Sabtu, 28 Agustus 2021
💫SABDA NYUNAR💫BUKAN MEMBELA YAHYA WALONI TAPI MERENUNG LEBIH DALAM
💫SABDA NYUNAR💫BUKAN MEMBELA YAHYA WALONI TAPI MERENUNG LEBIH DALAM. Injil Markus 7:1-8, 14-15, 21-23, Dalam bacaan Injil ini kembali kita melihat ajaran radikal Yesus. Sesuai dengan makna aslinya berpikir dan bertindak radikal di sini ialah radikal dengan asal kata Latin radix atau akar. Maksudnya ialah suatu pemikiran filsafati yang berupaya memahami masalah atau objek berdasarkan atas akarnya sehingga ia bisa melihat dan mengatasi masalah yang berlandaskan atas prinsip dan tatanan paling mendasar. Hukum-hukum agama konvensional secara radikal diberi makna baru oleh Yesus. Yesus sama sekali tidak mengubah hukum-hukum konvensional tersebut, melainkan memberikan makna baru yang membebaskan, memberdayakan, dan memanusiakan manusia.Pada zaman Alkitab air dipercaya memiliki kekuatan atau kemujaraban ilahi. Ingat, dalam Alkitab tidak ada kisah penciptaan air oleh Allah. Air menjadi bahan pembersih (sacred matter) objek dari najis. Objek itu bukan saja anggota tubuh dan tubuh, tetapi juga peralatan makan. Orang makan tanpa membersihkan tangan dengan air adalah pelanggaran berat terhadap adat istiadat nenek moyang yang juga hukum agama.Dalam Injil Markus ini dikisahkan pada suatu kali serombongan orang Farisi dan beberapa ahli Taurat dari Yerusalem datang menemui Yesus. Mereka melihat beberapa orang murid-Nya makan dengan tangan najis, yaitu dengan tangan yang tidak dibasuh. Orang-orang Farisi, seperti orang-orang Yahudi lainnya, tidak akan makan kalau tidak melakukan pembasuhan tangan lebih dulu. Mereka berpegang pada adat istiadat nenek moyang mereka. Banyak hukum agama yang mereka pegang seperti hal mencuci cawan, kendi, dan perkakas-perkakas tembaga. Oleh karena itu orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat itu bertanya kepada Yesus: "Mengapa murid-murid-Mu tidak hidup menurut adat istiadat nenek moyang kita, tetapi makan dengan tangan najis?" Jawab Yesus kepada mereka: “Benarlah nubuat Nabi Yesaya tentang kalian, hai orang-orang munafik!” Gilé bener! Yesus menyebut mereka sebagai orang-orang munafik. Mereka pandai menjalankan hal-hal lahiriah agar perbuatan mereka dilihat orang lain. Yesus kemudian “menguliahi” mereka mengenai pengajaran Nabi Yesaya dan Hukum-hukum Musa. Dalam “menguliahi” orang-orang itu Yesus memberi contoh pemelintiran perintah “Hormatilah ayahmu dan ibumu! dan: Siapa yang mengutuki ayahnya atau ibunya harus mati. Akan tetapi kamu berkata: Kalau seorang berkata kepada bapanya atau ibunya: Apa yang ada padaku, yang dapat digunakan untuk pemeliharaanmu, sudah digunakan untuk korban -- yaitu persembahan kepada Allah --, maka kamu tidak membiarkannya lagi berbuat sesuatu pun untuk bapanya atau ibunya. Dengan demikian firman Allah kamu nyatakan tidak berlaku demi adat istiadat yang kamu ikuti itu. Juga banyak hal lain seperti itu yang kamu lakukan." Yesus menutup “kuliah”-Nya dengan pernyataan radikal menggetarkan: “Apa pun dari luar, yang masuk ke dalam seseorang, tidak dapat menajiskannya … Apa yang keluar dari seseorang, itulah yang menajiskannya, sebab dari dalam, dari hati orang, timbul segala pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan, perzinahan, keserakahan, kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan. Semua hal-hal jahat ini timbul dari dalam dan menajiskan orang." Seperti diwartakan Yahya Waloni (YW) ditangkap polisi dengan tuduhan menista agama (Kristen). Sangkaan terhadap YW, seperti disebut oleh media daring, bahwa YW mengatakan Alkitab itu palsu dan fiktif. Sebagian orang bersorak atas penangkapan ini, sedang sebagian lagi tidak bersetuju. Tidak jelas angka perbandingan antara yang mendukung dan menolak penangkapan. Pertanyaannya, apakah ada unsur pidana dalam pernyataan YW? Menurut saya pernyataan YW tidak sepenuhnya salah. Dalam studi teologi Kristen tidak mengenal istilah Alkitab atau teks asli. Istilah teknis untuk “teks asli” adalah salinan tertua. Alkitab disalin berulang-ulang sampai bentuk akhir terjemahan seperti sekarang ini. Dalam penyalinan (bukan penerjemahan) tentu saja terjadi kesalahan menyalin, meski