Kamis, 06 November 2025

SUDUT PANDANG TRAGIS GUNDIK DI HAKIM-HAKIM 19

SUDUT PANDANG TRAGIS GUNDIK DI HAKIM-HAKIM 19

"Ada yang membunuh. Ada yang dibunuh. Ada peraturan. Ada undang-undang. Ada pembesar, polisi, dan militer. Hanya satu yang tidak ada: keadilan. "

Hari ini kita akan membahas satu tema yang menarik, yaitu gundik dalam kitab Hakim-Hakim. Apabila membaca Alkitab baik dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru kita bisa menemukan bahwa memang posisi perempuan itu selalu berada di bawah dalam tanda kutip di bawah laki-laki ya di bawah dominasi laki-laki. Dan di dalam kitab Hakim-hakim juga menunjukkan hal yang sama. Jadi kisah ini menunjukkan bagaimana kekerasan berbasis generity terjadi dan betapa tidak berdayanya kaum kaum perempuan. Tetapi dalam ketidakberdayaan kaum perempuan, kita hakim-hakim justru menonjolkan dominasi masyarakat patriarkis. Sehingga kemudian ee bersama dengan Ibu Ira, kita akan mencoba melihat atau menjawab di beberapa pertanyaan yang misalnya kira-kira apa relevansi dari kisah mengenai gundik ini untuk kehidupan kita saat ini? Kemudian berhadapan dengan situasi saat ini yang mungkin juga ee punya kesamaan dengan kisah gundik ini, kira-kira bagaimana kita menyikapinya dalam konteks saat ini? Dan Bapak Ibu, Bapak Ibu sekalian, sebelum kita memulai seminar kita, kita akan saksikan dulu ya tayangan dari Lembaga Alkitab Indonesia. Iya, Bapak, Ibu sekalian, kami dari Lembaga Alkitab Indonesia akan mengadakan kursus yaitu mengenal kitab-kitab Deuterokanonika. Dan ee kursus ini akan mulai diadakan pada 4 Juni sampai dengan Agustus 2025. Kurang lebih nanti ada 11 pertemuan dan akan dilaksanakan setiap hari Rabu pukul 17.30 sampai 19.30 30 Waktu Indonesia Barat dan diadakan melalui Zoom meeting dengan pengajarnya yaitu Pendeta Anvar Chen, PhD dan jugasius Fandaru SSL dan biaya pendaftarannya 500.000 per peserta. Sehingga untuk Bapak, Ibu sahabat Alkitab sekalian yang tertarik untuk mengikuti kursus ini silakan boleh mendaftarkan diri melalui link yang ada atau juga nomor WA yang ada. Demikian informasi dari kami, Bapak Ibu sekalian. Selanjutnya saya berikan kesempatan kepada Ibu Ira untuk ee memulai materinya, Bu. Baik, terima kasih Pak Obet dan ee semua sahabat Alkitab. Saya akan share screen dulu. Ee jadi kita ee kita punya tema pada sore hari ini. Benar seperti yang dikatakan oleh Pak Obet ee sangat menarik karena ee kita bisa berbicara tentang ee gundik yang ada di Hakim-hakim 19 ayat 1 sampai 30. Dan di sini kita mengenal cerita ini dengan gundik Lewi. Nah, kalau kita lihat cerita gundik Lewi sendiri ini dia ada di dalam sebuah konteks bercerita tentang bagaimana kehidupan masyarakat Israel yang berada di ambang kehancuran. Jadi semuanya bermula ketika seorang perempuan yang disebut di dalam Hakim-hakim 19 sebagai pileges atau gundik itu meninggalkan suaminya yang adalah seorang lewi dan kembali ke rumah ayahnya. Jadi kalau kita baca dari akhir kitab Hakim-hakim, kita lihat bahwa tindakan ini adalah puncak dari semua peristiwa yang memicu serangkaian peristiwa yang mengarah ke perang saudara atau perang di antara suku-suku Israel. Nah, yang acak dan agresi atau perang antar suku yang mengikuti peristiwa Gundik ini kemudian mengindikasikan bahwa Israel itu memang sedang terpecah belah. Jadi, disintegrasi atau perpecahan itu sudah ada di depan mata. Dan apa yang akan terjadi selanjutnya ini yang akan kemudian menentukan kehidupan bangsa Israel di masa-masa setelah itu. Dan kalau kita lihat secara cermat tokoh-tokoh yang ada dalam Hakim-hakim 19 ini, maka kita lihat bahwa tokoh yang ada ini penuh dengan intrig, penuh dengan ambiguitas. Karena motif atau tindakan daripada para tokoh yang ada itu tidak dijelaskan secara gamblang kepada kita. Dan itu sebabnya sebagai pembaca kita banyak mesti ee berpikir, kita banyak ee mencari jawaban yang teks sendiri tidak sediakan bagi kita. Jadi itulah sebabnya ada penuh dengan ambiguitas dan juga kejutan yang kemudian ee para penafsir ini sering menyebut teks Hakim-hakim 19 ini adalah sebagai teks teror atau teks yang menimbulkan ketjutan kerian kehororan yang begitu luar biasanya. Dan kalau kita lihat ee para karakter yang menarik ini adalah bahwa semua karakter yang ada di dalam cerita ini tidak memiliki nama. Kita hanya dikasih info seorang Lewi. Namanya siapa? Tidak ada. Tetapi dia berasal dari daerah perbukitan Efraim yang menikah dengan seorang pileges atau gundik yang juga tanpa nama. Dan ayah daripada Gundik ini juga nanti disebutkan yaitu dia ada di suatu tempat yang bernama Betlehem Yehuda, tetapi juga tanpa nama. Dan tentu saja para penduduk Gibea yang kemudian menjadi ee tokoh-tokoh yang membawa cerita ini pada puncak atau klimaksnya itu pun ee mereka tidak memiliki nama sama sekali. Dan kalau kita lihat ee sosok atau profil dari orang Lewi, meskipun dia berasal dari suku yang disisikan oleh Tuhan untuk menyediakan imam bagi bangsa itu, namun informasi lanjutan tentang perannya sebagai orang Lewi dalam komunitas tidak digambarkan. Jadi ini menjadi ee konsen yang paling akhir yang tidak dipikirkan oleh narator karena dia membawa kita pada satu cerita yang memang seperti yang tadi saya katakan berisi kejutan bagi kita. Dan fakta bahwa orang Lewi ini tinggal di kemah pelosok Efraim dan bukan di kota orang Lewi juga dapat menjadi tanda kekhawatiran. Karena kalau kita baca ee kisah ketika bangsa Israel keluar dari tanah Mesir, mereka menuju tanah Kanaan, lalu terjadi pembagian wilayah. Setiap suku mendapat ee porsi tanah, tetapi khusus untuk orang Lewi. Mereka kemudian ditempatkan di kota-kota yang khusus untuk mereka. Di mana di situlah mereka berperan sebagai imam dengan tugas-tugas yang jelas. Nah, yang menarik adalah orang Lewi ini tidak ada di kota-kota yang di desain atau diperuntukkan untuk mereka, tetapi dia tinggal di kemah pelosok Efraim. Dan lebih lanjut, karena tidak ada nama maka perempuan dalam Hakim-hakim 19 ini kita kenal dengan sebutan misalnya Pileges, Gundik atau dia juga disebut seorang perempuan muda, Naara. Jadi ketika dihubungkan dengan suaminya, dia adalah seorang pileges, seorang gundi. Ketika dia dihubungkan dengan ayahnya maka dia disebut sebagai Naara, seorang perempuan muda. Nanti ee setelah peristiwa yang menggoncangkan dalam hidupnya terjadi, dia kemudian disebut sebagai seorang budak atau seorang ama. Dan nanti kemudian pada akhirnya dia akan dikenal juga dengan istilah seorang perempuan yaitu Isa. Dan jelas ya kalau dari penggambaran seperti itu kita melihat bahwa setiap istilah yang ada ini menghubungkan sang perempuan ini dengan para laki-laki yang ada di sekelilingnya. Jadi ee jelas identitas dirinya sebagai seorang perempuan yang berdiri sendiri dengan kehidupannya sendiri tidak dinampakkan dalam teks ini, melainkan karena peran atau fungsinya di dalam komunitas. Dan sebagai seorang pileges atau gundik, status hukumnya juga tidak dapat dipastikan. Karena sosok dari pileges atau gundik biasanya tidak banyak mendapat perhatian ee di dalam ee Alkitab terutama Perjanjian Lama. Dan gambaran tentang pileges ini kita dapatkan secara ee terpisah-pisah di bagian kitab suci yang berbeda. Ya, misalnya kalau kita lihat di kejadian 22 atau 24, kita bertemu dengan sosok gundik yang bernama Reuma. Di pertama Tawarik 1 ayat 32 ada Ketura dan juga ada timna. Dan kesamaan di antara tiga gundik ini adalah mereka digambarkan sebagai perempuan yang melahirkan. Makanya ee para ee penafsir sering mengaitkan ee pileges ini dengan sosok ee perempuan sekundari atau perempuan kedua yang salah satu fungsi utamanya itu adalah memberikan keturunan kepada suaminya. terutama ketika ee istri utama tidak mampu memberikan itu. Jadi kalau kita ingat ee cerita Lea dan Rachel ee kita ingat terutama Rachel ee dia memanfaatkan ee jasa-jasa dari wife atau istri kedua itu untuk melahirkan keturunan. Nah, dalam cerita Abi Melek misalnya dalam Hakim Hakim 8, Abi Melek ini diperkenalkan sebagai putra dari seorang Pilges eh dan dia adalah pilegesnya Gideon, yaitu ayah dari Abimelek yang kemudian Pileges ini diketahui berasal dari keluarga yang cukup berpengaruh di Sikem. Dan dengan demikian Abimelek dapat menggunakan relasi atau hubungan ibunya untuk mendapatkan kekuasaan. Dan untuk itu dia ee karena dia memperoleh backingan atau dukungan dari keluarga ibunya, maka dia membunuh semua putra Gideon lainnya. Itu kita bisa baca di dalam Hakim-hakim 9. Sementara kalau kita lihat lagi kisah Rispa yaitu eh Pilges atau gundik daripada Saul. Di situ kita dapat gambaran ee dia lebih daripada Reuma, ketura, timna dan lain-lain. Tapi dia digambarkan sebagai seorang perempuan dan ibu yang aktif dan