𝒂𝒕 𝒅𝒊𝒕𝒂𝒓𝒊𝒌 𝒌𝒆𝒔𝒊𝒎𝒑𝒖𝒍𝒂𝒏 𝒑𝒂𝒅𝒂 𝒕𝒂𝒉𝒖n 29 𝑴𝒂𝒔𝒆𝒉𝒊, 𝒀𝒆𝒔𝒖𝒔 𝒃𝒆𝒓𝒖𝒎𝒖𝒓 30 𝒕𝒂𝒉𝒖𝒏, 𝒂𝒓𝒕𝒊𝒏𝒚a 𝒋𝒊𝒌𝒂 𝒅𝒊𝒕𝒂𝒓𝒊𝒌 𝒎𝒖𝒏𝒅𝒖𝒓 𝒎𝒂𝒌𝒂 𝒌𝒊𝒕𝒂 𝒂𝒌𝒂n 𝒅𝒂𝒑𝒂𝒕𝒊 𝒕𝒂𝒉𝒖𝒏 𝒌𝒆𝒍𝒂𝒉𝒊𝒓𝒂𝒏 𝒀𝒆𝒔𝒖𝒔 𝒂𝒅𝒂𝒍𝒂𝒉 𝒔𝒆𝒌𝒊𝒕𝒂𝒓 𝒂𝒌𝒉𝒊𝒓 𝒕𝒂𝒉𝒖𝒏 2 𝑺𝒆𝒃𝒆𝒍𝒖𝒎 𝑴𝒂𝒔𝒆𝒉i 𝒂𝒕𝒂𝒖 𝒑𝒆𝒓𝒎𝒖𝒍𝒂𝒂𝒏 𝒕𝒂𝒉𝒖𝒏 1 𝑺𝒆𝒃𝒆𝒍𝒖𝒎 𝑴𝒂𝒔𝒆𝒉𝒊.

𝗣𝗘𝗡𝗚𝗨𝗠𝗣𝗨𝗟𝗔𝗡 𝗗𝗔𝗧𝗔 

1. Yohanes Pembaptis mulai dikandung Elisabet = 10 Bulan 7 (Tishri) 3758 Kalender Ibrani

2. Yesus mulai dikandung Maria tepat 6 bulan setelah Elisabet mengandung = 10 Bulan 1 (Nisan) 3759 Kalender Ibrani . Jika kita konversikan 10 Bulan 1 (Nisan) 3759 Kalender Ibrani dengan alat Konversi Kalender (data konversi kalender internasional ke kalender Masehi Julian, maka kita akan dapati :

A. 10 Bulan Nisan 3759 Kalender Ibrani = 15 Maret tahun 2 Sebelum Masehi

B. Masa kehamilan wanita Normal adalah 9 bulan 10 hari, Jadi Yesus lahir :  15 Maret tahun 2 Sebelum Masehi + 9 bulan 10 hari = 25 Desember tahun 2 Sebelum Masehi, Kalender Gregorian.

C. Masa Pemerintahan Kaisar Tiberius yang ke 15 tahun adalah antara 18 September tahun 29 Masehi - 18 September tahun 30 Masehi. Pada masa di antaranya Yesus mulai berkarya dan umur Yesus saat itu adalah 30 tahun sesuai dengan kitab suci.

Jelas sudah tanggal 25 Desember memang adalah tanggal kelahiran Yesus Kristus yang kita peringati sampai sekarang. Sesuai dengan data sejarah dan data kitab suci. Kelahiran Yesus Kristus adalah pada tanggal 25 Desember 2 BC, Kalender Gregorian.

(25112025)(TUS)
Mengenang Mbah Jan 

SUDUT PANDANG KEDUA PERKARA MIGDAL ELDER PERIHAL 25 DESEMBER

SUDUT PANDANG KEDUA PERKARA MIGDAL ELDER PERIHAL 25 DESEMBER

PENGANTAR
Melanjutkan yang kemaren, ini bagian kedua .... Xi ..... Xi

PEMAHAMAN 
1. MUNGKINLAH DOMBA-DOMBA DIGEMBALAKAN DI PADANG BULAN DESEMBER?
Catatan Injil ini sering dipertanyakan dalam kaitan dengan perayaan Natal: “Di daerah-daerah itu ada gembala-gembala yang tinggal di padang menjaga kawanan ternak mereka pada waktu malam” (Luk. 2:8). Kalau kalender liturgis gereja diterima, Yesus lahir pada 25 Desember (kalender Gregorian yang dipakai gereja Katolik dan Protestan) atau pada 7 Januari (kalender Yulian yang digunakan gereja-gereja Timur), mungkinkah ada kawanan domba yang digembalakan di padang pada waktu malam di musim dingin? Padahal seperti yang diteguhkan oleh catatan-catan sejarah gereja kuno maupun literatur rabbinik Yahudi, yang dimaksud “padang gembala” ternyata bukan padang gembala biasa. Menurut sejarawan Eusebius dari Kaisaria (265-340), tempat itu berkaitan dengan מִגְדַּל־עֵ֗דֶר "Migdal Eder” (Menara Kawanan Domba), yang terletak seribu kaki dari Betlehem. Inilah tempat para gembala menerima berita kelahiran Yesus. Migdal Eder (Menara Kawanan Domba) dalam Taurat dan kitab Nabi-nabi (Kej. 35:21; Mikha 4:8), yang dalam tafsir para rabbi Yahudi juga dikaitkan dengan pengharapan akan datangnya Sang Raja Mesiah. Dalam Kej. 35:16-22 dikisahkan tentang kematian Rahel pada waktu melahirkan Benyamin, yang kemudian dikuburkan di jalan ke Efrata, yaitu di Betlehem.Kuburan Rahel ini ada di Betlehem hingga sekarang, sebuah bangunan dengan kubah putih dengan menorah di atasnya dan tertulis dalam bahasa Ibrani קבר רחל "Qever Raḥel" (kubur Rahel). Targum Yonathan menerjemahkan frasa וְאַתָּ֣ה מִגְדַּל־עֵ֗דֶר “We attah Migdal ‘Eder” (Hai engkau Menara Kawanan Domba) dalam Mikh. 4:8 sebagai personifikasi Mesias: ואַת מְשִׁיחָא דְיִשׁרָאֵל "W’at Meshîhâ d'Yisra’el". "Hai Mesias Israel" (Sperber, 1992:445). Sedangkan Targum Pseudo-Yonathan menyebut Miqdal Eder, tempat Yakub memasang kemahnya, sebagai tempat Raja Mesiah akan menyatakan diri-Nya pada hari-hari akhir (M. Tsuq'er, Vol. I, 2014: 864). Jadi, berdasarkan catatan Yahudi yang tertulis dalam Mishnah, Shekalim 7:4, maka domba-domba dalam Lukas 2:8 bukan binatang gembalaan biasa, tetapi בְּהֵמָה שֶׁנִּמְצְאוּ מִירוּשָׁלַיִם וְעַד מִגְדַּל עֵדֶר "behemah shenimetseu mirusalaim we 'ad Migdal Eder” (binatang-binatang yang ditemukan di sebuah tempat dari Yerusalem sampai Migdal Eder). Domba-domba ini dipersiapkan sebagai kurban untuk Bait Suci, yang dijaga oleh gembala-gembala yang khusus menurut peraturan para rabbi, seperti tercatat dalam Talmud. Karena itu, tempat khusus antara Yerusalem dan Migdal Eder itu, letaknya di jalan tertutup dalam perjalanan dari Betlehem menuju ke Yerusalem (Edersheim, 1995:974). Selanjutnya, berdasarkan catatan para peziarah kuno, gereja membangun kapel yang sekarang disebut حقل الرعاة "Ḥaql al-Ra'āh" (Padang Gembala) yang terletak di Beyt Sahur, dekat Betlehem. Istilah Arab بيت ساحور "Bayt Sahur" (بيت, "Bayt" = "rumah", dan ساحور "Sahūr" = “berjaga”), untuk mengabadikan para gembala yang selalu berjaga untuk mengawasi domba-dombanya pada waktu malam.

2. MITOS ANTI-NATAL "BETLEHEM BERSALJU"?
Para penentang Natal menertawakan perayaan 25 Desember, karena tidak mungkin Yesus lahir bulan Desember, sebab pada waktu itu para gembala sedang menggembalakan domba-dombanya pada malam hari. ”Di wilayah Israel”, demikian argumentasi mereka, “domba-domba pada umumnya paling lambat harus kembali dimasukkan dalam kandangnya pada waktu turun hujan pertama, Hujan pertama itu dalam kalender Yahudi, kadang jatuh pada bulan Marheswan (Oktober/Nopember), kadang pula awal bulan Kislev (Nopember/Desember). Menurut Talmud, ada 2 jenis binatang yang digembalakan: (1) אלו הן בייתות “elu hen bayītot", yaitu ternak piaraan khusus yang dikeluarkan mulai pagi hari untuk merumput di padang yang terletak di batas kota dan kembali ke kota pada malam hari; (2) אלו הן מדבריות “Elu hen midbariyot”, yaitu ternak yang digembalakan di padang. Jenis ini dibagi lagi menjadi dua, yaitu (a) ternak yang digembalakan padang pada waktu Paskah, merumput di padang siang dan malam, dan dimasukkan lagi ke kandang waktu hujan pertama, dan (b) ternak yang keluar merumput di padang dan tidak masuk ke area yang ditentukan, baik pada musim panas maupun pada musim dingin (Beitzah 40b). Catatan Lukas 2:8 merujuk kepada domba-domba khusus untuk upacara korban yang digembalakan di padang tertutup, dan domba-domba tersebut dilepaskan di sana, baik pada musim panas maupun musim hujan. Faktanya, Bait Suci selalu mempunyai persediaan domba-domba sepanjang tahun, karena tidak ada upacara Yahudi yang tanpa kurban binatang. Dalam lingkaran tahun liturgis Yahudi, perayaan yang jatuh pada 25 Kislev hingga 2 Tevet (Desember/Januari) adalah Perayaan Hanukkah (Penahbisan Bait Suci). Hari Raya Penahbisan Bait Suci ditetapkan untuk memperingati kemenangan Yehuda Makabe, yang pada tahun 165-164 SM berhasil menumpas kejahatan raja Anthiokus Epifanes yang menajiskan Bait al Maqdis itu (2 Mak. 10:6). Dalam Yoh. 10:22 disebutkan bahwa perayaan itu jatuh pada musim dingin. Ciri khas perayaan ini, adalah penyalaan lampu-lampu terang, sejarawan Yahudi, Flavius Yosephus (90 M), menyebutnya חַג הַאוּרִים "Ḥag Ha-Urīm" (Hari Raya Terang). Menurut The Coptic Didascalia Apostolorum (189 M), ternyata Yesus dilahirkan tepat pada perayaan Hanukkah, 25 Kislev kalender Ibrani, atau bertepatan dengan 29 Kyahk kalender Mesir. Selain itu, kita juga harus melihat geografis Israel secara keseluruhan. Hanya di wilayah Israel utara biasanya salju turun dari gunung Hermon setiap musim dingin. Sedangkan Bethelem Efrata, tempat Malaikat itu bertemu dengan para gembala, bukan wilayah yang turunnya salju. Wilayah Israel selatan adalah terdiri dari gurun, karena itu bulan Desember suhu Bethelehem hanya berkisar 57-42 derajat Fahrenheit, atau sekitar 13,8 sampai 5,5 derajat Celcius. Pada suhu tertentu yang disebut titik beku, yaitu 0° Celsius, 32° Fahrenheit, barulah salju bisa turun. Karena itu, tidak ada salju di Betlehem, kecuali pada saat-saat tertentu turun salju tipis kiriman dari wilayah utara.