dilakukan dengan amat teliti. Kita ambil contoh teks Lukas 23:34 dalam TB II LAI 1997 ayat itu diberi tanda kurung siku. Artinya dalam salinan lebih tua tidak ada ayat dalam Injil Lukas 23:34. Menurut studi Perjanjian Baru Surat Kedua untuk Jemaat Tesalonika ditulis oleh pseudo-Paulus. Pseudo berarti semu, palsu. Demikian juga Surat Efesus, Kolose, Timotius, dan Titus ditulis oleh pseudo-Paulus. Dalam hal YW menyebut Alkitab palsu tidak sepenuhnya salah. Ia hanya keliru dalam pemilihan istilah teknis, karena YW bukanlah lulusan sekolah teologi, apalagi teologiman. YW menyebut Alkitab itu fiktif juga tidak sepenuhnya salah. Apakah kisah penciptaan dalam Kitab Kejadian 1-2 itu kisah nyata? Tentu saja bukan kisah nyata. Apakah kisah Abraham, Ishak, dan Ismael dalam Kitab Kejadian itu kisah historis? Tentu saja bukan kisah historis. Apakah kisah anak bungsu dan orang Samaria yang baik hati yang diceritakan oleh Yesus dalam kitab Injil adalah kisah nyata? Tentu saja itu kisah dongeng. Kaum Farisi dan beberapa ahli Taurat menemui Yesus berangkat dari semangat mencari kesalahan agar ada kesempatan menghantam Yesus. Yesus mengungkap keculasan mereka memelintir hukum Taurat dan Yesus mengajar mereka, “Bukan yang masuk ke dalam mulut manusia yang menajiskannya, melainkan pikiran jahat yang keluar dari manusia itulah yang menajiskannya”. Penangkapan YW, menurut para pendukung penangkapan, adalah pemenuhan rasa keadilan. Mereka melihat Ahok, Meiliana, dll. dijebloskan ke penjara sesudah terkena pasal 156a KUHP, maka pihak lain juga harus merasakan hal yang sama. Adil? Menurut ini keadilan semu. Semangatnya balas dendam. Sebetulnya, teladannya sangat jelas ketika melihan Yesus Tuhan dan Stefanus di penulisan kitab suci, "Ampunilah mereka karena mereka tidak tahu yg mereka lakukan", itu teladan bagi umat kristiani. Apa yang ada di hati terwujud dalam perbuatan, apa yg diperbuat cerminan dari keadaan hati, itu sudah jelas. 🙏🙏🙏Selamat Merenung🙌🙌🙌Tuhan memberkati
Jumat, 20 Agustus 2021
💫SABDA NYUNAR💫Faith that stands on authority is not faith.”
💫SABDA NYUNAR💫Faith that stands on authority is not faith.” Ralph Waldo Emerson. Bacaan dari Yohanes 6:56-69, Bacaan Injil ini mengisahkan implikasi bacaan Minggu lalu tentang Yesus yang bermetafor tentang diri-Nya adalah roti “Siapa saja makan roti ini, ia akan hidup selamanya.” Dari Titik Pandang Minggu lalu kita bisa melihat makna perkataan Yesus bahwa Ia siap memberikan diri-Nya untuk kehidupan. Itu berarti para pengikut-Nya juga memberikan diri untuk kehidupan. Implikasi pengajaran Yesus itu mengakibatkan banyak pengikutnya mengundurkan diri. “Perkataan ini keras, siapakah yang sanggup mendengarkannya.” Gerutu para pendengar pengajaran Yesus. Di sini Yesus bukannya melakukan pendekatan atau bernegosiasi, justru Ia menekan para pendengar-Nya, “Adakah perkataan itu mengguncangkan imanmu?” Pada ayat 66 dikatakan sejak itu banyak orang mengundurkan diri menjadi murid-murid-Nya dan tidak lagi mengikuti Dia.Kemudian Yesus bertanya kepada keduabelas murid-Nya, “Apakah kamu tidak mau pergi juga?” Simon Petrus menjawab Yesus, “Kepada siapakah kami akan pergi? Perkataan-Mu adalah perkataan hidup yang kekal dan kami telah percaya dan tahu bahwa Engkau adalah Yang Kudus dari Allah.”Menjadi pengikut atau murid Yesus itu sungguh berat. Selain pengajaran Yesus itu berat, juga bermain-main dengan bahaya. Ajaran Yesus radikal. Penuh risiko. Sesuai dengan makna aslinya berpikir dan bertindak radikal di sini ialah radikal dengan asal kata Latin radix atau akar. Maksudnya ialah suatu pemikiran filsafati yang berupaya memahami masalah atau objek berdasarkan akarnya sehingga ia bisa melihat dan mengatasi masalah yang berlandaskan atas prinsip dan tatanan paling mendasar.Ajaran Yesus merontokkan ideologi yang dianut oleh orang-orang secara turun-menurun. Para penganut agama legalistik tentu terguncang imannya. Orang-orang yang terbiasa dengan belenggu ideologi legalistik, mereka mudah terguncang seperti air di atas daun keladi. Implikasi keguncangan itu membenci kemudian berlaku agresif. Namun ke-12 murid Yesus tidak tergoda untuk meninggalkan Yesus. Mereka