sangat berani. Nah, kalau kita baca dalam 2 Samuel 21 ayat 11 sampai 14, kita dapat gambaran tentang peristiwa setelah Saul meninggal dan Daud mengeksekusi putra-putra dari Saul. Nah, pada saat itu digambarkan bahwa ee mayat atau jenazah dari anak-anak e Rispa ini dibiarkan saja begitu saja. Nah, di situlah Rispa gunik daripada Saul ini yang duduk menjaga ee jenazah-jenah itu agar tidak dimakan oleh ee burung-burung pemakan bangkai dan sebagainya. dan dia melakukan sebuah tindakan aksi diam yang mana menuntut Daud untuk memberikan penguburan yang layak bagi anak-anaknya. Jadi kita lihat di sini bahwa ee sosok pileges yang ada di dalam 2 Samuel 21 ini adalah sosok yang berani, sosok yang kuat, dan sosok seorang ibu yang ee memperjuangkan apa yang dianggap benar dan menjadi hak daripada ee seorang manusia yaitu mati dan dikuburkan. Nah, selain itu juga pileges ee digambarkan dalam konteks untuk menonjolkan kekayaan dan kejayaan seorang raja. Jadi ee tanda bahwa seorang raja itu dia memiliki pengaruh yang luas, dia memiliki kekayaan dan dia itu bisaandalkan adalah ketika dia mampu ee memiliki pileges-pileges atau ee gundik-gundik selir-selir. Makanya kalau kita baca kisah seperti Salomo, digambarkan bahwa dia memiliki ee istri yang begitu banyaknya. Karena yang mau ditonjolkan itu adalah kesuksesan ee dari raja yang bernama Salomo ini. Dan di sini kita lihat bahwa kendati statusnya lebih rendah dari istri utama. Seorang pileges juga adalah milik suaminya. Dia diakui dan kerugian apapun yang ditimpakan kepadanya itu menjadi urusan suaminya. Ya. Dan dalam beberapa kasus kita lihat bahwa ee Pileges ini juga bisa menjadi ajang perebutan di antara para penguasa. Jadi ee kita ingat cerita misalnya Absalom yang berusaha untuk mengambil gundik dari ayahnya Daud ee bukan karena dia sangat mencintai gundik ayahnya, tetapi karena pileges itu adalah lambang kejayaan, lambang kekayaan, lambang kekuasaan. sehingga menguasai gundik daripada penguasa itu sama saja dengan mengklaim kekuasaan itu. Jadi kita lihat bahwa ee gundik-gundik ini mereka seperti yang saya katakan di awal memiliki gambaran-gambaran yang cukup berbeda dan unik di dalam ee kepingan-kepingan teks Perjanjian Lama yang ee kita berhasil lihat pada saat ini. bahwa tidak ada satupun referensi dalam Alkitab yang secara jelas atau gamblang mendefinisikan status seorang gundik. Apa yang menjadi hak-hak mereka dan hak-hak daripada ee anak-anak mereka. Oleh karena itu, maka ee dengan menggunakan pendekatan ee antropologi, sosiologi ee di dalam ee Perjanjian Lama, maka ee banyak ee penafsir Alkitab seperti Kristin Mafana yang ee kemudian mencoba untuk melihat ee contoh masyarakat-masyarakat yang hidup ee baik pada masa pramodern-modern ee yang juga memiliki sistem masyarakat yang ee masih mengakui keberadaan daripada Gundik untuk kemudian mencoba menolong kita memahami ee kehidupan atau profil daripada para gundik. Makanya Christin Mafana dia adalah seorang Amerika tapi keturunan Zimbabwe. Karena di Zimbabwe itu ee mempraktikkan ee apa kehidupan di mana seorang bisa memperistri seorang gundik, maka dia mengatakan bahwa ee salah satu hal yang menarik dari kehidupan seorang pileges atau gundik adalah bahwa dia memiliki status yang lebih rendah dari istri utama. Mengapa? Karena ketika menikah dia belum menerima mas kawin daripada suaminya. Jadi dalam budaya Israel kuno sekalipun yang membuat kenapa seorang anak perempuan itu dijaga dengan begitu ketat, dengan begitu hati-hati oleh bapaknya di bed af atau di rumah bapaknya itu adalah karena status seorang anak perempuan atau Naara itu menentukan nasib perkawinannya. Jadi kalau dia adalah seorang perempuan yang ee hidup secara baik, dipelihara baik di dalam keluarga, adalah seorang perawan, maka dalam pernikahan dia akan ee dihargai dengan mas kawin. Nah, tetapi yang menarik dari pileges ini adalah kemungkinan mereka ini atau para pileges ini belum menerima mas kawin yang layak. Dengan demikian ee maka pertanyaan tentang mengapa sang orang Lewi tidak menjalankan ketentuan adat dan kemudian meskipun dia belum menjalankan itu tapi dia memindahkan istrinya atau gundiknya ke tempat yang jauh dari keluarga istrinya tanpa perlindungan hukum bahkan dari istri utama ini membuat kondisi sang pileges menjadi sangat rentan. Nah, tadi saya katakan bahwa cerita ee gundik di Hakim-hakim 19 ini ambigu karena kita pun tidak diberikan ee jendela atau informasi untuk melihat apakah orang Lewi ini memiliki istri utama dan bagaimana relasi istri utama dengan ee sang gundik ini. Kita tidak memperoleh gambaran seperti itu. Nah, itu adalah profil dari gundik di dalam Perjanjian Lama. Nah, ketika kita sudah ee melihat profil seperti itu, maka saya mengajak kita untuk masuk ke dalam cerita Hakim-hakim 19 ini untuk melihat apa yang terjadi pada ee diri Sang Gundik Lewi ini. Nah, tindakan pertama yang dikaitkan oleh cerita itu kepada perempuan ini atau sang gunik ini adalah informasi bahwa ia melakukan san atau persundalan atau percabulan atau tindakan serong. Jadi, dia digambarkan sebagai perempuan yang pergi meninggalkan suaminya dan kembali ke rumah bapaknya karena dia melakukan sanah atau persundalan. Tetapi problemnya adalah tidak ada informasi lebih lanjut yang diberikan. Dan di sini penggunaan kata sana ini menjadi perdebatan yang sangat alot di dalam ee penafsiran terhadap teks Hakim-hakim 19 ini. Perdebatan itu terjadi karena teks masora. Jadi kita punya Perjanjian Lama ini ee di didasarkan dari teks Masora dengan tentu belajar dari teks-teks lainnya seperti setua ginta ee dan ee targum dan lain sebagainya. Tetapi kalau kita lihat di teks masora maka masora menggunakan kata sana yang berarti menyundalkan diri atau bermain serong. Sementara kalau kita pergi ke dalam ee teks Perjanjian Lama dengan bahasa Yunani atau dikenal dengan Septoaginta, maka di situ kita lihat bahwa Septoaginta ini menggunakan kata orgiste yang berarti marah. Nah, ini dua hal yang berbeda. Karena kalau si perempuan ini pergi meninggalkan rumah suaminya karena ee apakah karena dia berlaku serong, dia ee melakukan tindakan ee persundalan ataukah karena dia marah kepada suaminya. Nah, kalau kita lihat di LAI sendiri terjemahan LAI, maka LI mengikuti ee teks Masor dan menerjemahkan dengan berlaku serong. Sementara kalau kita lihat di New Revise Standard Version itu mengikuti Septuaginta dengan menerjemahkan angry marah. Nah, kalau kita lihat New King James Version di situ dia sama dengan Masoret eh teks Masora yaitu e play Harlot atau eh bermain serong. Sedangkan eh New International Version menerjemahkan dengan unfful to him, tidak setia kepada dia, kepada suaminya. Nah, apa yang para penafsir lakukan dengan perbedaan ini? Ee apakah melakukan persundalan atau marah? Nah, seorang penafsir yang bernama Sogin dia mengatakan bahwa bisa saja kata yang digunakan itu adalah sanah, it's ok. Tetapi yang harus diingat adalah bahwa sanah tidak mungkin ee dikaitkan dengan tindakan pelacuran dalam arti mengkhianati suaminya. Karena apa? Karena seluruh isi di dalam teks ini tidak ada mengindikasikan perbuatan pelacuran itu. Jadi menurut Sogin kemungkinannya terjadi kesalahpahaman dengan suaminya atau bahkan dia mengatakan bahwa ee kemungkinan sang istri ini mengalami kekerasan dalam rumah tangga sehingga dia menjadi marah dengan suaminya dan dia ee keluar dari rumah suaminya. Sementara e ahli yang lain seperti Susan Nidi dia mengatakan bahwa dalam dunia Israel kuno istilah perempuan sundal itu dapat digunakan sebagai metafora untuk menggambarkan tindakan ketidaksetiaan. Ini kita baca di cerita Hosea misalnya ya. Hosea dengan e istrinya Gomer itu. Nah, dalam dunia di mana laki-laki yang mengatur pertukaran pertukaran perempuan, pertukaran perempuan ini artinya pernikahan perempuan dengan siapa dia menikah, jumlah mas kawin yang diterima oleh keluarga ee dari sang perempuan. Di dalam dunia yang seperti itu, kepergian seorang perempuan karena keputusannya sendiri dapat dianggap sebagai sebuah sikap perlawanan. Oleh karena itu, kepergian sang gundik itu dapat dianggap sebagai persundalan karena dipandang sebagai ketidaksetiaan atau sikap protes terhadap situasi kekerasan yang dialaminya. Nah, pandangan ini diperkuat lagi oleh Gelyi yang mengatakan bahwa dalam masyarakat yang dengan secara ketat mengendalikan seksualitas para perempuannya, tindakan seorang perempuan yang meninggalkan suaminya dapat dihakimi sebagai tindakan persundalan. Nah, tindakan itu tidak hanya menghormat, tidak hanya dia tidak hanya tidak menghormati dirinya, namun juga membawa penghinaan bagi suaminya yang dinilai publik sebagai yang tidak sanggup mengontrol tindakan