Senin, 30 Juni 2025

Sudut Pandang 𝗟𝗶𝘁𝘂𝗿𝗴𝗶: 𝗕𝗲𝗿𝗺𝗮𝘁𝗿𝗮 𝗞𝗼𝗺𝘂𝗻𝗮𝗹, 𝗯𝘂𝗸𝗮𝗻 𝗜𝗻𝗱𝗶𝘃𝗶𝗱𝘂𝗮𝗹

Sudut Pandang 𝗟𝗶𝘁𝘂𝗿𝗴𝗶: 𝗕𝗲𝗿𝗺𝗮𝘁𝗿𝗮 𝗞𝗼𝗺𝘂𝗻𝗮𝗹, 𝗯𝘂𝗸𝗮𝗻 𝗜𝗻𝗱𝗶𝘃𝗶𝗱𝘂𝗮𝗹

Dalam kitab-kitab Perjanjian Lama (PL) kata liturgi baru digunakan pada abad ke-2 SZB ketika PL Ibrani diterjemahkan ke bahasa Grika atau yang dikenal dengan 𝘚𝘦𝘱𝘵𝘶𝘢𝘨𝘪𝘯𝘵𝘢 alias LXX. Liturgi dalam PL bermakna kultis.

Ada beberapa variasi kata liturgi dalam PL. Kata 𝘭𝘦𝘪𝘵𝘰𝘶𝘳𝘨𝘪𝘢 dalam PL merujuk pelayanan ibadah para imam atau kaum Lewi di Bait Allah. Tindakan kultis umat diungkapkan dengan istilah 𝘭𝘢𝘵𝘳𝘦𝘪𝘢 (penyembahan). Kata 𝘭𝘦𝘪𝘵𝘰𝘶𝘳𝘨𝘪𝘬𝘰𝘴 merujuk peralatan ibadah. Kata 𝘭𝘦𝘪𝘵𝘰𝘶𝘳𝘨𝘰𝘴 bermakna pelayan ibadah atau pelayan dalam arti umum.

Dalam kitab-kitab Perjanjian Baru (PB) makna kata liturgi baik kata benda 𝘭𝘦𝘪𝘵𝘰𝘶𝘳𝘨𝘪𝘢 maupun kata kerja 𝘭𝘦𝘪𝘵𝘰𝘶𝘳𝘨𝘦𝘪𝘯 ber-evolusi. Dalam Injil Lukas 1:23 l 𝘭𝘦𝘪𝘵𝘰𝘶𝘳𝘨𝘪𝘢 masih bermakna kultis atau pelayanan imam PL.

Surat Ibrani paling banyak menggunakan kedua kata itu (lih. Ibr. 8:6; 9:21; 10:11). Petulis Surat Ibrani memaknai 𝘭𝘦𝘪𝘵𝘰𝘶𝘳𝘨𝘪𝘢 dan 𝘭𝘦𝘪𝘵𝘰𝘶𝘳𝘨𝘦𝘪𝘯 sama sekali baru. Petulis Surat Ibrani memakai 𝘭𝘦𝘪𝘵𝘰𝘶𝘳𝘨𝘪𝘢 untuk menjelaskan makna imamat Yesus Kristus sebagai satu-satunya imamat PB untuk mengganti imamat PL. Kristus satu-satunya pelayan (𝘭𝘦𝘪𝘵𝘰𝘶𝘳𝘨𝘰𝘴), tempat kudus, dan kemah sejati (bdk. Ibr. 8:2).

Dalam kitab-kitab PB yang lain kata 𝘭𝘦𝘪𝘵𝘰𝘶𝘳𝘨𝘪𝘢 dan 𝘭𝘦𝘪𝘵𝘰𝘶𝘳𝘨𝘦𝘪𝘯 bermakna berbeda-beda. 
▶️ Kisah Para Rasul 13:2: Kata 𝘭𝘦𝘪𝘵𝘰𝘶𝘳𝘨𝘦𝘪𝘯 merujuk ibadah atau doa kristiani. 
▶️ Roma 15:16: Paulus disebut pelayan (𝘭𝘦𝘪𝘵𝘰𝘶𝘳𝘨𝘰𝘴) Yesus Kristus melalui pemberitaan Injil.
▶️ Roma 15:27 dan 2Korintus 9:12: Kata 𝘭𝘦𝘪𝘵𝘰𝘶𝘳𝘨𝘪𝘢 bermakna sumbangan, tindakan amal kasih kepada saudara-saudara seiman di tempat lain.
▶️ Filipi 2:25, 30, Roma 13:6, dan Ibrani 1:7: Kata 𝘭𝘦𝘪𝘵𝘰𝘶𝘳𝘨𝘦𝘪𝘯 bermakna melayani dalam arti umum.

Dengan demikian kata liturgi dalam PB dapat ditalikan berhubungan dengan pelayanan kepada Allah dan sesama. Menariknya istilah liturgi dalam PB tidak pernah merujuk pelayanan kultis pemimpin jemaat Kristen. Di jemaat modern kita justru kerap menjumpai pelayanan kultis pendeta.

Jemaat Kristen pada abad mula-mula baik Gereja Barat (Roma) maupun Timur menggunakan kata 𝗹𝗶𝘁𝘂𝗿𝗴𝗶 𝗵𝗮𝗻𝘆𝗮 𝘂𝗻𝘁𝘂𝗸 𝗘𝗸𝗮𝗿𝗶𝘀𝘁𝗶. Kata liturgi lalu menghilang dari kamus Gereja Barat menyusul penerbitan 𝘝𝘶𝘭𝘨𝘢𝘵𝘢, Alkitab berbahasa Latin. Gereja Timur tetap menggunakan kata liturgi untuk Ekaristi, sedang perayaan-perayaan ibadah lain menggunakan kata 𝘵𝘢𝘹𝘪𝘴. Gereja Barat menggunakan 𝘰𝘧𝘧𝘪𝘤𝘪𝘶𝘮 𝘥𝘪𝘷𝘪𝘯𝘶𝘮 untuk ibadah. Tak jarang juga menggunakan 𝘳𝘪𝘵𝘶𝘢𝘭𝘦 dan 𝘤𝘦𝘳𝘦𝘮𝘰𝘯𝘪𝘢𝘦.

Seperti yang sudah saya sampaikan sebelumnya bahwa Gereja Protestan adalah yang pertama menggunakan kata liturgi dalam arti ibadah Gereja pada abad ke-17 ZB. Ironisnya perkembangan ilmu liturgi Protestan jauh tertinggal dari GKR. Mengapa bisa begitu? 

Komisi liturgi GKR mendapat dukungan penuh dari Vatikan dan seluruh umat GKR. Padahal dukungan penuh Vatikan itu baru terjadi menjelang pertengahan abad ke-20. Menariknya, sebelum Konsili Vatikan II GKR (Gereja Khatolik Roma) sudah membuka diri untuk belajar dari Gereja-Gereja Reformasi guna membenahi liturgi mereka. 

Dalam pada itu komisi liturgi Protestan malah dicemooh oleh pendeta dan umatnya sendiri sampai sekarang. “𝘐𝘬𝘶𝘵-𝘪𝘬𝘶𝘵𝘢𝘯 𝘒𝘢𝘵𝘰𝘭𝘪𝘬,” kata mereka. Mereka yang mencemooh ini sebenarnya 𝗮𝗵𝗶𝘀𝘁𝗼𝗿𝗶𝘀!

Ilmu liturgi merupakan satu bidang teologi yang secara khusus merefleksikan misteri karya keselamatan Allah dalam Kristus dirayakan dalam rangka perjumpaan umat dan sekaligus tawaran keselamatan itu ditanggapi oleh umat beriman. Ilmu liturgi menjelaskan dua anasir perjumpaan Allah dan manusia secara metodik dan sistematik.

Ilmu liturgi bukan sekadar merefleksikan aneka tata aturan, simbol-simbol liturgi, atau gerakan manusiawi yang menghormat dan bersujud di hadapan Allah. Ilmu liturgi merefleksikan dalam berbagai matra yang tidak terbatas hanya pada matra 𝘵𝘳𝘪𝘯𝘪𝘵𝘢𝘳𝘪𝘴, 𝘬𝘳𝘪𝘴𝘵𝘰𝘭𝘰𝘨𝘪𝘴, 𝘱𝘯𝘦𝘶𝘮𝘢𝘵𝘰𝘭𝘰𝘨𝘪𝘴, dan 𝘦𝘬𝘬𝘭𝘦𝘴𝘪𝘰𝘭𝘰𝘨𝘪𝘴. 

Liturgi selalu dirayakan oleh manusia yang terikat oleh budaya, bahasa, dan pola pikir tertentu. Untuk itu ilmu liturgi juga merefleksikan menurut matra 𝘢𝘯𝘵𝘩𝘳𝘰𝘱𝘰𝘭𝘰𝘨𝘪𝘴. 

Liturgi tidak sekali jadi. Ia merupakan proses panjang yang diwariskan oleh Gereja berabad-abad. Untuk itulah ilmu liturgi juga menelaah matra 𝘩𝘪𝘴𝘵𝘰𝘳𝘪𝘴-nya untuk merefleksikan kesatuan Gereja sepanjang masa. 

Liturgi selalu dirayakan oleh Gereja nyata, konkret, dengan segala persoalan dan pergulatan mereka. Di sini ilmu liturgi merefleksikan matra 𝘱𝘢𝘴𝘵𝘰𝘳𝘢𝘭. Liturgi yang baik tidak boleh mengasingkan kehidupan spiritual orang Kristen sehingga ilmu liturgi harus menolong perayaan iman yang menginspirasi spiritualitas kristiani. 

Terakhir yang tak kalah penting dalam mengaji ilmu liturgi adalah watak ekumenis Gereja. Dengan begitu kekayaan misteri iman Gereja yang dirayakan dalam liturgi semakin terungkap dan disadari lewat ilmu liturgi.

Kalau begitu kebaktian ala kharismatik dapat diserap dan diterapkan 𝘥𝘰𝘯𝘨? Bukankah itu menambah kekayaan liturgi? Boleh-boleh saja, asalkan dapat dipertanggungjawabkan secara metodik dan sistematik. Maksudnya? Kita ambil satu contoh matra pastoralOO dari ilmu liturgi. Apakah kebaktian kharismatik membuat umat terangkat martabatnya, memampukan umat memerjuangkan hak-haknya? Itu baru dari matra pastoral. Bagaimana jika ditinjau dalam matra ekklesiologis, historis, dll.? 𝘒𝘰𝘬 jadi rumit? Ya, memang rumit, karena 𝗹𝗶𝘁𝘂𝗿𝗴𝗶 𝗯𝗲𝗿𝗺𝗮𝘁𝗿𝗮 𝗸𝗼𝗺𝘂𝗻𝗮𝗹, 𝗯𝘂𝗸𝗮𝗻 𝗶𝗻𝗱𝗶𝘃𝗶𝗱𝘂𝗮𝗹. 

tulisan terkait :
1. http://titusroidanto.blogspot.com/2025/07/sudut-pandang.html
2. http://titusroidanto.blogspot.com/2025/07/sudut-pandang.html
3. http://titusroidanto.blogspot.com/2025/07/sudut-pandang_23.html



(01072025)(TUS)

Jumat, 27 Juni 2025

Sudut Pandang LUKAS 9 :51-62, Kristus dan Gereja, 𝗦𝘁𝗮𝗻𝗱𝗮𝗿 𝘁𝗶𝗻𝗴𝗴𝗶 𝗯𝗲𝗿𝗴𝗲𝗿𝗲𝗷𝗮

Sudut Pandang LUKAS 9 :51-62, Kristus dan Gereja,  𝗦𝘁𝗮𝗻𝗱𝗮𝗿 𝘁𝗶𝗻𝗴𝗴𝗶 𝗯𝗲𝗿𝗴𝗲𝗿𝗲𝗷𝗮

Tahun C atau yang dikenal sebagai Tahun Lukas akan berakhir pada 23 November 2025. Sejak Minggu ini sampai akhir Tahun C bacaan ekumenis (RCL) menarasikan perjalanan panjang Yesus dari Galilea sampai Ia disalib di Yerusalem (Luk. 9:51 – 23:43).

Bagian Injil Lukas yang dibaca sepanjang sisa Tahun C secara tematik setiap Minggu berisi aneka kisah, perumpamaan, dialog, dlsb. yang dikumpulkan dan dibingkai oleh petulis Lukas dalam suatu 𝘱𝘦𝘳𝘫𝘢𝘭𝘢𝘯𝘢𝘯 atau yang dikenal sebagai 𝘑𝘰𝘶𝘳𝘯𝘦𝘺 𝘕𝘢𝘳𝘢𝘵𝘪𝘷𝘦. Tujuan Lukas ialah untuk memerkenalkan Yesus (kristologi) dan Gereja (eklesiologi) dalam diri orang-orang yang mengikuti Yesus dalam perjalanan-Nya ke Yerusalem.