tanpa ragu tetap panggah mengikuti Yesus (walau belakangan Yudas Iskariot dikisahkan berkhianat).Beragama secara radikal seperti penjelasan di atas sebenarnya justru membuat orang rileks. Ia rileks, karena sudah memahami tatanan paling mendasar. Ia sudah tidak pusing lagi apakah berbuat ini dan itu berdosa atau tidak, karena ia memahami dosa menurut iman Kristen ialah putusnya hubungan manusia dengan Allah. Ia dengan segenap akalbudi juga berani menafsir ulang teks-teks Alkitab yang sudah tak paut lagi dengan zaman. Mengasihi Allah baginya tidaklah cukup dengan segenap hati dan jiwa, tetapi juga dengan segenap akalbudi. Beragama secara radikal berani mengolok-olok diri sendiri.Beragama secara legalistik, yang mewajibkan umat menaati hukum-hukum agama, justru melancarkan umat atau pemimpin agama untuk menelikung hukum-hukum itu demi hasrat kekuasaan. Mereka membuat hukum-hukum yang seolah-olah Alkitabiah hanya untuk menakut-nakuti umat agar hormat dan tunduk pada penguasa agama. Mereka membuat hukum-hukum, karena tidak mau kehilangan pengikut. Mereka membuat hukum-hukum bukan agar umat taat kepada ajaran Kristus, melainkan taat kepada pemimpin agama. Penguasa agama di sini justru membelenggu Injil yang seharusnya membebaskan dan memberdayakan manusia. Penulis Injil Yohanes mengajak pengikut Kristus untuk memahami tatanan paling mendasar, bukan untuk menjadi pengikut cèmèn yang sekadar mengikuti hukum-hukum agama. Untuk memahami prinsip atau tatanan paling mendasar memang berat. Perlu belajar keras dan menggawaikan daun telinga. Apabila sudah mendapatkan dan memahami tatanan paling mendasar tak akan perlu terjadi keguncangan iman karena mendengar pernyataan picisan dari mantan pendeta atau mantan kardinal lulusan Universitas Vatikan. Hidup menjadi lebih rileks.Dalam kehidupan orang-orang Kristen sudah biasa dijumpai humor-humor tentang Yesus.
Q: “Yesus orang mana?”
A: “Orang Kudus”
Q: “Siapa nama Jawa Yesus?”
A: “Puji”
Q: “Apa golongan darah Yesus?”
A: “O” (kj 36...reff...o, darah Tuhanku,...)
Apakah ada yang pernah menjadikan humor-humor itu kasus hukum? Tidak. Orang-orang Kristen malah tertawa ngakak. Rileks. Tentu ada orang Kristen yang tak suka pada humor-humor semacam itu, namun toh ia tidak akan membawanya ke ranah hukum sebagai penistaan agama. 🙏🙏🙏Selamat Beriman🙌🙌🙌Tuhan memberkati
Sabtu, 07 Agustus 2021
💫SABDA NYUNAR💫 "Roti Hidup" artos tēs zōēs (ἄρτος τῆς ζωῆς,), Bacaan Leksionari: 1 Raja – raja 19 : 4 – 8, Efesus 4 : 25 – 5 : 2 Yohanes 6 : 35, 41 – 51,
💫SABDA NYUNAR💫 "Roti Hidup" artos tēs zōēs (ἄρτος τῆς ζωῆς,), Bacaan Leksionari: 1 Raja – raja 19 : 4 – 8, Efesus 4 : 25 – 5 : 2 Yohanes 6 : 35, 41 – 51,
1 Raja – raja 19 : 4 – 8
Elia adalah seorang nabi di Kerajaan Israel Utara pada zaman pemerintahan raja Ahab, Ahazia, dan Yoram pada sekitar abad ke-9 SM. Elia dalam bahasa Ibrani: אליהו Eliyahu, bahasa Arab: إلياس Ilyās; bahasa Inggris: Elijah atau Elias. Elia berjuang agar bangsa Israel dan raja Ahab menyembah Tuhan, tidak kepada dewa Baal yang dibawa oleh ratu Izebel, isteri Ahab, ke Israel. Karena diancam hendak dibunuh oleh Izebel untuk membalas dendam kematian nabi-nabi Baal, Elia lari ke padang gurun dan akhirnya bersembunyi di sebuah gua di gunung Horeb. Di sana ia menjumpai TUHAN dalam angin sepoi-sepoi, setelah datangnya angin besar, gempa, dan api tanpa adanya TUHAN di sana. Elia yang dikuasai kelelahan, keputusasaan, dan kesedihan, berdoa agar Allah membebaskannya dari beban pelayanan nubuat yang berat dan mengizinkannya memasuki perhentian sorgawi. Ada beberapa alasan mengapa Elia begitu patah semangat: ia merasa sudah gagal, ia mengharapkan pertobatan seluruh Israel dan bahkan mungkin juga Izebel, namun sekarang ia harus lari menyelamatkan nyawanya. Harapan, usaha keras, dan pergumulan seluruh hidupnya tampaknya berakhir dengan kegagalan (ayat 1-4). Ia merasa sendirian dalam pergumulan demi kebenaran Allah (ayat 10). Ditambah kelelahan jasmani setelah perjalanan yang panjang dan berat. Inilah tantangan yang dihadapi Elia saat sungguh-sungguh mewujudkan ketaatan kepada Allah dalam kesediaannya untuk berkarya dan bersinergi membangun bangsa Israel.
