Jumat, 21 Mei 2021

💫SABDA NYUNAR💫SEKET

💫SABDA NYUNAR 💫, SEKET,  Bacaan diambil dari Injil Yohanes 15:26-27; 16:4b-15. Bacaan Injil ini konteksnya perjamuan malam terakhir (PMT) yang Yesus memberikan amanat sangat panjang kepada murid-murid-Nya. Suasananya mencekam. Meskipun dunia membenci para murid, mereka tetap diperintah oleh Yesus untuk terus bersaksi kepada dunia, karena Roh Kebenaran atau Roh Kudus atau Penolong (Παράκλητος atau Πνεῦμα τὸ Ἅγιον) sudah bersaksi lebih dahulu. Sama seperti dulu Yesus memimpin para murid-Nya, Roh Kudus juga akan memimpin para murid ketika Yesus sudah pergi ke Bapa-Nya. Roh Kudus itu diutus Yesus yang keluar dari Bapa-Nya. Roh Kudus itu tidak saja memimpin dan mengajar para murid, tetapi juga menginsafkan dunia. Luar biasa. Itu berarti dengan dipenuhi Roh Kudus para murid memiliki kuasa super menginsafkan dunia . Ada gereja aliran tertentu mendaku penuh dengan Roh Kudus. Bahkan pendeta-pendeta dan warga gereja itu berani mengatakan bahwa gereja-gereja arus-utama tidak dipenuhi Roh Kudus seperti GKI, gereja kurang iman, atau GKJ, gereja kurang jelas. Pendakuan penuh dengan Roh Kudus adalah hal yang mudah dan demikian juga sebaliknya hal yang mudah mengukur apakah benar mereka sudah dipenuhi Roh Kudus. Lihat buahnya! Apakah gereja tersebut sudah berdampak menyejahterakan warga masyarakat di sekitarnya? Sejahtera berarti terjadi perubahan di masyarakat secara ekonomi dan sosio-politik; dari masyarakat marginal yang tak berdaya berubah menjadi masyarakat berdaya. Sebetulnyalah itu karya nyata menginsafkan dunia. Cukup banyak orang Kristen mencerap bahwa peristiwa pencurahan Roh Kudus yang dijanjikan oleh Yesus (Kis. 1:8) disebut Pentakosta (Kis. 2:2-4). Cerapan ini dapat dipahami sebagai pengaruh prapaham kalender gerejawi sejak remaja. Pentakosta berarti lima puluh. Pada hari ke-50 sesudah kebangkitan Yesus (atau Hari Raya Paska) tercurahlah Roh Kudus kepada orang-orang yang sedang berkumpul di satu tempat di Yerusalem. Padahal kalau kita membaca Kisah Para Rasul 2:1 “Ketika tiba hari Pentakosta, mereka semua berkumpul di satu tempat.” Dari sini sudah sangat jelas bahwa hari Pentakosta itu sudah ada dan dirayakan ratusan tahun oleh masyarakat Yahudi sebelum kitab Kisah Para Rasul ditulis. Jadi, bukan karena peristiwa pencurahan Roh Kudus, maka hari itu disebut Pentakosta. Pentakosta adalah perayaan atau festival musim panas masyarakat Yahudi. Ia tidak muncul tiba-tiba atau dadakan seperti tahu bulat, melainkan berawal dari hari raya Paska Yahudi. Kalender Yahudi berawal dari bulan Nisan yang jatuh pada sekitar Maret. Paska Yahudi pada tanggal 14 Nisan yaitu bulan purnama pertama yang jatuh pada atau sesudah equinox (21 Maret). Musim semi tiba. Waktu menanam. Hari ke-49 atau tujuh pekan sesudah hari Sabat pertama sesudah Paska Yahudi adalah hari panen. Esok hari yang berarti hari ke-50 adalah pesta syukur panen yang disebut hari Pentakosta. Pesta syukur panen Pentakosta dilakukan masyarakat Yahudi dengan perjamuan (Tobit 2:1), mengunjungi Yerusalem (2Makabe 12:31-32; Kis. 2:5-11), dan pesta perjamuan itu disediakan untuk semua orang (Ulangan 16:9-11). Hari Pentakosta juga diperingati oleh orang Yahudi sebagai turunnya Dasa Titah atau 10 Perintah Allah kepada Musa. Pada hari Pentakosta itulah terjadi peristiwa pencurahan Roh Kudus seperti dalam Kisah Para Rasul 2:1-13 yang kemudian disusul dengan khotbah atau kampanye Petrus pada ayat 14-21. Penetapan hari Pentakosta Gereja berbeda dari Pentakosta Yahudi, karena berangkat dari penetapan hari Paska Gereja yang berbeda juga. Paska Yahudi jatuh pada bulan purnama pertama pada atau sesudah equinox, sedang Paska Gereja ditetapkan jatuh pada (hari) Minggu pertama sesudah bulan purnama pertama pada atau sesudah equinox. Perayaan Pentakosta Gereja diberi muatan peristiwa pencurahan Roh Kudus di dalam Kisah Para Rasul, namun tetap berakar pada tradisi pesta panen. Itu sebabnya pada Pentakosta gereja dihiasi dengan hasil bumi. Hari Raya Pentakosta Gereja merupakan mahkota masa raya Paska. Minggu Pentakosta disebut juga Minggu Putih dan karena itulah pemimpin ibadah mengenakan pakaian liturgis berwarna putih. Ibadah dihelat sejak Sabtu dengan ibadah yang khidmat dan meriah mirip Malam Natal. Hanya saja tradisi ibadah Sabtu Malam ini jarang dijumpai di Gereja-gereja Protestan. Kuasa Roh Kudus anggep aja Kuasa super itu laksana api yang dapat dipergunakan untuk kehidupan (memasak misalnya) dan sebaliknya kematian atau memusnahkan kehidupan (membakar rumah misalnya). Pada bacaan pertama dapat kita saksikan satu kuasa super itu ialah kecakapan berbahasa asing (Kis. 2:8). Dalam Injil Yohanes Roh Kebenaran dan Penolong diterjemahkan dari Παράκλητος (baca: Paraklētos), sedang Roh Kudus dari Πνεῦμα τὸ Ἅγιον (baca: Pneuma to Hagion). Apakah sama? Sama. Yohanes 20:22 menggunakan Pneuma to Hagion (Roh Kudus) ketika Yesus mengatakan, “Terimalah Roh Kudus”. Apabila Paraklētos dalam Injil Yohanes 14:16, 26; 15:26; 16:7 tidak sama dengan Pneuma to Hagion dalam Yohanes 20:22, maka pertanyaannya “kapan Paraklētos yang dijanjikan oleh Yesus dalam Yohanes 16:7 diberikan?”. Fakta bahwa kata-kata yang ditulis di dalam Alkitab dengan bahasa Ibrani atau Grika tidak otomatis menjadikan kata itu istimewa. Nah, sekarang apa pautannya kuasa super yang kita dapatkan dalam Minggu Pentakosta dan pesta panen? Gedung Gereja pada Minggu Pentakosta, apalagi gereja-gereja di desa, memercantik diri dengan hasil bumi. Dekorasi hasilpanen itu bukanlah untuk gaya-gayaan. Bahkan GKJW Mojowarno, Jombang, Jawa Timur, sebagai contoh, menghelat festival tahunan Unduh-Unduh dalam rangka Pentakosta. Kuasa super dan hasilpanen sangat berpautan. Hasilpanen itu mengingatkan kita yang mendapat kuasa super dari pencurahan Roh Kudus agar kita berbuah. Kuasa super digunakan untuk menghasilkan buah-buah iman bagi kehidupan, bukan untuk memusnahkan kehidupan, bukan untuk merusak masyarakat, bukan untuk merongrong negara dengan kampanye keagamaan.  Minggu Pentakosta secara ekumenis juga merupakan hari lahir Gereja. Untuk itu menyampaikan🙏🙏🙏 selamat berulangtahun, Gereja! 🙌🙌🙌Tuhan memberkati 