istrinya. Makanya kalau kita lihat jejak-jejak kehidupan yang diwarnai oleh budaya patriarki itu kalau misalnya kalau misalnya kita nonton sinetron, kita nonton film dan kita dengar ee ada suami yang mengatakan kepada istrinya, "Dasar Sundal." Ya. Jadi saya minta maaf untuk bahasa-bahasa kasar ini, tetapi inilah realita dasar Sundal atau perkataan atau dalam bahasa Inggrisnya beach itu semua eh not necessarily. Tidak secara ee eksplisit menunjukkan bahwa istrinya memang betul-betul pelacur atau berlaku sundal, melakukan persundalan, tetapi adalah bentuk ee kekesalan atau kekecewaan suaminya. karena mungkin istrinya ee melakukan protes atau melakukan tindakan yang dianggap melawan dirinya. Nah, jadi ee ini yang para ahli ini melihat seperti itu. Jadi ee perkataan sanah ini mirip sekali dengan kehidupan kita di masa sekarang. Terutama ketika ee suami memberikan label kepada istri yang dalam tanda petik memberontak terhadap dirinya sebagai istri yang ee tidak setia. Ya. Dan jadi jelas di sini harga diri seorang suami itu ee jatuh ya karena istri tidak taat atau tidak tunduk kepadanya. Nah, Gelyi lebih lanjut mengatakan bahwa harga diri sang Lewi itu semakin jatuh mengingat bahwa sosok yang menghinanya itu memiliki derajat yang lebih rendah daripada dirinya, yaitu seorang gundik atau seorang istri kedua, secondary wife. Ya, jadi ini yang eh terjadi. Sementara penafsir yang lain seperti Swit Mulen dia mengatakan bahwa ada alasan untuk mengasumsikan bahwa perempuan ini tidak bersalah. Yaitu apa? Bahwa ketika kita melihat atau di dalam cerita yang mengatakan bahwa ia langsung pergi ke rumah ayahnya. Ya. Jadi kalau perempuan ini dia melakukan sebuah kesalahan, maka tentu dia juga tidak akan berani pergi ke rumah ayahnya. Karena tentu ayahnya akan mengirimkan dia kembali ke rumah suaminya untuk kemudian dia didisiplinkan dengan lebih baik oleh suaminya. Karena ingat bahwa para perempuan dalam dunia Israel kuno adalah properti yang dipertukarkan. Jadi ketika suami menikah dengan istrinya, ada mas kawin yang diberikan dan itu berarti bahwa perempuan ini sudah tidak lagi menjadi bagian dari anggota keluarga bapaknya, tetapi dia sudah menjadi bagian dari anggota keluarga suaminya. Nah, jadi eh ST bermul mengatakan bahwa kalau seandainya perempuan ini salah lalu dia kembali ke rumah bapaknya, maka tentu dia tidak akan diterima dengan baik oleh bapaknya. Dan pasti dia sendiri juga di dalam ee angan-angannya sekalipun dia tidak akan berani berpikir untuk kembali ke rumah bapaknya. Ya. Jadi ee makanya dikatakan bahwa ini bukan karena dia salah, tetapi lebih kepada pelarian dari suaminya. Dan perlu diingat bahwa tidak aman atau tidak mudah seorang perempuan untuk bepergian sendiri. Ingat bahwa dia tinggal di seberang Efraim. Jadi di pegunungan Efraim lalu dibalik itu dan rumah bapaknya itu ada di Betlehem. Jadi jauh sekali perjalanan itu dan kita akan bisa mengukur betapa jauhnya perjalanan ini ketika sang perempuan ini nanti akan kembali dengan suaminya orang Lewi itu. Jadi makanya kalau tidak terjadi peristiwa yang begitu urgen maka tentu perempuan ini tidak akan mengambil keputusan seperti itu. Sehingga di sini ee Swi Vermulen mengatakan bahwa kemungkinan keputusasaanlah yang mendorongnya untuk melakukan perjalanan tersebut. Dan di sini semakin ee mendorong kita untuk bercuriga bahwa ada indikasi KDRT atau kekerasan dalam ee rumah tangga di sini. Nah, ee dengan demikian dalam Hakim-hakim 19 ini sulit kita menerjemahkan bahwa sang perempuan telah melakukan percabulan. Ya. Dan hal yang dapat ditangkap adalah bahwa kata sanah ini digunakan dalam konteks untuk merendahkan perilaku perempuan itu. Karena ketika dia meninggalkan suaminya dan kembali ke rumah ayahnya, ia menuntut otonomi dan hak untuk memutuskan di mana dia tinggal. Dan perilaku ini tidak sesuai dengan harapan yang diberikan pada seorang pileges atau gundik. Dan dengan demikian di sangunik ini dievaluasi sebagai seorang sona atau seorang pelacur. Nah ee dan ee lebih lanjut tentu dalam dunia Israel kuno perilaku tersebut yang melanggar harapan peran sosial tentu mengandung risiko tertentu. Jadi ketika sang perempuan memutuskan untuk meninggalkan suaminya, maka perempuan tersebut memilih untuk mengucilkan dirinya sendiri. dia tentu akan dipandang sebelah mata oleh oleh masyarakat, dipandang dengan penuh kecurigaan dan tentu stigma sebagai ee sona ya, pelacur yang melakukan perbuatan sana itu tentu ee akan ee menjadi sesuatu yang mungkin akan ditujukan ee bagi dirinya. Nah, jadi itu adalah tindakan pertama yang ee dikaitkan dengan ee pileg ini. Tindak dua yang dilakukan perempuan tersebut tepat setelah tindakan pertama atau sana adalah dia pergi atau halak. Jadi, bahasa Ibrani untuk pergi itu adalah halak. Dan di sini kombinasi kata zanah dan hala itu hanya digunakan dalam konteks di mana Israel ya yang dimetaforarisasikan atau dipersonifikasikan ee dengan seorang perempuan. Jadi Israel itu sering disebut sebagai seorang perempuan. Makanya kita ingat putri Yerusalem, putri Sion. Nah, jadi Israel ini dituduh tidak setia ya. Iya, Pak. Kenapa, Bang? Oh, oke. Sudahud, udah jadi ya. Ini dimulai dari awal atau yang sampai di Oh, ya. Oke. Kamera gua ini, Bang. Iya, itu matiin yang ini. Stop share ya. Oke, ini berarti saya lanjut aja sampai selesai ya. di antara. Oke. Iya. Ee Bapak Ibu sekalian minta maaf karena agak ee ada terjadi masalah dengan jaringan. kami akan kembali melanjutkan ee pemaparan materinya dari Bu Ira nanti dan sekali lagi kami minta maafnya hampir setengah jam tundanya apa jedanya ini ya. Tapi kita akan tetap lanjut. Selanjutnya saya berikan kesempatan kepada Bu Ira ya untuk kembali melanjutkan pembahasan materinya. Silakan Bu Ira. Baik terima kasih Pak Obet dan ee terima kasih untuk ee kesabaran dari teman-teman. saya ee melanjutkan pembahasan yang tadi. Jadi kita sudah sampai di ee pembahasan tentang apakah ee betul, apakah memang ada indikasi bahwa ee sang perempuan ini, sang gunik e pileges ini dia ee melakukan ee sanah atau tindakan ee ee percabulan atau ee bermain serong seperti yang di ee terjemahkan oleh LAI. Nah, ee tetapi kemudian sekarang kita sudah masuk ke dalam ee tindakan yang kedua yang tadi yaitu sang ee pileges ini kembali ke rumah ayahnya. Dan kemudian di adegan selanjutnya kita ee berhadapan dengan gambaran bahwa orang Lewi kemudian setelah beberapa bulan telah berlalu ee kemudian mengikuti istrinya. Jadi di ayat yang ketiga disampaikan bahwa maksud orang tersebut adalah untuk berbicara kepada hati perempuan itu. Nah, ini adalah sebuah frasa yang ee bagi saya cukup menarik ketika ee kita membaca Hakim-hakim 19 ini. Karena frasa ini bukan baru pertama kali digunakan di sini, tetapi kita lihat ada di beberapa tempat frasa berbicara kepada hati seseorang itu digunakan dan setiap kali dia muncul itu merujuk kepada ee seseorang yang membutuhkan dorongan, penghiburan, dan pengampunan. Jadi kalau kita baca misalnya dalam kisah Ruth, Rut pasal 2 terutama ayat 3, di situ Rutth menyebut bahwa kata-kata buas yang ramah dan memberi semangat berbicara kepada hatinya. Dan juga di dalam kejadian 34 ayat 4 di situ frasa ini digunakan untuk mengungkapkan penghiburan bahkan mungkin permohonan untuk pengampunan. Jadi ketika kita baca cerita si Kem ketika dia selesai memperkosa Dina, maka di situ dikatakan bahwa si Kem berbicara kepada hati Dina. Ee tentu ketika dia berbicara kepada Dina, dia di sini merujuk kepada upaya untuk meminta ee pengampunan, untuk meminta maaf. Dan juga dalam Hosea 2 ayat 16, Yesaya 40 ayat 2, kata berbicara kepada hati muncul, tetapi dalam konteks ini Allah menjanjikan pengampunan dan awal yang baru setelah hukuman dengan kata-kata itu. Jadi ee dengan melihat referensi pada teks-teks yang ada terkait dengan frasa berbicara kepada hatinya, maka di sini kita lihat bahwa ketika itu digunakan dalam Hakim-hakim 19, maka ada indikasi bahwa orang Lewi ini bermaksud untuk memulihkan hubungan dengan gundik gundiknya. Jadi dia berusaha berbicara kepada hati gundiknya dan dia ingin supaya relasi yang telah rusak itu kemudian bisa diperbaiki kembali. Nah, ee bagian ee selanjutnya dari kisah ini ee sangat ee membawa kita pada adegan yang lain lagi. di mana setelah orang Lewi itu bertemu dengan istrinya di rumah ayah daripada istri tersebut, maka sang pileges yang tadinya ada di pusat daripada cerita ini kemudian didorong ke tepi ee narasi dengan ee cara di mana semua interaksi yang digambarkan kemudian terjadi di antara sang ayah dengan orang Lewi tersebut. Tanda bahwa perempuan dianggap sebagai warga kelas 2 dalam masyarakat ditunjukkan melalui fakta bahwa dalam perjumpaan itu hanya ayah dari gundik itu