Efesus 4 : 25 – 5 : 2
Surat Efesus ini, ditulis oleh Paulus ketika dia sedang berada dalam penjara. Ketika Paulus menuliskan surat kepada jemaat Efesus, tentu saja dia mempunyai tujuan dan ada hal yang menjadi motivasi dia untuk menulis surat tersebut. Tujuan Paulus menulis surat kepada jemaat Efesus, didukung oleh keadaan masyarakat Efesus pada saat itu. Keadaan masyarakat Efesus pada saat itu adalah masih melakukan penyembahan terhadap Dewa Yunani. Surat ini berisikan nasihat, perintah, dan himbauan untuk hidup dalam Kristus. Dalam surat ini penulis menekankan Rencana Tuhan agar “Seluruh alam, baik yang di surga maupun yang di bumi, menjadi satu dengan Kristus sebagai kepala” (1:10). Surat ini merupakan juga seruan kepada umat Tuhan supaya mereka menghayati makna rencana agung dari Tuhan itu untuk mempersatukan seluruh umat manusia melalui Yesus Kristus. Dalam rangka tersebut perlu bagi jemaat Efesus untuk menjadi penurut-penurut Allah (5:1) yang hidup dalam kasih sebagaimana Kristus Yesus yang bersedia menyerahkan diri-Nya untuk kita sebagai persembahan dan korban harum bagi Allah (5:2). Penurut Allah adalah orang yang taat kepada Allah, dengan ciri-ciri berkata benar (4:25), mampu mengendalikan amarah (4:26), tidak kompromi dengan Iblis (4:27), bekerja keras dan melakukan pekerjaan baik dengan tangannya sendiri (4:28) untuk membangun orang yang berkekurangan. Terlebih lagi tidak mendukakan Roh Kudus Allah (4:30), membuang yang jahat, penuh kasih mesra dan mudah mengampuni kesalahan orang lain (4:31).
Yohanes 6 : 35, 41 – 51
Roti adalah makanan pokok bagi orang Israel. Roti memberikan rasa kenyang dan memberi kekuatan bagi manusia. Lalu apa arti perkataan-Nya ketika Tuhan Yesus mengatakan dalam Yohanes 6:35, Kata Yesus kepada mereka: “Akulah roti hidup; barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan lapar lagi, dan barangsiapa percaya kepada-Ku, ia tidak akan haus lagi.” Akulah roti hidup (bahasa Inggris: I am the bread of life). Adalah ungkapan Yesus yang pertama dari 7 pernyataan/ frasa AKULAH “I AM”, Yunani : “εγω ειμι – EGÔ EIMI”, Ibrani : אֲנִי־הוּא – “ANI HU”), frasa yang dipahami kaum Yahudi sebagai penamaan-diri yang bersifat keilahian. Pernyataan lain adalah: “terang dunia” (Yohanes 8:12), “pintu” (Yohanes 10:9), “gembala baik” (Yohanes 10:11,14), “kebangkitan dan hidup” (Yohanes 11:25), “jalan, kebenaran, hidup” (Yohanes 14:6) dan “pokok anggur yang benar” (Yohanes 15:1,5). Dalam pengajaran ini, Tuhan Yesus juga menegaskan, bahwa tujuan-Nya datang ke dunia ini bukan untuk memberikan makanan yang hanya dapat mengenyangkan tubuh jasmani yang bersifat sementara, melainkan makanan yang memelihara kehidupan rohani dan memberi hidup yang kekal. Dengan mentransformasikan diri-Nya menjadi roti hidup, Tuhan Yesus menyatakan diri-Nya sebagai pusat dan Pemilik kehidupan universal. Sebab siapa pun yang memakan daging-Nya dan meminum darah-Nya, pasti mendapatkan hidup kekal, bahkan dibangkitkan pada akhir zaman (Yohanes 6:54). Pernyataan ini sekaligus bermakna, bahwa menolak roti hidup berarti binasa. Kesimpulannya, dalam klaim, “AKULAH roti hidup”, Tuhan Yesus menyatakan dengan tegas bahwa asal usul-Nya adalah surga, dan bahwa Dia sajalah yang memenuhi keseluruhan kerinduan rohani para pendengar-Nya. Dengan kata lain, setiap pendengar-Nya yang percaya dan menerima-Nya sebagai Roti Hidup, mereka telah bersinergi dengan Allah dalam kehidupan di dunia ini maupun dalam kekekalan.