Gereja yang tidak menerapkan RCL akan merugi. Inilah bagian kurikulum bagi Gereja untuk mengajar umat mengenai Kristus dan Gereja secara serba cakup.

Bacaan ekumenis untuk Minggu ini diambil dari Lukas 9:51-62 yang didahului dengan 1Raja-raja 19:15-16, 19-21, Mazmur 16, dan Galatia 5:1, 13-25.

𝘒𝘦𝘵𝘪𝘬𝘢 𝘩𝘢𝘮𝘱𝘪𝘳 𝘨𝘦𝘯𝘢𝘱 𝘸𝘢𝘬𝘵𝘶𝘯𝘺𝘢 𝘠𝘦𝘴𝘶𝘴 𝘥𝘪𝘢𝘯𝘨𝘬𝘢𝘵 𝘬𝘦 𝘴𝘶𝘳𝘨𝘢, 𝘐𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘢𝘮𝘣𝘪𝘭 𝘬𝘦𝘱𝘶𝘵𝘶𝘴𝘢𝘯 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘱𝘦𝘳𝘨𝘪 𝘬𝘦 𝘠𝘦𝘳𝘶𝘴𝘢𝘭𝘦𝘮. (ay. 51) 𝘐𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘪𝘳𝘪𝘮 𝘣𝘦𝘣𝘦𝘳𝘢𝘱𝘢 𝘶𝘵𝘶𝘴𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘥𝘢𝘩𝘶𝘭𝘶𝘪-𝘕𝘺𝘢. 𝘔𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘪𝘵𝘶 𝘱𝘦𝘳𝘨𝘪, 𝘭𝘢𝘭𝘶 𝘮𝘢𝘴𝘶𝘬 𝘬𝘦 𝘴𝘶𝘢𝘵𝘶 𝘥𝘦𝘴𝘢 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘚𝘢𝘮𝘢𝘳𝘪𝘢 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘮𝘦𝘮𝘦𝘳𝘴𝘪𝘢𝘱𝘬𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘨𝘢𝘭𝘢 𝘴𝘦𝘴𝘶𝘢𝘵𝘶 𝘣𝘢𝘨𝘪-𝘕𝘺𝘢. (ay. 52)

Menurut teologi Yohanes pemuliaan Yesus dimula sejak sengsara atau penderitaan Yesus. Dalam pada itu menurut Injil Lukas pemuliaan Yesus dimula sejak kenaikan atau pengangkatan-Nya. Dengan kata lain menurut Injil Lukas secara resmi Yesus disebut Mesias sesudah Yesus dibangkitkan oleh Allah dari kematian (bdk. Kis. 2:32-36).

Dalam ayat 51 terdapat kata 𝘢𝘯𝘢𝘭𝘦̄𝘮𝘱𝘴𝘦𝘰̄𝘴 yang berarti literal 𝘱𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯𝘨𝘬𝘢𝘵𝘢𝘯. Dalam seluruh Injil kata ini hanya digunakan dalam ayat 51. Kata 𝘱𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯𝘨𝘬𝘢𝘵𝘢𝘯 ini bukan pengangkatan Yesus di tiang salib (tidak seperti peninggian Yesus dalam Injil Yohanes) atau pengangkatan Yesus ke surga, melainkan seluruh proses peralihan-Nya dari bumi kepada Bapa di surga melalui kematian, penguburan, dan pemuliaan Yesus.

Frase pembuka ayat 51 terkesan muncul tiba-tiba, mendadak. Lukas tampaknya sengaja untuk menyentak pembaca Injilnya. Lukas hendak memerkenal Yesus/ secara baru, yang menyadari tujuan hidup-Nya. Yesus secara mantap memutuskan pergi ke Yerusalem untuk memertanggungjawabkan seluruh ajaran, karya-Nya, dan sekaligus berhadapan dengan penduduk Yerusalem sebagai nabi yang mengingatkan mereka akan kehancuran Yerusalem (lih. Luk. 19:41-46).

Eksodus atau perjalanan Yesus ke Yerusalem yang sudah dibicarakan oleh Musa dan Elia (lih. Luk. 9:31) dimula. Yesus mengirim beberapa utusan mendahului-Nya yang melewati desa orang-orang Samaria.

Untuk kali kesatu Lukas menyebut 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘚𝘢𝘮𝘢𝘳𝘪𝘢 (ay. 52). Lukas tiga kali berkisah mengenai orang Samaria dalam Injilnya (lih. Luk. 10:25-37; 17:11-19). Itu berarti Lukas menaruh perhatian istimewa kepada orang-orang bukan-Yahudi untuk menegaskan bahwa keselamatan bersifat universal.

𝘕𝘢𝘮𝘶𝘯, 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨-𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘚𝘢𝘮𝘢𝘳𝘪𝘢 𝘪𝘵𝘶 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘮𝘢𝘶 𝘮𝘦𝘯𝘦𝘳𝘪𝘮𝘢 𝘋𝘪𝘢, 𝘬𝘢𝘳𝘦𝘯𝘢 𝘬𝘦𝘱𝘶𝘵𝘶𝘴𝘢𝘯-𝘕𝘺𝘢 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘱𝘦𝘳𝘨𝘪 𝘬𝘦 𝘠𝘦𝘳𝘶𝘴𝘢𝘭𝘦𝘮. (ay. 53) 𝘒𝘦𝘵𝘪𝘬𝘢 𝘥𝘶𝘢 𝘮𝘶𝘳𝘪𝘥-𝘕𝘺𝘢, 𝘺𝘢𝘪𝘵𝘶 𝘠𝘢𝘬𝘰𝘣𝘶𝘴 𝘥𝘢𝘯 𝘠𝘰𝘩𝘢𝘯𝘦𝘴, 𝘮𝘦𝘭𝘪𝘩𝘢𝘵 𝘩𝘢𝘭 𝘪𝘵𝘶, 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘣𝘦𝘳𝘬𝘢𝘵𝘢, “𝘛𝘶𝘩𝘢𝘯, 𝘢𝘱𝘢𝘬𝘢𝘩 𝘌𝘯𝘨𝘬𝘢𝘶 𝘮𝘢𝘶 𝘴𝘶𝘱𝘢𝘺𝘢 𝘬𝘢𝘮𝘪 𝘮𝘦𝘯𝘺𝘶𝘳𝘶𝘩 𝘢𝘱𝘪 𝘵𝘶𝘳𝘶𝘯 𝘥𝘢𝘳𝘪 𝘭𝘢𝘯𝘨𝘪𝘵 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘪𝘯𝘢𝘴𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢?’ (ay. 54) 𝘛𝘦𝘵𝘢𝘱𝘪 𝘐𝘢 𝘣𝘦𝘳𝘱𝘢𝘭𝘪𝘯𝘨 𝘥𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘦𝘨𝘶𝘳 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢. (𝘢𝘺. 55) 𝘓𝘢𝘭𝘶 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘱𝘦𝘳𝘨𝘪 𝘬𝘦 𝘥𝘦𝘴𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘭𝘢𝘪𝘯. (ay. 56)

Perseteruan orang Yahudi dan Samaria sudah berlangsung berabad-abad. Padahal mereka sebelumnya satu entitas dalam Kerajaan Israel Bersatu: Yehuda dan Israel Utara. Israel Utara (Samaria) takluk pada Asiria pada 721 SZB dan tinggal Kerajaan Yehuda yang masih bertahan. Rakyat Israel Utara bercampur baur dengan orang-orang Asiria sehingga sejalan dengan waktu sudah sulit menunjukkan jatidiri mereka. Itu satu penyebab belakangan orang-orang Yahudi membenci orang-orang Samaria.

Kerajaan Yehuda akhirnya juga tumbang. Kuil Agung atau Bait Allah kebanggaan mereka dihancurkan oleh pasukan Nebukadnezar. Orang-orang Yehuda dibuang ke Babilonia pada masa 586 - 538 SZB. Raja Koresh dari Persia kemudian mengalahkan Nebukadnezar dan membebaskan orang-orang Yehuda untuk kembali ke kampung halaman mereka. Yahudi merujuk orang-orang Yehuda pasca-pembuangan. Mereka mendirikan lagi Bait Allah sebagai pusat kehidupan orang-orang Yehuda secara sosio-politik, ekonomi, dan tentu saja agama. Pada masa inilah ke-𝘠𝘢𝘩𝘶𝘥𝘪-an (Yudaisme) mula menjadi suatu gaya hidup baru yang berbeda dari keagamaan sebelumnya. 

Itu sebabnya Yohanes dan Yakobus, yang ditolak oleh orang Samaria, hendak membalas dendam dengan menurunkan api dari langit membinasakan orang Samaria (ay. 53-54). Tampaknya mereka mau meniru Nabi Elia yang membinasakan pasukan Raja Ahazia dari Samaria (lih. 2Raj. 1:1-18). Namun Yesus bukanlah Nabi Elia yang sadis. Yesus menegur Yohanes dan Yakobus. Yesus datang untuk menyelamatkan termasuk orang Samaria, bukan membinasakan secara brutal seperti yang dilakukan oleh Nabi Elia. 

Dalam teologi Lukas tokoh orang Samaria itu mewakili orang-orang bukan-Yahudi. Keselamatan dari Allah juga diberikan kepada mereka. Ini jelas dalam perintah Yesus dalam Injil Lukas jilid kedua alias Kisah Para Rasul 1:8 “𝘛𝘦𝘵𝘢𝘱𝘪 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘦𝘳𝘪𝘮𝘢 𝘬𝘶𝘢𝘴𝘢, 𝘬𝘢𝘭𝘢𝘶 𝘙𝘰𝘩 𝘒𝘶𝘥𝘶𝘴 𝘵𝘶𝘳𝘶𝘯 𝘬𝘦 𝘢𝘵𝘢𝘴 𝘬𝘢𝘮𝘶, 𝘥𝘢𝘯 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘫𝘢𝘥𝘪 𝘴𝘢𝘬𝘴𝘪-𝘒𝘶 𝘥𝘪 𝘠𝘦𝘳𝘶𝘴𝘢𝘭𝘦𝘮 𝘥𝘢𝘯 𝘥𝘪 𝘴𝘦𝘭𝘶𝘳𝘶𝘩 𝘠𝘶𝘥𝘦𝘢 𝘥𝘢𝘯 𝙎𝙖𝙢𝙖𝙧𝙞𝙖 𝘥𝘢𝘯 𝘴𝘢𝘮𝘱𝘢𝘪 𝘬𝘦 𝘶𝘫𝘶𝘯𝘨 𝘣𝘶𝘮𝘪."