yang disebutkan. Sementara ibu dan sang gunik itu sendiri tidak diikut sertakan di dalam pertemuan tersebut atau di dalam adegan-adegan yang ee menunjukkan perjumpaan antara ayah dari Sang Gundik dengan ee suaminya orang Lewi itu. Dan di dalam perjumpaan itu sang ayah menawarkan ee hospitalitas atau keramat tamahan dan itu ditunjukkan melalui sikapnya untuk menyambut orang Lewi itu dengan sukacita dan membuatnya tinggal dan bahkan mengadakan ee pesta kecil-kecilan untuknya. Ee dia menyiapkan makanan, minuman, mereka bercerita, minum-minum bersama. Dan ketika sang Lewi hendak pergi, dia menahannya sehingga ee orang Lewi itu kemudian tinggal beberapa hari dengan ayahnya. Nah, kita kembali lagi ambiguitas yang ditampilkan di dalam cerita ini begitu kuat karena di sini kita tidak mengetahui dengan pasti apa alasan sang ayah menahan orang Lewi ini. Apakah di sini dia mau menunjukkan sikapnya bahwa dia tahu apa yang terjadi. Dia tahu kekerasan amarah yang ada dalam diri anaknya. Dan ketika dia memperlakukan ee orang Lewi itu dengan baik, ada harapan bahwa orang Lewi ini juga kemudian akan terketuk hatinya untuk memperlakukan anaknya dengan baik atau apa. Jadi kembali lagi kita sebagai pembaca di ee undang untuk benar-benar berusaha untuk ee memahami cerita ini dengan ee imajinasi kita sendiri karena tidak ada keterangan yang diberikan pada kita. Dan karena kehadiran perempuan itu tidak kelihatan di dalam adegan-adegan tersebut, maka kita lihat bahwa semua adegan yang ditampilkan ini menunjukkan dunia laki-laki. Sehingga kesan bahwa pesta ini hanya milik laki-laki itu sangat kuat kita rasakan. Dan bahkan gundik itu tidak bersuara ya. Bahkan ketika hari keberangkatannya dengan suaminya untuk kembali ke tempat asal suaminya di Efraim, sang perempuan pun tidak memberikan pendapat tentang jam keberangkatan mereka. Kira-kira jam berapa yang terbaik untuk kita berangkat. Ee apa yang akan terjadi di sepanjang perjalanan? Bagaimana mereka mengantisipasi itu? Bahaya-bahaya apa yang sekiranya ada. Kita lihat bahwa perempuan ini tidak diberikan kesempatan untuk menyatakan pendapatnya, diajak berdiskusi dan lain sebagainya. Sehingga di sini jelas bahwa di mata narator atau penulis, sang gundik harus mengikut mengikuti suara para lelaki. Bahkan dalam cerita ini, hamba laki-laki yaitu hamba daripada orang Lewi ini justru diberikan ruang untuk berbicara. Kalau kita lihat di ayat 11, sementara sang gundik tidak diberatkan hak untuk bersuara mengungkapkan ketakutan atau pikirannya. Nah, ini yang menarik bahwa dalam cerita-cerita narasi terutama yang ada di Perjanjian Lama, suara itu selalu berjalan beriringan dengan simbolisasi tubuh. Ya, kalau kita lihat bahwa suara itu merupakan instrumen atau alat kekuasaan. Jadi ketika penulis membiarkan tokoh dalam cerita berbicara biasanya dianggap sebagai pemberian wewenang kepada tokoh tersebut. Sebaliknya memaksakan kesunyian pada tokoh itu dapat menjadi cara untuk melemahkannya. Dan ini nampak jelas kita punya gambaran yang kuat tentang ee sang gundik. Tetapi kemudian ketika Sang Gunik ini tidak lagi diberikan ee peran di dalam cerita secara signifikan, maka ee jelas itu bertujuannya adalah untuk melemahkannya. Dan dalam Hakim-hakim 19 terlihat jelas bahwa tempat laki-laki terletak pada suara mereka. Sedangkan tempat perempuan itu terletak pada tubuh dan kesunyian mereka. Mereka hadir dalam cerita. Tubuh mereka ada di dalam cerita. Tetapi karena kita tidak mendengarkan suara mereka, maka kita hanya melihat kesunyian itu. Nah, lebih lanjut absennya suara sang perempuan di sepanjang interaksi antara para lelaki mengindikasikan adanya relasi kuasa di sepanjang cerita. bahwa para lelakilah yang merasa bahwa mereka yang lebih berhak untuk ee menyatakan pendapatnya, untuk memperdengarkan suaranya. Selain itu, keenggan sang orang Lewi untuk berdiskusi dengan istrinya tentang rencana perjalanan mereka menunjukkan bahwa urusan proteksi atau perlindungan menjaga keamanan itu dianggap sebagai urusan kaum laki-laki yang ditempatkan dalam konteks orang dalam dan orang luar. Jadi kita ingat percakapan antara orang Lewi dan ee hamba laki-lakinya. Ketika hamba laki-lakinya bertanya kepada orang Lewi, "Apakah kita bermalam di rumah atau di di teritori milik orang Yebus?" Orang Lewi bilang, "Oh, jangan. Ini bukan orang Israel, jadi kita jangan di sini. Lebih baik kita menginap di tempat kaum kita sendiri." Jadi di sini keengganan orang Lewi untuk bermalam di tempat yang bukan kepunyaan bangsa Israel menunjukkan garis batasan antara kita versus mereka atau kita melawan mereka yang sangat kuat pada masa ketika hakim-hakim ini ditulis. Dan jalan cerita kemudian diarahkan pada upaya sang Lewi untuk mencari tempat yang aman untuk beristirahat pada malam hari. Dan kita lihat bahwa dalam dunia Israel kuno malam itu sendiri adalah ee waktu yang sangat berbahaya. Karena bukan saja mereka harus menghadapi dinginnya malam, tapi mereka juga harus menghadapi serangan binatang buas, tetapi juga para bandit atau perompak yang bisa saja ee menimbulkan ancaman bagi mereka sehingga malam itu menimbulkan ancaman tersendiri. Sehingga benar apa yang dilakukan oleh sang Lewi bahwa dia sangat berhati-hati untuk memastikan bahwa tidak ada suatuun yang berbahaya yang terjadi pada diri mereka. Nah, sehingga di sinilah ketika sang Lewi, gundik dan bujangnya pada akhir pada akhirnya memutuskan untuk menginap di area yang merupakan bagian dari suku Benyamin, maka ada seorang tua yang juga kebetulan berasal dari suku Efraim yang melihat mereka dan dia menawarkan hospitality atau keramat kepada orang Lewi dan timnya dengan cara menerima mereka untuk menginap di rumah mereka. Dan kalau kita baca konsep ee keramat tamahan memang ini sesuatu yang menjadi nilai utama di dalam kehidupan orang Israel bahwa mereka harus menunjukkan keramat terutama kepada orang asing yang ee sementara melakukan perjalanan sehingga para orang asing ini bisa terhindar dari bahaya yang terjadi terutama pada malam hari. Nah, pada saat mereka sedang makan dan minum bersama, maka sekelompok orang Gibea mengepung rumah sang orang tua tersebut dan meminta sang Lewi untuk keluar guna diperkosa secara beramai-ramai. Dan di sinilah kita sampai pada klimaks dari cerita ini yang kemudian sebenarnya membawa kita pada teror yang luar biasa ini. Dan kita harus ingat bahwa dalam konteks Israel kuno, pemerkosaan laki-laki terhadap laki-laki itu harus dipahami dalam konteks relasi kekuasaan antara laki-laki. Jadi G mengatakan bahwa valus atau eh penis berfungsi sebagai senjata agresi yang menetapkan hubungan kekuasaan dan penundukan. Jadi bagaimana cara menundukkan lawan? Penundukan terhadap lawan itu bisa ditunjukkan melalui menguasai tubuh daripada lawan secara paksa, memasuki tubuh lawan secara paksa sehingga menimbulkan teror, menimbulkan ketakutan dan ketakutan itu kemudian akan membawa kepada penundukan. Jadi di dalam konteks peperangan ketika seorang laki-laki diperkosa oleh laki-laki lain berarti bahwa ia telah dikebiri atau difemininkan. Jadi kita ingat bahwa dalam dunia patriarki seperti Israel, kaum yang dianggap lemah itu adalah perempuan. Sedangkan laki-laki ini dianggap sebagai orang-orang yang kuat. Oleh karena itu, tugas mereka itu adalah memberikan perlindungan atau proteksi kepada wilayah mereka, kepada rumah mereka, kepada komunitas mereka. Dan bagaimana tandanya lawan membuktikan bahwa dia telah berhasil menguasai para laki-laki adalah dengan menguasai tubuh mereka. Nah, di sini tema feminisasi sang Lewi kuat terdengar. Jadi kita ingat tadi bahwa setelah ia dipermalukan oleh gundiknya yang pergi meninggalkannya, dia kemudian dilihat sebagai laki-laki atau suami yang tidak becus. Jadi dia itu seperti perempuan. Eh, kamu ini seperti perempuan saja, lemah. Nah, kemudian ketika dia akan diseksualisasikan melalui ancaman pemerkosaan massal, maka tema feminisasi ini kemudian semakin kuat dipush atau didorong oleh penulis hakim-hakim 19 ini. Nah, ketakutan menghadapi kemungkinan bahwa tamunya akan dipermalukan, dikebiri, dan difeminimkan oleh sejumlah laki-laki yang tengah mengamuk di luar rumahnya mendorong orang tua yang menampung sang Lewi untuk menawarkan anak perawanya sendiri dan bahkan gundik sang Lewi bagi para pemerkosa. Nah, jadi di sini kita lihat bahwa rupanya pemerkosaan perempuan termasuk anaknya sendiri dianggap kurang menjanjikan dibandingkan dengan pemerkosaan sang Lewi yang digambarkan sebagai tindakan yang jahat atau keji atau dalam bahasa Ibraninya adalah Nebala. Nah, ini mengingatkan kita sekali dengan kisah Sodom dan Gomora. Jadi, ketika ee para orang Sodom dan Gomora meminta agar tamu dari Lut itu