PERENUNGAN
Amanat Roti Hidup adalah sebuah bagian dari ajaran Yesus yang muncul dalam Yohanes 6:22-59 dan disampaikan di sinagoge Kapernaum. Sebutan "Roti Hidup" (bahasa Yunani: ἄρτος τῆς ζωῆς, artos tēs zōēs) ditujukan kepada Yesus berdasarkan pada ayat Alkitab yang disebutkan dalam Injil Yohanes tak lama setelah peristiwa Yesus memberi makan lima ribu orang dengan lima roti dan dua ikan, Yesus berjalan di atas air di tepi barat Laut Galilea dan kerumunan mengikuti-Nya memakai perahu. Injil Yohanes tak memasukkan catatan soal pemberkatan roti pada Perjamuan Terakhir seperti dalam injil-injil sinoptik seperti Lukas 22:19. Meskipun demikian, amanat tersebut sering kali ditafisrkan sebagai ajaran mengenai Perjamuan Kudus yang sangat berpengaruh dalam tradisi Kristen.Meredith J. C. Warren dan Jan Heilmann menyangkal penafsiran Ekaristi terhadap ayat tersebut. Warren berpendapat bahwa ayat tersebut menunjukkan tradisi Mediterania kuno menyenai hidangan pengurbanan yang mengidentifikasikan tokoh utama dengan ilahi. Heilmann berpendapat bahwa pencitraan menyantap daging Yesus dan meminum darah-Nya bertentangan dengan latar kiasan pembentuk. Dalam konteks Kristologi, pemakaian sebutan Roti Hidup mirip dengan Terang Dunia dalam Yohanes 8:12 dimana Yesus berkata: "Akulah terang dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup."Anggapan tersebut timbul pada tema Kristologi dari Yohanes 5:26 dimana Yesus menyatakan bahwa "Sebab sama seperti Bapa mempunyai hidup dalam diri-Nya sendiri, demikian juga diberikan-Nya Anak mempunyai hidup dalam diri-Nya sendiri". Pengucapan alternatif "roti Allah" muncul dalam Yohanes 6:33. Perlu energi positif untuk tetap mampu bertahan dalam membangun komunitas, baik pada jaman Elia, jaman Rasul Paulus, maupun jaman Yesus dan sampai saat ini, yakni ketaatan pada Allah. Kesulitan yang dialami Elia, tantangan jemaat Efesus, bahkan keyakinan akan Yesus sebagai Roti Hidup yang sulit dipahami oleh orang-orang Israel waktu itu, tidak akan menjadi sebuah perwujudan dalam membangun komunitas, jika tanpa kesediaan, kerja keras dan ketaatan kepada Allah. Yang harus kita renungkan adalah bahwa Yesus menunjukan bahwa dalam perumpamaan dirinyalah roti hidup, roti yg bukan roti biasa yg pd umumnya dimakan orang. Ini juga merujuk pada rasa lapar yg tidak biasa, rasa lapar yg tak berwujud pula, tidak pada hal yg biasa. Rasa lapar akan kekuasaan, akan harta, akan kebencian, akan kehormatan dll .... perhatikan bahwa rasa lapar seperti itulah yg bisa menghancurkan hidup manusia, dan obatnya atau untuk menghilangkan rasa lapar yg seperti itu hanya ada pada diri Yesus, pada keyakinan akan ajaranNya. Coba ketika orang lapar akan harta, Yesus mengajarkan carilah dulu akan kerajaan Allah, Yesus mengajarkan harta di bumi adalah fana serta tidak langgeng maka carilah harta surgawi, ketika orang lapar akan kekuasaan, shg menindas orang laen Yesus mengajarkan lakukanlah apa yg kita ingin orang laen lakukan pada kita thp orang laen, dsb. Apakah yang kita cari dalam hidup ini? Sumber kehidupan atau sarana kehidupan? Pertanyaan ini perlu kita renungkan dan jawab di dalam hati kita masing-masing. Karena realitasnya begitu banyak manusia mengarahkan seluruh perhatiannya, pikirannya, kekuatannya, dan hatinya demi mencari sarana hidup. Adalah benar bahwa masalah sarana hidup bukanlah perkara yang gampang. Demi mempertahankan sarana hidup banyak orang yang berkorban dan mengorbankan orang lain. Demi sarana hidup banyak orang yang berusaha bekerja siang dan malam untuk mencari bahkan menyerahkan seluruh hati, pikiran, tenaga, dan waktunya untuk melakukan sesuatu. Demi sarana hidup, sering terjadi manusia menjadi objek dari sesuatu bukan subjek dari sesuatu, akibatnya manusia menjadi kehilangan kemanusiaannya. Salah satu sarana hidup yang kita maksudkan adalah persoalan makanan atau roti, sebab tidak ada yang paling