3. AKHIR HANUKKAH: TEVET (DESEMBER) BULAN BAIK TAK TURUN HUJAN
Sumber-sumber rabbinik juga mencatat bahwa ada waktu-waktu baik, hingga bulan Tevet, yang mestinya musim hujan, tidak turun hujan. Seperti yang sudah dicatat, perayaan Hanukkah diselenggarakan mulai 25 Kislev sampai 2 Tevet. Dalam Talmud dikisahkan Rabbi Yehuda berkata: טבא לשתא דטבת ארמלתא “Tava le Shata d’Tevet armalata” (Bulan yang baik Tevet seperti janda” (Ta’anit 6b). Apa maksudnya? “Hujan ibarat suami dari tanah”, kata Rabbi Yehuda, “tanpa hujan tanah seperti seorang janda” (Hersh Goldwurm, 2006). Tentu saja “The Miracle of Tevet” ini disambut baik oleh semua orang Israel. Ada yang berkata: “Ini anugerah agar ladang tetap panen, karena terlalu banyak hujan merusak sayuran”. Dan ada yang berkata: “Penyakit bisa muncul karena hujan berlebihan”. Rabbi Ḥisda berkata: “Ini Tevet yang baik, sebab banyak hujan tanah penuh lumpur". Nah, kalau alasan kebaikan musiman saja, orang dengan gembira menyambut Tevet (Desember/Januari) tanpa hujan, apalagi dengan kedatangan Sang Mesiah. Meskipun catatan Talmud ini tidak langsung berbicara tentang Natal, namun jelas membuktikan bahwa ada masa-masa istimewa yang terjadi. Terlepas dari banyak orang Yahudi sampai hari ini menolak Yesus sebagai Mesias, namun bagi kita yang percaya Natal telah disiapkan khusus oleh Bapa Surgawi dengan hari baik dan cuaca yang cerah untuk menyambut kelahiran-Nya: τὸ πλήρωμα τοῦ χρόνου "to plerôma tou khronou” (When the fulness of the times had come). Dan itu bukan terjadi secara kebetulan saja. Sejujurnya harus dikatakan bahwa alasan klise yang mendukung mitos Desember bersalju, telah lahir dari "paradigma Bule yang sok tau". Sebab tanpa mengaitkan dengan Natal pun, alasan penolakan bahwa pada bulan Desember di wilayah Israel tidak mungkin ada domba-domba yang digembalakan di padang, bertentangan dengan fakta. Kej. 31:38-40 mencatat bahwa pada musim salju pun domba-domba masih bisa digembalakan di padang, bahkan saat musim dingin di wilayah Israel utara: “…Aku dimakan panas hari waktu siang dan kedinginan waktu malam, dan mataku jauh dari pada tertidur”.! Kata yang diterjemahkan “kedinginan di waktu malam” dalam bahasa Ibrani: קֶרַח “qerah” artinya “embun beku". NKJ menerjemahkan: “Thus I was; in the day the drought consumed me, and the frost by night; and my sleep departed from mine eyes”. Kej. 31:38-40 ini ternyata sesuai dengan deskripsi Talmud, Beitzah 40b yang telah disebut di atas: "Itulah ternak-ternak yang keluar untuk merumput di padang dan tidak masuk ke tempat yang ditentukan, baik pada musim panas maupun pada musim dingin". Harus dicatat pula, biasanya “asumsi Bule” yang menopang mitos Desember bersalju, begitu menghirup langsung udara Tanah Suci Israel, biasanya mereka akan berubah. Kota Bethlehem berjarak 10 km di sebelah selatan Yerusalem, leraknya pada ketinggian 775 di atas permukaan laut. Posisi geografis Bethlehem yang berada pada 31° 42′ 11″ lintang utara dan 35° 11′ 44″ bujur timur, menyebabkan zona yang cukup hangat. Berbeda dengan bagian utara di wilayah Hermon, Betlehem yang hingga sekarang suhunya berkisar antara 13,8 sampai 5,5 derajat Celcius, pada bulan Desember tidak pernah turun salju. Kecuali apabila suhunya berubah ekstrim, kadang-kadang salju tipis membedaki wajah cantik Betlehem, seperti yang terjadi pada tahun 1953, dan terakhir pada bulan Januari 2012 dan 2013. Jadi, singkatnya jangan kita bayangkan setiap Desember Betlehem bersalju. Selama ini kita hanya menelan mentah-mentah mitos Anti-Natal, yang ironisnya masih banyak diikuti dan dikembangkan oleh orang-orang Kristen di Indonesia. Lalu dari mana asal “mitos Anti Natal”? Benarkah penanggalan 25 Desember telah dibajak dari perayaan pagan "Sol Invictus"? 
(25112025)(TUS)
Mengenang Mbah Jan

Sudut Pandang 𝗟𝗶𝘁𝘂𝗿𝗴𝗶 𝗞𝗼𝗻𝘁𝗲𝗸𝘀𝘁𝘂𝗮𝗹

Sudut Pandang 𝗟𝗶𝘁𝘂𝗿𝗴𝗶 𝗞𝗼𝗻𝘁𝗲𝗸𝘀𝘁𝘂𝗮𝗹

Berbicara tentang liturgi kontekstual sudah barang tentu tak lepas dari wacana teologi kontekstual. Meskipun demikian perbincangan liturgi yang dikontekstualkan memerlukan percakapan yang serius, karena kerumitannya sama dengan pengonteksan teologi. Untuk itu wacana kali ini membatasi nasabah liturgi dan budaya.

Nasabah liturgi dan budaya sudah setua usia Gereja sendiri. Yesus sendiri menghidupi dan menghayati tradisi iman orang Yahudi dan budayanya. Gereja mula-mula juga menghayati iman kepada Kristus dalam konteks budaya Yahudi dan tradisi religius Perjanjian Lama. Persoalan nasabah iman dan budaya sudah ada sejak saat itu dan bergolak juga ketika berkembang di negeri orang bukan-Yahudi, ke Eropa, lalu ke Nusantara.

Persoalan akibat perjumpaan iman dan budaya tidak selalu sama di setiap tempat dan waktu. Ada proses perjumpaan itu berjalan dengan baik dan ada yang sulit berkembang bahkan mendapat penentangan keras dari masyarakat lokal.

Proses kontekstualisasi liturgi bukanlah sekadar penggunaan simbol-simbol nyata seperti penggunaan busana dan musik lokal untuk perayaan liturgi. Persoalannya lebih rumit daripada itu, karena kontekstualisasi liturgi mencakup beraneka gatra baik pengungkapan, penghayatan, maupun perwujudan dalam kehidupan sehari-hari. Apakah petugas liturgi mengenakan busana tradisional plus stola (yang merupakan simbol bangsawan dan pejabat Romawi) dapat membuat umat yang pulang dari kebaktian mengalami perubahan?

Untuk menolong memahami kontekstualisasi liturgi kita dapat meminjam pengertian kontekstualisasi teologi. Kontekstualisasi bukanlah pempribumian Injil, tetapi bergerak melampaui itu. Pada hakikatnya kontekstualisasi mau menolong orang Kristen menjadi orang Kristen yang sungguh-sungguh Kristen dan sekaligus sungguh-sungguh orang Indonesia. Kontekstual berarti juga melibatkan orang Kristen dalam bersaling tindak dengan sosio-budaya. Hal ini bukan dalam rangka asketisme dan sinkretisme, melainkan pengakaran. Akan tetapi jika pegakaran ini tidak mengakibatkan pengangkatan jatidiri dan martabat manusia juga tidak boleh disebut kontekstualisasi.

Sebagai contoh kuda lumping. Barangkali kesenian ini menarik perhatian wisatawan asing. Pertanyaannya apakah kesenian seperti itu dapat mendorong rakyat memerjuangkan hak-haknya? Demikian juga penerapan busana lokal dan gamelan dalam perayaan liturgi. Apakah penerapan tersebut dapat mengakar, dapat mengangkat jatidiri dan martabat orang Kristen dalam rangka menjadi orang Kristen yang sungguh-sungguh Kristen sekaligus sungguh-sungguh orang Indonesia?

Dasar kontekstualisasi liturgi mengalir dari perutusan trinitaris, perutusan Kristus oleh Bapa dalam Roh Kudus sekaligus misteri perutusan Roh Kudus oleh Bapa dan Kristus. Kedua perutusan ini tidak boleh dipisahkan. Dengan misteri perutusan itu Allah menerima, memakai, dan mengangkat seluruh segi kehidupan manusia dengan segenap kebudayaannya sebagai ajang perjumpaan dengan Allah. 

Dengan ajang perjumpaan di atas budaya lokal dapat dijadikan titik berangkat dalam rangka kontekstualisasi liturgi. Sebagai contoh 𝘏𝘢𝘳𝘪 𝘗𝘦𝘯𝘵𝘢𝘬𝘰𝘴𝘵𝘢 merupakan pesta panen Yahudi. Gereja kemudian memaknai secara baru menjadi hari perayaan pencurahan Roh Kudus. Demikian juga halnya perayaan kafir 𝘚𝘰𝘭 𝘐𝘯𝘷𝘪𝘤𝘵𝘶𝘴 yang dimaknai secara baru menjadi 𝘕𝘢𝘵𝘢𝘭 𝘒𝘳𝘪𝘴𝘵𝘶𝘴. Alihrupa perayaan itu sudah terbukti mengakar kuat serta mengangkat jatidiri dan martabat orang Kristen.

Menurut keragaannya budaya lokal ajeg dan tak berubah. Namun, isi atau kandungan budaya itu kini diterangi dengan iman kristiani. Busana, tarian, alat musik lokal pada dirinya ajeg dan tak berubah, tetapi makna dan jiwanya diubah oleh Gereja untuk mengungkapkan misteri iman Kristen. Proses ini tidak mudah.

Saban hari Pentakosta GKJ menjadikan  itu sebagai Ibadah Riyaya Unduh-Unduh, Liturgi terasa berbeda karena dibumbui dengan anasir seni dan budaya Nusantara. Tradisi  Gerejawi di GKJ untuk Riyaya Unduh-Unduh sudah berlangsung bertahun-tahun dan mungkin sudah dua tiga generasi. 