keluar untuk diperkosa, Laut kemudian menawarkan anak-anak perempuannya. Jadi, kita sudah bisa melihat pattern atau pola di sini ya. Jadi kita tidak berbicara tentang perilaku seksual, orientasi seksual, tapi benar-benar kita berbicara tentang bagaimana para laki-laki menetapkan area kekuasaan dengan cara menundukkan laki-laki lain. Dan sangat disayangkan seksualitas dilihat sebagai salah satu cara. Dan kita juga akan melihat cerita-cerita peperangan lainnya di mana ee ketika para perempuan ditangkap dan dijadikan sebagai tawanan, salah satu hal yang dilakukan untuk melemahkan sebuah kelompok atau sebuah bangsa adalah dengan cara pemerkosaan itu sendiri. Jadi gambaran negatif tentang sang Lewi. Jadi kita lihat bahwa sang Lewi ini dibela oleh orang tua yang menampungnya. Dan gambaran negatif ini kemudian berlanjut ketika sang orang Lewi itu sendirilah yang pada akhirnya menangkap gunditnya dan membawanya keluar sehingga diperkosa beramai-ramai oleh para lelaki Gibea. Jadi dia sendiri yang menangkap gundiknya itu. Nah, setelah diperkosa dan disakiti sepanjang malam pada keesokan harinya sang gundik pada akhirnya dilepaskan oleh masa. Jadi dia terjatuh di depan pintu rumah di mana suaminya berlindung dengan aman. Dan perhatikan penggunaan kata yang begitu menjelaskan kepada kita poin ini. Kalau tadi orang Lewi itu dibahasakan sebagai suaminya, Sang Gunik dibahasakan sebagai istrinya. Maka begitu setelah pemerkosaan terjadi, suaminya ini tidak lagi disebut dengan kata suami, tetapi kata yang digunakan untuk orang Lewi ini adalah tuan atau adon. Jadi, ia terjatuh di depan pintu rumah tuannya. Ya. Dan inilah sesuatu yang sangat miris terjadi. Jadi ketika dia memperlakukan istrinya dengan baik, dia ee pergi dan berbicara kepada hati istrinya, hubungan relasi mereka adalah suami istri. Tetapi ketika dia memilih untuk meninggalkan istrinya, menjadikan istrinya sebagai ee sebagai umpan untuk menyelamatkan dirinya, maka relasi di antara mereka itu adalah bukan lagi suami istri, tetapi tuan dan hamba. dan istrinya ini ee ironisnya adalah menjadi budak yang diberikan untuk melampiaskan nafsu seksual liar dari orang-orang GBA itu. Dan yang lebih membuat cerita ini menjadi begitu menimbulkan teror atau ee menimbulkan perasaan yang tidak bisa kita gambarkan secara baik. Karena begitu ngerinya adegan yang ada di depan kita. Begitu sang gundik ini selesai dipakai oleh orang banyak, maka dia bergerak dan dia jatuh tepat di pintu rumah daripada orang Efraim yang menampung mereka. Nah, keesokan paginya Sang Lewi ketika dia bangun, dia buka pintu rumah, istrinya tergeletak di depan pintu rumah. Tetapi sang Lewi yang bertindak seolah-olah tidak terjadi sesuatu pun kemudian disibukkan dengan tubuh istrinya yang memblokir jalan di depan pintu itu. Ya. Dan di tengah kondisi sang istri yang sangat menyedihkan, tragis, dan mengerikan, sang Lewi memerintahkannya untuk bangun guna melanjutkan perjalanan. Jadi seolah-olah tidak terjadi apapun. Seolah-olah tindakan ini adalah sesuatu yang paling normal yang bisa terjadi pada momen itu. Dan seperti kita para para pembaca bisa mengantisipasi kita tidak mendengar suara Sang Gundi. Hanya tubuh yang diam membisu. Dan ketika dia tidak mendengar respon, dia mengangkat tubuh istrinya, gundiknya dan dia naikkan di atas ee keledainya seperti hewan yang sudah tidak berdaya. Dan dia melanjutkan perjalanan. Sang Lewi kemudian mengambil pisau dan memotong-motong tubuh istrinya sebanyak 12 potong. Jadi dia memutilasi tubuh istrinya. Dan yang menjadi pertanyaan para penafsir itu adalah apakah istrinya masih hidup ketika tindakan mutilasi tersebut dilakukan atau tidak? ini tidak dijelaskan secara gamblang di dalam teks. Namun, adanya kemungkinan bahwa sang istri masih hidup ketika tindakan tersebut dilakukan ini menimbulkan perasaan horor yang tidak terelahkan di dalam diri kita sebagai pembaca. Nah, gambaran tentang memotong tubuh seorang perempuan dalam 12 bagian yang dikirimkan ke 12 suku itu adalah gambaran yang paralel dengan tindakan Saul yang juga menyembelih sepasang lembu ayahnya lalu memotong-motongnya dan dikirimkannya ke seluruh Israel dengan ancaman bahwa orang-orang Israel harus bergabung dengannya dalam perang. Karena jika tidak maka ia akan memotong lembu-lembu mereka juga. itu ada di pertama Samuel 11 ayat 7. Makanya di sini Susan Nidih mengatakan bahwa dalam cerita sang Lewi, musuh yang dihadapi adalah dari dalam itu sendiri. Dan kurban persembahan yang diberikan sebenarnya telah dijadikan kurban dan korban sebanyak dua kali. Jadi ingat dalam cerita Saul, musuh mereka itu adalah bangsa Filistin, bangsa-bangsa ada di sekitarnya. Dan hewan yang dimutilasi, dipotong-potong dan dikirimkan itu adalah kurban persembahan yang yang bertujuan untuk membangkitkan semangat kebangsaan, semangat kesukuan mereka untuk mereka bangkit bersama-sama dan menghadapi musuh. Tetapi dalam konteks bacaan kita di Hakim-hakim 19, tubuh perempuan inilah yang dijadikan kurban persembahan yang sebelumnya telah menjadi korban. Dia menjadi korban perlakuan suaminya yang membuat dia harus melarikan diri. Tetapi yang sangat-sangat mengerikan adalah dia menjadi korban pemerkosaan massa oleh orang-orang yang ada di Gibea. Jadi dia tidak hanya menjadi kurban, tetapi dia adalah korban, dia adalah viktim. Nah, Michael Bryson mengatakan bahwa ada sejumlah cerita dalam Alkitab yang menggambarkan bahwa pembentukan komunitas dalam dunia Israel kuno itu selalu diawali dari urusan berdarah yang bergantung sepenuhnya pada analogi antara tubuh fisik dan tubuh komunitas dengan menggunakan kekerasan pada tubuh yang pertama sebagai kekuatan pemersatu bagi tubuh yang lain. Jadi kayak tadi Saul dia melakukan kurban persembahan. Dia memotong sepasang lembu dan dia memotong-motong itu dia mengirimkan. Jadi ada kekerasan pada tubuh yang pertama seb yang kemudian berfungsi sebagai kekuatan perekat atau pemersatu bagi tubuh yang lain. Dalam konteks ini adalah suku-suku di Israel. Nah, kisah serupa kita bisa lihat misalnya pembunuh pertama yaitu Kain. Dia menjadi pendiri kota yang pertama. Dia e kota itu dia dirikan. Setelah dia membunuh adiknya Habel, dia melarikan diri. Ada pertumpahan darah di situ. Perjanjian antara Allah dan Abraham juga melibatkan persembahan darah, persembahan darah dan pemotongan tubuh ke dalam bagian-bagian sebagai cara untuk menetapkan peran Allah sebagai pusat kekuasaan dan Abraham sebagai asal mula tubuh komunal. Jadi Abraham ini dilihat sebagai ee bapa bagi ee bangsa Israel, founding father seperti itu. Sehingga di sini Bryson mengatakan bahwa cerita pemotongan tubuh Sang Gundik berfungsi sebagai perekat yang menyatukan suku-suku yang berbeda ke dalam tubuh bangsa Israel. Karena ketika tubuhnya ini sudah dipotong-potong, dikirimkan ke 12 suku, orang Lewi ini mau mengatakan bahwa ketidakadilan telah terjadi atasku yang dilakukan oleh bangsa, oleh suku Benyamin. Dan ini dia telah memperkosa gundik. Dan ini buktinya. Oleh karena itu dia meminta agar suku-suku ini bersatu dan ee menunjukkan keadilan. bagi dirinya dan bagi gundiknya. Jadi di sini ketegangan antara persatuan dan perpecahan antara tubuh-tubuh kesukuan dan tubuh nasional yang bertemu dan bentrok di atas potongan tubuh seorang perempuan yang tidak bernama ini. Dan sehingga kita lihat bahwa sebelum perempuan ini diperkosa dan dia dimutilasi, bangsa Israel masing-masing suku berjalan sendiri-sendiri dan ee mengurus urusannya masing-masing. Tetapi di atas potongan-potongan tubuh tubuhnya inilah maka mereka kemudian bersama-sama untuk melakukan sesuatu secara bersama-sama. Ya. Jadi ketegangan antara persatuan dan perpecahan ini kita lihat misalnya dalam Hakim-hakim 18 ayat 1 dan 19 ayat 1, pada zaman itu tidak ada raja di Israel. Dan ini yang menjadi pusat dari pemberitaan kitab hakim-hakim. Kenapa bangsa Israel hidup dengan perpecahan seperti itu? Karena tidak ada raja. dan potongan-potongan tubuh daripada gundik ini menjadi langkah awal untuk pemersatuan itu. Nah, kita ingat ya bahwa hakim-hakim sendiri adalah para pemimpin karismatik lokal yang mengambil status dan tujuan translokal dalam situasi-situasi krisis. Jadi ketika ada serbuan dari bangsa-bangsa asing, Filistin, Amo, Moab dan sebagainya, maka para hakim ini bangkit untuk berjuang membela bangsa Israel. Ya, dengan kata lain, Israel pada periode ini adalah merupakan orang-orang Israel, yaitu suku-suku individu yang mengontrol kehidupan mereka sendiri berdasarkan batasan-batasan wilayah yang ada. Dan mereka ketika hakim muncul, mereka bersatu karena ada ancaman dari luar. Ya, itu berarti bahwa ancaman dari luar menciptakan kesatuan sementara yaitu semacam