dibutuhkan oleh manusia selain makanan/ roti yang menjadi lambang sesuatu yang memenuhi kebutuhan hidupnya. Oleh karena itu, Tuhan Yesus memberi pelajaran, “Akulah Roti Hidup!” “Akulah Roti Hidup! Barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan lapar lagi, dan barangsiapa percaya kepada-Ku, ia tidak akan haus lagi” (Yoh. 6:35). Demikianlah penegasan Yesus mengenai diri-Nya dan apa yang akan dialami oleh setiap orang yang datang kepada-Nya dan percaya kepada-Nya. Berhadapan dengan penegasan Yesus bahwa diri-Nya adalah roti hidup, apa tanggapan kita sebagai orang yang percaya kepada Yesus? Tanggapan kita atas pernyataan Yesus ditentukan oleh jawaban kita atas pertanyaan refleksi ini: “Apakah kita lapar akan roti hidup?” Jawaban atas pertanyaan “apakah kita lapar akan roti hidup” menentukan kualitas relasi kita dengan Yesus, Sang Roti Hidup. Apabila kita lapar akan roti hidup, kita tentu akan datang kepada-Nya dan percaya kepada-Nya. Sebaliknya, jika kita tidak merasa lapar akan roti hidup, sudah pasti kita tidak datang kepada-Nya, tidak percaya kepada-Nya, menolak, dan menentang-Nya sebagaimana dilakukan oleh orang-orang Israel, khususnya para pemimpin mereka. Orang Israel selalu beranggapan bahwa manna di padang gurun sebagai roti dari Allah (Mzm. 78:24; Kel 16:15). Ada sebuah keyakinan bahwa ketika Mesias datang, dia akan memberikan manna dari surga. Ini adalah karya agung Musa. Sekarang, para pemimpin Israel menuntut Yesus untuk memberikan manna dari surga sebagai bukti atas klaimnya sebagai Mesias. Yesus menanggapi dengan memberitahukan mereka bahwa bukan Musa yang memberikan manna, tetapi Allah. Dan manna yang diberikan kepada Musa dan orang Israel bukanlah roti yang benar dari surga, melainkan hanya sebuah simbol dari roti yang akan datang. Yesus kemudian membuat klaim yang hanya Allah dapat lakukan: “Akulah Roti Hidup!” (Yoh. 6:35). Roti yang Yesus berikan tidak lain adalah hidup Allah sendiri. Inilah Roti yang sesungguhnya yang dapat memuaskan rasa lapar dalam hati dan jiwa kita. Manna dari surga hanyalah gambaran awal dari roti Perjamuan Tuhan yang Yesus berikan kepada murid-murid-Nya pada saat pengorbanan-Nya. Manna di padang gurun memberi hidup kepada orang-orang Israel dalam perjalanan mereka menuju Tanah Terjanji. Namun Manna itu tidak dapat memberikan hidup kekal bagi orang-orang Israel. Sebaliknya, Yesus memberikan kita roti surgawi yang menghasilkan hidup Ilahi dalam diri kita. Yesus adalah Roti Hidup sejati yang memberikan hidup kepada kita sekarang dan selamanya. Roti yang Yesus berikan kepada murid-murid-Nya memberi hidup kepada kita bukan hanya dalam perjalanan kita menuju taman surgawi, tetapi memberikan kita hidup Ilahi Allah yang berlimpah. Ketika kita menerima dari meja Tuhan, kita mempersatukan diri kita sendiri dengan Yesus Kristus. Bapa Gereja Ignasius dari Antiokia menyebut roti itu satu-satunya roti yang memberikan obat kekekalan, penangkal kematian, dan makanan yang membuat kita hidup selamanya dalam Yesus Kristus. Makanan Ilahi ini menyembuhkan baik tubuh maupun jiwa dan menguatkan kita dalam perjalanan menuju tanah air surgawi.Menerima dan memakan Roti Hidup itu adalah sebuah proses yang membutuhkan kemauan (kesediaan) untuk bersinergi dengan Allah. Rasul Paulus memberikan gambaran bagaimana jemaat Efesus berproses untuk bersinergi bersama Allah membangun komunitasnya, yakni dengan berkata benar (4:25), mampu mengendalikan amarah (4:26), tidak kompromi dengan Iblis (4:27), bekerja keras dan melakukan pekerjaan baik dengan tangannya sendiri (4:28) untuk membantu orang yang berkekurangan. Terlebih lagi tidak mendukakan Roh Kudus Allah (4:30), membuang yang jahat, penuh kasih mesra, dan mudah mengampuni kesalahan orang lain (4:31). Sekalipun dalam membangun komunitas itu banyak tantangan yang harus dihadapi, bahkan bisa membuat kita patah semangat, sebagaimana yang dialami