Apakah penerapan tradisi di GKJ itu sudah mengangkat jatidiri dan martabat warga GKJ? Belum ada penelitiannya. Namun, menurut pengamatan saya, umat GKJ yang patut menjawab. Jadi, apakah Riyaya Unduh-Unduh  masih pada aras pertunjukan, 𝘦𝘯𝘵𝘦𝘳𝘵𝘢𝘪𝘯𝘮𝘦𝘯𝘵, bukan dalam rangka kontekstualisasi liturgi? kiranya umat GKJ yang merasakan, yang dapat menjawab.

(26112025)(TUS)

Tulisan terkait:

Sudut Pandang pertama Perkara 2 teori perihal 25 Desember

Sudut Pandang pertama Perkara 2 teori perihal 25 Desember

PENGANTAR
Untuk seorang teman yang pergi lebih dulu, Senyum dalam duka “untuk hidup di dunia ini, kau harus mampu melakukan tiga hal: mencintai apa yang fana; 
merengkuhnya hingga ke sumsum tulangmu, dengan menyadari bahwa hidupmu bergantung padanya; dan, ketika saatnya tiba untuk melepaskannya pergi, untuk melepaskannya pergi.”
Saya lebih suka memanggilnya Mbah Jan, serasa Jawa padahal Batak tulen, saya dianggap aneh oleh sesama yang mengenalnya, karena lebih pada suka memanggil opung. Sempet mengirim rasa dukacita pada Mbah Endang, Bintang, Unggul, dan Tio. Teman diskusi yang menyenangkan untuk perkara sejarah biblika, apalagi bidang yang saya tekuni juga sejarah, sastra, dan arkeologi biblika. 
Sore ini, saya tiba di rumah saya menikmati beberapa video YT. Entah kenapa, saya menemukan clip ini di kanal resmi @jansaritonangofficial yang tampaknya dikelola oleh Asteria Taruliasi Aritonang (Bintang). Saya trenyuh dengan clip ini. Dia dalam khotbahnya, sempat menceritakan beberapa tulisan saya di laman resmi akademik, merangkum dengan jitu. Mengingat kan awal pertemuan kami adalah awal covid, dalam sebuah zoom diskusi pengajar STTBI dan STFTJ. Oleh karenanya.... saya merangkum diskusi tsb dalam beberapa tulisan tentang 25 Desember. Perkara 25 Desember dalam pandangan 2 teori adalah berlandaskan inkulturisasi, Sebagai contoh 𝘏𝘢𝘳𝘪 𝘗𝘦𝘯𝘵𝘢𝘬𝘰𝘴𝘵𝘢 merupakan pesta panen Yahudi. Gereja kemudian memaknai secara baru menjadi hari perayaan pencurahan Roh Kudus. Demikian juga halnya perayaan kafir 𝘚𝘰𝘭 𝘐𝘯𝘷𝘪𝘤𝘵𝘶𝘴 yang dimaknai secara baru menjadi 𝘕𝘢𝘵𝘢𝘭 𝘒𝘳𝘪𝘴𝘵𝘶𝘴. Alihrupa perayaan itu sudah terbukti mengakar kuat serta mengangkat jatidiri dan martabat orang Kristen. Nasabah liturgi dan budaya sudah setua usia Gereja sendiri. Yesus sendiri menghidupi dan menghayati tradisi iman orang Yahudi dan budayanya. Gereja mula-mula juga menghayati iman kepada Kristus dalam konteks budaya Yahudi dan tradisi religius Perjanjian Lama. Persoalan nasabah iman dan budaya sudah ada sejak saat itu dan bergolak juga ketika berkembang di negeri orang bukan-Yahudi, ke Eropa, lalu ke Nusantara.
Sesungguhnya tidak ada masyarakat yang peduli pada kelahiran Mulyono. Paling-paling beberapa tetangga yang sedikit disibukkan atas kelahirannya selain ibu dan ayahnya. Baru kemudian sesudah Mulyono menjadi Presiden RI yang kita kenal sebagai Presiden Joko Widodo disusunlah biografi yang luar biasa. Dicarilah foto-foto lama yang sangat terbatas koleksinya dan juga saksi-saksi hidup. Dibuatlah kisah hidup Joko Widodo yang heroik dan mengundang decak kagum. Mari, kita lebih memahami perihal ini.


PEMAHAMAN
Demikian halnya tak seorang pun tahu kapan Yesus dari Nazaret dilahirkan. Tidak ada suatu akta kelahiran kuno yang menyatakan dan membuktikan kapan Yesus dilahirkan. Tidak ada seorang saksi hidup yang bisa mengabsahkan. Baru kemudian ketika Yesus sesudah kematian-Nya diangkat menjadi Sang Mesias oleh gereja perdana disusunlah kisah-kisah kelahiran-Nya sebagai kelahiran luar biasa seperti kisah awal dalam Injil Matius dan Injil Lukas yang ditulis sekitar 80 – 85 ZB. Akan tetapi pengarang Injil Markus (ditulis sekitar 70 ZB) sama sekali tidak memandang penting untuk menyusun sebuah kisah kelahiran Yesus. Meskipun pengarang Injil Matius dan Lukas mengisahkan kelahiran Yesus, kedua Injil sama sekali tidak menulis catatan historis mengenai tanggal kelahiran-Nya. Bahkan di seluruh kitab Perjanjian Baru tidak ada.  Bagaimana bisa terjadi penetapan 25 Desember sebagai hari kelahiran Yesus? Ada banyak teori. Dua teori di antaranya sbb.:

Teori Pertama
Sudah menjadi tradisi Israel Kuno untuk menyamakan hari kematian dengan hari kelahiran bapak-bapak leluhur Israel. Tradisi ini mirip dengan kepercayaan Budhisme. Hari kematian Sidharta Gautama sama dengan hari pencapaian pencerahan dan hari kematiannya. Tradisi Jawa Kuno juga memercayai hari kematian seseorang jatuh persis weton atau hari kelahiran penanggalan Jawa. Oleh kekristenan tradisi ini dimodifikasi bahwa hari kematian sama dengan hari pembenihan. Hari kematian Yesus bisa ditentukan dengan akurasi tinggi yang jatuh pada tanggal 14 Nisan dalam kalender Yahudi Kuno yang kemudian dikonversi menjadi 25 Maret dalam kalender Gregorian. Bapak-bapak gereja seperti Klemen dari Aleksandria, Lactantius, Tertullianus, Hippolytus, dan juga sebuah catatan dalam dokumen Acta Pilatus menyatakan hari kematian Yesus jatuh pada tanggal 25 Maret. Dengan demikian begitu hari pembenihan janin Yesus dalam rahim Maria juga jatuh juga pada 25 Maret. Apabila dihitung sembilan bulan dari hari pembenihan, maka hari kelahiran Yesus adalah 25 Desember. Kendati cukup banyak dokumen dari abad III sampai abad IV menyebut tanggal 25 Desember sebagai hari kelahiran Yesus, tidak semua orang pada waktu itu menyetujui adanya perayaan Natal. Origenes dari Aleksandria dalam homili atas Kitab Imamat menyatakan bahwa hanya orang-orang berdosa seperti Firaun dan Raja Herodes yang merayakan hari ulang tahun mereka. Seorang penulis Kristen yang lain bernama Arnobus pada 303 ZB mengolok-olok gagasan untuk merayakan Natal sebagai pemujaan hari lahir dewa-dewi. Dalam pada itu kalangan Montanis menolak kematian Yesus jatuh pada 25 Maret, melainkan pada 6 April. Dengan begitu hari kelahiran Yesus jatuh pada 6 Januari jika dihitung dari hari pembenihan 6 April. Untuk itulah di kalangan Gereja Timur (berbahasa Grika) merayakan Natal pada 6 Januari, sedang Gereja Barat (berbahasa Latin) merayakan Natal pada 25 Desember. (Catatan: Montanus adalah pemimpin gerakan apokaliptik pada pertengahan abad II ZB di Asia Kecil. Gerakan atau alirannya disebut Montanisme, pengikutnya disebut Montanis.)

Teori Kedua
Dalam kehidupan di Kekaisaran Romawi orang-orang Romawi menyembah matahari. Praktik heliolatri ini Dewa Matahari atau Sol menempati kedudukan tertinggi. Dalam diri Dewa Sol ini terjerap dewa-dewa lain yang juga disembah oleh banyak warga Romawi seperti Dewa Apollon (dewa terang), Dewa Elah-Gabal (dewa bangsa Siria), dan Dewa Mithras (dewa perang bangsa Persia). Politik keagamaan dengan menempatkan Dewa Sol sebagai Dewa Tertinggi ini untuk memayungi persatuan kawasan Kekaisaran Romawi yang sangat luas dengan penduduk besar yang menganut berbagai macam agama dan memercayai banyak dewa. Pada 274 ZB Dewa Sol oleh Kaisar Aurelianus ditetapkan secara resmi sebagai Kepala Panteon Negara Romawi, satu-satunya Pelindung Ilahi atas seluruh kekaisaran. Menyembah Dewa Sol sebagai pusat keilahian berarti memusatkan kekuasaan politik pada diri Sang Kaisar Romawi sebagai titisan Dewa Sol. Dalam pemujaan Dewa Sol ini tanggal 25 Desember ditetapkan sebagai hari perayaan religius utama untuk memuja Dewa Sol, yang harus dirayakan di seluruh Kekaisaran Romawi. Mengapa 25 Desember? Bumi itu datar dan paham geosentris berlaku. Pada musim dingin matahari tampak bergeming di titik terendah di horison Eropa sejak 21 Desember. Pada 25 Desember matahari mula sedikit mumbul dari horison dan sedikit demi sedikit bergerak naik. Seolah-olah Dewa Sol terlahir kembali. Peristiwa alam (yang sebenarnya biasa-biasa saja) ditafsir secara religius sebagai saat Dewa Sol berhasil bangkit dari kematian atau Sol Invictus (Matahari Tak Terkalahkan). Pada 25 Desember dijadikan sebagai Hari Kelahiran Dewa Sol Yang Tak Terkalahkan atau Dies Natalis Solis Invicti. Dalam pada itu musuh-musuh Kekaisaran Romawi yang mengusik stabilitas politik bukan saja datang dari kekuatan militer, tetapi “kristenisasi” dari pengikut-pengikut Kristus. Pekabaran Injil oleh gereja-gereja sangat masif untuk melawan agama dan penguasa negara. Konon Kaisar Nero sampai membakar Kota Roma untuk menuding orang-orang Kristen sebagai pembuat onar dan musuh negara. Jemaat Kristen menolak menyembah kaisar sebagai Tuhan (kyrios). Pernyataan “Yesus Kristus adalah Tuhan” dalam Surat Filipi 2:11 bukan saja pernyataan iman, tetapi terutama pernyataan sikap politik. Sungguh mengherankan apabila banyak rohaniman Kristen masa kini menyatakan bahwa gereja tidak boleh berpolitik. Padahal berpolitik di sini adalah menyampaikan suara kenabian apabila penguasa menjadi monster. Tentu saja gereja masa kini tidak boleh berpolitik praktis seperti turut berkampanye untuk memilih partai tertentu. Taktik pemberitaan Injil bukan saja mengambil alih gelar kyrios dari kewibawaan kaisar, tetapi juga Sol Invictus. Gelar kyrios dan Sol Invictus diberikan kepada Yesus Kristus sehingga Yesus Kristus menjadi Matahari Tak Terkalahkan yang sejati. Terjadilah perubahan besar-besaran di masyarakat Romawi dari penganut atau penyembah Dewa Sol menjadi Kristen. “Kristenisasi” di Kekaisaran Romawi sudah sulit dibendung. Memasuki abad IV Kaisar Konstantinus sudah tak berdaya lagi memertahankan agama negara, padahal ia harus menjaga kewibawaan kaisar demi persatuan seluruh wilayah. Menurut mitologi Romawi pada 28 Oktober 312 ZB Kaisar Konstantinus melihat sebuah tanda salib dan sebuah kalimat In Hoc Signo Vinces (Dengan tanda ini, kamu menang) di awan-awan. Ia kemudian menetapkan perayaan keagamaan pemujaan Sol Invictus pada 25 Desember diubah menjadi perayaan keagamaan untuk merayakan Hari Natal Yesus Kristus. Dengan digantinya Dewa Sol dengan Yesus Kristus sebagai Sol Invictus yang sejati dan 25 Desember sebagai Hari Natal Yesus Kristus, Kaisar Konstantinus berhasil memulihkan persatuan seluruh wilayah negara Roma yang warganya mayoritas Kristen. Agama tidak sekali jadi. Agama ber-evolusi. Peradaban berkembang, demikian juga kekristenan. Kristen bukanlah kontinuitas atau diskontinuitas Yahudi, melainkan kontinuitas sekaligus diskontinuitas Yahudi. Kristen berkembang lewat tradisi, bukan lewat Alkitab. Bahkan Alkitab adalah produk tradisi gereja. Alkitab ada, karena ditulis dan ditetapkan oleh gereja, bukan sebaliknya.Hari raya liturgi gereja dimula dan berpusat pada misteri Paska. Pada mulanya tidak ada susunan sistematis dan terencana untuk merayakan peristiwa-peristiwa Kristus. Secara evolusi gereja memberikan tanggapan atas peristiwa-peristiwa tersebut satu per satu. Bapak-bapak gereja sejak abad II merapikan, membentuk, menyusun, dan merekayasa (to engineer) kisah teologinya sehingga menjadi bermakna, bertema, dan bercerita saling berurutan satu dengan lainnya. Hari raya liturgi merupakan drama sarat makna; suatu rekayasa gereja untuk memastori dan membina umat agar dapat lebih menghayati kisah Kristus menurut kesaksian Alkitab dalam bentuk perayaan.Dengan memahami sejarah hari raya liturgi, seperti Sol Invictus sebagai misal, umat menjadi lebih menghayati makna nyanyian gerejawi seperti refrain NKB 72:
Yesus, ‘Kaulah Surya rahmat, ‘Kau kobarkan hatiku.
Bersyukur di jalan s’lamat, aku puji nama-Mu!
(25112025)(TUS)
Mengenang JSA