kerangka-kerangka nasional yang merekatkan suku-suku yang berbeda ke dalam tubuh militer tunggal. Nah, tetapi kondisi seperti ini adalah kondisi yang tidak ideal karena selalu merujuk pada kebutuhan untuk secara terus menerus membangkitkan hakim lain guna membebaskan suku Israel dari organisasi suku-suku tetangga yang lebih besar dan terorganisir dengan solid. Makanya pesan tunggal yang disampaikan oleh Hakim-hakim 19 ini adalah terkait pentingnya mendirikan kerajaan Israel dengan raja sebagai pemimpin bangsa. Oleh karena itu, cerita Sang Gundik Lewi ada untuk menggambarkan bahaya desentralisasi organisasi sosial atau ee tidak adanya pemusatan organisasi sosial. Israel dengan demikian harus bergabung menjadi satu. Karena jika tidak maka mereka akan saling menghancurkan satu sama lainnya. Dengan demikian maka tindakan memecah belah tubuh Sang Gundik memotong menjadi 12 potong berfungsi sebagai dorongan untuk memicu tindakan terpadu pertama dari suku-suku Israel yang tidak datang dalam menanggapi ancaman eksternal. Ya, makanya di sini kita lihat bahwa tindakan provokatif Sang Lewi telah berhasil membuat suku-suku datang bersama-sama sebagai satu kesatuan. Tetapi ironisnya persatuan yang terbangun itu bertujuan untuk melakukan pembalasan dendam terhadap salah satu dari mereka sendiri. Makanya di sini kita lihat bahwa tubuh yang telah terbentuk atas tubuh yang terpotong-potong dari sang gundik akan segera memakan dirinya sendiri. Jadi mereka akan baku hantam satu dengan yang lain. Mereka akan saling memakan satu dengan yang lain. Makanya di sini Gelyi mengatakan bahwa tubuh sang gundik yang terkoyak-koyak merupakan simbol ideologis dari disintegrasi atau perpecahan suku-suku tersebut. Dan Susan Nidik melanjutkan itu dengan mengatakan bahwa sang gundik dengan demikian adalah simbol dari tubuh politik Israel yang mengantisipasi Israel yang akan terkoyak oleh peran perang sipil yang terjadi setelah pembunuhan sang perempuan. Jadi kekacauan seperti ini yang termasuk di dalamnya melibatkan pembunuhan dalam keluarga yang diikuti dengan pertempuran adalah dipandang penting untuk memotivasi kemunculan sebuah tatanan orde baru yang diwarnai oleh rekonsiliasi dan kedamaian di antara para laki-laki. Sedangkan para perempuan adalah objek yang dapat dipertukarkan demi tercapainya kesatuan di antara mereka yang berpartisipasi di dalam proses pertukaran tersebut. Makanya tidak berlebihan untuk kita bilang bahwa perempuan adalah ibarat bagian dari potongan bangkai hewan yang menciptakan komunitas di pesta kurban. Di atas tubuh para perempuanlah para laki-laki membentuk atau menyimbolkan hubungan di antara mereka. Selain itu, kita lihat bahwa kisah Sang Gundik Lewi juga merujuk pada perjuangan suku-suku Israel untuk mendefinisikan identitas diri mereka sebagai sebuah bangsa. Nah, akhirnya kita lihat di sini bahwa apa yang diperjuangkan oleh suku-suku itu adalah sebenarnya terkait dengan tanah, kepemilikan tanah yang merupakan satu kesatuan kepunyaan Israel yang utuh. Makanya di sini para perempuan seperti Gundek Lewi itu dikorbankan demi identitas laki-laki Israel yang senantiasa berada dalam kompetisi untuk menentukan hak kepemilikan atas tanah mereka. Ya. Dan dalam konteks Sang Gundik ketika menggunakan potongan-potongan tubuhnya untuk menyampaikan pesan bagi sesama orang Israel, jenazah perempuan itu hampir tidak diberikan penghormatan apapun. untuk dimakamkan ditolak. Dan di sini kita lihat bahwa sama seperti cerita Gundik Rispa yang berjuang agar anak-anaknya dikuburkan secara proper, secara baik, ini menunjukkan bahwa ketika seseorang itu tidak dimakamkan, tidak dikuburkan, ini adalah merupakan penghinaan terburuk yang dapat diterima oleh seseorang. Ya. Dan namun kita lihat bahwa sang suami orang Lewi ini tidak khawatir tentang hal itu. Ya, dia pikiran untuk menguburkan istrinya itu tidak ada di dalam pikirannya. Ya, oleh karena itu, seperti kain tua yang tidak berguna, sang gundik digunakan pertama kali oleh orang Gibea untuk memuaskan nafsu seksual liar mereka. Dan sekarang ia digunakan oleh suaminya sendiri dan suku lainnya untuk memutuskan nasib orang Benyamin dan kemudian dia dibuang begitu saja. Makanya Filistribel mengatakan bahwa seluruh cerita ini menggambarkan kengerian kekuasaan laki-laki, kebrutalan, dan kemenangan. Sedangkan bagi perempuan kita bicara tentang ketidakberdayaan, pelecehan, dan pemusnahan perempuan. Ya. Namun kesan yang mau disampaikan di sini adalah meskipun jenazah sang gundik nampaknya tidak dihormati, tetapi cerita yang dijual oleh orang Lewi atau suaminya ini adalah seolah-olah dia ingin memperjuangkan martabat istrinya yang telah diperkosa. Makanya dia meminta semua suku untuk bangkit melawan orang Lewi untuk mengembalikan kehormatan istrinya. Tetapi kita yang membaca dengan tekun cerita ini tahu dengan pasti bahwa keadilan terhadap sang gundik ini jauh dari kata ditegakkan. Ya. Jadi dia hanyalah ee tubuh perempuan itu adalah hanya merupakan medan pertempuran bagi mereka. Dan ini merupakan penghinaan yang begitu besar bagi Sang Gundik. Karena suaminya gagal membelanya di saat ia masih hidup, tetapi terus mengajak orang lain untuk berjuang bersamanya untuk memulihkan martabat sang perempuan yang telah hilang ketika dia telah mati. Dan ini hal terakhir yang kita harapkan dari seorang Lewi, yaitu hamba Tuhan yang seharusnya peduli kepada orang lain, apalagi kepada istrinya sendiri. melalui semua yang dia lakukan, dia menunjukkan bahwa dia adalah orang yang egois, melindungi dirinya sendiri, dan menyalahgunakan kedudukannya sebagai seorang Lewi. Ya. Dan ee di sini di sini kita lihat ee ee kengerian dalam cerita ini ya. Ee akhirnya saya mau mengatakan bahwa sang gundik ini pada akhirnya kita hanya melihat dia ada seperti cara untuk menghewankan perempuan ini ya. ya karena ee menghewanisasi sang gundip mulai dari diperkosa lalu dimuat seperti yang tidak berdaya di atas keledai lalu dimutilasi dan sekarang ee tidak dikuburkan sama sekali seperti tindakan ini adalah tindakan yang membinatangkan sang gundi. Jadi tindakan sang orang Lewi dan para laki-laki dalam cerita ini meruntuhkan konsep keramat tamahan yang merupakan nilai utama pada saat itu. Dan di sinilah tema kekacauan karena tidak adanya raja kembali menggaung kuat di dalam kisah ini. Dan dengan itu kita tutup ee pembahasan tentang gundik lewi yang ada di hakim-hakim 19 ini. Saya kira begitu, Pak. ee Obet. Ee iya, terima kasih Ibu Ira untuk ee pembahasannya dan di kolom live chat Ibu ya sudah ada kurang lebih tiga pertanyaan dari sahabat Alkitab sekalian. Tapi sebelum kita menjawabi pertanyaan-pertanyaan tersebut, mari Bapak Ibu sekalian kita saksikan dulu informasi dari Lembaga Alkitab Indonesia. Indonesia puji Tuhan kita bersyukur melalui program yang dilaksanakan oleh ee lembaga Indonesia sehingga orang-orang Mentawa yang tidak bisa membaca akhirnya bisa membaca. Sekarang puji Tuhan sudah ada perubahan dari umat yang tidak pernah membawa Alkitab atau buku pujian. itu akhirnya mereka bawa dan mereka tertarik untuk bisa membaca isi dalam Alkitab dan puji-pujian yang ada di dalam buku pujian tersebut. Program Pembaca Baru Alkitab Siberut Kepulauan Mentawai telah selesai dilaksanakan selama 1 tahun pelaksanaan. Program ini diikuti oleh 1322 warga belajar yang tersebar di tiga kecamatan, yaitu Siberut Barat Daya, Siberut Selatan, dan Siberut Tengah dengan jumlah warga belajar yang lulus sebanyak 112 orang. Di tahun ini, Lembaga Alkitab Indonesia kembali berupaya untuk menolong umat Tuhan melalui literasi dalam program pembaca baru Alkitab di Kecamatan Pulau-Pulau Batu, Kabupaten Niasan, Sumatera Utara dengan target jumlah peserta 1.200 orang dengan total biaya yang dibutuhkan mencapai Rp2 miliar. Mari bersama kita mendukung program pembaca baru Alkitab di Nias Selatan sehingga umat Tuhan dapat merasakan indahnya berjumpa dengan Tuhan melalui kemampuan untuk membaca dan memahami Alkitab Alkitab untuk semua. Iya, Bapak, Ibu, sahabat Alkitab. Ee video yang baru saja disaksikan merupakan ee salah satu program yang dari Lembaga Alkitab Indonesia, yaitu PBA atau pembaca baru Alkitab. Dan program ini secara khusus ditujukan untuk membantu saudara-saudara kita di Plosok ya yang belum bisa membaca ataupun menulis. Dan kemudian Lembaga Alkitab Indonesia hadir di sana untuk membantu saudara-saudara kita untuk bisa belajar bagaimana membaca dan menulis. Dan pada tahun ini program PBA ini dilaksanakan di Kecamatan Pulau-Pulau Batu, Kabupaten IA Selatan, Sumatera Utara. Dan ee pada akhir April kemarin kegiatan ini sudah resmi dilaksanakan dan ee teman-teman kami dari Lai yang bertugas di lapangan sudah mulai menjalankan