𝘒𝘦𝘵𝘪𝘬𝘢 𝘠𝘦𝘴𝘶𝘴 𝘥𝘢𝘯 𝘮𝘶𝘳𝘪𝘥-𝘮𝘶𝘳𝘪𝘥-𝘕𝘺𝘢 𝘮𝘦𝘭𝘢𝘯𝘫𝘶𝘵𝘬𝘢𝘯 𝘱𝘦𝘳𝘫𝘢𝘭𝘢𝘯𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢, 𝘣𝘦𝘳𝘬𝘢𝘵𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘴𝘦𝘴𝘦𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘥𝘪 𝘵𝘦𝘯𝘨𝘢𝘩 𝘫𝘢𝘭𝘢𝘯 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘠𝘦𝘴𝘶𝘴, "𝘈𝘬𝘶 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘪𝘬𝘶𝘵 𝘌𝘯𝘨𝘬𝘢𝘶, 𝘬𝘦 𝘮𝘢𝘯𝘢 𝘴𝘢𝘫𝘢 𝘌𝘯𝘨𝘬𝘢𝘶 𝘱𝘦𝘳𝘨𝘪." 𝘠𝘦𝘴𝘶𝘴 𝘣𝘦𝘳𝘬𝘢𝘵𝘢 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢𝘯𝘺𝘢, "𝘙𝘶𝘣𝘢𝘩 𝘮𝘦𝘮𝘱𝘶𝘯𝘺𝘢𝘪 𝘭𝘪𝘢𝘯𝘨 𝘥𝘢𝘯 𝘣𝘶𝘳𝘶𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘮𝘱𝘶𝘯𝘺𝘢𝘪 𝘴𝘢𝘳𝘢𝘯𝘨, 𝘵𝘦𝘵𝘢𝘱𝘪 𝘈𝘯𝘢𝘬 𝘔𝘢𝘯𝘶𝘴𝘪𝘢 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘮𝘦𝘮𝘱𝘶𝘯𝘺𝘢𝘪 𝘵𝘦𝘮𝘱𝘢𝘵 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘮𝘦𝘭𝘦𝘵𝘢𝘬𝘬𝘢𝘯 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘭𝘢-𝘕𝘺𝘢." (ay. 27-58)

𝘓𝘢𝘭𝘶 𝘐𝘢 𝘣𝘦𝘳𝘬𝘢𝘵𝘢 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘴𝘦𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘭𝘢𝘪𝘯, "𝘐𝘬𝘶𝘵𝘭𝘢𝘩 𝘈𝘬𝘶!" 𝘕𝘢𝘮𝘶𝘯, 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘪𝘵𝘶 𝘣𝘦𝘳𝘬𝘢𝘵𝘢, "𝘐𝘻𝘪𝘯𝘬𝘢𝘯𝘭𝘢𝘩 𝘢𝘬𝘶 𝘱𝘦𝘳𝘨𝘪 𝘥𝘢𝘩𝘶𝘭𝘶 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘶𝘣𝘶𝘳𝘬𝘢𝘯 𝘣𝘢𝘱𝘢𝘬𝘬𝘶." 𝘠𝘦𝘴𝘶𝘴 𝘣𝘦𝘳𝘬𝘢𝘵𝘢 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢𝘯𝘺𝘢, "𝘉𝘪𝘢𝘳𝘭𝘢𝘩 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘢𝘵𝘪 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘶𝘣𝘶𝘳𝘬𝘢𝘯 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘢𝘵𝘪; 𝘵𝘦𝘵𝘢𝘱𝘪 𝘦𝘯𝘨𝘬𝘢𝘶, 𝘱𝘦𝘳𝘨𝘪𝘭𝘢𝘩 𝘥𝘢𝘯 𝘣𝘦𝘳𝘪𝘵𝘢𝘬𝘢𝘯𝘭𝘢𝘩 𝘒𝘦𝘳𝘢𝘫𝘢𝘢𝘯 𝘈𝘭𝘭𝘢𝘩." (ay. 59-60) 

𝘓𝘢𝘭𝘶 𝘴𝘦𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘭𝘢𝘪𝘯 𝘭𝘢𝘨𝘪 𝘣𝘦𝘳𝘬𝘢𝘵𝘢, "𝘈𝘬𝘶 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘪𝘬𝘶𝘵 𝘌𝘯𝘨𝘬𝘢𝘶, 𝘛𝘶𝘩𝘢𝘯, 𝘵𝘦𝘵𝘢𝘱𝘪 𝘪𝘻𝘪𝘯𝘬𝘢𝘯𝘭𝘢𝘩 𝘢𝘬𝘶 𝘱𝘢𝘮𝘪𝘵𝘢𝘯 𝘥𝘢𝘩𝘶𝘭𝘶 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘬𝘦𝘭𝘶𝘢𝘳𝘨𝘢𝘬𝘶." 𝘠𝘦𝘴𝘶𝘴 𝘣𝘦𝘳𝘬𝘢𝘵𝘢, "𝘚𝘦𝘵𝘪𝘢𝘱 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘴𝘪𝘢𝘱 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘢𝘫𝘢𝘬 𝘵𝘦𝘵𝘢𝘱𝘪 𝘮𝘦𝘯𝘰𝘭𝘦𝘩 𝘬𝘦 𝘣𝘦𝘭𝘢𝘬𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘭𝘢𝘺𝘢𝘬 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘒𝘦𝘳𝘢𝘫𝘢𝘢𝘯 𝘈𝘭𝘭𝘢𝘩." (ay. 61-62)

Dalam perikop Lukas 9:57-62 di atas ada tiga sosok cerita selain Yesus. Sosok kesatu mengatakan, “𝘈𝘬𝘶 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘪𝘬𝘶𝘵 𝘌𝘯𝘨𝘬𝘢𝘶, 𝘬𝘦 𝘮𝘢𝘯𝘢 𝘴𝘢𝘫𝘢 𝘌𝘯𝘨𝘬𝘢𝘶 𝘱𝘦𝘳𝘨𝘪.” (ay. 57) Yesus mengingatkan sosok kesatu bahwa mengikuti-Nya itu tidak enak, tidak nyaman, dan tidak aman hidupnya. Yesus membandingkan hidup-Nya dengan hewan rubah dan burung yang nyaman dan aman karena punya liang dan sarang. Yesus tidak punya rumah menurut narasi Injil Lukas.

Sosok kedua hendak turut Yesus, tetapi ia minta izin menguburkan ayahnya dahulu. Yesus menjawab sosok kedua, "𝘉𝘪𝘢𝘳𝘭𝘢𝘩 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘢𝘵𝘪 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘶𝘣𝘶𝘳𝘬𝘢𝘯 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘢𝘵𝘪; 𝘵𝘦𝘵𝘢𝘱𝘪 𝘦𝘯𝘨𝘬𝘢𝘶, 𝘱𝘦𝘳𝘨𝘪𝘭𝘢𝘩 𝘥𝘢𝘯 𝘣𝘦𝘳𝘪𝘵𝘢𝘬𝘢𝘯𝘭𝘢𝘩 𝘒𝘦𝘳𝘢𝘫𝘢𝘢𝘯 𝘈𝘭𝘭𝘢𝘩." (ay. 59-60) Ini perbedaan Yesus dari Nabi Elia yang membunuh orang-orang secara sadis. Yesus lebih mementingkan orang hidup. Ada yang lebih penting daripada memberi penghormatan kepada orangtua, bahkan lebih penting daripada “penghormatan terakhir” kepada seorang ayah. Hal yang lebih penting itu adalah pergi memberitakan Kerajaan Allah di mana-mana. Urusan Kerajaan Allah yang berpautan dengan banyak orang yang masih hidup dinilai lebih penting ketimbang urusan penguburan orang yang sudah mati.

Mengenai sosok ketiga tidak lepas dari bacaan pendahuluan 1Raja-raja 19:19-21 tentang Elisa mengikut Nabi Elia. Elisa, yang sedang membajak ladang, minta izin dahulu kepada orangtuanya. Nabi Elia mengizinkannya. Demikian juga sosok ketiga berkata kepada Yesus, "𝘈𝘬𝘶 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘪𝘬𝘶𝘵 𝘌𝘯𝘨𝘬𝘢𝘶, 𝘛𝘶𝘩𝘢𝘯, 𝘵𝘦𝘵𝘢𝘱𝘪 𝘪𝘻𝘪𝘯𝘬𝘢𝘯𝘭𝘢𝘩 𝘢𝘬𝘶 𝘱𝘢𝘮𝘪𝘵𝘢𝘯 𝘥𝘢𝘩𝘶𝘭𝘶 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘬𝘦𝘭𝘶𝘢𝘳𝘨𝘢𝘬𝘶." Berbeda dari Nabi Elia yang mengizinkan Elisa berpamitan, Yesus tidak mengizinkan, “𝘚𝘦𝘵𝘪𝘢𝘱 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘴𝘪𝘢𝘱 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘢𝘫𝘢𝘬 𝘵𝘦𝘵𝘢𝘱𝘪 𝘮𝘦𝘯𝘰𝘭𝘦𝘩 𝘬𝘦 𝘣𝘦𝘭𝘢𝘬𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘭𝘢𝘺𝘢𝘬 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘒𝘦𝘳𝘢𝘫𝘢𝘢𝘯 𝘈𝘭𝘭𝘢𝘩." Memang sulit menafsir 𝘮𝘦𝘯𝘰𝘭𝘦𝘩 𝘬𝘦 𝘣𝘦𝘭𝘢𝘬𝘢𝘯𝘨 ini. Boleh jadi jika orang sudah memutuskan mengikut Kristus itu diumpamakan membajak tanah, pandangan fokus ke depan agar tujuan tak berbelak-belok.

Banyak orang Kristen lebih menggandrungi khotbah doktriner dan fundamentalistik yang menyingkirkan akalbudi. Nabi Elia (dan Musa) adalah tokoh terbesar panutan orang-orang Yahudi sampai zaman Yesus. Padahal Elia sadis dan biadab (menyembelih nabi-nabi Baal). Meskipun sadis dan biadab, Nabi Elia masih permisif. Demikian juga pendeta-pendeta yang berkhotbah tampak keras dan disukai banyak orang Kristen, tetapi permisif kepada koruptor, bersekutu dengan para bohir untuk menimbun kekayaan dan kekuasaan guna mengendalikan Gereja.

Yesus berkebalikan Nabi Elia. Yesus penuh kasih, tetapi membuat syarat sangat ketat dalam mengikuti-Nya. Perasaan saja tidak cukup, tetapi juga akalbudi. Tanpa akalbudi hanya membuat orang Kristen merasa suci, tetapi permisif terhadap kejahatan kemanusiaan. Kalau sudah menyatakan ikut Kristus, tak perlu lagi menoleh ke belakang, tak perlu lagi adegan sensasional 𝘢𝘱𝘪 𝘵𝘶𝘳𝘶𝘯 𝘥𝘢𝘳𝘪 𝘭𝘢𝘯𝘨𝘪𝘵, apalagi menyembah pendeta fundamentalistik. Berat? Memang.

(29062025)(TUS)

Rabu, 25 Juni 2025

Sudut Pandang 𝗟𝗶𝘁𝘂𝗿𝗴𝗶 𝗱𝗮𝗻 𝗜𝗯𝗮𝗱𝗮𝗵: 𝗪𝗮𝗰𝗮𝗻𝗮 𝗣𝗲𝗺𝗯𝘂𝗸𝗮

Sudut Pandang 𝗟𝗶𝘁𝘂𝗿𝗴𝗶 𝗱𝗮𝗻 𝗜𝗯𝗮𝗱𝗮𝗵: 𝗪𝗮𝗰𝗮𝗻𝗮 𝗣𝗲𝗺𝗯𝘂𝗸𝗮

Liturgi dan ibadah bersinonim. Meskipun bersinonim, liturgi dan ibadah tidak 100% sama makna sehingga kata liturgi dan ibadah tidak dapat dipertukarkan.

Contoh kata bersinonim yang dapat dipertukarkan adalah jangkar dan sauh. Liturgi dan ibadah seperti pekan dan minggu. Satu pekan berisi tujuh hari. Demikian juga satu minggu merenteng tujuh hari. Namun, dalam bahasa tulis resmi kata minggu tidak dapat menyulih kata pekan, karena minggu dalam bahasa tidak formal dipungut dari Minggu (𝘚𝘶𝘯𝘥𝘢𝘺) yang adalah nama hari. Seperti itulah kira-kira kata liturgi dan ibadah tidak dapat saling-sulih.

▶️Ibadah dari kata Ibrani (𝘢𝘷𝘰𝘥𝘢𝘩) dan Arab (‘𝘪𝘣𝘢̄𝘥𝘢𝘩) yang berarti pengabdian kepada Allah. Ibadah tidak hanya mencakup kegiatan selebrasi seperti berdoa dan bernyanyi, tetapi termasuk perbuatan-perbuatan atau praksis. Rasul Paulus membuat metafora tubuh sebagai persembahan yang hidup, kudus, dan berkenan kepada Allah merupakan ibadah yang sejati (Rm. 12:1). Surat Yakobus memahami ibadah yang murni dan yang tak bercacat di hadapan Allah ialah mengunjungi yatim piatu dan janda-janda dalam kesusahan mereka, dan menjaga supaya dirinya sendiri tidak dicemarkan oleh dunia (Yak. 1:27). Berbelarasa dengan orang marginal adalah juga ibadah.

Dalam teologi Kristen orang beribadah bukan untuk mendapat pahala, melainkan tanggapan manusia atas kasih Allah yang sudah dianugerahkan kepada manusia. Jadi, ibadah gerakannya dari bawah ke atas, satu arah, manusia menanggapi Allah (𝘢𝘯𝘢𝘣𝘢𝘵𝘪𝘴). Ibadah dapat dilakukan baik secara komunal maupun individual.

▶️Pada umumnya dalam pemikiran umat dan pendeta liturgi ialah hal-hal yang menyangkut doa, urutan ibadah, nyanyian ibadah, peralatan ibadah, cara duduk, dlsb. Apabila suatu tim liturgi dibentuk dalam suatu penugasan di Gereja untuk perayaan Natal, sebagai contoh, yang dipikir oleh mereka: siapa pemimpin ibadah, siapa yang menjadi lektor, siapa yang membuat teks panduan ibadah, siapa yang bertugas paduan suara, siapa petugas kolektan, dst. Pandangan mereka mengenai liturgi adalah hal-hal praktis yang berhubungan dengan tata ibadah atau doa atau hal-hal yang bersifat kultis. Tidak salah, tetapi keliru.