Selasa, 25 November 2025

Sudut Pandang Matus 1 : 18-25, 𝗠𝗲𝗻𝗮𝗻𝘁𝗶 𝗱𝗲𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗰𝗲𝗺𝗮𝘀, takut, dan lelah tapi Kristus membuat tidak menyerah dan tidak henti juang dalam lawatanNya

Sudut Pandang Matus 1 : 18-25, 𝗠𝗲𝗻𝗮𝗻𝘁𝗶 𝗱𝗲𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗰𝗲𝗺𝗮𝘀, takut, dan lelah tapi Kristus membuat tidak menyerah dan tidak henti juang dalam lawatanNya

PENGANTAR 
Di dalam Alkitab ada dua versi kisah kelahiran Yesus, yang kemudian kita sebut dengan kisah Natal, yaitu versi Injil Matius dan Injil Lukas. Kisah kelahiran Yesus 𝗯𝘂𝗸𝗮𝗻 laporan historis jurnalistik, melainkan cara pengarang Injil Matius dan Lukas berteologi mengenai Yesus. Kedua cerita Natal itu berbeda karena teologi mereka memang berbeda.

Oleh karena kisah kelahiran Yesus di Injil bukan laporan historis jurnalistik, maka kedua cerita itu tidak boleh digabungkan, tidak boleh diharmoniskan. Penggabungan itu kerap kita lihat pada dekorasi gereja atau panggung Natal atau drama Natal: Yesus diletakkan di palungan dan kehadiran gembala (versi Injil Lukas) yang disatukan dengan orang-orang majus (versi Matius).

Menurut versi Injil Matius Yesus lahir di rumah. Rumah siapa? Rumah Yusuf dan Maria. Mereka punya rumah di Betlehem. Mereka tidak punya rumah di Nazaret. Alih-alih punya rumah di Nazaret, ke Nazaret saja mereka belum pernah. Suasana kelahiran Yesus penuh teror dari Raja Herodes.

Menurut versi Injil Lukas Yesus lahir di kandang (apa pun istilahnya) karena Yusuf dan Maria tidak punya rumah di Betlehem. Mereka tinggal di Nazaret. Suasana kelahiran penuh damai. Tidak ada teror dari Raja Herodes. Bahkan Yesus disunat di Betlehem dan kemudian dibawa ke Yerusalem untuk prosesi sesuai dengan hukum Musa. Bukan hanya itu, Yesus sewaktu masih anak-anak dibawa ke Yerusalem untuk perayaan Paska. Tidak ada ancaman pembunuhan terhadap Yesus.

Kalau berbeda cerita karena persoalan teologi yang diusung oleh masing-masing pengarang Injil, apa dong perbedaannya? 

Sebagai petunjuk awal Injil Matius dibuka dengan silsilah Yesus karena pengarang Injil Matius hendak mengatakan bahwa Yesus sejak lahir adalah Raja Mesianik. Raja Herodes mewakili pemimpin Yahudi yang menolak Yesus 𝘙𝘢𝘫𝘢 𝘔𝘦𝘴𝘪𝘢𝘯𝘪𝘬, 𝘢𝘯𝘢𝘬 𝘋𝘢𝘶𝘥, sedang orang-orang majus adalah gambaran orang bukan-Yahudi yang menerima Yesus 𝘙𝘢𝘫𝘢 𝘠𝘢𝘩𝘶𝘥𝘪, 𝘢𝘯𝘢𝘬 𝘈𝘣𝘳𝘢𝘩𝘢𝘮.

Pengarang Injil Lukas yang mengusung teologi kenaikan, dari tempat rendah ke tempat lebih tinggi, mau menyampaikan bahwa Yesus menjadi Raja Mesianik sesudah kebangkitan dan kenaikan-Nya. Sebelum menjadi Raja Mesianik, Ia harus menderita. Kalau ada dekorasi Natal yang menampilkan orang-orang majus mendatangi Yesus di kandang, maka itu jelas keliru dan 𝘯𝘨𝘢𝘸𝘶𝘳, tidak masuk ke dalam teologi Lukas karena Yesus belum menjadi Raja Mesianik pada saat dilahirkan. Yesus menjadi Raja Mesianik sesudah menderita, mati, bangkit, dan naik ke surga.

Pengarang Injil Yohanes tak mau kalah. Pada mulanya Yesus itu sudah ada sebelum dunia dijadikan karena Yesus adalah Firman Allah. Menurut pengarang Injil Yohanes Yesus adalah υἱὸς (baca: uios) Allah pada mulanya. Sang Firman itu bersama-sama dengan Allah (Yoh. 1:1). Sang Firman itu adalah Anak Tunggal Allah yang ada di pangkuan Bapa (Yoh. 1:14, 18). Sang Firman yang nuzul menjadi manusia itu adalah Anak Allah (Yoh. 1:14, 34, 49). Oleh karena itu Injil Yohanes tidak membutuhkan cerita Natal ala Matius dan Lukas serta cerita pembaptisan ala Injil-injil Sinoptis. Penulis Injil Yohanes sengaja menolak cerita pembaptisan Yesus. Meskipun Yohanes Pembaptis ditampilkan, ia tidak diceritakan membaptis Yesus.


PEMAHAMAN 
Bacaan ekumenis Minggu keempat masa Adven hari ini diambil dari Injil Matius 1:18-25 yang didahului dengan Yesaya 7:10-16, Mazmur 80:1-7, 17-19, dan Roma 1:1-7.

Keterbatasan manusia itu mengingatkan kita bahwa kita adalah manusia yang rapuh, sudah pasti kita bisa lelah ataupun bisa takut, itu kodrat manusia. Kalau  tidak bisa lelah dan tidak bisa takut itu bukan lagi manusia, iblis mungkin. Namun, di tengah segala kerapuhan itu, Allah yang melampaui kita kini hadir bersama kita, Allah memampukan kita untuk tidak menyerah dan terus berjuang di tengah kelelahan dan ketakutan kita. Ia menyertai kita bukan dengan memberikan solusi instan atas persoalan hidup, atau dengan membalikkan penderitaan menjadi kemudahan. Ia beserta kita dengan cara yang paling mendalam: 
menjadi manusia sejati seperti kita. Maka, dalam segala keterbatasan, seharusnya kita menyadari bahwa kita tidak sendirian. Di dalam krisis terdapat perjumpaan dengan Kristus, 
bahwa bersama Kristus, selalu ada kekuatan, betapa pun berat jalan yang kita tempuh, betapapun kita lelah, betapapun kita takut.

Injil kanonik tertua adalah Injil Markus. Pengarang Injil Markus mengawali bukunya dengan “Inilah permulaan Injil tentang Yesus Kristus, Anak Allah. Seperti ada tertulis dalam kitab nabi Yesaya: "Lihatlah, Aku menyuruh utusan-Ku mendahului Engkau, ia akan mempersiapkan jalan bagi-Mu ....”.

Penginjil Matius tampaknya kurang 𝘴𝘳𝘦𝘨 dengan pembukaan Injil Markus. “𝘔𝘰𝘴𝘰𝘬 diawali dengan Yohanes Pembaptis?” begitu kira-kira kritik Matius. Matius secara kreatif menambah dua pasal khusus untuk membuka Injilnya. Secara mantap Matius mengawali Injilnya 𝘐𝘯𝘪𝘭𝘢𝘩 𝘴𝘪𝘭𝘴𝘪𝘭𝘢𝘩 𝘠𝘦𝘴𝘶𝘴 𝘒𝘳𝘪𝘴𝘵𝘶𝘴, 𝘢𝘯𝘢𝘬 𝘋𝘢𝘶𝘥, 𝘢𝘯𝘢𝘬 𝘈𝘣𝘳𝘢𝘩𝘢𝘮. Matius langsung mengungkapkan jatidiri Yesus yang dianggapnya sangat penting: 𝗞𝗿𝗶𝘀𝘁𝘂𝘀, 𝗮𝗻𝗮𝗸 𝗗𝗮𝘂𝗱, 𝗮𝗻𝗮𝗸 𝗔𝗯𝗿𝗮𝗵𝗮𝗺.