program ini. Sehingga untuk Bapak, Ibu sahabat Alkitab yang tergerak untuk membantu atau mendukung program PBA ini silakan boleh berdonasi melalui nomor rekening yang ada dan juga bukti transfernya bisa dikirimkan ke kami supaya bisa kami pertanggungjawabkan kepada Bapak Ibu sekalian. Demikian informasi dari kami dan selanjutnya Ibu Ira kita akan mencoba menjawabi ee beberapa pertanyaan yang sudah ada di kolom live chat ya Bu. dari pertanyaan pertama Ibu Ira ya. Ee pertanyaan kurang lebih demikian. Apakah Alkitab mengajarkan bahwa problem dalam rumah tangga maupun dalam kehidupan sosial itu layak dibalas dengan ee sebuah pengkhianatan gitu seperti dalam cerita Gundik tadi, Bu? Kurang lebih begitu pertanyaannya? Ya. Baik, terima kasih untuk pertanyaannya. Ini persisnya yang tidak jelas di dalam ee narasi yang kita baca ini. Karena seperti yang tadi saya katakan bahwa ketika kita membaca tentang mengapa sehingga perempuan itu meninggalkan rumah suaminya di situ eh masoretic teks eh teks masora mengatakan bahwa alasannya karena perempuan itu melakukan sana. Dia melakukan persundalan. dia ee bermain serong atau dia berselingkuh bahasa sekarangnya dia berselingkuh dengan orang lain. Tetapi teks seperti septoaginta itu mengatakan bahwa dia meninggalkan rumah dari suaminya itu karena dia marah terhadap suaminya. Nah, apa alasan marah dan sebagainya pun juga tidak dijelaskan. Nah, problem kita adalah ketika kita ee mengatakan kita menerjemahkan kata sanah secara lurus bahwa dia telah berlaku serong, maka indikasi yang ada di dalam cerita selanjutnya itu tidak mendukung sekali statement ini. Karena seperti yang saya sudah jelaskan ee panjang lebar tadi bahwa salah satu tindakan yang dianggap sangat sangat berbahaya, memalukan di dalam dunia Israel kuno itu adalah ketika terjadi perszinahan. Kita lihat bahwa ketika terjadi itu maka hukumannya itu adalah dilempar mati dan sebagainya. Dan jangan harap ketika seorang perempuan ee kedapatan berlaku bersinah atau berlaku serong, maka dia akan diterima oleh keluarganya. Tidak seperti itu. Nah, tetapi justru dalam cerita ini yang kita dapatkan ini adalah ketika perempuan ini dia meninggalkan rumah suaminya, hal yang dia lakukan adalah dia langsung menuju ke rumah ayahnya dan dia diterima dengan baik. sampai bahkan berbulan-bulan lamanya dia di sana. Ayahnya sendiri juga tidak memaksa dia untuk kembali ke suaminya. Ya, dia tidak memaksakan dia untuk melakukan itu. Hanya kesan yang kita dapatkan adalah ayahnya ini merasa lega ketika menantunya ini datang dan mau menjemput kembali istrinya. Jadi ee dengan cara dia menjamu melakukan ee menunjukkan keramat hospitalitas, maka dia berharap bahwa ee secara baik menantunya dan anaknya bisa menyelesaikan persoalan dan mereka bisa hidup kembali bersama dan persoalan mereka bisa dilewati dengan baik. Jadi indikasi yang kita dapatkan dari cerita ini seperti itu. Sedangkan menjawab pertanyaan apakah dibenarkan bahkan dalam kehidupan saat ini ketika misalnya istri mengalami KDRT, suami mengalami KDRT, maka pasangannya membalas itu dengan ee melakukan perselingkuhan dengan orang lain. Saya kira ini adalah menyelesaikan masalah dengan membuka persoalan, mencari masalah baru. Jadi persoalan yang ada tidak diselesaikan, tetapi mau mencari soal baru. Dan tentu persoalan dalam keluarga ini kalau jalan itu yang ditempuh, maka yang ada adalah rumah tangga ini tentu akan semakin jauh dan jauh dan jauh dari kata terselamatkan. Ya, kita pada hari ini kita tidak terlalu berbicara tentang ee KDRT, kita tidak berbicara tentang perselingkuhan, kita tidak bicara tentang bagaimana menyelesaikan itu. Ee saya pikir itu ada sesi yang lain dengan orang yang lain yang akan berbicara tentang itu. Tetapi yang kita mau tunjukkan di dalam cerita ini adalah bahwa dari awal saja dari Hakim-hakim 19 ayat 1 saja penulis sudah mengatakan bahwa di Israel itu kondisinya adalah kacau karena tidak ada pemimpin yang memimpin mereka dengan aturan-aturan yang jelas. Dan cerita tentang gundik Lewi ini hanya kemudian membawa hakim-hakim ini pada puncak daripada cerita bahwa peperangan itu akan terjadi karena kehidupan kacau yang ada itu. Jadi ee saya kira itu yang mau ee mau menjadi pusat di situ. yang mau ditekankan dalam cerita ini. Apalagi kalau kita baca dari dengan kacamata perempuan, maka bagaimana dalam kisah-kisah seperti ini? Perempuan itu dijadikan sebagai tumbal, dijadikan sebagai umpan, dijadikan sebagai objek, dijadikan sebagai kurban bakaran untuk menginisiasi adanya ee persatuan, menginisiasi adanya ee rekonsiliasi, adanya perdamaian. Dan itu sangat sangat sangat ee miris terjadi. Makanya kita bilang di dalam peperangan pihak kan jawabannya tentu adalah perempuan dan anak-anak karena mereka ada sebagai pondan, sebagai alat untuk melemahkan kekuatan sebuah bangsa. Ya. Dan itu sebabnya peperangan itu sesuatu yang betul-betul menimbulkan horor, menimbulkan teror bagi kita. Maka semampu-mampunya kita memelihara kedamaian itu. Dan saya kira ini cerita yang mau dikatakan oleh hakim-hakim bahwa itu sebabnya raja itu sangat diperlukan supaya kisah-kisah seperti pemutilasian ee ee apa gundik lewi pemerkosaan massal yang terjadi itu kemudian jangan terulang lagi ketika Israel ini sudah ditata dengan di dalam sebuah orde yang baru dengan dipimpin oleh seorang raja. Saya kira ee tanggapan saya ada di situ, Pak Obet. Saya kembalikan. Iya, terima kasih Bu Ira untuk ee jawaban dan tanggapannya. Kita lanjut ke pertanyaan yang berikut, ya, Ibu. Iya. Lain dari akun COVID-19 ini pertanyaan kurang lebih demikian, Bu. Bu Ira, apakah kisah perempuan yang berzina ini ada hubungannya dengan kisah Injil Yohanes 8 tentang hukuman atau pengampunan terhadap perempuan yang melakukan zina tersebut? Sebab perempuan yang berzina itu harus dilempari dengan batu sesuai dengan hukum dalam Perjanjian Lama atau hukum Musa. Ini pertanyaan yang sangat baik dan pertanyaan yang semakin menguatkan jawaban saya di pertanyaan sebelumnya. Justru kita tidak melihat adanya indikasi seperti apa yang terjadi di Yohanes itu. Kalau di Yohanes itu perempuan itu tertangkap basah melakukan perbuatan perzinan itu dan kemudian dia ditarik dan dibawa di hadapan Yesus. meskipun gap atau cela yang ada dalam cerita ini adalah kita tidak melihat pasangannya untuk melakukan persinaan itu sehingga hanya perempuan ini tetapi jelas perempuan ini dia menjadi alat atau umpan untuk menjebak Yesus. Jadi kembali lagi meskipun ini ee gundik dan perempuan yang kedapatan bersina ini dua cerita yang berbeda. Tapi kita masih bisa melihat persamaan persamaan nasib di antara keduanya yaitu mereka itu menjadi alat atau umpan untuk membawa laki-laki lain ada di dalam persoalan. Jadi persoalan antar laki-laki perempuan ada di tengah sebagai umpan untuk mereka melancarkan agresi-agresi atau serangan-serangan yang mereka mau lakukan. Nah, tetapi ingat bahwa dalam Yohanes itu perempuan itu kedapatan demikian. Masa menuntut agar hukuman dia dilempar dengan batu sampai mati sesuai dengan aturan yang ada. Nah, pada cerita hakim-hakim ini kita tidak mendapatkan hal seperti itu. Kalau betul dia melakukan tindakan persinahan, dia berlaku serong, maka ketika suaminya mengetahui itu, maka jelas hukuman harus diberikan kepada dia dengan menghadirkan saksi. Lalu kalau betul dia dihukum sesuai dengan ee hukum Musa yang berlaku. Tapi ini tidak ada. Dan yang lebih semakin membuat kita meragukan bahwa dia melakukan tindakan perzinahan secara harafiah adalah bahwa tidak ada indikasi penolakan yang diberikan oleh suaminya dan bahkan oleh ayahnya sendiri. Ketika suaminya pergi berjumpa dengan ayahnya dan dengan istrinya, tidak ada persoalan ini dibahas. Tidak ada. Yang kesan yang kita dapatkan adalah sang suami dan ayah ingin supaya persoalan rumah tangga mereka bisa diselesaikan dan mereka bisa melanjutkan hidup lagi sebagai suami istri. Dan ini tentu tidak cocok kalau betul perempuan ini melakukan perinan. Makanya tadi saya bilang salah satu tafsir yang diberikan adalah bisa saja perempuan ini dianggap melakukan berlaku serong tapi dengan pengertian bahwa dia ini tidak tunduk atau tidak patuh kepada suaminya. ee misalnya skenarionya adalah di ee terjadi KDRT pada dia lalu dia mengambil sikap dengan dia pergi meninggalkan suaminya dan tindakan meninggalkan suaminya menunjukkan bahwa dia berani melawan, dia berani ee tidak taat kepada suaminya. Dan di masa sekarang pun yang tadi saya bilang dalam penjelasan ketika ada perempuan yang menunjukkan sikap yang dalam tanda petik melawan suaminya tidak tunduk kepada suaminya, maka dalam pertengkaran suami istri ya kayak ketika kita baca laporan-laporan komnas perempuan