Liturgi juga tidak sama dengan ritual, meskipun liturgi bermatra ritual. Liturgi mencakup hal yang lebih luas daripada itu.

Liturgi dari kata Grika 𝘭𝘦𝘪𝘵𝘰𝘶𝘳𝘨𝘪𝘢, yang terbentuk dari akar kata 𝘦𝘳𝘨𝘰𝘯 (karya) dan 𝘭𝘦𝘪𝘵𝘰𝘴 (kerakyatan). Secara literal liturgi berarti karya publik, pelayanan yang dibaktikan bagi kepentingan bangsa. Kata liturgi merujuk kerja bakti atau karya pelayanan yang tidak dibayar atau sumbangan warga kaya kepada negara. Dari sini justru kita melihat kata liturgi mula-mula berarti profan-politis, bukan kultis.

Dalam teologi Kristen liturgi ditakrifkan sebagai perayaan misteri karya keselamatan Allah dalam Kristus, yang dilakukan oleh Kristus, Sang Imam Agung, bersama Gereja-Nya di dalam ikatan Roh Kudus. Liturgi mencakup komunikasi dua arah, Allah yang menguduskan dan menyelamatkan manusia (𝘬𝘢𝘵𝘢𝘣𝘢𝘵𝘪𝘴) dan sekaligus manusia yang menanggapi pengudusan Allah itu dengan memuliakan-Nya (𝘢𝘯𝘢𝘣𝘢𝘵𝘪𝘴). Kedua gerakan itu adalah dua anasir yang tidak dapat dipisahkan, 𝘬𝘢𝘵𝘢𝘣𝘢𝘵𝘪𝘴-𝘢𝘯𝘢𝘣𝘢𝘵𝘪𝘴. Liturgi selalu bermatra 𝗸𝗼𝗺𝘂𝗻𝗮𝗹, 𝗯𝘂𝗸𝗮𝗻 𝗶𝗻𝗱𝗶𝘃𝗶𝗱𝘂𝗮𝗹. Subjek liturgi adalah Kristus dan Gereja. Liturgi merupakan tindakan Kristus dan sekaligus tindakan Gereja.

Dalam ilmu liturgi ada dua gatra: teologi dari liturgi (𝘭𝘪𝘵𝘶𝘳𝘨𝘪𝘤𝘢𝘭 𝘵𝘩𝘦𝘰𝘭𝘰𝘨𝘺) dan teologi tentang liturgi (𝘵𝘩𝘦𝘰𝘭𝘰𝘨𝘺 𝘰𝘧 𝘭𝘪𝘵𝘶𝘳𝘨𝘺). Hal ini akan diulas pada waktu lain.

Tahukah anda bahwa Gereja Protestan adalah yang pertama menggunakan kata liturgi dalam arti ibadah Gereja? Ironisnya perkembangan ilmu liturgi Protestan jauh tertinggal dari GKR. Mengapa bisa begitu? Komisi liturgi GKR mendapat dukungan penuh dari Vatikan dan seluruh umat GKR. Dalam pada itu komisi liturgi Protestan malah dicemooh oleh pendeta dan umatnya sendiri.

tulisan terkait :
1. http://titusroidanto.blogspot.com/2025/07/sudut-pandang.html
2. http://titusroidanto.blogspot.com/2025/07/sudut-pandang.html
3. http://titusroidanto.blogspot.com/2025/07/sudut-pandang_23.html


 (26062025)(TUS)

Senin, 23 Juni 2025

SUDUT PANDANG Matius 5:29-30 dan Markus 9:47 DIMULAI DARI DIRI SENDIRI, KENDALIKAN DIRI DAN KENDALIKAN OTAK, CEGAH TINDAKAN JAHAT DARI DIRI

SUDUT PANDANG Matius 5:29-30 dan Markus 9:47 DIMULAI DARI DIRI SENDIRI, KENDALIKAN DIRI DAN KENDALIKAN OTAK, CEGAH TINDAKAN JAHAT DARI DIRI

PENGANTAR
 
yg lagi viral, ibu-ibu berhijab sampai mukul anak remaja perempuan yg pakai baju ketat, menggantung, gegara suaminya ngliat sampai dlenger dan melotot, bukan suaminya yg di pukul atau digethok tapi malah anak perempuannya yg dipukul


MENGELOLA PIKIR SERTA MENGENDALIKAN DIRI

Matius 5:29-30 dan Markus 9:47
"Jika matamu yang kanan menyesatkan engkau, cungkillah dan buanglah itu dari padamu, karena lebih baik bagimu jika satu dari anggota tubuhmu binasa, daripada seluruh tubuhmu dicampakkan ke dalam neraka." (Matius 5:29)

"Dan jika matamu menKyesatkan engkau, cungkillah itu; 6 baik engkau masuk ke dalam Kerajaan Allah dengan bermata satu, dari pada dengan bermata dua dicampakkan ke dalam neraka." (Markus 9:47)

Ayat-ayat ini menekankan pentingnya menghindari dosa dan memiliki komitmen untuk hidup dalam kebenaran, bahkan jika itu berarti melakukan pengorbanan besar. Yesus menggunakan contoh mata sebagai simbol untuk menunjukkan bahwa jika sesuatu yang sangat berharga bagi kita menyebabkan kita berbuat dosa, maka kita harus meninggalkannya demi keselamatan jiwa kita. Ini menekankan prioritas spiritual dan konsekuensi dari dosa.
kalau ajaran kita jelas buanget, kontrolah otak atau pikiran kita, jangan salahkan orang lain, dimulai dari diri sendiri :
Ayat-ayat tersebut dapat dikaitkan dengan pemahaman bahwa pikiran atau otak yang jahat dapat menjadi sumber dosa sebelum tindakan jahat dilakukan.

Dalam konteks ini, "mata yang kanan menyesatkan" dapat diartikan sebagai simbol untuk pikiran atau keinginan yang jahat yang dapat membawa kita kepada dosa. Yesus menekankan pentingnya menghindari pikiran atau keinginan yang jahat tersebut, bahkan jika itu berarti melakukan pengorbanan besar, demi keselamatan jiwa kita.

Dengan demikian, ayat-ayat tersebut dapat diartikan sebagai panggilan untuk memiliki kontrol atas pikiran dan keinginan kita, serta untuk menghindari pikiran atau keinginan yang dapat membawa kita kepada dosa, kendali diri.

Dalam psikologi dan neurosains, telah diketahui bahwa pikiran dan keinginan dapat mempengaruhi perilaku kita. Oleh karena itu, memiliki kontrol atas pikiran dan keinginan kita dapat membantu kita untuk menghindari perilaku yang jahat dan membuat pilihan yang lebih baik.

Dalam konteks spiritual, ayat-ayat tersebut menekankan pentingnya memiliki komitmen untuk hidup dalam kebenaran dan menghindari dosa, serta untuk memprioritaskan keselamatan jiwa kita di atas segala-galanya dg kontrol pikiran dan kendali diri.


A. Peran Otak dalam Mengendalikan Tindakan Jahat atau Baik

Otak manusia memainkan peran penting dalam mengendalikan tindakan jahat atau baik. Penelitian neurosains dan psikologi telah menunjukkan bahwa otak memiliki struktur dan fungsi yang kompleks yang mempengaruhi perilaku manusia.


B. Struktur Otak yang Terkait dengan Perilaku

Beberapa struktur otak yang terkait dengan perilaku jahat atau baik antara lain:

1. Korteks Prefrontal: Korteks prefrontal bertanggung jawab untuk mengatur perilaku, membuat keputusan, dan mengontrol impuls. Kerusakan pada korteks prefrontal dapat menyebabkan perilaku impulsif dan agresif.
2. Amigdala: Amigdala bertanggung jawab untuk mengatur emosi, seperti rasa takut dan marah. Aktivitas amigdala yang berlebihan dapat menyebabkan perilaku agresif.
3. Sistem Dopamin: Sistem dopamin terkait dengan penghargaan dan motivasi. Aktivitas sistem dopamin yang berlebihan dapat menyebabkan perilaku adiktif.


C.Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Jahat atau Baik

Beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku jahat atau baik antara lain:

1. Genetik: Faktor genetik dapat mempengaruhi struktur dan fungsi otak, yang dapat mempengaruhi perilaku.
2. Lingkungan: Lingkungan dapat mempengaruhi perilaku melalui proses pembelajaran dan pengalaman.
3. Pendidikan: Pendidikan dapat mempengaruhi perilaku dengan mengajarkan nilai-nilai dan norma-norma sosial.


D. Upaya untuk Mengendalikan Perilaku Jahat

Beberapa upaya untuk mengendalikan perilaku jahat antara lain:

1. Pendidikan: Pendidikan dapat membantu mengajarkan nilai-nilai dan norma-norma sosial yang positif.
2. Terapi: Terapi dapat membantu mengatasi masalah perilaku dengan mengidentifikasi dan mengubah pola pikir dan perilaku yang negatif.
3. Pengawasan: Pengawasan dapat membantu mencegah perilaku jahat dengan memantau dan mengontrol perilaku individu.

Dalam kesimpulan, otak memainkan peran penting dalam mengendalikan tindakan jahat atau baik. Faktor genetik, lingkungan, dan pendidikan dapat mempengaruhi perilaku, dan upaya untuk mengendalikan perilaku jahat dapat dilakukan melalui pendidikan, terapi, dan pengawasan.

Terkait dg busana dalam peribadatan di gereja, sebetulnya semua adalah tanggung jawab pribadi, tergantung hubungannya batin pribadinya dg Sang khalik terkait busana yang akan digunakan. Peribadatan adalah relasi kita dg Allah, pertinyiinnya kenapa kita masih ngurusi busana orang lain? biarlah busana yg dipakai adalah pertanggungan jawabannya secara pribadi. Kita juga tidak pernah tifpunya hak untuk menghakimi busana orang lain terkait peribadatan di gereja. Dalam waras, tetep waras. 

YANG TERDIDIK,  YANG HILANG LOGIKA - Fenomena

Fenomena tidak mengendalikan diri dan tidak menggunakan nalar logika walaupun terdidik mengkhawatirkan yang ramai di media teve swasta dan media sosial hari hari ini adalah munculnya individu-individu terdidik dan bergelar, memimpin lembaga bergengsi, pakar di bidangnya - tapi justru menunjukkan penyimpangan logika karena banyak mengirim pernyataan bernada sentimen negatif dan kebencian.

Amin Rais, Ikrar Nusa Bakti, Hamid Awaludin,  masing masingnya bergelar profesor, doktor. Demikian juga Refly Harun, Said Didu dan Ray Rangkuti. Lalu, Rocky Gerung, meski bukan profesor pernah menjadi dosen pembimbing skripsi filsafat bagi aktris Dian Sastro di Universitas Indonesia. 

Mereka orang pintar yang masing masingnya banyak membaca buku, menelaah dan menyusun analisa. Pendidikan formalnya setara S2 dan S3. Namun ucapan dan pernyataan mereka -  dalam sentimen politik di media -  tak beda dengan lulusan sekolah menengah.  Bahkan setara dengan anggota ormas penunggu tanah sangketa. 

Meski memiliki kecerdasan kognitif tinggi, banyak intelektual yang fotonya terpampang di atas memiliki kecerdasan emosional rendah dalam mengelola konflik.  Dalam ungkapan sederhana Pak De saya di kampung: "wong pinter sing keblinger". Orang pintar yang tersesat. 

Fenomena ini menunjukkan bahwa pendidikan formal saja tidak cukup untuk melindungi individu dari jerat kebencian politik. 

SAYA mencoba mencari  referensi yang relevan; kajian dan analisis mendalam,  khususnya dari perspektif psikologi dan politik kekuasaan terkait fenomena ini. Saya menemukan, teori kognitif yang menjelaskan bagaimana bias psikologis telah memengaruhi penalaran kelompok terdidik.

Menurut filsus Prancis, Michel Foucault, pengetahuan dan kekuasaan saling terkait erat. Dominasi modern termanifestasi melalui wacana yang menggunakan bahasa sebagai instrumennya . 

Kaum terdidik memiliki akses terhadap alat-alat wacana ini, sehingga kebencian mereka bisa lebih tersistematisir.  “Kebencian sering berakar pada rasa tidak aman yang mendalam, ” katanya. 

Kaum intelektual yang merasa status atau pencapaiannya terancam mungkin memproyeksikan ketidakamanan dirinya itu melalui serangan terhadap "kelompok lain" .