Sabtu, 15 Mei 2021

💫SABDA NYUNAR 💫BERAGAMA TAPI TAK BERTUHAN, BERTUHAN TAPI TAK BERAGAMA

💫SABDA NYUNAR 💫 BerTuhan tapi tak beragama,  beragama tapi tak berTuhan, Konon, Ahok wagub DKI, melontarkan pernyataan yang mungkin menohok banyak orang: “Kita ini masih beragama, tapi tidak ber-Tuhan.”Loh kok bisa? Bukankah agama itu sendiri terbangun karena keyakinan akan adanya Tuhan? Bagaimana mungkin orang bisa beragama kalo gak ber-Tuhan? Kalo orang beragama ya pasti ber-Tuhan dong! Sebentar, ada orang yang percaya Tuhan itu pencipta dunia, tetapi setelah penciptaan, Dia gak cawe-cawe lagi alias gak ada lagi dalam dunia, gak ada hubungannya lagi dengan dunia; semua diserahkan kepada manusia, terserah manusia mau apa. Nah, kalo orang punya paham seperti itu, ya bisa aja dia beragama, tapi untuknya Tuhan dah gak ada. Yang dimaksud Ahok sepertinya bukan kelompok ini, melainkan mereka yang menjalankan ateisme praktis: iman yang diungkapkan gak sinkron dengan perbuatan. Orang bisa menyatakan Tuhan itu maha pengasih dan penyayang sementara ia menjadi aktor kekerasan dan kekejaman terhadap kelompok agama lain. Ia sangat kuat mempertahankan kulit, tetapi isi tak digubrisnya. Dalam arti itulah ia beragama, tetapi tak ber-Tuhan. Bisakah orang ber-Tuhan tanpa beragama? Bisa, jika yang dimaksud agama hanyalah Kristen, Islam, Katolik, Hindu atau Buddha (governed religion). Tidak bisa, jika agama dipahami sebagai dimensi sosial-kolektif yang dihidupi sebagai ungkapan iman seseorang kepada Tuhan (lived religion). Dalam menyatakan dirinya, Tuhan memakai mediasi atau perantara. Kis 4,13-21, Silakan kamu putuskan sendiri manakah yang benar di hadapan Allah: taat kepada kamu atau taat kepada Allah. Sebab tidak mungkin bagi kami untuk tidak berkata-kata tentang apa yang telah kami lihat dan yang telah kami dengar. Mrk 16,9-15, Setelah Yesus bangkit pagi-pagi pada hari pertama minggu itu, Ia mula-mula menampakkan diri-Nya kepada Maria Magdalena…Lalu perempuan itu pergi memberitahukannya kepada mereka yang selalu mengiringi Yesus….Tetapi ketika mereka mendengar, bahwa Yesus hidup dan telah dilihat olehnya, mereka tidak percaya…Bacaan Injil tsbi secara jelas menunjukkan bahwa Tuhan mengkomunikasikan Diri melalui kesaksian dan pernyataan orang lain. Akan tetapi, karena kecenderungan orang untuk menerima bukti langsung, kesaksian orang lain bisa saja dipaido, tak dipercaya; dan jika ketidakpercayaan itu mencapai titik ekstremnya, orang bisa menyejajarkan dirinya dengan Tuhan sendiri: aku ada atau Tuhan ada, tak bisa dua-duanya ada. Di hadapan pemimpin agama Yahudi, Petrus menyatakan bahwa kebangkitan Kristus itu tak bisa dipendam. Orang yang menyaksikan dan mendengar kebangkitan Kristus itu tak mungkin menyimpan untuk dirinya sendiri seolah-olah relasi manusia dengan Tuhan hanyalah berdimensi privat dan individual. Jalinan kepercayaan terhadap kesaksian orang dan hubungan masing-masing individu dengan pokok kesaksian (yaitu Tuhan yang diwartakan) itulah yang melanggengkan agama. religion-is-for-fools, Memang kerapkali orang beragama melakukan hal-hal yang bodoh, tetapi itu tidak berarti bahwa agamanya sendiri keliru. Yang keliru adalah orang yang menghidupinya secara ngawur: ateisme praktis, orang bilang percaya kepada kebangkitan Kristus, tetapi praktiknya ia lebih suka membiarkan Yesus tetap dalam makam, seperti manusia lain pada umumnya, tak perlu dipusingkan, tak perlu dikritisi, tak perlu dimaknai, tidak sinkron antara ajaran imannya dan perbuatannya itulah beragama tapi tak berTuhan. Begitulah pula orang yang mengklaim ber-Tuhan tanpa agama: ia tak mau paham Allahnya dikritisi, pokoknya menurutku begini, titik. Lha, malah jadi Tuhan sendiri… 🙏🙏🙏Selamat berTuhan tanpa agama, beragama tanpa berTuhan, 🙌🙌🙌 Tuhan memberkati 