Nabi Elia di tengah-tengah bangsa Israel. Elia begitu patah semangat karena ia merasa sudah gagal: ia mengharapkan pertobatan seluruh Israel dan bahkan mungkin juga Izebel, namun sekarang ia harus lari menyelamatkan nyawanya. Harapan, usaha keras, dan pergumulan seluruh hidupnya tampaknya berakhir dengan kegagalan (ayat 1-4). Ia merasa sendirian dalam pergumulan demi kebenaran Allah (ayat 10). Ditambah kelelahan jasmani setelah perjalanan yang panjang dan berat. Namun Tuhan tetap memberikan kekuatan dan pengharapan kepada Elia, walaupun hanya berupa roti bakar dan sebuah kendi berisi air (ayat 6). Membangun Jemaat sebagai perwujudan ketaatan kepada Allah bukanlah hal yang mudah, sebagaimana membangun komunitas pada jaman Yesus yang membutuhkan kehadiran Yesus sebagai Roti Hidup, membangun komunitas pada jaman Rasul Paulus di jemaat Efesus membutuhkan praktik-praktik hidup yang baik, dan membangun komunitas pada jaman Nabi Elia membutuhkan kehadiran Allah sendiri. Maka perlu kita sadari bersama bahwa kesediaan untuk terus berkarya dan bersinergi sesama warga jemaat, akan menambah energi positif yang kita miliki untuk terus membangun Jemaat ke arah yang Tuhan kehendaki sebagai perwujudan ketaatan kepada-Nya. 🙏🙏🙏Selamat Memaknai Roti Hidup🙌🙌🙌Tuhan Memberkati (STT BAPTIS INJILI, CEPOGO, BOYOLALI, JATENG, 2021, TITUS ROIDANTO, Bahan Khotbah 2021 Gereja Baptis Injili Indonrsia)
💫SABDA NYUNAR💫 BERGERAK BERSAMA DAN MENGENALI TANDA, Yohanes 6:35, 41-51,
💫SABDA NYUNAR💫 BERGERAK BERSAMA DAN MENGENALI TANDA, Yohanes 6:35, 41-51, Bacaan Injil Minggu ini melanjutkan kisah Minggu lalu tentang orang-orang yang mendatangi Yesus setelah peristiwa pemberian makan kepada 5.000 orang. Pada Minggu lalu Yesus mengecam orang-orang itu datang kepada Yesus karena diberi makan dan kenyang, bukan karena melihat tanda-tanda. Dalam bacaan Injil Minggu ini mengisahkan secara rinci reaksi orang-orang yang mendengar pengajaran Yesus tentang “Akulah roti hidup”. “Bukankah Ia adalah Yesus, anak Yusuf, yang ibu bapak-Nya kita kenal? Bagaimana Ia bisa bilang ‘aku turun dari surga’?” kata orang-orang itu. Yesus kembali menegaskan, “Akulah roti hidup. Siapa saja yang memakannya akan hidup selama-lamanya.”Orang-orang itu kembali ramai mendengar pengajaran Yesus, “Bagaimana Ia ini memberikan daging-Nya untuk kita makan?” Lagi Yesus menjawab gerutuan mereka, “Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia. Sama seperti Bapa yang hidup mengutus Aku dan Aku hidup oleh Bapa, demikian juga barangsiapa yang memakan Aku, akan hidup oleh Aku. Inilah roti yang telah turun dari surga, bukan roti seperti yang dimakan nenek moyangmu dan mereka telah mati. Siiapa saja makan roti ini, ia akan hidup selama-lamanya.” Dalam keempat Injil sedikitnya ditemukan delapan cara Yesus mengajar: berceramah, membimbing, menghafalkan, bermetafor, berdialog, memberi studi kasus, berinovasi, dan menjumpakan. Dalam bacaan Injil di atas Yesus mengajar dengan bermetafor. Tentu Yesus bukanlah roti secara literal, namun Yesus sedang bermetafor atau mewujudkan diri-Nya dengan benda-benda atau hal-hal yang biasa ditemui atau dialami masyarakat sehari-hari. Ada banyak bahan pengajaran yang sulit disampaikan kepada pendengar sehingga metafor menolong untuk memahaminya. Yesus hendak menyampaikan bahwa pengajaran-Nya tidak saja untuk didengar, melainkan juga ditanam di dalam diri agar menjadi penuntun hidup sepanjang hayat. Memang ada kesulitan dalam memahami, namun apabila orang mengenal tanda-tanda yang dibuat oleh Yesus dan ditanam secara utuh di dalam diri, orang akan menuai hasil seperti yang dikatakan oleh Yesus, “Sesungguhnya siapa saja yang percaya, ia memiliki hidup yang kekal.” (ay. 47). Dalam menjalankan perusahaan seorang pengusaha pastilah melaksanakan prinsip ekonomi, yaitu panduan dalam kegiatan ekonomi untuk mencapai perbandingan rasional antara pengorbanan yang