Kisah menjelang kelahiran Yesus versi Injil Matius tak serumit versi Injil Lukas. Di versi Injil Lukas ada episode pemberitahuan kelahiran Yohanes Pembaptis (Luk. 1:5-25), pemberitahuan kelahiran Yesus (Luk. 1:26-38), Maria bertemu dengan Elisabet (Luk. 1:39-45), Maria memuliakan Tuhan (Luk. 1:46-56), kelahiran Yohanes Pembaptis (Luk. 1:57-66), lalu ayah Yohanes bernubuat (Luk. 1:67-80), dan akhirnya Yesus dilahirkan (Luk. 2:1-7). Bukan itu saja, dalam episode Kelahiran Yesus Yusuf-Maria masih harus pergi dulu ke Betlehem dari Nazaret, Galilea, atas perintah sensus dari Kaisar Agustus. 

Meskipun kisah menjelang kelahiran Yesus versi Injil Matius diceritakan dengan narasi sederhana, tetapi sebenarnya sarat makna.

𝗬𝗲𝘀𝘂𝘀 𝗮𝗻𝗮𝗸 𝗗𝗮𝘂𝗱 
Keturunan Daud terakhir sebelum Yesus adalah Yusuf, maka  kisah kelahiran Yesus versi Matius menekankan tokoh Yusuf. Yusuf ini bukanlah sembarang Yusuf, melainkan Yusuf keturunan Daud.  Malaikat menyapa Yusuf sebagai anak Daud (Mat. 1:20). Yusuf menjadi suami Maria yang mengandung Yesus sehingga Yusuf menjadi “ayah” Yesus. Oleh karena Yusuf anak Daud menjadi “ayah” Yesus, maka Yesus menjadi “Yesus anak Daud”.

𝗔𝗻𝗮𝗸 𝗠𝗮𝗿𝗶𝗮 𝗮𝗱𝗮𝗹𝗮𝗵 𝗔𝗻𝗮𝗸 𝗔𝗹𝗹𝗮𝗵 
Kalimat pertama (ay. 18) dalam episode kelahiran Yesus sudah menekankan bahwa anak yang dikandung Maria adalah anak dari Roh Kudus, bukan anak dari Yusuf. Dalam arti ketat atau biologis Yesus bukan keturunan Daud. Namun karena Yusuf menjadi suami Maria sesuai hukum Yahudi, Yusuf adalah ayah Yesus secara hukum. Dalam ayat 20 juga Matius menekankan lagi bahwa Yesus adalah Anak Allah. Yesus Anak Allah, maka hanya Allah yang berhak memberi nama (ay. 21). 

Versi Injil Markus Yesus menjadi Anak Allah sesudah dibaptis (Mrk. 1:11). Matius menolak pendapat Markus. Yesus adalah Anak Allah sejak dari kandungan, kata Matius.

𝗣𝗲𝗻𝗴𝗴𝗲𝗻𝗮𝗽𝗮𝗻 𝗷𝗮𝗻𝗷𝗶 𝗔𝗹𝗹𝗮𝗵
Ayat 22-23: Hal itu terjadi supaya genaplah yang difirmankan Tuhan melalui nabi: "𝘚𝘦𝘴𝘶𝘯𝘨𝘨𝘶𝘩𝘯𝘺𝘢 𝘢𝘯𝘢𝘬 𝘥𝘢𝘳𝘢 𝘪𝘵𝘶 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯𝘥𝘶𝘯𝘨 𝘥𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘭𝘢𝘩𝘪𝘳𝘬𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘢𝘯𝘢𝘬 𝘭𝘢𝘬𝘪-𝘭𝘢𝘬𝘪, 𝘥𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘢𝘮𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘋𝘪𝘢 𝘐𝘮𝘢𝘯𝘶𝘦𝘭." -- yang berarti: Allah menyertai kita.

Matius mengutip Yesaya 7:14 untuk ayat di atas, meskipun ia tidak secara eksplisit mengatakannya. “𝘚𝘦𝘣𝘢𝘣 𝘪𝘵𝘶 𝘛𝘶𝘩𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘯𝘥𝘪𝘳𝘪𝘭𝘢𝘩 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘦𝘳𝘪𝘬𝘢𝘯 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢𝘮𝘶 𝘴𝘶𝘢𝘵𝘶 𝘱𝘦𝘳𝘵𝘢𝘯𝘥𝘢: 𝘚𝘦𝘴𝘶𝘯𝘨𝘨𝘶𝘩𝘯𝘺𝘢, 𝘴𝘦𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘱𝘦𝘳𝘦𝘮𝘱𝘶𝘢𝘯 𝘮𝘶𝘥𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯𝘥𝘶𝘯𝘨 𝘥𝘢𝘯 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘭𝘢𝘩𝘪𝘳𝘬𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘢𝘯𝘢𝘬 𝘭𝘢𝘬𝘪-𝘭𝘢𝘬𝘪, 𝘥𝘢𝘯 𝘪𝘢 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘢𝘮𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘋𝘪𝘢 𝘐𝘮𝘢𝘯𝘶𝘦𝘭.” (Yes. 7:14).

Perempuan muda di Yesaya 7:14 diterjemahkan dari kata Ibrani 𝘢𝘭𝘮𝘢𝘩 yang secara literal berarti perempuan belum bersuami, tetapi tidak bermakna perawan.

Perempuan muda itu adalah perempuan yang masih muda, meskipun mungkin ia sudah tidak perawan atau sudah bersuami. Kehamilan perempuan muda di Yesaya 7:14 bukanlah kehamilan karena Roh Kudus, melainkan kehamilan normal. Siapa perempuan muda dan anak laki-lakinya yang dimaksud di Yesaya 7:14? Menurut para ahli PL anak laki-laki itu adalah anak Ahas sendiri karena Yahweh dan Nabi Yesaya sedang berbicara kepada Ahas di Yesaya 7:10-25. Anak Ahas yang menggantikan Ahas menjadi raja Yehuda adalah Hizkia (2Raj. 18-20). Jadi, perempuan muda di Yesaya 7:14 adalah ibu Hizkia: Abi (2Raj. 18:2).

Sejalan dengan waktu kitab Yesaya dan kitab-kitab lainnya diterjemahkan ke bahasa Grika, yang kita kenal dengan Septuaginta. Kata 𝘢𝘭𝘮𝘢𝘩 diterjemahkan menjadi παρθένος (baca: 𝘱𝘢𝘳𝘵𝘩𝘦𝘯𝘰𝘴). Seperti lazimnya penulis kitab Perjanjian Baru yang menggunakan Septuaginta Matius pun menggunakannya sehingga 𝘱𝘢𝘳𝘵𝘩𝘦𝘯𝘰𝘴 diartikan sebagai anak dara atau perawan (𝘷𝘪𝘳𝘨𝘪𝘯). Kutipan dari Yesaya 7:14 di Matius 1:23 sudah berubah maknanya menjadi 𝘔𝘢𝘳𝘪𝘢 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘭𝘢𝘩𝘪𝘳𝘬𝘢𝘯 𝘢𝘯𝘢𝘬 𝘭𝘢𝘬𝘪-𝘭𝘢𝘬𝘪 𝘴𝘦𝘬𝘢𝘭𝘪𝘱𝘶𝘯 𝘪𝘢 𝘮𝘢𝘴𝘪𝘩 𝘱𝘦𝘳𝘢𝘸𝘢𝘯 𝘢𝘵𝘢𝘶 𝘣𝘦𝘭𝘶𝘮 𝘣𝘦𝘳𝘴𝘦𝘵𝘶𝘣𝘶𝘩.

Sesuai dengan kutipan dari kitab Yesaya itu Yesus (Mat. 1:21) juga akan dinamakan 𝙄𝙢𝙖𝙣𝙪𝙚𝙡 yang berarti: Allah menyertai kita (Mat. 1:23). Dalam konklusi Matius menekankan lagi bahwa Yesus menyertai kita sampai akhir zaman (Mat. 28:20). Melalui diri Sang Imanuel Allah menggenapi janji-janji-Nya, terutama janji bahwa Ia akan menyertai umat-Nya sampai selama-lamanya.

Seperti yang sudah saya sampaikan bahwa masa Adven mengandung dua gatra (𝘢𝘴𝘱𝘦𝘤𝘵𝘴): historis dan eskatologis. Historis, umat bersiap diri untuk mengenang menuju perayaan peristiwa kelahiran Yesus yang terjadi sekitar 2026 tahun yang lalu. Eskatologis, umat bersiap diri dalam pengharapan akan kedatangan kembali Kristus (𝘱𝘢𝘳𝘰𝘶𝘴𝘪𝘢). Hari ini penginjil Matius berpesan kepada kita, meskipun masa penantian sarat teror (bom) dan kecemasan, Allah menyertai umat-Nya, bahkan sampai akhir zaman di tengah kelelahan kita, di tengah ketakutan kita. Injil Matius dengan tegas menghubungkan peristiwa ini dengan nubuat Yesaya: “Sesungguhnya, anak dara itu akan
mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki, dan mereka akan menamakan Dia Imanuel,” yang berarti: Allah beserta kita.
(Mat.1:23). Imanuel bukan hanya nama. Ia adalah realitas. Ia adalah janji yang digenapi bahwa di tengah semua pergumulan,
kebingungan, dan ketakutan manusia, Allah tidak tinggal diam. Ia tidak menjauh. Ia justru datang mendekat - bahkan tinggal
bersama kita. Minggu Adven keempat mengingatkan kita, hidup tak terhindarkan dari krisis, dan mudah membuat kita takut serta lelah. Namun kita tidak pernah sendiri, Allah beserta kita. Janji Imanuel digenapi dalam kelahiran Yesus Kristus, yang membawa pengharapan, kekuatan, dan damai sejahtera di
tengah ketidakpastian.

(18122022)(TUS)

Sudut Pandang Matius 1 : 18-25, 𝗠𝗲𝗻𝗮𝗻𝘁𝗶 𝗱𝗲𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗰𝗲𝗺𝗮𝘀[𝗠𝗶𝗻𝗴𝗴𝘂 𝗜𝗩 𝗔𝗱𝘃𝗲𝗻, 𝗧𝗮𝗵𝘂𝗻 𝗔]

 

Sudut Pandang Matius 1 : 18-25,  𝗠𝗲𝗻𝗮𝗻𝘁𝗶 𝗱𝗲𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗰𝗲𝗺𝗮𝘀
[𝗠𝗶𝗻𝗴𝗴𝘂 𝗜𝗩 𝗔𝗱𝘃𝗲𝗻, 𝗧𝗮𝗵𝘂𝗻 𝗔]

PENGANTAR 
Di dalam Alkitab ada dua versi kisah kelahiran Yesus, yang kemudian kita sebut dengan kisah Natal, yaitu versi Injil Matius dan Injil Lukas. Kisah kelahiran Yesus 𝗯𝘂𝗸𝗮𝗻 laporan historis jurnalistik, melainkan cara pengarang Injil Matius dan Lukas berteologi mengenai Yesus. Kedua cerita Natal itu berbeda karena teologi mereka memang berbeda.