💫SUDUT PANDANG💫, BERANI MATI BERANI HIDUP, SERIAL PENTAKOSTA

💫SUDUT PANDANG💫, berani mati berani hidup, Mereka memanggil rasul-rasul itu, lalu menyesah mereka dan melarang mereka mengajar dalam nama Yesus. Sesudah itu mereka dilepaskan. Rasul-rasul itu meninggalkan sidang Mahkamah Agama dengan gembira, karena mereka telah dianggap layak menderita penghinaan oleh karena Nama Yesus. Dan setiap hari mereka melanjutkan pengajaran mereka di Bait Allah dan di rumah-rumah orang dan memberitakan Injil tentang Yesus yang adalah Mesias (Kis. 5:40-42). Roh Kudus menyulut semangat yang menyala-nyala untuk dengan berani memberitakan keselamatan yang dikerjakan Allah di dalam Yesus Kristus dan melalui karya Roh Kudus. Berani di sini bukanlah berarti nekad. Roh Kudus memberikan kepada mereka juga hikmat, sehingga keberanian mereka dilandasi oleh tuntunan Sang Hikmat, sekalipun tetap ada resiko. Dalam keberanian penuh hikmat itu para murid dengan fasih mempersaksikan Kristus sebagai sumber keselamatan dalam berbagai bahasa yang dimengerti para pendengarnya. Bahasa lain (Yun: glossolalia) yang mereka sampaikan seperti yang diberikan Roh Kudus (Kis. 2:20) adalah bahasa yang dimengerti oleh manusia dari berbagai macam bangsa (Yun: xenolalia, bahasa asing). Dengan demikian, karya Roh memakai bahasa manusia sekaligus melampaui keterbatasan bahasa. Para murid lainnya juga mencatatkan keberanian yang luar biasa. Oleh karya Roh Kudus mereka terus melaksanakan tugas panggilan memberitakan Injil Kerajaan Allah dengan penuh kegembiraan, sekalipun hadangan dan penderitaan mengancam mereka. Catatan Kisah Para Rasul tentang hal ini sangat menarik, Para murid menjadi pribadi yang berani melalui proses. Setidaknya kita bisa mencatat ada tiga fase yang dilalui para murid dalam berproses, yaitu fase takut, fase belajar, dan fase bertumbuh. Dalam tiap fase karya kuasa Roh Kudus sungguh-sungguh menolong mereka tetap bergeliat sehingga memiliki spiritualitas yang tangguh dan kreatif dalam berkarya. Dengan spiritualitas semacam itu, para murid dengan gagah berani memberitakan Injil Kerajaan Allah. Alkitab mencatat kisah Stefanus, martir pertama. Di tengah ancaman maut yang siap merenggut hidupnya, Stefanus masih berujar dalam nada cinta kasih, seperti Kristus Sang Teladan, “Sambil berlutut ia berseru dengan suara nyaring: “Tuhan, janganlah tanggungkan dosa ini kepada mereka!” Dan dengan perkataan itu meninggallah ia” (Kis. 7:60). Keberanian para martir terus menerus hadir dalam kehidupan hingga saat ini. Artinya, keberanian menghadirkan Injil Kerajaan Allah tak hanya terjadi di masa lalu, tetapi juga di masa kini. Hal itu menandakan bahwa karya Roh Kudus terus terjadi dalam sepanjang kehidupan manusia. Paus Fransiskus dalam audiensi umum mingguan di tahun 2019 mengajak umat kristen mengenang kembali 21 orang Kristen Ortodoks Koptik – pekerja bangunan Mesir – yang mati syahid karena iman mereka pada tahun 2015 di sebuah pantai di Libya, di tangan ISIS. Kata Paus, “Kata terakhir mereka adalah ‘Yesus, Yesus’. Mereka tidak menyangkal iman mereka, karena Roh Kudus menyertai mereka. Para martir modern.” Mungkin saat ini kita masih hidup dalam kecemasan bahkan ketakutan yang diakibatkan karena pandemi Covid-19. Pandemi yang terus menggerus kehidupan bersama di bumi ini telah menciptakan kegentaran menghadapi hidup. Siapa yang tidak gentar? Sebagai contoh International Association for Suicide Prevention (IASP) menyebutkan bahwa pandemi Covid-19 memicu peningkatan jumlah pasien kesehatan mental yang hendak bunuh diri. Angka bunuh diri sendiri tercatat terjadi setiap 40 detik di dunia. Tod Bolsinger, seorang teolog dari Fuller Seminary Amerika Serikat, mengatakan bahwa pada saat ini ketika kita menghadapi virus Covid-19, kita seperti tengah berada pada wilayah baru yang tidak terpetakan. Artinya, jalan di depan kita tidak kita ketahui juntrungan-nya. Covid-19 membuat kita seolah tidak punya kendali atas kehidupan di masa depan. Hidup kita seperti tanpa kalender kerja, tanpa pengaturan, tanpa perencanaan jauh ke depan. Kegentaran tak hanya sekadar soal pandemi, tetapi juga berbagai macam persoalan kehidupan, termasuk dalam kehidupan bersama berbangsa di Indonesia. Dalam konteks Indonesia, kita menemukan kenyataan makin menguatnya intoleransi. Sidney Jones, pakar konflik di Indonesia menyatakan bahwa masalah terbesar bagi demokrasi Indonesia bukanlah terorisme, melainkan intoleransi yang menjalar dari kelompok radikal yang pinggiran ke arah arus utama (mainstream).  Di tengah keadaan itu, demikian Jones, pemerintah Indonesia kurang memberikan perhatian serius akan kenyataan ini sehingga budaya kebencian dan kekerasan terus terjadi pada kelompok-kelompok minoritas.  Di sini, kita dapat menyebut ada ormas berbalut agama yang dikatakan oleh International Crisis Group sebagai kaum moralis ekstrem. Ian Wilson, ilmuwan politik yang mempelajari sebuah ormas besar tersohor dari dekat menyatakan sepak terjang mereka lebih dapat dijelaskan dengan faktor uang dibandingkan dengan faktor moral. Dengan tegas Wilson mengatakan ormas tersebut telah mengukuhkan kedudukannya dalam dunia perpolitikan dengan sengaja menciptakan ketegangan sosial dan kepanikan moral yang dengan itu mereka menempatkan dirinya sebagai broker, semacam pemeras moralitas. Tak ayal lagi, realitas ini kerap kembali mengembalikan mentalitas kaum minoritas –kita, komunitas kristen khususnya– dalam mentalitas keong.  Mentalitas ini membuat kita diam dengan beribu alasan. Di manakah keberanian kita? Di sini kita perlu menyerukan panggilan kita lebih keras dan sungguh-sungguh untuk kembali dikuasai oleh Roh Kudus, Roh yang memberikan keberanian menghadapi hidup dalam kebenaran Allah. Menjelang akhir tahun 2020, publik dikejutkan dengan keberanian seorang bernama Nikita Mirzani menghadapi oknum-oknum dari sebuah ormas besar di Indonesia. Ketika gema ketakutan yang membuat banyak orang tengkurap, atau memilih diam karena menghadapi kekuatan massa yang besar –bahkan termasuk aparat hukum– tanpa gentar Nikita Mirzani melawan. Lepas dari berbagai kategori moral yang kerap diletakkan pada artis kontroversial ini, agaknya kita perlu merenung sejenak untuk menilai keberanian hidup kita. Inilah saatnya kita mengobarkan kuasa Roh Kudus yang memberikan keberanian yang menyala-nyala demi Injil Kerajaan Allah. Inilah saatnya merasakan kembali kuasa Roh Kudus yang meghadirkan keberanian dalam memberitakan Injil Kerajaan Allah sebagaimana yang telah ditunjukkan oleh pada martir. Adalah saatnya kita memiliki mental seperti Stefanus dan para murid yang lain, yang secara personal punya keberanian karena pengalaman iman bersama Kristus yang bangkit itu. Semoga masa Pentakosta ini menyadarkan kita untuk berani menyongsong hidup bersama Roh Kudus. 🙏🙏🙏Selamat berani mati berani hidup, 🙌🙌🙌Tuhan memberkati, STT BAPTIS INJILI, TITUS ROIDANTO 