Pada kaum terdidik, identifikasi kelompok ini bisa lebih kuat karena didukung oleh "pengetahuan" yang mereka miliki. 

Dalam konteks kebencian, kaum terdidik cenderung mencari informasi yang menguatkan prasangka mereka sambil mengabaikan bukti yang bertentangan.

Kita sama sama tahu, manusia secara alami cenderung membentuk kelompok berdasarkan kesamaan ideologi, agama, atau politik. Sisi gelapnya adalah kecenderungan meremehkan kelompok luar (‘out-group’) sambil mengagungkan kelompok sendiri (‘in-group’) . 

Di sisi lain, kekuasaan politik memiliki peran sentral dalam memanfaatkan kebencian kaum terdidik untuk kepentingannya.

Pemimpin politik dan intelektual sering terjebak dalam situasi kompleks yang memerlukan pemrosesan informasi cepat, namun keputusan mereka justru dipengaruhi bias kognitif seperti bias konfirmasi . 

Kaum terdidik sering menjadi alat penyebar stereotip ini karena kapasitas intelektual mereka. Sebagiannya menyediakan diri sebagai alat penyalur kebencian atas nama dendam pribadi dan beda paham. Juga pelampiasan dari kehidupan diri yang menyakitkan. 

Mereka dimanfaatkan oleh kelompok kecewa yang tersisih dari kekuasaan, diberhentikan jabatannya sebagai komisaris, tender perusahaannya ditolak, sehingga menumpang kepada pihak  yang menguntungkan mereka, termasuk dengan menciptakan stereotip negatif terhadap kelompok lawan.

DI INDONESIA, politik kebencian sering dibungkus dengan agama dan budaya untuk memantik sentimen kelompok tertentu.  Hampir dalam setip era pemerintahan ada tuduhan kepada “presiden anti Islam” : "Sukarno anti Islam" - "Suharto Anti Islam", "Mega anti Islam" - "SBY Anti Islam" - "Jokowi Anti Islam". Tudingan memamah biak. Asal gobleg. Dan para “jemaah IQ-78,45” menelan mentah mentah. 

Kaum intelektual juga kerap terjebak dalam narasi ini -  karena kemampuan mereka dalam memberikan "pembenaran akademis" terhadap kebencian tersebut. 

"Saya ini ahli... saya pakar ...latar belakang pendidikan akademis saya di bidang ini....." begitulah cara mereka meminta pengakuan.

Dalam situasi frustrasi sosial, kelompok terdidik mencari kambing hitam untuk mengalihkan perhatian dari masalah sebenarnya. Kaum terdidik mungkin ikut menyebarkan narasi politisi yang sedang mencari jabatan.

Menarik ucapan artis cantik muda belia yang menampar telak para penyinyir. Menurut Cinta Laura Kiehl, para penyinyir adalah orang yang tak bahagia hidupnya dia melampiaskan frustasi dirinya, dengan menyinyiri orang lain..

Cinta Laura bukan artis kaleng kaleng.  Dia peraih dua gelar "cum laude" dari Universitas Columbia, New York; lulus dari jurusan Psikologi dan Sastra Jerman dengan IP 3,9. Masuk kategori 20 persen dari 1.000 lebih mahasiswa Columbia yang mampu menuntaskan kuliahnya hanya dalam tiga tahun.

Hubungan simbiosis antara pengetahuan yang dimiliki para akademisi dan kekuasaan politisi oposan menciptakan distorsi logika. Begitulah kajian Falcout.

Pemimpin politik sering menggunakan legitimasi akademik untuk memperkuat posisi mereka . Ketika kaum intelektual mendukung kebencian tertentu, mereka memberikan legitimasi "ilmiah" terhadap narasi yang sebenarnya irasional.

Era digital memperparah fenomena ini melalui beberapa mekanisme: media sosial menciptakan ruang di mana kaum terdidik hanya berinteraksi dengan mereka yang sepaham, memperkuat bias dan kebencian .

Dalam fenomena "pascakebenaran", emosi dan keyakinan pribadi lebih berpengaruh daripada fakta objektif . Kaum terdidik pun bisa terjebak dalam logika ini - ketika kebencian menguasai rasionalitas.

HARI HARI INI para politisi kalah, yang tersingkir,  hilang jabatan dan kecewa - memobilisasi dukungan melalui media sosial dengan memanfaatkan kapasitas retorika kaum terdidik . Mereka memanfaatkan kebencian kaum terdidik untuk agenda politik tertentu mereka .

Kepada para jemaah Fesbukiyah Yang Mulia, mari kita sama sama 'eling lan waspada' - jangan mudah percaya pada narasi kelompok yang menyebut “kritis” - “independen” - “pakar” - “akademisi” dan “intelektual”. Sebab, boleh jadi mereka kaum penyaru. Penyelundup narasi. Pembawa agenda menyesatkan.

Gunakan prosedur kewartawanan:  cek - ricek - croschek dan verifikasi fakta secara sistematis terhadap pernyataan tendensius “kaum intelektual” di media massa dan media sosial.

Di era “post truth” kebenaran bukan berdasar fakta tapi persepsi. Perlu  kesadaran kritis terhadap bagaimana kelompok pembenci bekerja dengan wacana dan mekanisme psikologis untuk memanipulasi pikiran kita - bahkan pikiran kita yang paling terdidik sekalipun. ***

(26062025)(TUS)



Sudut Pandang Tentang Aqedah :Eksplorasi atas Pertautan Ishak dan Yesus

Sudut Pandang Tentang Aqedah :
Eksplorasi atas Pertautan Ishak dan Yesus

Akikah adalah sebuah tradisi dalam agama Islam yang dilakukan dengan menyembelih hewan kurban, biasanya kambing atau domba, sebagai ungkapan syukur dan rasa terima kasih kepada Allah SWT atas kelahiran anak. Akikah biasanya dilakukan pada hari k
etujuh setelah kelahiran anak, dan merupakan salah satu amalan sunnah yang dianjurkan dalam Islam. Tujuan dari akikah adalah untuk mengungkapkan rasa syukur atas nikmat kelahiran anak dan untuk memohon perlindungan dan keberkahan bagi anak tersebut. 
Dalam bahasa Ibrani, "Aqedah" (עֲקֵדָה) berarti "pengikatan" atau "pengorbanan". Dalam konteks Alkitab, Aqedah merujuk pada kisah pengorbanan Ishak oleh Abraham dalam Kitab Kejadian 22, di mana Allah memerintahkan Abraham untuk mengorbankan putranya Ishak sebagai ujian iman. Aqedah merupakan peristiwa penting dalam sejarah agama Yahudi dan Kristen, dan sering kali dianggap sebagai contoh iman dan ketaatan yang luar biasa. Dalam tradisi Yahudi, Aqedah dianggap sebagai salah satu peristiwa paling penting dalam sejarah bangsa Israel, dan sering kali dirayakan dalam liturgi dan ritual keagamaan.

Minggu, 22 Juni 2025

SUDUT PANDANG Kenapa dalam Alkitab disebutkan murid Yesus ada 12 dan 70?

SUDUT PANDANG Kenapa dalam Alkitab disebutkan murid Yesus ada 12 dan 70?

PENGANTAR
Lukas 9:1-6 (TB)
1 Maka Yesus memanggil kedua belas murid-Nya, lalu memberikan tenaga dan kuasa kepada mereka untuk menguasai setan-setan dan untuk menyembuhkan penyakit-penyakit.
2 Dan Ia mengutus mereka untuk memberitakan Kerajaan Allah dan untuk menyembuhkan orang, 
3 kata-Nya kepada mereka: "Jangan membawa apa-apa dalam perjalanan, jangan membawa tongkat atau bekal, roti atau uang, atau dua helai baju. 
4 Dan apabila kamu sudah diterima dalam suatu rumah, tinggallah di situ sampai kamu berangkat dari situ.
5 Dan kalau ada orang yang tidak mau menerima kamu, keluarlah dari kota mereka dan kebaskanlah debunya dari kakimu sebagai peringatan terhadap mereka."
6 Lalu pergilah mereka dan mereka mengelilingi segala desa sambil memberitakan Injil dan menyembuhkan orang sakit di segala tempat.

Lukas 10:1-12 (TB)
1 Kemudian dari pada itu Tuhan menunjuk tujuh puluh murid yang lain, lalu mengutus mereka berdua-dua mendahului-Nya ke setiap kota dan tempat yang hendak dikunjungi-Nya.
2 Kata-Nya kepada mereka: "Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit. Karena itu mintalah kepada Tuan yang empunya tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu. 
3 Pergilah, sesungguhnya Aku mengutus kamu seperti anak domba ke tengah-tengah serigala.
4 Janganlah membawa pundi-pundi atau bekal atau kasut, dan janganlah memberi salam kepada siapa pun selama dalam perjalanan.
5 Kalau kamu memasuki suatu rumah, katakanlah lebih dahulu: Damai sejahtera bagi rumah ini.
6 Dan jikalau di situ ada orang yang layak menerima damai sejahtera, maka salammu itu akan tinggal atasnya. Tetapi jika tidak, salammu itu kembali kepadamu.
7 Tinggallah dalam rumah itu, makan dan minumlah apa yang diberikan orang kepadamu, sebab seorang pekerja patut mendapat upahnya. Janganlah berpindah-pindah rumah.
8 Dan jikalau kamu masuk ke dalam sebuah kota dan kamu diterima di situ, makanlah apa yang dihidangkan kepadamu,
9 dan sembuhkanlah orang-orang sakit yang ada di situ dan katakanlah kepada mereka: Kerajaan Allah sudah dekat padamu.
10 Tetapi jikalau kamu masuk ke dalam sebuah kota dan kamu tidak diterima di situ, pergilah ke jalan-jalan raya kota itu dan serukanlah:
11 Juga debu kotamu yang melekat pada kaki kami, kami kebaskan di depanmu; tetapi ketahuilah ini: Kerajaan Allah sudah dekat.
12 Aku berkata kepadamu: pada hari itu Sodom akan lebih ringan tanggungannya dari pada kota itu."

PEMAHAMAN
Murid-murid Yesus dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:

1. 12 Rasul: Yesus memilih 12 orang untuk menjadi rasul-Nya yang utama, yang akan menjadi saksi-Nya dan melanjutkan pekerjaan-Nya setelah Dia naik ke surga. 12 rasul ini adalah:
- Simon Petrus
- Andreas
- Yakobus
- Yohanes
- Filipus
- Bartolomeus
- Tomas
- Matheus
- Yakobus bin Alfeus
- Simon orang Zelot
- Yudas bin Yakobus
- Yudas Iskariot (yang kemudian digantikan oleh Matias), 12 Rasul ini melambangkan 12 suku Israel penegasan bahwa Yesus diutus untuk bangsa Israel, tetapi juga melambangkan Israel baru yaitu gereja. Persekutuan umat beriman. Dalam tradisi Yahudi ini terkait dg hukum Abraham, Dalam tradisi Yahudi,  konsep "Hukum Abraham" yang spesifik seperti Tujuh Hukum Nuh. Namun, ada beberapa konsep yang terkait dengan Abraham dalam tradisi Yahudi, seperti:
- Perjanjian Abraham: Dalam Kitab Kejadian, Tuhan membuat perjanjian dengan Abraham, yang mencakup janji tentang keturunan Abraham dan tanah Kanaan. Perjanjian ini dianggap sebagai fondasi bagi hubungan antara Tuhan dan bangsa Israel.
- Ketaatan Abraham: Abraham dianggap sebagai contoh ketaatan dan iman dalam tradisi Yahudi. Ketaatan Abraham kepada Tuhan, termasuk kesediaannya untuk mengorbankan Ishak, dianggap sebagai contoh kesetiaan dan kepercayaan kepada Tuhan.
Dalam beberapa tradisi Yahudi, ada juga konsep tentang "7 Prinsip Abraham" atau "7 Sifat Abraham", yang mencakup prinsip-prinsip moral dan etika yang terkait dengan Abraham, seperti:

1. Ketaatan kepada Tuhan
2. Iman dan kepercayaan
3. Keadilan dan kebenaran
4. Kasih sayang dan belas kasihan
5. Kerendahan hati
6. Kesabaran
7. Pengabdian kepada Tuhan
Namun, konsep ini tidak seuniversal Tujuh Hukum Nuh dan lebih terkait dengan sifat dan karakter Abraham sebagai contoh bagi orang Yahudi.