Oleh karena kisah kelahiran Yesus di Injil bukan laporan historis jurnalistik, maka kedua cerita itu tidak boleh digabungkan, tidak boleh diharmoniskan. Penggabungan itu kerap kita lihat pada dekorasi gereja atau panggung Natal atau drama Natal: Yesus diletakkan di palungan dan kehadiran gembala (versi Injil Lukas) yang disatukan dengan orang-orang majus (versi Matius).

Menurut versi Injil Matius Yesus lahir di rumah. Rumah siapa? Rumah Yusuf dan Maria. Mereka punya rumah di Betlehem. Mereka tidak punya rumah di Nazaret. Alih-alih punya rumah di Nazaret, ke Nazaret saja mereka belum pernah. Suasana kelahiran Yesus penuh teror dari Raja Herodes.

Menurut versi Injil Lukas Yesus lahir di kandang (apa pun istilahnya) karena Yusuf dan Maria tidak punya rumah di Betlehem. Mereka tinggal di Nazaret. Suasana kelahiran penuh damai. Tidak ada teror dari Raja Herodes. Bahkan Yesus disunat di Betlehem dan kemudian dibawa ke Yerusalem untuk prosesi sesuai dengan hukum Musa. Bukan hanya itu, Yesus sewaktu masih anak-anak dibawa ke Yerusalem untuk perayaan Paska. Tidak ada ancaman pembunuhan terhadap Yesus.

Kalau berbeda cerita karena persoalan teologi yang diusung oleh masing-masing pengarang Injil, apa dong perbedaannya? 

Sebagai petunjuk awal Injil Matius dibuka dengan silsilah Yesus karena pengarang Injil Matius hendak mengatakan bahwa Yesus sejak lahir adalah Raja Mesianik. Raja Herodes mewakili pemimpin Yahudi yang menolak Yesus 𝘙𝘢𝘫𝘢 𝘔𝘦𝘴𝘪𝘢𝘯𝘪𝘬, 𝘢𝘯𝘢𝘬 𝘋𝘢𝘶𝘥, sedang orang-orang majus adalah gambaran orang bukan-Yahudi yang menerima Yesus 𝘙𝘢𝘫𝘢 𝘠𝘢𝘩𝘶𝘥𝘪, 𝘢𝘯𝘢𝘬 𝘈𝘣𝘳𝘢𝘩𝘢𝘮.

Pengarang Injil Lukas yang mengusung teologi kenaikan, dari tempat rendah ke tempat lebih tinggi, mau menyampaikan bahwa Yesus menjadi Raja Mesianik sesudah kebangkitan dan kenaikan-Nya. Sebelum menjadi Raja Mesianik, Ia harus menderita. Kalau ada dekorasi Natal yang menampilkan orang-orang majus mendatangi Yesus di kandang, maka itu jelas keliru dan 𝘯𝘨𝘢𝘸𝘶𝘳, tidak masuk ke dalam teologi Lukas karena Yesus belum menjadi Raja Mesianik pada saat dilahirkan. Yesus menjadi Raja Mesianik sesudah menderita, mati, bangkit, dan naik ke surga.

Pengarang Injil Yohanes tak mau kalah. Pada mulanya Yesus itu sudah ada sebelum dunia dijadikan karena Yesus adalah Firman Allah. Menurut pengarang Injil Yohanes Yesus adalah υἱὸς (baca: uios) Allah pada mulanya. Sang Firman itu bersama-sama dengan Allah (Yoh. 1:1). Sang Firman itu adalah Anak Tunggal Allah yang ada di pangkuan Bapa (Yoh. 1:14, 18). Sang Firman yang nuzul menjadi manusia itu adalah Anak Allah (Yoh. 1:14, 34, 49). Oleh karena itu Injil Yohanes tidak membutuhkan cerita Natal ala Matius dan Lukas serta cerita pembaptisan ala Injil-injil Sinoptis. Penulis Injil Yohanes sengaja menolak cerita pembaptisan Yesus. Meskipun Yohanes Pembaptis ditampilkan, ia tidak diceritakan membaptis Yesus.


PEMAHAMAN 
Bacaan ekumenis Minggu keempat masa Adven hari ini diambil dari Injil Matius 1:18-25 yang didahului dengan Yesaya 7:10-16, Mazmur 80:1-7, 17-19, dan Roma 1:1-7.

Injil kanonik tertua adalah Injil Markus. Pengarang Injil Markus mengawali bukunya dengan “Inilah permulaan Injil tentang Yesus Kristus, Anak Allah. Seperti ada tertulis dalam kitab nabi Yesaya: "Lihatlah, Aku menyuruh utusan-Ku mendahului Engkau, ia akan mempersiapkan jalan bagi-Mu ....”.

Penginjil Matius tampaknya kurang 𝘴𝘳𝘦𝘨 dengan pembukaan Injil Markus. “𝘔𝘰𝘴𝘰𝘬 diawali dengan Yohanes Pembaptis?” begitu kira-kira kritik Matius. Matius secara kreatif menambah dua pasal khusus untuk membuka Injilnya. Secara mantap Matius mengawali Injilnya 𝘐𝘯𝘪𝘭𝘢𝘩 𝘴𝘪𝘭𝘴𝘪𝘭𝘢𝘩 𝘠𝘦𝘴𝘶𝘴 𝘒𝘳𝘪𝘴𝘵𝘶𝘴, 𝘢𝘯𝘢𝘬 𝘋𝘢𝘶𝘥, 𝘢𝘯𝘢𝘬 𝘈𝘣𝘳𝘢𝘩𝘢𝘮. Matius langsung mengungkapkan jatidiri Yesus yang dianggapnya sangat penting: 𝗞𝗿𝗶𝘀𝘁𝘂𝘀, 𝗮𝗻𝗮𝗸 𝗗𝗮𝘂𝗱, 𝗮𝗻𝗮𝗸 𝗔𝗯𝗿𝗮𝗵𝗮𝗺.

Kisah menjelang kelahiran Yesus versi Injil Matius tak serumit versi Injil Lukas. Di versi Injil Lukas ada episode pemberitahuan kelahiran Yohanes Pembaptis (Luk. 1:5-25), pemberitahuan kelahiran Yesus (Luk. 1:26-38), Maria bertemu dengan Elisabet (Luk. 1:39-45), Maria memuliakan Tuhan (Luk. 1:46-56), kelahiran Yohanes Pembaptis (Luk. 1:57-66), lalu ayah Yohanes bernubuat (Luk. 1:67-80), dan akhirnya Yesus dilahirkan (Luk. 2:1-7). Bukan itu saja, dalam episode Kelahiran Yesus Yusuf-Maria masih harus pergi dulu ke Betlehem dari Nazaret, Galilea, atas perintah sensus dari Kaisar Agustus. 

Meskipun kisah menjelang kelahiran Yesus versi Injil Matius diceritakan dengan narasi sederhana, tetapi sebenarnya sarat makna.

𝗬𝗲𝘀𝘂𝘀 𝗮𝗻𝗮𝗸 𝗗𝗮𝘂𝗱 
Keturunan Daud terakhir sebelum Yesus adalah Yusuf, maka  kisah kelahiran Yesus versi Matius menekankan tokoh Yusuf. Yusuf ini bukanlah sembarang Yusuf, melainkan Yusuf keturunan Daud.  Malaikat menyapa Yusuf sebagai anak Daud (Mat. 1:20). Yusuf menjadi suami Maria yang mengandung Yesus sehingga Yusuf menjadi “ayah” Yesus. Oleh karena Yusuf anak Daud menjadi “ayah” Yesus, maka Yesus menjadi “Yesus anak Daud”.

𝗔𝗻𝗮𝗸 𝗠𝗮𝗿𝗶𝗮 𝗮𝗱𝗮𝗹𝗮𝗵 𝗔𝗻𝗮𝗸 𝗔𝗹𝗹𝗮𝗵 
Kalimat pertama (ay. 18) dalam episode kelahiran Yesus sudah menekankan bahwa anak yang dikandung Maria adalah anak dari Roh Kudus, bukan anak dari Yusuf. Dalam arti ketat atau biologis Yesus bukan keturunan Daud. Namun karena Yusuf menjadi suami Maria sesuai hukum Yahudi, Yusuf adalah ayah Yesus secara hukum. Dalam ayat 20 juga Matius menekankan lagi bahwa Yesus adalah Anak Allah. Yesus Anak Allah, maka hanya Allah yang berhak memberi nama (ay. 21). 

Versi Injil Markus Yesus menjadi Anak Allah sesudah dibaptis (Mrk. 1:11). Matius menolak pendapat Markus. Yesus adalah Anak Allah sejak dari kandungan, kata Matius.

𝗣𝗲𝗻𝗴𝗴𝗲𝗻𝗮𝗽𝗮𝗻 𝗷𝗮𝗻𝗷𝗶 𝗔𝗹𝗹𝗮𝗵
Ayat 22-23: Hal itu terjadi supaya genaplah yang difirmankan Tuhan melalui nabi: "𝘚𝘦𝘴𝘶𝘯𝘨𝘨𝘶𝘩𝘯𝘺𝘢 𝘢𝘯𝘢𝘬 𝘥𝘢𝘳𝘢 𝘪𝘵𝘶 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯𝘥𝘶𝘯𝘨 𝘥𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘭𝘢𝘩𝘪𝘳𝘬𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘢𝘯𝘢𝘬 𝘭𝘢𝘬𝘪-𝘭𝘢𝘬𝘪, 𝘥𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘢𝘮𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘋𝘪𝘢 𝘐𝘮𝘢𝘯𝘶𝘦𝘭." -- yang berarti: Allah menyertai kita.

Matius mengutip Yesaya 7:14 untuk ayat di atas, meskipun ia tidak secara eksplisit mengatakannya. “𝘚𝘦𝘣𝘢𝘣 𝘪𝘵𝘶 𝘛𝘶𝘩𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘯𝘥𝘪𝘳𝘪𝘭𝘢𝘩 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘦𝘳𝘪𝘬𝘢𝘯 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢𝘮𝘶 𝘴𝘶𝘢𝘵𝘶 𝘱𝘦𝘳𝘵𝘢𝘯𝘥𝘢: 𝘚𝘦𝘴𝘶𝘯𝘨𝘨𝘶𝘩𝘯𝘺𝘢, 𝘴𝘦𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘱𝘦𝘳𝘦𝘮𝘱𝘶𝘢𝘯 𝘮𝘶𝘥𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯𝘥𝘶𝘯𝘨 𝘥𝘢𝘯 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘭𝘢𝘩𝘪𝘳𝘬𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘢𝘯𝘢𝘬 𝘭𝘢𝘬𝘪-𝘭𝘢𝘬𝘪, 𝘥𝘢𝘯 𝘪𝘢 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘢𝘮𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘋𝘪𝘢 𝘐𝘮𝘢𝘯𝘶𝘦𝘭.” (Yes. 7:14).

Perempuan muda di Yesaya 7:14 diterjemahkan dari kata Ibrani 𝘢𝘭𝘮𝘢𝘩 yang secara literal berarti perempuan belum bersuami, tetapi tidak bermakna perawan.