Jumat, 14 Mei 2021

💫SABDA NYUNAR💫, DATANG DAN LIHATLAH

💫SABDA NYUNAR💫 “Heaven goes by favor. If it went by merit, you would stay out and your dog would go in.” Mark Twain. Bacaan Injil diambil dari Yohanes 17:6-19. Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) memberi judul perikop bacaan Injil dengan “Doa Yesus untuk  murid-murid-Nya” dari ayat 1 sampai 26. Pada Konsili Vatikan II dan tepatnya pada 4 Desember 1963 Paus Paulus VI menetapkan (hari) Minggu sebelum Pentakosta sebagai Hari Komunikasi Sosial Sedunia. Tema tahun ini ditetapkan “Datang dan Lihatlah” oleh Paus Fransiskus. “Datang dan lihatlah. Berkomunikasilah dengan menjumpai orang lain apa adanya.” kata Paus,“Kita perlu bergerak, pergi melihat sendiri, tinggal bersama dengan orang-orang, mendengarkan kisah mereka, dan mengumpulkan berbagai pendapat atas realitas yang akan selalu mengejutkan kita dalam beberapa gatra.” Paus hendak menekankan kepada kita bahwa setiap bentuk komunikasi haruslah jelas dan jujur baik dalam dunia jurnalistik, media daring, khotbah-khotbah di gereja, dalam politik praktis, maupun dalam media sosial. Dalam doa Yesus kita melihat Yesus tidak mendoakan murid-murid-Nya diambil dari dunia. Ia tidak berdoa agar para murid lepas dari kesulitan dan tantangan hidup. Yesus justru mengutus murid-murid-Nya ke dunia (ay. 18). Di sini menunjukkan bahwa kekristenan tidak pernah dihayati sebagai suatu kelompok yang menarik diri dari kehidupan dunia. Kita bukan menarik diri dari dunia dan sekaligus tidak meleburkan diri menjadi sama dengan dunia. Doa adalah bentuk komunikasi dua arah. Yesus mengajarkan bagaimana berkomunikasi ketika persoalan sangat berat siap menghadang. Kita berharap Allah mendengarkan doa yang kita lambungkan dan berharap Allah menjawab doa permohonan yang kita panjatkan. Gatra persekutuan menjadi penting di dalam doa. Dalam Kisah Para Rasul disampaikan bagaimana gereja perdana bersekutu di dalam doa (Kis. 1:14). Kejelasan dan kejujuran menjadi syarat komunikasi tanpa hambatan. Teknologi internet atau daring memampukan kita bercerita dan berbagi lebih cepat. Daring menjadi sarana ampuh menyampaikan kabar baik dan sekaligus menuntut pertanggungjawaban kita sebagai pemberita dan pembaca. Injil merupakan media refleksi iman para penulisnya lewat cerita dan kita saling berkomunikasi lewat cerita. Berkat daring kita berkesempatan menceritakan apa yang kita baca dan saksikan serta berbagi kesaksian. Kesaksian apa? Kita sudah membaca dan menyaksikan kisah hidup Yesus dalam cerita Injil. Kita meniru apa yang sudah kita saksikan. Di sini hidup kita menjadi cerita dan kemudian bagi pendengar cerita itu menjadi kehidupan: narasi tersebut memasuki kehidupan orang-orang yang mendengarkannya dan mengubahnya. Kesaksian bukanlah curhat narsistik seperti yang acap diperagakan oleh selebritis dan para “murtadin”. Cerita tentang Kristus bukanlah sebuah warisan masa lalu, melainkan cerita kita sendiri yang selalu aktual. Hal itu juga menunjukkan kepada kita bahwa tidak ada cerita manusia yang tidak murad atau tidak bernilai. Cerita kita sendiri menjadi bagian dari setiap cerita besar. Injil adalah cerita. Injil mengabarkan tentang Yesus yang informatif sekaligus performatif. Artinya Injil bukan hanya mengabarkan tentang Yesus sebagai informasi untuk diketahui, melainkan sekaligus pemberitahuan yang mendatangkan kenyataan, mengubah, dan membaharui kehidupan. Kritik Paus terhadap khotbah-khotbah di gereja yang harus jelas dan jujur sangatlah mengena. Padahal Yesus berbicara mengenai Allah bukan dengan pidato-pidato dogmatis, namun dengan perumpamaan-perumpaan, narasi-narasi singkat yang diambil dari kehidupan sehari-hari. Dalam masa pandemi ini justru makin menguatkan ajakan Paus Fransiskus untuk “Datang dan Lihatlah” dalam rangka murid-murid yang diutus ke dunia oleh Yesus. Datang dan melihat penerapan vaksin dan perawatan medis secara umum yang berisiko mengecualikan orang-orang miskin. Datang dan melihat orang-orang yang tersisihkan, kehilangan pekerjaan, kesepian, konflik batin, terundung kekhawatiran dan ketakutan, serta ketegangan hubungan dengan sesama. Datang dan melihat sendiri adalah kegiatan tak tergantikan, tukas Paus. 🙏🙏🙏Selamat Datang dan Melihat,  🙌🙌🙌Tuhan memberkati,STT BAPTIS INJILI, TITUS ROIDANTO 