dikeluarkan dan hasil yang diperoleh. Perusahaan membeli atau mendatangkan bahan baku semurah-murahnya untuk kemudian menghasilkan produk yang dijual untuk mendapat keuntungan sebesar-besarnya. Prinsip ekonomi di atas tidak berlaku bagi pengelolaan negara. Harga gabah sangat rendah. Dengan harga gabah rendah sangat menguntungkan konsumen, karena bisa mendapatkan harga satu bahan pokok yang murah. Akan tetapi harga gabah rendah dapat mematikan produsen yang dalam hal ini petani. Bagaimana Pemerintah melihat ini? Apabila pemerintah menolong petani dengan mematok harga tinggi, maka konsumen menjerit. Keberpihakan Pemerintah ke satu sisi, sudah pasti merugikan sisi yang lain. Itu baru untuk satu bahan pokok.Situasi yang dihadapi Pemerintah makin runyam selama pandemi. Apabila Pemerintah berpumpun pada kesehatan dengan memotong rantai penularan, maka secara langsung Pemerintah menurunkan laju kegiatan ekonomi masyarakat. Masyarakat yang mendapat penghasilan harian, yang jumlahnya jutaan orang, terganggu dengan kebijakan Pemerintah yang membatasi kegiatan masyarakat. Sebaliknya, apabila Pemerintah mengendorkan kekangan, maka jumlah kasus harian Covid meningkat. Dalam kejangkitan Covid orang harus jeli membaca tanda. Saat ia dinyatakan positif Covid, ia harus ingat kapan gejala klinis pertama timbul. Itu dijadikan tanda sebagai hari pertama. Tanda itu amat penting untuk perencanaan perawatan apakah ia sudah atau belum melewati masa kritis.Siapa pun yang menjadi Presiden RI tentulah menghadapi pilihan-pilihan yang sulit dan pahit. Perlu kebijakan yang seimbang. Kalau kita perhatikan, apa pun kebijakan yang dibuat oleh Presiden Jokowi selalu saja mendapat kecaman dan hujatan. Pengamat atau pengecam melihat apa yang terlihat di depan mata, sedang Pemerintah melihat dari sudut jamak. Pengamat atau pengecam menafikan titik buta atau blind spot.Dalam kuartal kedua tahun ini Pemerintah sudah memberi tanda. Menurut BPS perekonomian Indonesia berdasarkan besaran Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku triwulan II-2021 mencapai Rp4.175,8 triliun dan atas dasar harga konstan 2010 mencapai Rp2.772,8 triliun. Ekonomi Indonesia Triwulan II-2021 terhadap Triwulan II-2020 mengalami pertumbuhan sebesar 7,07% (y-on-y). Pertumbuhan (y-on-y) Triwulan II-2021 terjadi di semua kelompok pulau. Hal ini terutama terlihat pada kelompok provinsi di Pulau Jawa dengan kontribusi sebesar 57,92% dan pertumbuhan (y-on-y) sebesar 7,88%.Pada bacaan Minggu lalu Yesus mengecam orang-orang itu datang kepada Yesus karena diberi makan dan kenyang, bukan karena melihat tanda-tanda. Hal yang sama dengan para pengecam atau penhujat Jokowi dan sebagian pendukung Jokowi bahwa mereka tidak mengenal Jokowi dengan baik. Mereka tidak melihat tanda-tanda yang dibuat Jokowi. Mereka tidak paham pembelajaran dari Jokowi. Jokowi memang membuat kebijakan trial and error di awal pandemi. Jokowi tak mau melakukan kesalahan lagi.“Makanlah roti yang dari surga,” kata Yesus, “bukan roti seperti yang dimakan nenek moyangmu. Siapa saja yang makan roti ini, ia akan hidup selama-lamanya.” Presiden Jokowi juga hendak berkata, “Terimalah kebijakan-kebijakanku, bukan kebijakan-kebijakan dari pendahuluku. Siapa saja yang menerima kebijakan-kebijakanku, ia akan tumbuh dan tangguh dalam melalui krisis pandemi.”🙏🙏🙏Selamat Melihat tanda-tanda🙌🙌🙌Tuhan memberkati.STT Baptis Injili, Cepogo, Boyolali, Jateng, 2021, Titus Roidanto
Langganan:
Komentar (Atom)
SUDUT PANDANG LILIN ADVENT
SUDUT PANDANG LILIN ADVENT PENGANTAR Seiring berjalan kesepakatan ekuminis di Lima, membawa beberapa kesepakatan antara denomina...
-
SUDUT PANDANG TENTANG ESENI Di zaman Yesus, ada beberapa golongan atau kelompok politik dan keagamaan Yahudi yang signifikan, an...
-
Otokritik Ajaran Allah Tritunggal GKJ, serial Sudut pandang Pengantar memang pemahamaman ontologi harus berkembang, melihat tr...