Perempuan muda itu adalah perempuan yang masih muda, meskipun mungkin ia sudah tidak perawan atau sudah bersuami. Kehamilan perempuan muda di Yesaya 7:14 bukanlah kehamilan karena Roh Kudus, melainkan kehamilan normal. Siapa perempuan muda dan anak laki-lakinya yang dimaksud di Yesaya 7:14? Menurut para ahli PL anak laki-laki itu adalah anak Ahas sendiri karena Yahweh dan Nabi Yesaya sedang berbicara kepada Ahas di Yesaya 7:10-25. Anak Ahas yang menggantikan Ahas menjadi raja Yehuda adalah Hizkia (2Raj. 18-20). Jadi, perempuan muda di Yesaya 7:14 adalah ibu Hizkia: Abi (2Raj. 18:2).

Sejalan dengan waktu kitab Yesaya dan kitab-kitab lainnya diterjemahkan ke bahasa Grika, yang kita kenal dengan Septuaginta. Kata 𝘢𝘭𝘮𝘢𝘩 diterjemahkan menjadi παρθένος (baca: 𝘱𝘢𝘳𝘵𝘩𝘦𝘯𝘰𝘴). Seperti lazimnya penulis kitab Perjanjian Baru yang menggunakan Septuaginta Matius pun menggunakannya sehingga 𝘱𝘢𝘳𝘵𝘩𝘦𝘯𝘰𝘴 diartikan sebagai anak dara atau perawan (𝘷𝘪𝘳𝘨𝘪𝘯). Kutipan dari Yesaya 7:14 di Matius 1:23 sudah berubah maknanya menjadi 𝘔𝘢𝘳𝘪𝘢 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘭𝘢𝘩𝘪𝘳𝘬𝘢𝘯 𝘢𝘯𝘢𝘬 𝘭𝘢𝘬𝘪-𝘭𝘢𝘬𝘪 𝘴𝘦𝘬𝘢𝘭𝘪𝘱𝘶𝘯 𝘪𝘢 𝘮𝘢𝘴𝘪𝘩 𝘱𝘦𝘳𝘢𝘸𝘢𝘯 𝘢𝘵𝘢𝘶 𝘣𝘦𝘭𝘶𝘮 𝘣𝘦𝘳𝘴𝘦𝘵𝘶𝘣𝘶𝘩.

Sesuai dengan kutipan dari kitab Yesaya itu Yesus (Mat. 1:21) juga akan dinamakan 𝙄𝙢𝙖𝙣𝙪𝙚𝙡 yang berarti: Allah menyertai kita (Mat. 1:23). Dalam konklusi Matius menekankan lagi bahwa Yesus menyertai kita sampai akhir zaman (Mat. 28:20). Melalui diri Sang Imanuel Allah menggenapi janji-janji-Nya, terutama janji bahwa Ia akan menyertai umat-Nya sampai selama-lamanya.

Seperti yang sudah saya sampaikan bahwa masa Adven mengandung dua gatra (𝘢𝘴𝘱𝘦𝘤𝘵𝘴): historis dan eskatologis. Historis, umat bersiap diri untuk mengenang menuju perayaan peristiwa kelahiran Yesus yang terjadi sekitar 2026 tahun yang lalu. Eskatologis, umat bersiap diri dalam pengharapan akan kedatangan kembali Kristus (𝘱𝘢𝘳𝘰𝘶𝘴𝘪𝘢). Hari ini penginjil Matius berpesan kepada kita, meskipun masa penantian sarat teror (bom) dan kecemasan, Allah menyertai umat-Nya, bahkan sampai akhir zaman.

 (18122022)(TUS)

Sudut Pandang Matius 11 : 2-11, 𝗞𝗲𝗰𝗲𝘄𝗮 Karena ragu


Sudut Pandang Matius 11 : 2-11, 𝗞𝗲𝗰𝗲𝘄𝗮 Karena ragu

PENGANTAR 
Minggu lalu kita membahas kiprah awal Yohanes Pembaptis. Dalam cerita itu Yohanes berpendapat tentang Yesus. Kata Yohanes, “𝘈𝘬𝘶 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘢𝘱𝘵𝘪𝘴 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘢𝘪𝘳 𝘴𝘦𝘣𝘢𝘨𝘢𝘪 𝘵𝘢𝘯𝘥𝘢 𝘱𝘦𝘳𝘵𝘰𝘣𝘢𝘵𝘢𝘯, 𝘵𝘦𝘵𝘢𝘱𝘪 𝘐𝘢 (𝘠𝘦𝘴𝘶𝘴) 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘥𝘢𝘵𝘢𝘯𝘨 𝘬𝘦𝘮𝘶𝘥𝘪𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘵𝘦𝘭𝘢𝘩 𝘢𝘬𝘶 𝘭𝘦𝘣𝘪𝘩 𝘣𝘦𝘳𝘬𝘶𝘢𝘴𝘢 𝘥𝘢𝘳𝘪𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘢𝘬𝘶 𝘥𝘢𝘯 𝘢𝘬𝘶 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘭𝘢𝘺𝘢𝘬 𝘮𝘦𝘭𝘦𝘱𝘢𝘴𝘬𝘢𝘯 𝘬𝘢𝘴𝘶𝘵-𝘕𝘺𝘢. 𝘐𝘢 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘢𝘱𝘵𝘪𝘴𝘬𝘢𝘯 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘙𝘰𝘩 𝘒𝘶𝘥𝘶𝘴 𝘥𝘢𝘯 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘢𝘱𝘪. 𝘈𝘭𝘢𝘵 𝘱𝘦𝘯𝘢𝘮𝘱𝘪 𝘴𝘶𝘥𝘢𝘩 𝘥𝘪 𝘵𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯-𝘕𝘺𝘢. 𝘐𝘢 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘦𝘳𝘴𝘪𝘩𝘬𝘢𝘯 𝘵𝘦𝘮𝘱𝘢𝘵 𝘱𝘦𝘯𝘨𝘪𝘳𝘪𝘬𝘢𝘯-𝘕𝘺𝘢 𝘥𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘶𝘮𝘱𝘶𝘭𝘬𝘢𝘯 𝘨𝘢𝘯𝘥𝘶𝘮-𝘕𝘺𝘢 𝘬𝘦 𝘥𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘭𝘶𝘮𝘣𝘶𝘯𝘨, 𝘵𝘦𝘵𝘢𝘱𝘪 𝘥𝘦𝘣𝘶 𝘫𝘦𝘳𝘢𝘮𝘪 𝘪𝘵𝘶 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘥𝘪𝘣𝘢𝘬𝘢𝘳-𝘕𝘺𝘢 𝘥𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘢𝘱𝘪 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘵𝘦𝘳𝘱𝘢𝘥𝘢𝘮𝘬𝘢𝘯." (Mat. 3:11-12).

Yohanes membaptis (hanya) dengan air, sedang Yesus membaptis dengan Roh Allah dan dengan api. Baptisan dengan Roh Allah bermakna positif, baptisan dengan api bermakna negatif: api neraka, hukuman kekal seperti dalam frase ayat 12 𝘥𝘦𝘣𝘶 𝘫𝘦𝘳𝘢𝘮𝘪 𝘪𝘵𝘶 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘥𝘪𝘣𝘢𝘬𝘢𝘳-𝘕𝘺𝘢 𝘥𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘢𝘱𝘪 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘵𝘦𝘳𝘱𝘢𝘥𝘢𝘮𝘬𝘢𝘯.

Benarkah apa kata Yohanes itu?


PEMAHAMAN
Bacaan ekumenis Minggu ketiga masa Adven diambil dari Matius 11:2-11 yang didahului dengan Yesaya 35:1-10, Mazmur  146:5-10, dan Yakobus 5:7-10.

Iman akan bertumbuh semakin kuat dalam diri seseorang bukan saja karena ia hidup dengan jawaban-jawaban pasti, namun juga saat
menemukan pertanyaan-pertanyaan iman. Dengan bertanya pada Tuhan, seseorang semakin mengalami perjumpaan dengan
Allah. Hidupnya semakin dikuatkan dalam melewati aneka peristiwa hidup yang mendatangkan ketakutan. Bertanya dan
menantikan jawaban dari Allah mendatangkan kesukacitaan karena merasakan kehadiran kasih Allah yang setia.Bacaan Injil Minggu ini giliran Yesus berbicara mengenai Yohanes Pembaptis. Pengarang Injil Matius mengumpulkan bahan dari Injil Markus dan Sumber Q. 

Antara bacaan Minggu lalu tentang Yohanes (Mat. 3:1-12) dan bacaan Minggu ini berjarak tujuh pasal, yang ketujuh pasal itu berbicara tentang kiprah Yesus. Ayat 2 yang mengawali bacaan Minggu ini tiba-tiba menyampaikan bahwa Yohanes di dalam penjara mendengar tentang pekerjaan Kristus. Kapan Yohanes dipenjara?

Dalam Matius 4:12 dikatakan oleh pencerita bahwa Yohanes ditangkap. Yesus menyingkir ke Galilea. Yesus meninggalkan Nazaret dan tinggal di Kapernaum. Informasi dari narator tersebut sekaligus menandakan akhir pekerjaan Yohanes, sedang Yesus memula berkarya memberitakan Kerajaan Allah (Mat. 4:17).

Karya Yesus yang begitu banyak dan padat seolah-olah dipotong atau diganggu oleh tokoh cerita Yohanes yang tiba-tiba naik ke panggung cerita. Diam-diam Yohanes memantau pekerjaan Yesus dari dalam penjara. Barangkali Yohanes ragu. Jangan-jangan Yesus bukanlah Mesias yang dinantikannya karena ia mengharapkan Kerajaan Allah segera datang sepenuhnya (Mat. 3:2). Yohanes tidak mendengar Yesus menebang pohon yang tidak berbuah, membaptis dengan api, dan membakar debu jerami ke dalam api yang tak terpadamkan (Mat. 3:10-12). Apa yang dilakukan Yesus tampaknya tidak memenuhi pengharapan Yohanes. Yohanes kemudian mengutus murid-muridnya menjumpai Yesus.