💫SABDA NYUNAR 💫 BERJENJANG

💫SABDA NYUNAR💫 berjenjang,umat Kristen merayakan Hari Kenaikan Yesus Kristus (The Feast of the Ascension of Jesus Christ atau biasa disebut Ascension Day). Bacaan Injil dari Lukas 24:44-53 . Kalau kita perhatikan tempat-tempat penyembahan kuno berada di lokasi lebih tinggi daripada permukiman, bahkan banyak yang dibangun di atas bukit atau gunung. Mengapa demikian? Kosmologi orang zaman dulu langit adalah tempat bersemayam Sesembahan atau apa pun penyebutannya. Membangun situs penyembahan di lokasi lebih tinggi ditujukan untuk mendekati langit tempat Sesembahan bertahta. Kisah dalam bacaan hari ini merupakan rangkaian terakhir dari Kebangkitan Kristus dan penampakan diri-Nya kepada murid-murid-Nya. Kata Yesus: "Inilah perkataan-Ku, yang telah Kukatakan kepadamu ketika Aku masih bersama-sama dengan kamu, yakni bahwa harus digenapi semua yang ada tertulis tentang Aku dalam kitab Taurat Musa dan kitab nabi-nabi dan kitab Mazmur. Ada tertulis demikian: Mesias harus menderita dan bangkit dari antara orang mati pada hari yang ketiga, dan lagi: dalam nama-Nya berita tentang pertobatan dan pengampunan dosa harus disampaikan kepada segala bangsa, mulai dari Yerusalem. Kamu adalah saksi dari semuanya ini. Aku akan mengirim kepadamu apa yang dijanjikan Bapa-Ku, tetapi kamu harus tinggal di dalam kota ini sampai kamu diperlengkapi dengan kekuasaan dari tempat tinggi." (ay. 44-49). Dalam ayat 50-53 dikisahkan Yesus kemudian membawa mereka ke luar kota sampai dekat Betania. Di sana Ia mengangkat tangan-Nya dan memberkati mereka. Ketika Ia sedang memberkati mereka, Ia berpisah dari mereka dan terangkat ke surga. Mereka sujud menyembah kepada-Nya, lalu mereka pulang ke Yerusalem dengan sangat bersukacita. Mereka senantiasa berada di dalam Bait Allah dan memuliakan Allah. Untuk memahami bacaan di atas ada beberapa metode menafsir. Satu di antaranya adalah kritik naratif yang merupakan metode yang meminjam dari kritik naratif dalam dunia sastra. Metode sekular ini dipinjam untuk menganalisis suatu teks biblikal. Kritik naratif merupakan penghampiran (approach) dan analisis terhadap semua anasir yang terdapat di dalam cerita Alkitab, seperti pencerita atau narator (orang pertama, orang ketiga), pembaca imajiner, pelaku cerita (tokoh utama, tokoh lawan atau antagonis, tokoh kawan atau protagonis, dlsb.), peristiwa dan kronologinya, latar cerita seperti tempat kejadian, waktu kejadian, dlsb. Kritik Naratif tidak berurusan dengan sumber-sumber cerita, tidak berurusan dengan "sejarah" pembentukan cerita, tetapi berurusan dengan cerita dalam bentuknya yang terakhir. Melakukan kritik naratif terhadap cerita di kitab-kitab Injil relatif lebih mudah ketimbang cerita di kitab Kejadian sebagai misal. Karakter tokoh-tokoh dalam cerita Injil pada umumnya datar dalam arti tokoh baik dan tokoh jahat tampak jelas dan tak berubah karakter. Kritik naratif juga menolong pendeta dalam berkhotbah agar khotbahnya tidak dogmatis garing. Satu ciri teologi Injil Lukas adalah kenaikan, dari tempat rendah ke tempat lebih tinggi. Pada bagian akhir Injil Lukas kentara ketika Yesus mengajak murid-murid-Nya keluar dari Yerusalem ke Betania lalu naik ke surga. Surga di sini dari kata οὐρανόν (baca: ouranon) yang juga berarti langit. Dalam dunia cerita Injil Lukas Betania lebih tinggi daripada Yerusalem (Luk. 19:29), sedang Yerusalem lebih tinggi daripada Nazaret (Luk. 2:42). Secara umum dalam dunia cerita Injil Lukas tempat atau wilayah pelayanan Yesus sebelum Ia menuju Yerusalem berada di posisi lebih rendah (Luk. 18:31; 19:28). Dari informasi dunia cerita ini dapat diperikan bahwa perjalanan hidup Yesus adalah perjalanan naik atau meninggi; dari Nazaret dan Galilea, naik ke Yerusalem, naik ke Betania di Bukit Zaitun, dan akhirnya naik ke surga. Apabila kita menengok lebih ke belakang lagi Yesus lahir di palungan dan “hanya” dikunjungi oleh gembala-gembala. Yesus juga lahir di lingkungan keluarga miskin seperti terlihat jenis persembahan saat Maria ditahirkan di Yerusalem (Luk. 2:22-24). Hal itu makin nyata dari pelayanan Yesus yang berbelarasa kepada orang-orang marginal atau mereka yang disisihkan oleh masyarakat yang menganut sistem puritas. Penginjil Lukas tampaknya hendak menyampaikan bahwa orang-orang yang merendahkan diri seperti Yesus akan ditinggikan oleh Allah. Dalam babak akhir Injil Lukas Yesus hendak menjawab keraguan murid-murid-Nya. Narator menyampaikan kepada pembaca bahwa Yesus memberkati murid-murid-Nya dan kemudian terangkat ke surga. Mereka sekarang percaya bahwa Yesus sungguh-sungguh sudah bangkit dan naik ke kediaman Bapa-Nya. Mereka juga mengerti bahwa Mesias harus menderita terlebih dahulu sebelum masuk ke dalam kemuliaan-Nya seperti nubuatan para nabi. Yesus yang memula pelayanan-Nya dari tempat yang paling rendah sampai akhirnya tiba di tempat tertinggi. Terus apa? Jangan lupa dalam bacaan Yesus berkata, “Kamu adalah saksi dari semuanya ini”. Penginjil Lukas hendak menyampaikan kepada kita, sebagai pembaca masa kini, untuk menjadi saksi dari kisah teologisnya. Kesaksian yang mana? Semuanya ini! Menjadi saksi Kristus berarti menyaksikan semua karya pelayanan Kristus (d.h.i. kisah teologis Injil Lukas) dengan merefleksikannya dalam perilaku dan gaya hidup sehari-hari. Orang Kristen bersaksi dengan berperangai laksana Kristus dalam berkarya, berbelarasa terhadap orang-orang marginal atau mereka yang disisihkan oleh masyarakat dengan segala alasannya. Terus? Angkat mereka dari kubangan paling rendah menuju tempat yang lebih tinggi seperti kisah teologis Injil Lukas tentang perjalanan naik Yesus. Duh, berat. Memang berat! Menjadi saksi Kristus bukan curhat tentang kisah murtad masuk ke agama Kristen, bukan juga curhat model selebritis atau orang kaya yang merasa dilimpahi berkat material oleh Allah. 🙏🙏🙏Selamat berjenjang 🙌🙌🙌Tuhan memberkati.STT BAPTIS INJILI, CEPOGO BOYOLALI JAWA TENGAH, TITUS ROIDANTO 