2. 70 Murid: Yesus juga memilih 70 orang lainnya untuk menjadi murid-Nya dan mengirim mereka untuk memberitakan Injil dan menyembuhkan orang sakit. Lukas 10:1-24 menceritakan tentang pengutusan 70 murid ini. Ini melambangkan, bangsa-bangsa di dunia, dimana Yesus bukan lagi diperuntukan Israel saja tapi diperuntukan seluruh bangsa di dunia, keselamatan bersifat universal.


Perbedaan antara 12 rasul dan 70 murid adalah:

- Peran: 12 rasul memiliki peran yang lebih utama sebagai saksi Yesus dan pemimpin gereja awal, dan 12 Rasul ini diingatkan Yesus jangan keluar dari Israel,  Yesus memerintahkan 12 rasul untuk tidak keluar dari Israel atau ke Samaria dalam perjalanan mereka untuk memberitakan Injil. Namun, perintah ini hanya bersifat sementara dan terbatas pada misi mereka kepada bangsa Israel.
Matius 10:5-6: Yesus memerintahkan 12 rasul untuk tidak pergi ke jalan bangsa lain atau ke kota Samaria, tetapi untuk pergi kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel.
- "Kedua belas murid itu disuruh oleh Yesus dan berpesan kepada mereka: 'Janganlah kamu menyimpang ke jalan bangsa lain atau masuk ke dalam kota orang Samaria, melainkan pergilah kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel.'"
Perintah ini menunjukkan bahwa misi Yesus pada awalnya difokuskan pada bangsa Israel, tetapi setelah kebangkitan-Nya, Dia memerintahkan murid-murid-Nya untuk memberitakan Injil kepada semua bangsa (Matius 28:18-20). Sedangkan 70 murid memiliki peran yang lebih luas dalam memberitakan Injil dan menyembuhkan orang sakit, Ayat Alkitab yang terkait dengan 70 murid yang diutus untuk keluar dari Israel dan memberitakan Injil kepada semua bangsa adalah:
- Lukas 10:1-24: Yesus mengutus 70 murid-Nya untuk pergi ke semua kota dan tempat yang akan dikunjungi-Nya, dan memberitakan Injil kepada semua bangsa.
Dalam Lukas 10:1, Yesus berkata:
- "Sesudah itu Tuhan menunjuk tujuh puluh murid yang lain, lalu mengutus mereka berdua-dua mendahului-Nya ke setiap kota dan tempat yang hendak dikunjungi-Nya."
Perintah ini menunjukkan bahwa misi Yesus tidak hanya terbatas pada bangsa Israel, tetapi juga kepada semua bangsa di dunia. Dengan mengutus 70 murid-Nya, Yesus memperluas jangkauan misi-Nya dan memberitakan Injil kepada semua orang..
- Jumlah: 12 rasul adalah jumlah yang tetap dan spesifik, sedangkan 70 murid adalah jumlah yang lebih besar dan mungkin tidak terbatas pada 70 orang saja.
Ayat Alkitab Perjanjian Lama yang terkait dengan 70 tua-tua adalah:
- Bilangan 11:16-30: Tuhan memerintahkan Musa untuk mengumpulkan 70 orang tua-tua Israel untuk membantu dia dalam memimpin bangsa Israel. Tuhan memberikan sebagian dari roh yang ada pada Musa kepada 70 tua-tua ini, sehingga mereka dapat membantu Musa dalam memimpin dan mengurus bangsa Israel.
Ayat-ayat yang terkait adalah:
- Bilangan 11:16: "Tuhan berfirman kepada Musa: 'Kumpulkanlah kepadaku 70 orang dari tua-tua Israel, yang kautahu sebagai tua-tua bangsa itu dan sebagai penguasa-penguasa mereka, lalu bawalah mereka ke Kemah Pertemuan, supaya mereka berdiri di sana bersama-sama dengan engkau.'"
- Bilangan 11:25: "Lalu Tuhan turun dalam awan dan berbicara dengan Musa. Ia mengambil sebagian dari roh yang ada pada Musa dan memberikannya kepada 70 orang tua-tua itu. Ketika roh itu hinggap pada mereka, mereka bernubuat, tetapi kemudian mereka tidak melakukannya lagi."
Dengan demikian, 70 tua-tua Israel memiliki peran penting dalam membantu Musa dalam memimpin bangsa Israel dan menerima sebagian dari roh Musa untuk melakukan pekerjaan Tuhan. Menunjukan Musa tidak bisa sendirian dalam mengelola bangsa Israel, Musa butuh orang lain.
Dengan demikian, kedua kelompok murid ini memiliki peran yang penting dalam melanjutkan pekerjaan Yesus dan memberitakan Injil kepada dunia.
ada kemungkinan bahwa jumlah 70 murid Yesus memiliki kaitan dengan 70 bangsa-bangsa turunan Nuh yang disebutkan dalam Kitab Kejadian 10.
Dalam Kejadian 10, disebutkan bahwa setelah banjir besar, Nuh memiliki tiga anak laki-laki: Sem, Ham, dan Yafet. Dari ketiga anak laki-laki ini, lahirlah 70 bangsa-bangsa yang berbeda-beda, yang kemudian menyebar ke seluruh dunia.
Dengan memilih 70 murid, Yesus mungkin ingin menekankan beberapa hal, seperti:

1. Pemberitaan Injil kepada semua bangsa: Jumlah 70 murid dapat melambangkan pemberitaan Injil kepada semua bangsa di dunia, seperti halnya 70 bangsa-bangsa turunan Nuh yang menyebar ke seluruh dunia.
2. Keselamatan bagi semua bangsa: Yesus mungkin ingin menekankan bahwa keselamatan yang Dia tawarkan tidak hanya untuk bangsa Israel saja, tetapi untuk semua bangsa di dunia.
3. Pengutusan kepada semua bangsa: Dengan mengutus 70 murid-Nya, Yesus mungkin ingin menekankan pentingnya pengutusan kepada semua bangsa di dunia untuk memberitakan Injil dan menyembuhkan orang sakit.
Dengan demikian, jumlah 70 murid Yesus memiliki kaitan dengan 70 bangsa-bangsa turunan Nuh dan menekankan pentingnya pemberitaan Injil kepada semua bangsa di dunia.
Kejadian 10 membahas tentang daftar keturunan Nuh yang merupakan sumber dari 70 bangsa-bangsa di dunia. Berikut beberapa ayat Alkitab yang terkait:
- Keturunan Yafet: Kejadian 10:2-5 mencatat keturunan Yafet, termasuk Gomer, Magog, Madai, Yawan, Tubal, Mesekh, dan Tiras.
- Keturunan Ham: Kejadian 10:6-20 mencatat keturunan Ham, termasuk Kush, Misraim, Put, dan Kanaan.
- Keturunan Sem: Kejadian 10:21-31 mencatat keturunan Sem, termasuk Elam, Asyur, Arpakhsad, Lud, dan Aram.
Beberapa nama bangsa yang disebutkan dalam Kejadian 10 antara lain:
- Keturunan Yafet:
- Gomer: orang Galatia atau Galls
- Magog: orang Skithia
- Madai: orang Medes
- Yawan: orang Ionia atau Yunani
- Keturunan Ham:
- Kush: orang Etiopia
- Misraim: orang Mesir
- Put: orang Libya
- Kanaan: orang Kanaan atau Fenisia
- Keturunan Sem:
- Elam: orang Persia
- Asyur: orang Asyur
- Arpakhsad: orang Kasdim atau Babilonia
Jumlah 70 bangsa ini memiliki makna simbolis, yaitu kesatuan ras manusia.


Terkait Tradisi Yahudi Tentang  Hukum Nuh

Dalam tradisi Yahudi, angka 7 memiliki makna yang sangat penting dan simbolis. Angka 7 sering dikaitkan dengan kesempurnaan, kesucian, dan kelengkapan.
Dalam konteks 70 murid Yesus, angka 70 dapat diartikan sebagai:
- 70 = 7 x 10: Dalam tradisi Yahudi, angka 10 melambangkan kesempurnaan dan kelengkapan. Jadi, 70 dapat diartikan sebagai kesempurnaan yang diperluas atau kelengkapan yang universal.
Dengan demikian, 70 murid Yesus dapat diartikan sebagai perwakilan dari kesempurnaan dan kelengkapan misi Yesus yang diperluas kepada semua bangsa di dunia.
Dalam tradisi Yahudi, angka 70 juga memiliki makna lain, seperti:
- 70 bangsa: Seperti yang kita bahas sebelumnya, 70 bangsa adalah jumlah bangsa-bangsa yang disebutkan dalam Kitab Kejadian 10.
- 70 tua-tua: Seperti yang kita bahas sebelumnya, 70 tua-tua Israel adalah orang-orang yang dipilih untuk membantu Musa dalam memimpin bangsa Israel.
Dengan demikian, angka 70 dalam konteks 70 murid Yesus memiliki makna yang dalam dan terkait dengan tradisi Yahudi.
Tradisi Yahudi tentang Hukum Nuh (Noahide Laws) memiliki kaitan dengan angka 7. Menurut tradisi Yahudi, ada 7 hukum yang diberikan kepada Nuh dan keturunannya, yang berlaku untuk semua manusia. Hukum-hukum ini dikenal sebagai "Tujuh Hukum Nuh" atau "Sheva Mitzvot Bnei Noach".

Tujuh Hukum Nuh adalah:

1. Larangan terhadap penyembahan berhala
2. Larangan terhadap penistaan nama Tuhan
3. Larangan terhadap pembunuhan
4. Larangan terhadap pencurian
5. Larangan terhadap perzinahan
6. Larangan terhadap konsumsi daging yang diambil dari hewan yang masih hidup
7. Kewajiban untuk mendirikan sistem peradilan yang adil

Dalam konteks ini, angka 7 memiliki makna yang penting sebagai fondasi moral dan etika untuk semua manusia.

Jika kita kaitkan dengan 70 murid Yesus, maka angka 70 dapat diartikan sebagai:

- Perluasan Hukum Nuh kepada semua bangsa: 70 murid Yesus dapat diartikan sebagai perwakilan dari semua bangsa yang menerima pesan moral dan etika yang universal, seperti yang terkandung dalam Tujuh Hukum Nuh.

Dengan demikian, tradisi Yahudi tentang Hukum Nuh dapat memberikan konteks yang lebih dalam untuk memahami makna 70 murid Yesus dan misi mereka kepada semua bangsa di dunia.

Saat ini, setelah kunjungan Paus Fransiskus ke Yahudi / Israel, menelurkan suatu kesepakatan yg disebut "7 untuk 70" yang dimaknai sebagai 7 hukum Abraham dan 7 hukum Nuh untuk seluruh bangsa, menjadi jembatan antara ke Yahudi an dg ke kristen an.

(23062025)(TUS)



SUDUT PANDANG ANALISA TAFSIR LUKAS 9 : 51 - 62

SUDUT PANDANG ANALISA TAFSIR LUKAS 9 : 51 - 62

analisa bahasa untuk Lukas 9:51-62 dapat dilakukan dengan memperhatikan struktur bahasa, kata-kata kunci, dan konteks keseluruhan.

Struktur Bahasa:

Lukas 9:51-62 terdiri dari dua bagian utama:

1. Persiapan perjalanan Yesus ke Yerusalem (Lukas 9:51-53)
2. Dua contoh tentang biaya mengikut Yesus (Lukas 9:57-62)

Kata-kata Kunci:

- "Waktu" (Lukas 9:51): Menunjukkan waktu yang telah ditentukan oleh Allah untuk Yesus menyelesaikan misi-Nya.
- "Menghadap" (Lukas 9:51): Menunjukkan kesediaan Yesus untuk menghadapi tantangan dan kematian di Yerusalem.
- "Sampai" (Lukas 9:52): Menunjukkan bahwa Yesus dan murid-murid-Nya sedang dalam perjalanan ke Yerusalem.
- "Tidak menerima" (Lukas 9:53): Menunjukkan penolakan dari orang Samaria untuk menerima Yesus dan murid-murid-Nya.

Analisis:

Lukas 9:51-62 menunjukkan bahwa Yesus sedang mempersiapkan diri untuk perjalanan ke Yerusalem, yang akan berakhir dengan kematian-Nya di salib. Yesus meminta murid-murid-Nya untuk mengikutinya, tetapi mereka harus siap untuk menghadapi tantangan dan pengorbanan.

Dua contoh tentang konsekuensi mengikut Yesus (Lukas 9:57-62) menunjukkan bahwa mengikut Yesus tidaklah mudah dan memerlukan komitmen yang kuat. Yesus meminta murid-murid-Nya untuk memprioritaskan panggilan-Nya di atas segala sesuatu.