Yesus menjawab murid-murid Yohanes, "𝘗𝘦𝘳𝘨𝘪𝘭𝘢𝘩 𝘥𝘢𝘯 𝘬𝘢𝘵𝘢𝘬𝘢𝘯𝘭𝘢𝘩 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘠𝘰𝘩𝘢𝘯𝘦𝘴 𝘢𝘱𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘳 𝘥𝘢𝘯 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘭𝘪𝘩𝘢𝘵: 𝙤𝙧𝙖𝙣𝙜 𝙗𝙪𝙩𝙖 𝙢𝙚𝙡𝙞𝙝𝙖𝙩, 𝙤𝙧𝙖𝙣𝙜 𝙡𝙪𝙢𝙥𝙪𝙝 𝙗𝙚𝙧𝙟𝙖𝙡𝙖𝙣, 𝙤𝙧𝙖𝙣𝙜 𝙠𝙪𝙨𝙩𝙖 𝙨𝙚𝙢𝙗𝙪𝙝, 𝙤𝙧𝙖𝙣𝙜 𝙩𝙪𝙡𝙞 𝙢𝙚𝙣𝙙𝙚𝙣𝙜𝙖𝙧, 𝙤𝙧𝙖𝙣𝙜 𝙢𝙖𝙩𝙞 𝙙𝙞𝙗𝙖𝙣𝙜𝙠𝙞𝙩𝙠𝙖𝙣, 𝙙𝙖𝙣 𝙠𝙚𝙥𝙖𝙙𝙖 𝙤𝙧𝙖𝙣𝙜 𝙢𝙞𝙨𝙠𝙞𝙣 𝙙𝙞𝙗𝙚𝙧𝙞𝙩𝙖𝙠𝙖𝙣 𝙠𝙖𝙗𝙖𝙧 𝙗𝙖𝙞𝙠.” (Mat. 11:4-5)

Apa yang disampaikan oleh Yesus dalam frase “apa yang kamu dengar” kepada murid-murid Yohanes itu adalah 𝘒𝘩𝘰𝘵𝘣𝘢𝘩 𝘥𝘪 𝘉𝘶𝘬𝘪𝘵 dalam Matius pasal 5 – 7 yang sudah didengar oleh para murid Yohanes. Dalam pada itu perkataan Yesus “apa yang kamu lihat” adalah karya dan mukjizat Yesus dalam Matius pasal 8 – 9 yang sudah dilihat oleh para murid Yohanes. Yesus meringkasnya: 
• Orang buta melihat. Di mana? Matius 9:29 (bdk. Yes. 29:18; 35:5).
• Orang lumpuh berjalan. Di mana? Matius 8:13; 9:6 (bdk. Yes. 35:6).
• Orang kusta menjadi tahir atau sembuh. Di mana? Matius 8:1-4 (bdk. Yes. 53:4).
• Orang tuli mendengar. Di mana? Tidak ada di Injil Matius. (bdk. Yes. 29:18; 35:5).
• Orang mati dibangkitkan. Di mana? Matius 9:25 (bdk. Yes. 26:19).
• Kepada org miskin diberitakan kabar baik. Di mana? Matius 5:3 (bdk. Yes. 61:1)

Butir-butir di atas sebenarnya bersumber dari Kitab Yesaya, meskipun tak disebut eksplisit. Rujukan kitab PL itu sepertinya mengungkapkan keyakinan jemaat Matius bahwa Allah menggenapi janji-Nya mengenai Sang Mesias pada diri dan karya Yesus.

𝘔𝘰𝘯𝘨-𝘯𝘨𝘰𝘮𝘰𝘯𝘨 mengapa cerita orang tuli mendengar di atas tidak ada di dalam Injil Matius seperti cerita-cerita yang lain? Apakah pengarang Injil Matius lupa menulis? Tampaknya Matius tidak lupa, bahkan ia “menghapus” cerita yang ada di Markus 7:31-37 dan ucapan di Markus 9:25. Mengapa? 𝘌𝘮𝘣𝘶𝘩. 𝘛𝘩𝘦 𝘴𝘵𝘰𝘳𝘺 𝘥𝘪𝘥𝘯’𝘵 𝘵𝘦𝘭𝘭 𝘪𝘵. Yo .... Ora ngerti, ahli iblis terkenal saja cuman bisa menduga apakah gue thow .... Wk ..... Wk.

Sesudah Yesus mengatakan hal-hal di atas kepada murid-murid Yohanes, Ia mengatakan, “𝘉𝘦𝘳𝘣𝘢𝘩𝘢𝘨𝘪𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘮𝘦𝘯𝘰𝘭𝘢𝘬 𝘈𝘬𝘶.” (Mat. 11:6). Tampaknya Yohanes sulit menerima kenyataan. Ternyata Yesus bukan Mesias seperti yang diharapkan oleh Yohanes (Mat. 3:10-12). Yesus tidak menebang pohon yang tidak berbuah, tidak membaptis dengan api, tidak menghukum dengan api yang tak terpadamkan. 𝘉𝘰𝘳𝘰-𝘣𝘰𝘳𝘰 menghukum, Yesus malah menyembuhkan, memulihkan, menyelamatkan (Mat. 11:5), serta berbelarasa (Mat. 9:36; 14:14; 15:32; 20:34) dan mengajari orang berbelarasa juga (Mat. 9:13; 12:7; 18:27; 23:23).

Kata “Berbahagialah” dalam ayat 6 tampaknya di dunia nyata ada pertarungan pengaruh antara para pengikut Yohanes dan pengikut Yesus. Siapa yang terbesar: Yohanes atau Yesus? Sebagian murid Yohanes menjadi murid Yesus, sebagian lagi bertahan. Kisruh di dunia nyata itu panggah (𝘤𝘰𝘯𝘴𝘪𝘴𝘵𝘦𝘯𝘵) terbaca di dalam empat Injil. Meskipun demikian peran Yohanes tetap dianggap penting oleh para pengarang Injil sehingga nama Yohanes tidak dipinggirkan begitu saja dari dunia cerita Injil.

Yesus tidak mau menjatuhkan Yohanes. Yesus 𝘮𝘦𝘯𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘢𝘯𝘱𝘢 𝘯𝘨𝘢𝘴𝘰𝘳𝘢𝘬. Kata Yesus, “𝘠𝘰𝘩𝘢𝘯𝘦𝘴 𝘭𝘦𝘣𝘪𝘩 𝘥𝘢𝘳𝘪𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘯𝘢𝘣𝘪 … 𝘥𝘪𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘌𝘭𝘪𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘥𝘢𝘵𝘢𝘯𝘨 𝘪𝘵𝘶.” (Mat. 11:9 - 14). Namun pujian Yesus kepada Yohanes ada yang sulit ditafsir “𝘚𝘦𝘴𝘶𝘯𝘨𝘨𝘶𝘩𝘯𝘺𝘢 𝘈𝘬𝘶 𝘣𝘦𝘳𝘬𝘢𝘵𝘢 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢𝘮𝘶: 𝘋𝘪 𝘢𝘯𝘵𝘢𝘳𝘢 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘥𝘪𝘭𝘢𝘩𝘪𝘳𝘬𝘢𝘯 𝘰𝘭𝘦𝘩 𝘱𝘦𝘳𝘦𝘮𝘱𝘶𝘢𝘯 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘱𝘦𝘳𝘯𝘢𝘩 𝘵𝘢𝘮𝘱𝘪𝘭 𝘴𝘦𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘭𝘦𝘣𝘪𝘩 𝘣𝘦𝘴𝘢𝘳 𝘥𝘢𝘳𝘪𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘠𝘰𝘩𝘢𝘯𝘦𝘴 𝘗𝘦𝘮𝘣𝘢𝘱𝘵𝘪𝘴, 𝘯𝘢𝘮𝘶𝘯 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘦𝘳𝘬𝘦𝘤𝘪𝘭 𝘥𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘒𝘦𝘳𝘢𝘫𝘢𝘢𝘯 𝘚𝘶𝘳𝘨𝘢 𝘭𝘦𝘣𝘪𝘩 𝘣𝘦𝘴𝘢𝘳 𝘥𝘢𝘳𝘪𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘥𝘪𝘢” (Mat. 11:11). Dari frase “yang terkecil dalam Kerajaan Surga lebih besar daripada dia“ apakah Yohanes tidak masuk ke dalam Kerajaan Allah?

Cukup terang di sini tampak ada kisruh di luar dunia cerita. Ada konflik siapa yang terbesar: Yohanes atau Yesus? Di sini Yesus bukan mau mengatakan bahwa Yohanes tidak masuk ke dalam Kerajaan Allah, melainkan meskipun namamu besar di dunia (atau mungkin terbesar) tetaplah kecil dibandingkan dengan Kerajaan Allah.

Kekecewaan Yohanes barangkali mirip kekecewaan saya terhadap Jokowi atau Prabowo. Saya berharap Jokowi atau Prabowo menghantam musuh-musuhnya, membisukan para pembencinya, tetapi justru sebaliknya. Jokowi atau Prabowo merangkul mereka, bahkan menjadikan sebagian dari mereka masuk ke dalam Pemerintahan Jokowi atau Prabowo ....... Wk ..... Wk .... akibatnya semuanya koalisi, tidak ada penyeimbang nya, tidak pihak kiri semuanya kanan, tidak ada pengingat dan pengkritik yang ditakuti, akibatnya kesewenangan ...... Kadang gereja juga begitu ..... Wk ..... Wk.
Masa Adven mengajari saya untuk mengoreksi diri. Apa yang saya inginkan belum tentu apa yang saya butuhkan, itu membuat saya kecewa dan membuat saya ragu, Kita dapat belajar dari pertanyaan Yohanes Pembaptis kepada Tuhan Yesus. Yohanes menempuh jalan yang tepat
dengan membuka keraguan-Nya kepada Tuhan Yesus. Keraguan tersebut membuahkan pertanyaan iman. Mungkin saja bagi Yohanes, Yesus adalah seorang perintis jalan bagi Mesias seperti halnya Yohanes Pembaptis sendiri.
Atas pertanyaan dari Yohanes Pembaptis, Tuhan Yesus memberi jawaban. Ia menunjukkan bahwa Dia telah memenuhi nubuat-nubuat seperti dalam kitab Yesaya (Yes.29:18, 35:5,6;
61:1) tentang orang tuli yang mendengar dan orang buta yang melihat, orang lumpuh yang melompat, dan lain-lain. Dalam teologi Yahudi teks-teks Yesaya itu memang menunjukkan
karakteristik zaman Mesias. Rujukan-rujukan Tuhan Yesus pada PL menjadikan jawaban Tuhan Yesus bagi Yohanes Pembaptis punya dasar yang kokoh akan kemesiasan-Nya. Hal ini juga menjadi jawaban bagi kita bahwa Yesus Kristus-Sang Mesias. Ia bukan hanya pendahuluan atau awal dari Kerajaan Allah melainkan seluruh Kerajaan Allah telah hadir dalam kepenuhan-Nya. Iman bukan soal pemahaman dogmatis yang ‘mandeg’
dan sempurna jadi, namun justru menjadi gerak pengenalan akan Allah dalam perjumpaan (encounter) yang menggugah dan menguatkan secara terus menerus. Jangan ragu membuat
pertanyaan iman kepada Allah, seperti seorang anak yang bertanya kepada orang tuanya. Jawaban yang diberi orang tua buat anaknya tidak selalu dalam bentuk konsep pemahaman,
tetapi kadang jawaban itu dalam bentuk pengalaman yang mendewasakan, sehingga pengenalan seorang anak akan kasih
orang tuanya semakin bertambah. Demikianlah Allah membangun relasi dengan kita melalui semua peristiwa di masa penantian kita. Bersukacitalah dan bertanyalah dengan iman.

 (11122022)(TUS)

SUDUT PANDANG LILIN ADVENT

SUDUT PANDANG LILIN ADVENT PENGANTAR Seiring berjalan kesepakatan ekuminis di Lima, membawa beberapa kesepakatan antara denomina...