Sabtu, 08 Mei 2021

SABDA NYUNAR, SAHABAT

💫SABDA NYUNAR 💫“I hope we’re friends until we die. Then I hope we stay ghost friends and walk through walls and scare the shit out of people.” Minggu Keenam Masa Raya Paska. Bacaan Injil diambil dari Yohanes 15:9-17. Salvatore Giuliano, yang diperankan oleh Christopher Lambert dalam film The Sicilian arahan Sutradara Michael Cimino, diundang oleh lawan sekaligus pesaingnya untuk bertemu. Seorang anak buah Giuliano mengingatkan bahwa ia bisa saja akan dikhianati. Giuliano menjawab, “Hanya teman  yg berkhianat.” Kita pasti punya teman. Ada yang memiliki banyak teman, ada yang sedikit. Kita bercerita tentang hal-hal pribadi kepada seorang teman entah lewat daring entah langsung tatap muka. Seperti ada tertulis “Jangan menceritakan masalahmu kepada orang lain; 80% tidak peduli, 20% senang kita punya masalah”. Tidak seberapa lama apa pun yang kita sampaikan kepada teman kita sudah menjadi perbincangan orang-orang lain. Mereka dengan gembira menertawai masalah pribadi kita. Dengan bahasa masa kini persoalan kita menjadi bahan gibah. Dalam bacaan Injil Minggu ini sambungan dari bacaan Minggu lalu tentang “Pokok Anggur yang Benar”. Konteks percakapan di dalam Perjamuan Malam Terakhir dan sesudah Yudas pergi berkhianat. Di sini Yesus tidak sedang bermetafor. Ia memberi perintah yang diucapkan-Nya sampai dua kali yaitu untuk saling mengasihi. Yesus memberi perintah itu, karena Ia sudah mengasihi murid-murid-Nya. Bahkan Yesus menyebut murid-murid sebagai sahabat-Nya. “Tidak ada kasih yang lebih besar daripada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya. Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu.” (ay. 13). Oleh karena sahabat, Yesus “membocorkan” segala sesuatu untuk diketahui sahabat-sahabat-Nya, “Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku.” (ay. 15). Yesus menghendaki murid-murid-Nya pergi dan menghasilkan buah. Ada banyak takrif (definition) mengenai sahabat. Bagi kita takrif tidaklah begitu penting. Yang terpenting adalah ukuran sahabat. Penulis Amsal 17:17 dengan baik memberikan ukurannya “Seorang sahabat selalu menaruh kasih setiap waktu dan menjadi saudara dalam kesukaran.” Dari ukuran penulis Amsal ini seorang sahabat berbeda dari seorang teman. Seperti kata Salvatore Giuliano bahwa hanya teman yg berkhianat. Membaca perikop Injil di atas kita benar-benar tertohok. Kalau Yesus sudah mengakui  kita sahabat-Nya, mengapa kita tidak memerlakukan-Nya sahabat kita? Kita tidak pernah berbuat apa yang Yesus perintahkan. Yesus sudah memberikan nyawa-Nya untuk sahabat-sahabat-Nya. Kita? Alih-alih nyawa, berbuat baik kepada sesama saja saya masih jauh api dari panggang. Kalau kita melihat ayat 15, budak hanyalah perangkat sang tuan untuk memenuhi segala kebutuhannya. Budak tetaplah menjadi budak, sedang tuan adalah pemiliknya. Budak tak ubahnya sebuah properti. Budak sering diperdayai (deceived) oleh tuannya. Budak yang kerap diperdayai oleh tuannya, tidak jarang membalas memerdayai tuannya. Budak diterjemahkan dari δοῦλος (baca: doulos), yang juga berarti hamba, jongos. Seorang sahabat tidak akan memerdayai, apalagi berkhianat. Seorang sahabat memberdayakan (empower). Itu sebabnya Yesus menyebut kita sahabat-Nya. Indonesia dianugerahi hidup di dalam banyak pulau, kebinekaan bahasa, budaya, adat istiadat, dlsb. Kita terbiasa memiliki hubungan saudara yang berdasarkan atas darah, perkawinan, kesukuan, dan tentu saja agama. Bacaan Injil Minggu ini memberikan sebuah tantangan iman untuk tidak saja membangun nasabah persaudaraan, tetapi juga persahabatan. Kita harus mampu membuka ruang perjumpaan, menguak prasangka, membongkar kebencian, mengatasi kecurigaan, dan membangun rasa percaya. Dalam konteks wawasan kebangsaan menjadi sahabat bagi semua orang akan memampukan kita merawat Indonesia dengan segala kebinekaannya. Di tengah ancaman fundamentalisme agama dan terorisme kita perlu menjaga ketulusan hidup sebagai sesama anak bangsa yang saling menghargai. Barangkali kita belum termampukan menjadi sahabat bagi semua orang, namun kita setidaknya tidak merugikan diri sendiri dan orang lain dengan menebar kebencian. Bukan karena kita menafikan konflik yang nyata terjadi, akan tetapi perlu kebesaran jiwa untuk saling mengakui dan menerima sebagai sesama dalam bangsa ini. kebinekaan adalah kenyataan sekaligus anugerah bagi kita. Untuk itu orang-orang yang sudah terukur tidak memiliki wawasan kebangsaan dan kebinekaan tidak bisa dan tidak boleh menjadi pemimpin. Jadi, bocoran tentang kegagalan pemenuhan batas minimum nilai wawasan kebangsaan pada sejumlah pegawai KPK tempo hari harus benar-benar secara serius diberandang, karena mereka tidak bersahabat dengan kebinekaan. Di masa pandemi banyak orang mengalami teralienasi atau terasingkan, kehilangan pekerjaan, kesepian, konflik batin, terundung kekhawatiran dan ketakutan, serta ketegangan hubungan dengan sesama. Di saat seperti itulah mereka memerlukan kehadiran sahabat yang memberdayakan, yang selalu menaruh kasih setiap waktu dan menjadi saudara dalam kesukaran. 🙏🙏🙏Selamat Bersahabat, 🙌🙌🙌Tuhan memberkati