Lukas 9:51-62 menunjukkan bahwa mengikut Yesus memerlukan komitmen yang kuat dan kesediaan untuk menghadapi tantangan. Yesus meminta murid-murid-Nya untuk memprioritaskan panggilan-Nya di atas segala sesuatu dan untuk siap menghadapi pengorbanan.
analisa sastra untuk Lukas 9:51-62 dapat dilakukan dengan memperhatikan struktur naratif, karakterisasi, dan tema yang terkait.

Struktur Naratif:

Lukas 9:51-62 terdiri dari dua bagian utama:

1. Persiapan perjalanan Yesus ke Yerusalem (Lukas 9:51-53)
2. Dua contoh tentang konsekuensi mengikut Yesus (Lukas 9:57-62)

Struktur naratif ini menunjukkan bahwa perjalanan Yesus ke Yerusalem merupakan titik balik penting dalam naratif Lukas, dan bahwa mengikut Yesus memerlukan komitmen yang kuat.

Karakterisasi:

- Yesus: Digambarkan sebagai tokoh yang kuat dan berani, yang tidak takut menghadapi tantangan dan kematian di Yerusalem.
- Murid-murid: Digambarkan sebagai tokoh yang masih belum sepenuhnya memahami panggilan Yesus dan memerlukan pengajaran lebih lanjut.

Tema:

- Panggilan dan komitmen: Lukas 9:51-62 menunjukkan bahwa mengikut Yesus memerlukan komitmen yang kuat dan kesediaan untuk menghadapi tantangan.
- Pengorbanan: Yesus meminta murid-murid-Nya untuk siap menghadapi pengorbanan dan meninggalkan segala sesuatu yang menghalangi mereka untuk mengikuti-Nya.
- Prioritas: Lukas 9:57-62 menunjukkan bahwa mengikut Yesus memerlukan prioritas yang jelas dan kesediaan untuk meninggalkan segala sesuatu yang tidak penting.

Simbolisme:

- Yerusalem: Melambangkan pusat keagamaan dan politik Yahudi, serta tujuan akhir perjalanan Yesus.
- Samaria: Melambangkan penolakan dan ketidakpahaman terhadap panggilan Yesus.

Lukas 9:51-62 menunjukkan bahwa mengikut Yesus memerlukan komitmen yang kuat, kesediaan untuk menghadapi tantangan, dan prioritas yang jelas. Naratif ini juga menunjukkan bahwa Yesus adalah tokoh yang kuat dan berani, yang tidak takut menghadapi kematian di Yerusalem.
analisa teologis untuk Lukas 9:51-62 dapat dilakukan dengan memperhatikan tema-tema teologis yang terkait, seperti:

Tema:

1. Kristologi:Lukas 9:51-62 menunjukkan bahwa Yesus adalah Mesias yang berani dan kuat, yang tidak takut menghadapi kematian di Yerusalem. Ini menunjukkan bahwa Yesus memiliki kesadaran yang jelas tentang misi-Nya dan kesediaan untuk mengorbankan diri-Nya demi keselamatan manusia.
2. Discipleship:Lukas 9:57-62 menunjukkan bahwa mengikut Yesus memerlukan komitmen yang kuat dan kesediaan untuk menghadapi tantangan. Ini menunjukkan bahwa menjadi murid Yesus tidak hanya berarti mengikuti-Nya secara fisik, tetapi juga memerlukan perubahan hati dan pikiran.
3. Keselamatan:Lukas 9:51-62 menunjukkan bahwa keselamatan manusia memerlukan pengorbanan Yesus di Yerusalem. Ini menunjukkan bahwa keselamatan manusia tidak hanya berarti pembebasan dari perbudakan dosa, tetapi juga memerlukan pengorbanan Yesus sebagai korban yang sempurna.

Implikasi Teologis:

1. Sifat Allah: Lukas 9:51-62 menunjukkan bahwa Allah adalah Allah yang berdaulat dan berkuasa, yang memiliki rencana keselamatan bagi manusia. Tidak memandang bulu atau tak ada perbedaan, hujan diturunkan baik untuk orang jahat maupun orang baik.
2. Sifat Manusia: Lukas 9:57-62 menunjukkan bahwa manusia memerlukan perubahan hati dan pikiran untuk menjadi murid Yesus. Ini menunjukkan bahwa manusia tidak dapat mencapai keselamatan hanya dengan usaha sendiri, tetapi memerlukan campur tangan Allah.
3. Panggilan: Lukas 9:51-62 menunjukkan bahwa panggilan Yesus memerlukan komitmen yang kuat dan kesediaan untuk menghadapi tantangan. Ini menunjukkan bahwa menjadi murid Yesus memerlukan panggilan yang jelas dan kesediaan untuk mengikuti-Nya.

Lukas 9:51-62 menunjukkan bahwa mengikut Yesus memerlukan komitmen yang kuat, kesediaan untuk menghadapi tantangan, dan pengorbanan. Ini menunjukkan bahwa keselamatan manusia memerlukan pengorbanan Yesus di Yerusalem dan bahwa menjadi murid Yesus memerlukan perubahan hati dan pikiran, tidak eksklusif lagi tapi inklusif, mau mengasihi walau berbeda, mau mengasihi walau ditolak.
analisa konteks dan teks serta latar belakang penulisan untuk Lukas 9:51-62 dapat dilakukan dengan memperhatikan beberapa aspek berikut:

Konteks:

- Lukas 9:51-62 merupakan bagian dari Injil Lukas yang menceritakan tentang perjalanan Yesus ke Yerusalem.
- Bagian ini merupakan titik balik penting dalam naratif Lukas, karena Yesus mulai mempersiapkan diri untuk kematian-Nya di Yerusalem.

Teks:

- Lukas 9:51-62 terdiri dari dua bagian utama: persiapan perjalanan Yesus ke Yerusalem (Lukas 9:51-53) dan dua contoh tentang konsekuensi mengikut Yesus (Lukas 9:57-62).
- Teks ini menggunakan bahasa yang sederhana dan lugas, tetapi memiliki makna yang dalam dan kompleks.

Latar Belakang Penulisan:

- Injil Lukas diperkirakan ditulis pada abad ke-1 Masehi, sekitar 70-90 tahun setelah kematian Yesus.
- Lukas menulis Injilnya untuk orang-orang non-Yahudi, terutama orang-orang Romawi Yunani, untuk memperkenalkan mereka kepada Yesus Kristus dan ajaran-Nya. Ide kuat penulisan Injil Lukas adalah Yesus untuk semua bangsa dan keselamatan bersifat universal, ditawarkan ke semua bangsa.
- Latar belakang penulisan Injil Lukas dipengaruhi oleh konteks sosial, politik, dan agama pada masa itu. Perbedaan suku, agama, dan ras, menjadi isu keras juga hal yg selalu ditawarkan dunia dan hal yg lumrah pada saat itu, dan itu yg akan dijungkir balikan Yesus. Butuh totalitas untuk tidak jadi sama dunia dalam mengikut Kristus.

Konteks Sosial:

- Masyarakat pada masa itu sangat hierarkis, dengan perbedaan antara orang kaya dan orang miskin, orang bebas dan budak, antar suku juga antar agama (berbeda suku bearti berbeda agama untuk zaman itu).
- Lukas menulis Injilnya untuk menjangkau orang-orang yang terpinggirkan dan tidak memiliki akses ke agama Yahudi. Kaum marjinal menjadi fokus pelayanan Yesus apapun juga risiko menentang dunia.

Konteks Politik:

- Kekuasaan Romawi sangat kuat pada masa itu, dan orang-orang Yahudi hidup di bawah pemerintahan Romawi.
- Lukas menulis Injilnya untuk menunjukkan bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan dan Raja yang lebih tinggi daripada kekuasaan Romawi, dan Yesus bagi semua bangsa.

Konteks Agama:

- Agama Yahudi pada masa itu sangat kompleks, dengan perbedaan antara kelompok-kelompok seperti Farisi, Saduki, Eseni, Zikari dan Zelot.
- Lukas menulis Injilnya untuk menunjukkan bahwa Yesus Kristus adalah Mesias yang telah dinubuatkan dalam Perjanjian Lama, dan kini Yesus bukan hanya untuk Israel tapi untuk semua bangsa.

Dengan memperhatikan konteks, teks, dan latar belakang penulisan Lukas 9:51-62, kita dapat memahami makna yang lebih dalam dan kompleks dari bagian ini.
analisa arkeologi untuk Lukas 9:51-62 dapat dilakukan dengan memperhatikan beberapa aspek berikut:

Lokasi:

- Yerusalem: Kota suci bagi orang Yahudi, dan merupakan tujuan akhir perjalanan Yesus.
- Samaria: Wilayah yang terletak di antara Galilea dan Yerusalem, dan merupakan daerah yang kontroversial bagi orang Yahudi.

Artefak:

- Tidak ada artefak spesifik yang terkait langsung dengan Lukas 9:51-62, namun beberapa artefak dapat membantu memahami konteks sejarah:
- Batu-batu jalan Romawi: Menunjukkan bahwa jalan-jalan pada masa itu sudah berkembang dan memungkinkan perjalanan jauh.
- Rumah-rumah dan bangunan di Yerusalem: Menunjukkan bahwa Yerusalem merupakan kota yang padat penduduk dan memiliki arsitektur yang khas.

Geografi:

- Jalan antara Galilea dan Yerusalem: Jalan ini melewati Samaria, yang merupakan daerah yang kontroversial bagi orang Yahudi. Kenapa kontroversial? Yahudi membenci Samaria karena beberapa alasan historis dan religius:
1. Sejarah: Samaria merupakan wilayah yang terletak di antara Galilea dan Yerusalem, dan pada abad ke-8 SM, kerajaan Israel dibagi menjadi dua: Kerajaan Israel (Samaria) dan Kerajaan Yehuda (Yerusalem). Pembagian ini menyebabkan perbedaan politik dan religius antara kedua kerajaan.
2. Agama:Orang Samaria memiliki praktik keagamaan yang berbeda dengan orang Yahudi. Mereka memiliki kuil sendiri di Gunung Gerizim, yang dianggap sebagai tempat suci oleh orang Samaria, sedangkan orang Yahudi memiliki Bait Allah di Yerusalem.
3. Percampuran budaya: Orang Samaria dianggap telah tercemar oleh pengaruh budaya dan agama lain, sehingga dianggap tidak murni dalam menjalankan agama Yahudi.
4. Konflik:Terdapat konflik antara orang Yahudi dan Samaria sepanjang sejarah, termasuk pada zaman Yesus.
Perbedaan dan konflik ini menyebabkan orang Yahudi dan Samaria memiliki hubungan yang tegang dan sering kali bermusuhan. Namun, Yesus dalam Injil Lukas 9:51-56 menunjukkan bahwa Yesus tidak membeda-bedakan antara orang Yahudi dan Samaria, dan Ia menunjukkan kasih dan penerimaan kepada semua orang, termasuk orang Samaria. Yesus datang untuk Israel (Yahudi dan Samaria), bahkan untuk semua bangsa 
- Topografi Yerusalem: Kota ini terletak di atas bukit, dan memiliki beberapa gerbang dan tembok yang kuat.

Implikasi Arkeologi:

- Perjalanan Yesus ke Yerusalem: Arkeologi dapat membantu memahami rute perjalanan Yesus dan kondisi geografis pada masa itu.
- Konteks sejarah: Arkeologi dapat membantu memahami konteks sejarah pada masa itu, termasuk kehidupan sosial, ekonomi, dan politik.

Keterbatasan:

- Keterbatasan data arkeologi: Tidak ada data arkeologi yang secara langsung terkait dengan Lukas 9:51-62.
- Interpretasi: Interpretasi data arkeologi dapat berbeda-beda tergantung pada perspektif dan metode yang digunakan.

Dengan memperhatikan aspek-aspek arkeologi, kita dapat memahami konteks sejarah dan geografis Lukas 9:51-62, serta memperoleh wawasan yang lebih dalam tentang perjalanan Yesus ke Yerusalem.
analisa kontekstual dan pengenaan kini untuk Lukas 9:51-62 dapat dilakukan dengan memperhatikan beberapa aspek berikut:

Konteks:

- Lukas 9:51-62 merupakan bagian dari Injil Lukas yang menceritakan tentang perjalanan Yesus ke Yerusalem.
- Bagian ini merupakan titik balik penting dalam naratif Lukas, karena Yesus mulai mempersiapkan diri untuk kematian-Nya di Yerusalem.