apa ketika terjadi verbal abuse atau kekerasan dengan kata-kata maka kata-kata yang sering dilontarkan oleh suami kepada istrinya adalah dasar perempuan tanda petik. Mohon mohon maaf sekali lagi, tapi ini untuk kepentingan saya menjelaskan ee dasar perempuan sundal, pelacur. Tentu itu bukan dikatakan oleh suami untuk mengatakan yang sebenarnya, tetapi karena dia kesal terhadap sikap ketidaktundukan daripada istrinya atau dalam pertengkaran merasa kesal, lalu kata-kata seperti itu keluar. Ya. Jadi ee sayaasih saya ee merujuk pada itu dan saya rasa ini yang menjadi pergumulan dari Septuaginta. Makanya dia dengan ee secara sengaja mengganti kata sanah itu dengan kata yang tadi itu yaitu marah. karena memang ketika dia melihat jalan ceritanya lebih mengarah ke situ ya. Jadi, jadi artinya ini sangat menarik. Ee tentu saya memikirkan kemungkinan-kemungkinan itu. Makanya dari awal ee penjelasan saya mengarah ke bagaimana kita memahami kata sanah ini ee dalam konteks Israel kuno tetapi juga bisa kita baca dengan konteks kita sekarang. ya, verbal abuse, abuse-abuse eh apa kekerasan-kekerasan yang dialami oleh para istri ee dari mulut e suaminya. Tetapi juga ada juga istri-istri yang ee melakukan verbal abuse kepada suami dengan mengucapkan kata-kata yang lebih mengarah kepada seolah-olah melakukan serong dan sebagainya. ee kita bisa lihat dalam konteks seperti itu. Saya kira jawaban saya seperti itu, Pak Obet. Saya kembalikan. Oke, Ibu terima kasih untuk eh jawabannya. Satu pertanyaan lagi ya, Ibu. Ini pertanyaan terakhir, Ibu, ya. Iya. Ee sebelum kita mengakhiri diskusi kita pada hari ini, masih ada satu pertanyaan lagi. Pertanyaan kurang lebih demikian, Ibu. Dalam konteks penyatuan bangsa Israel, apakah dapat dibenarkan tindakan pembunuhan terhadap gundik tersebut? Kurang lebih begitu pertanyaannya, Bu. Ya, tentu ini dianggap makanya kalau kita baca kisah ini sampai selesai, di sini dikatakan inilah kejahatan yang paling miris dan tidak pernah terjadi di Israel. Ini berarti sendiri bahwa penulis hakim-hakim ini sendiri mengutuk keras tindakan pemerkosaan dan mutilasi terhadap perempuan ini. Dan ini tentu semakin menguatkan agenda dari penulis hakim-hakim bahwa kondisi ini terjadi perempuan ada di dalam kerentanan seperti ini, kerapuan seperti ini. Karena tidak ada raja, tidak ada hukum, tidak ada aturan, dan tidak ada penegakan terhadap aturan yang jelas sehingga para perempuan bisa dalam kondisi seperti ini. Mereka bisa menjadi alat, bisa menjadi umpan. menjadi instrumen seperti itu ya. Makanya sangat diharapkan untuk adanya pemimpin. Dan tentu ketika kita baca ini, Israel ada dalam ee interaksi atau relasi dengan bangsa-bangsa di sekitar seperti Filistin, Amon, Moab dan bangsa-bangsa itu telah memiliki raja dan mereka telah memiliki struktur organisasi kebangsaan yang jelas dengan pasukan militer yang kuat sehingga tentu mampu untuk melumpuhkan atau melemahkan tindakan-tindakan yang brutal yang sadis seperti yang terjadi dalam konteks ee dilaku masyarakat atau orang-orang yang ada di GBA seperti itu. Itu yang pertama. Yang kedua kita belajar bahwa bagaimana caranya orang Lewi itu menyatu ee 12 suku Israel adalah dengan cara dia mengirimkan potongan istrinya.Anggap anggap sebagai sebuah kekan yang sebenarnya tidak boleh terjadi. Karena ketika mereka memiliki raja, maka tentu ada mekanisme-mekanisme untuk mengumpulkan bangsa-bangsa, mengumpulkan suku-suku untuk suatu maksud tertentu. Karena tentu nanti di setiap suku akan ada perwakilan dan tentu raja akan memiliki panglima, ada pasukan militer, ada sistem yang dipakai untuk itu. Jadi cara barbarik seperti ini adalah cara yang hanya dilakukan ketika tidak ada order atau aturan yang jelas. Jadi ini yang mau di disampaikan oleh penulis hakim-hakim seperti ini. Nah, ini yang kita mesti ingat di konteks sekarang ini bahwa di negara seperti Indonesia kita sudah memiliki ee pemimpin, ada aturan yang jelas, hukum terutama tentang ee hukum yang terkait dengan kekerasan seksual itu sudah ada. Sebenarnya ini ada dengan tujuan untuk memastikan bahwa kekerasan berbasis gender itu tidak terjadi. Apalagi dalam konteks keagamaan, kita memiliki Alkitab yang sebenarnya berisi aturan-aturan yang dapat menggahan pada kehidupan kita. Jadi kalau per hari ini tindakan-tindakan kekejian seperti ini masih terjadi pada perempuan, itu berarti kita sebagai masyarakat, sebagai bangsa, kita mengalami kemunduran yang luar biasa. Kehidupan barbarik orang seperti orang-orang yang ee belum ada aturan, belum berpendidikan, belum memiliki wawasan ee kesadaran gender, kesetaraan, keadilan. Jadi kita menampilkan diri kita seperti itu. Dan ini pesan yang dikatakan oleh penulis hakim-hakim bahwa orang-orang yang sudah ada di bawah hukum ada pemimpin yang jelas itu adalah sebuah kekuatan untuk menciptakan kedamaian di dalam suatu komunitas. Ya, jadi persoalannya sekarang aturan sudah ada, tetapi kesadaran untuk melihat perempuan bukan sebagai objek. itu yang belum tertanam. Kenapa? Karena dunia patriarki yang masih begitu kuat ee kehidupan feodal yang masih begitu kuat ee melihat perempuan hanya sebagai objek, hanya sebagai properti melihat bahwa laki-laki memiliki kekuasaan untuk mengatur hidup perempuan. hal-hal seperti itu, pikiran-pikiran seperti itu yang perlu untuk dihapuskan, perlu untuk dihilangkan supaya kita mengerti benar menjadi masyarakat yang civilize, masyarakat sipil yang mengerti aturan, taat aturan karena aturan memberikan ee kedamaian bagi kita semua. Saya kira begitu Bapak Obet, saya kembalikan. Iya. Ee terima kasih Ibu untuk ee jawaban untuk penjelasannya dan ini juga menjadi akhir dari ee pembahasan tentang tema gundik ini pada hari ini, Ibu ya. Dan sebelum kita mengakhiri seminar kita pada hari ini, mari kita saksikan dulu ya tayangan dari Lembaga Alkitab Indonesia. Sepoi-sepo angin pantai menyibak wajahku. Aku terkagum oleh dua mobil yang menghampiriku tepat di pukul 15. Hati yang gelisah menjadi damai seperti embun pagi yang menguap oleh terik mentari di sudut rumah di kampung kecil Amarasi Timur. Sercerca harapan telah membuat kami tersenyum kembali untuk menumbuhkan tunas dari tanah kering di sini lewat buku hitam tua yang hari ini kami dapat. Alkitab kami menyebutnya. Kebetulan jemaat kami tembang adalah bisa disebut rata-rata jemaat baru, Kristen baru ya. Karena awalnya Desa Tumambahan ini banyak memperagama Hindu Keharingan. Oleh sebab itu ee Lembaga Alkitab Indonesia sangat penting sekali memberikan bantuan kepada jemaat di sini. Kami ucapkan terima kasih banyak agar jemaat yang baru di tempat ini bisa memahami, bisa belajar tentang pentingnya firman Tuhan. Pada tahun ini, Lembaga Alkitab Indonesia kembali mengajak kita semua untuk mendukung pengadaan 155.000 eksemplar Alkitab dan bagian-bagiannya di daerah berikut ini. Murung Raya Malang bagian selatan Sumbawa Sumba Barat Daya Lauj Lamaholot WJwa Pulau Taliabu Pulau Seram Timur Leste Walak Asmat Kamoro, dan tanah miring Merauke. Kita bergumul karena sekiranya Tuhan buka jalan supaya tiap kakak, tiap orang anggota sidi wajib punya Alkitab. Amin. Dan hari Sabtu kemari dapat surga dari Bapak Kasis ee kalau kita mau dapat Alkitab dari lain dan ee saya sangat bersyukur karena bergumulat untuk punya Alkitab. Setiap-tiap jemaat punya Alkitab. Akhirnya setelah 5 tahun Tuhan jawab Iya. Ee Bapak, Ibu, Sahabat Alkitab, ee video yang baru saja disaksikan merupakan salah satu program dari Lembaga Alkitab Indonesia, yaitu SDK atau SATU dalam Kasih. Dan program ini secara khusus untuk membantu umat Kristiani yang mengalami kesulitan ya untuk mendapatkan Alkitab. Dan dalam hal ini Lembaga Alkitab Indonesia berusaha menjempatani kebutuhan akan Alkitab ini ee dari mereka yang tidak mampu dengan orang-orang atau lembaga yang terpanggil atau tergerak untuk membantu. Sehingga untuk Sahabat Alkitab yang bergerak untuk membantu mendukung program ini silakan boleh berdonasi melalui nomor rekening yang ada dan juga bukti transfernya bisa dikirimkan ke kami supaya ee bisa kami pertanggungjawabkan kepada Bapak, Ibu, sahabat Alkitab sekalian. Demikian informasi dari kami dan juga sekali lagi kami mengucapkan terima kasih untuk ee Ibu Ira yang sudah meluangkan waktu untuk sharing untuk ee presentasi pada hari ini. Dan kami juga meminta maaf ee ada sedikit kendala tadi Ibu ya dan sahabat Alkitab sekalian. Semoga hal ini tidak terjadi lagi di seminar-seminar kita selanjutnya. Demikian dari kami Bapak Ibu sekalian dan Ibu Ira. Salam Alkitab untuk semua.

SUDUT PANDANG LILIN ADVENT

SUDUT PANDANG LILIN ADVENT PENGANTAR Seiring berjalan kesepakatan ekuminis di Lima, membawa beberapa kesepakatan antara denomina...