Sabtu, 01 Mei 2021

SUDUT PANDANG YOHANES 15:1-8MAYORITAS MENINDAS

💫SUDUT PANDANG💫 Men never do evil so completely and cheerfully as when they do it from religious conviction.” , singkatnya kita mengenal pemahaman Mayoritas Menindas, cerita lama yg akan selalu seperti itu,  kalau Israel mengenal pohon anggur. Kita kenal pohon pisang, kita sudah barang tentu sering melihat atau bahkan memiliki pohon pisang di halaman rumah. Ketika pohon pisang berbuah atau mengeluarkan “jantung”, pemilik mengamati sudah berapa sisir pisang yang terkuak. Saat sudah menampakkan 4 – 5 sisir pisang, jantung pisang dipotong. Mengapa dipotong? Nutrisi atau hara yang dihisap oleh pohon pisang dari tanah akan terus dipasok ke arah jantung pisang untuk pematangan. Dengan demikian nutrisi terbagi-bagi sehingga buah pisang yang sudah terkuak lebih dahulu terkurangi nutrisinya. Untuk itulah pemilik pohon pisang memotong jantung pisang agar nutrisi benar-benar tertuju pada 4-5 sisir buah pisang saja sehingga menghasilkan buah pisang berkualitas tinggi. Namun sebaliknya apabila jantung pisang dibiarkan tak dipotong, maka kualitas pisang menurun dan hasilnya pisang-pisang mini. Memang ada jenis pisang tertentu yang sengaja dibiarkan berenteng panjang. Minggu Kelima Masa Raya Paska, Bacaan Injil  diambil dari Yohanes 15:1-8. Dalam bacaan Injil  ini Yesus kembali mengajar dengan menyampaikan metafor, “Aku adalah pokok anggur yang benar dan Allah pengusahanya.”  Ranting-ranting yang tidak berbuah dipotong dan dibuang, ranting-ranting yang berbuah dibersihkan agar lebih banyak berbuah. “Aku adalah pokok anggur dan kamu adalah ranting-rantingnya.” Kata Yesus menekankan kepada para murid-Nya. Konteks cerita Injil ini dalam rangkaian “Perjamuan Malam Terakhir” Yesus bersama-sama dengan murid-murid-Nya. Bagi orang-orang Israel zaman dulu kebun anggur dan anggur tidaklah asing, karena kena-mengena pada keseharian. Bahkan Israel sendiri dimetaforkan sebagai kebun anggur di Alkitab Perjanjian Lama (lih. Yes. 5:1-7).  ilustrasi tentang pemotongan jantung buah pohon pisang. Gambaran tersebut untuk menolong para pembaca atau pendengar Indonesia yang barangkali kesulitan membayangkan ranting-ranting anggur yang tidak berbuah mesti dipotong agar ranting yang berbuah bisa berbuah lebih banyak. Injil Yohanes ditulis di penghujung abad pertama. Menurut para ahli PB Komunitas Kristen Yohanes mendapat deraan dan tindasan hebat dari penguasa agama Yahudi. Narasi Injil tentang “Pokok anggur yang benar” adalah kritik terhadap kehidupan beragama para penguasa agama Yahudi dan para pengikut mereka. Meskipun orang-orang Israel tidak asing dengan kebun anggur dan anggur, Yesus memberi penekanan bahwa Ia adalah pokok anggur yang benar. Benar dalam bahasa Grika adalah alēthinē  yang juga berarti asli, sungguh-sungguh. Yesus hendak menyampaikan ada ketidakaslian atau ketidaksungguh-sungguhan atau kepalsuan dalam tatanan masyarakat. Mereka mengaku hidup di kebun anggur sebagai ranting-ranting anggur, tetapi menolak kedaulatan Allah dalam kebun anggur. Dalam Mazmur leksionari kita dikatakan “Sebab TUHAN-lah yang empunya kerajaan, Dialah yang memerintah atas bangsa-bangsa” (Mzm. 22:29). Setiap bulan Ramadan selalu ada persengketaan mengenai buka-tutup warung makan pada siang hari. Di Kota Serang bahkan menerapkan denda Rp50 juta bagi warung makan yang buka pada siang hari selama Ramadan. Tentu saja cukup banyak orang menentang aturan kota itu. Ada banyak alasan rasional menyanggah larangan buka warung makan. Dalam pada itu penguasa daerah bersikukuh bahwa pelarangan buka warung makan adalah mengadopsi kearifan lokal, tradisi masyarakat muslim di Kota Serang, yang tabu jika ada masyarakat Kota Serang yang berjualan (makanan) pada siang hari. Saya meyakini tidak sedikit orang Kristen senyam-senyum atas aturan garib di atas. Mana mungkin orang Kristen akan membuat aturan sumbang seperti itu? Begitulah kira-kira dalam benak mereka. Benarkah? Di Kabupaten Toba saat ini sedang digodok Perda tentang pelarangan buka kedai pada Minggu. Tujuannya adalah “untuk menghormati hari kebaktian di kalangan umat Kristen”. Yang mengagetkan  usulan ini berasal dari Badan Kerjasama Antar-Gereja (BKAG) Kabupaten Toba. Mengapa mengagetkan? Sudah barang tentu BKAG diisi oleh para pejabat gerejawi. Membaca berita di atas tak dapat menahan geli, karena wacana di atas jauh lebih lucu ketimbang apa yang terjadi di Kota Serang. “Kebun anggur” Toba dikelola secara kakistokrasi (kakistocracy) yang penuh dengan kesemuan. Seperti kritik penginjil Yohanes ada ketidakaslian, ketidaksungguh-sungguhan, kepalsuan dalam tatanan penguasa. Mereka mengaku hidup di kebun anggur sebagai ranting-ranting anggur, tetapi menolak kedaulatan Allah di dalam kebun anggur. Seperti juga kata pemazmur “Sebab TUHAN-lah yang empunya kerajaan, Dialah yang memerintah atas bangsa-bangsa” (Mzm. 22:29). Bangsa-bangsa di sini menyimbolkan keberagaman. Menolak keberagaman berarti menolak kedaulatan Allah. “Masyarakat Kabupaten Toba sangat beragam, ada agama Islam, Parmalim, Adven, dan aliran kepercayaan, “ kata Charles Sitohang, seorang tokoh masyarakat, ”Membuat Perda haruslah bijak. Agama-agama bukanlah untuk menguasai, apalagi menindas. Agama-agama mestilah mendorong cakrawala kemanusiaan sehingga lebih mencitrakan matra etis secara seimbang dengan dogma dan liturgi. Dogma usang mestinya dipangkas agar buah-buah yang dihasilkan bermutu tinggi.🙏🙏🙏Selamat beragama🙌🙌🙌Tuhan memberkati (TUS)

SUDUT PANDANG LILIN ADVENT

SUDUT PANDANG LILIN ADVENT PENGANTAR Seiring berjalan kesepakatan ekuminis di Lima, membawa beberapa kesepakatan antara denomina...