Pengenaan Kini:

- Lukas 9:51-62 masih relevan bagi kehidupan Kristen hari ini, karena:
- Mengingatkan kita tentang pentingnya komitmen dan kesediaan untuk mengikuti Yesus.
- Menunjukkan bahwa menjadi murid Yesus memerlukan pengorbanan dan kesediaan untuk meninggalkan segala sesuatu yang menghalangi kita untuk mengikuti-Nya, termasuk perubahan sikap dari eksklusif ke inklusif, meniadakan perbedaan, menerima wajaran perbedaan.
- Mengajak kita untuk memprioritaskan panggilan Yesus di atas segala sesuatu.

Implikasi bagi Kehidupan Kristen:

- Lukas 9:51-62 dapat menjadi pengingat bagi kita untuk:
- Mempertahankan komitmen kita kepada Yesus dan tidak tergoda oleh hal-hal duniawi, menjauh dari sikap eksklusif dan berproses untuk inklusif.
- Menerima pengorbanan sebagai bagian dari kehidupan Kristen.
- Memprioritaskan panggilan Yesus di atas segala sesuatu.

Refleksi:

- Bagaimana kita dapat menerapkan prinsip-prinsip Lukas 9:51-62 dalam kehidupan sehari-hari?
- Apakah kita telah memprioritaskan panggilan Yesus di atas segala sesuatu?
- Bagaimana kita dapat mempertahankan komitmen kita kepada Yesus dalam menghadapi tantangan dan kesulitan?

Dengan memperhatikan konteks dan pengenaan kini Lukas 9:51-62, kita dapat memperoleh wawasan yang lebih dalam tentang bagaimana menjadi murid Yesus yang sejati dan bagaimana menerapkan prinsip-prinsip Lukas 9:51-62 dalam kehidupan sehari-hari.

SUDUT PANDANG LUKAS 9 : 51 - 52, SEBUAH PERENUNGAN PEMURIDAN

SUDUT PANDANG LUKAS 9 : 51 - 52, SEBUAH PERENUNGAN PEMURIDAN

Ini menyoroti intoleransi agama dan rasisme yang paling buruk . Yesus tampaknya ingin menerobos penghalang dan tembok yang memisahkan orang-orang ini. Terkadang hal itu berhasil, seperti yang terjadi pada wanita Samaria dan dalam perumpamaan tentang Orang Samaria yang Baik Hati.


Kebanyakan cendekiawan setuju bahwa bagian ini adalah contoh lain dari Yesus yang mengomunikasikan kesulitan menjadi murid. Bahkan, bagian ini sering disertakan pada awal masa Prapaskah, karena bagian ini dengan jelas menandai titik transisi dalam Injil Lukas saat Yesus mengarahkan wajahnya ke Yerusalem.

Namun, di sinilah kita berada, dalam Masa Biasa. Ini adalah pengingat yang baik bahwa pemuridan yang penuh perhatian (bolehkah saya mengarang sebuah kata?) penting sepanjang waktu . Atau dengan kata lain, apa yang Yesus dukung di sini adalah bahwa pemuridan yang tidak fokus tidak akan cukup.

Perhatikan bagaimana Yesus sendiri digambarkan sebagai sosok yang teguh dalam ayat 51: wajahnya mengarah ke Yerusalem agar Ia dapat diangkat. Lukas tidak hanya memaksudkan diangkat untuk digantung di kayu salib, tetapi seluruh rangkaian peristiwa besar dari salib hingga kebangkitan dan akhirnya kenaikan ke surga. (Ini adalah bagian dari alasan mengapa kisah ini terasa sangat mirip dengan alur naratif Elia; lihat Poin Tekstual di bawah.) Yesus begitu terfokus pada jalan ketaatan-Nya sendiri kepada kehendak Allah Tritunggal sehingga hal itu bahkan dipahami sebagai alasan mengapa kota Samaria menolak-Nya (lihat ayat 53).

Faktanya, pengalaman mereka di kota ini merupakan pelajaran pertama kita tentang pemuridan yang teralihkan—terutama menggarisbawahi betapa mudahnya membiarkan ranah pemuridan lain menyusup. Seperti yang mungkin sudah Anda ketahui, "tidak ada kasih yang hilang" antara orang Yahudi dan Samaria. Jadi ketika Yohanes dan Yakobus bertanya kepada Yesus apakah mereka harus menjatuhkan hukuman dendam pada kota yang telah menolak mereka, sangat mungkin bahwa motivasi mereka tidak sepenuhnya suci. Dengan kata lain, pemuridan nasional mereka membentuk cara mereka ingin menanggapi sebagai murid Yesus. Jelas—namun jauh lebih sulit bagi kita untuk mempraktikkan dan mengenali “di alam liar” kehidupan kita sendiri—seharusnya sebaliknya: pemuridan kita kepada Yesus harus mengubah cara kita mengekspresikan identitas nasional kita. Identitas Kristen dan panggilan kita kepada jalan Kristus mengalahkan identitas nasional apa pun, dan pengaruhnya dimaksudkan untuk menjadi jauh lebih searah daripada bagi kebanyakan dari kita. Saya tidak berargumen di sini untuk pemuridan tanpa konteks, tetapi mencoba untuk menunjukkan arah pengaruh terhadap nilai-nilai, praktik, dan ibadah.

Jika Yakobus dan Yohanes tidak terlalu terganggu oleh bias nasional mereka—alias pemuridan nasional mereka—maka mereka akan mampu mengikuti contoh rabi mereka dan mengingat apa yang telah diajarkannya kepada mereka dalam perkataan dan perbuatan: dengan menjadikan seorang perempuan Samaria sebagai penginjil (Yohanes 4), Yesus telah menunjukkan bahwa ia tidak membenci kelompok orang ini; Yesus juga tidak pernah mengucapkan kebencian atau penghakiman dan murka langsung kepada manusia mana pun karena menolaknya—ia telah menyerahkan penghakiman itu kepada yang akan datang. Anda pasti bertanya-tanya apakah poin-poin ini merupakan bagian dari teguran Yesus (ayat 55).

Naskah kemudian beralih dari para murid yang menjadi contoh gangguan kepada para calon murid yang membuktikan sulitnya memisahkan diri kita dari pemuridan yang sudah menguasai kita: sebagai manusia, kita sudah terganggu dan perlu melepaskan diri dari hal-hal duniawi ini agar dapat benar-benar mengikuti Yesus Kristus.

Yesus menggunakan pertemuan-pertemuan anonim di sepanjang jalan (ayat 57) untuk membuktikan poin tentang kesulitan menjadi murid. Itu adalah cerita pendek yang tidak terbatas; kita tidak tahu apakah salah satu dari mereka benar-benar berhasil. Sifat yang tidak terbatas ini mendukung undangan mereka untuk dipertimbangkan hari ini.

Orang pertama tampak siap dan bersedia, dengan berkata, "Aku akan mengikutimu ke mana pun engkau pergi." Jawaban Yesus adalah bahwa perjalanan tidak akan pernah berhenti: orang lain memiliki tempat untuk beristirahat dan menyebutnya rumah, tetapi Anak Manusia tidak. Ini adalah kata tentang terus-menerus menghadapi penolakan, tidak pernah merasa benar-benar betah di budaya atau tempat mana pun, sangat menyadari perbedaan (sebagaimana seharusnya, karena menjadi murid Kristus sering kali bertentangan dengan budaya). Bagi orang kedua dan ketiga, hal-hal yang mengalihkan perhatian untuk menjadi murid Yesus yang berbakti sepenuhnya berada di depan dan di tengah. Orang kedua diundang untuk datang dan mengikuti Yesus, tetapi orang tersebut menanggapi dengan kebutuhan untuk menyelesaikan beberapa tugas budaya (menguburkan ayah mereka). Mungkin orang ini berpikir bahwa mereka menyelesaikan tugas budaya mereka agar dapat melepaskannya; pada kenyataannya, mereka menunjukkan betapa terikatnya mereka dengan tugas-tugas tersebut (belum lagi bagaimana mereka menjaga hubungan dengan kepemilikan dan identitas karena mereka telah mengikuti harapan). Itu adalah jawaban "Ya, tetapi izinkan saya segera..." terhadap perintah Yesus—tanggapan yang mengalihkan perhatian.

Agar adil, cukup sulit untuk melepaskan nilai-nilai budaya dan kekeluargaan yang telah diberikan, diajarkan, dan ditanamkan ke dalam diri kita. Sering kali, nilai-nilai tersebut bahkan terkait erat dengan identitas Kristen kita. Contoh dari pemuridan sinkretis ini adalah jenis retorika yang mengatakan bahwa panggilan tertinggi seorang wanita adalah menjadi seorang ibu dengan melahirkan anak-anak. Memang, ini mungkin merupakan tindakan pemuridan bagi sebagian wanita, tetapi yang lebih tinggi dari panggilan ini adalah panggilan untuk menjadi murid Yesus dan hidup dalam Roh. Panggilan tinggi untuk menghasilkan buah Roh sebagai murid Kristus menuntun seorang ibu untuk memenuhi panggilannya sebagai seorang ibu secara berbeda, sebagai ekspresi pemuridannya sendiri, bukan sebagai pendahulu atau aktivitas wajib dari pemuridannya. (Ini adalah aliran searah dari pengaruh pemuridan Kristen terhadap panggilan duniawi kita.)

Sejak awal mula, karena cara kita dibentuk sebagai individu dan masyarakat, kita adalah murid-murid yang tidak fokus yang membutuhkan kejelasan—perlu menjaga mata kita tetap tertuju pada Yesus Kristus, Tuhan yang telah bangkit dan naik ke surga.  Begitu pula dengan orang ketiga, yang ingin melakukan hal yang sangat terhormat dan mengucapkan selamat tinggal kepada keluarganya sebelum mengikuti Yesus. Yesus mengibaratkan tindakan orang ini dengan petani yang, ketika sedang membajak, menoleh untuk melihat ke belakang. Dengan melakukan hal itu, petani akan mengacaukan barisan karena tidak mungkin berjalan lurus ke depan sambil melihat ke belakang.

Berapa banyak gereja yang berjuang untuk menantikan ke mana Yesus memimpin karena mereka melihat ke belakang pada kenyataan yang telah lama berlalu?

Orang yang menoleh ke belakang sangat kontras dengan Yesus, yang wajahnya menghadap ke Yerusalem sebagai bagian dari ketaatan-Nya kepada kehendak Allah Tritunggal. Dengan ketaatan kita kepada-Nya, kita terus-menerus membuktikan bahwa peringatan Yesus benar: "Setiap orang yang siap untuk membajak tetapi menoleh ke belakang, tidak layak untuk Kerajaan Allah." Kita membutuhkan Roh Kudus untuk menempatkan Kristus di dalam kita jika kita ingin mencoba melakukan hal ini tanpa gangguan. Dan, kita perlu terus-menerus memeriksa dan berjaga-jaga terhadap bagaimana ketaatan kita kepada-Nya menjadi terganggu (atau ditekan untuk menjadi terganggu dan terjerat dengan sesuatu yang bukan hal utama).

Kita selalu berada di sepanjang jalan, tanpa tempat untuk beristirahat dan merasa telah menyelesaikan perjalanan pemuridan. Kita akan terganggu dan menyimpang dan akan membutuhkan kasih karunia Tuhan untuk menarik kita kembali. Kita dapat bertobat dan mengarahkan wajah kita kembali kepada Kristus. Syukurlah, kita memiliki pribadi yang setia, yang sama sekali tidak terganggu yang menganggap kita sebagai milik-Nya.  

Titik Tekstual

Banyak komentar yang Anda baca akan menunjukkan bagaimana bagian ini menghubungkan Yesus sangat erat dengan Elia dalam 2 Raja-raja 1-2 melalui kiasan pada:

  • diangkat (ke surga)
  • memanggil api turun dari surga
  • calon pengikut/murid/murid baru

Hubungan-hubungan ini menggarisbawahi Yesus sebagai Nabi.

Ide Ilustrasi

Kita semua tahu betul bahaya mengemudi sambil tidak fokus. Namun, sebagian besar dari kita masih menggunakan ponsel untuk membaca teks, mengganti lagu, memasukkan alamat baru ke peta kita... Lebih banyak penelitian telah membuktikan bahwa kita tidak dapat melakukan dua hal ini sekaligus: agar aman bagi diri kita sendiri dan orang lain, kita perlu menjadi pengemudi atau kita perlu menjadi pengguna ponsel.

Saya bertanya-tanya apakah kita dapat memikirkan perkataan Yesus tentang pemuridan dengan cara yang sama: kita dapat menjadi murid-Nya, atau menjadi murid dari... bangsa, ... budaya, ... keluarga, ... dll. Ketika kita mencoba mengikuti Yesus tetapi masih mempertahankan pandangan nasional, nilai-nilai budaya yang mungkin menghalangi kita mencari kerajaan, atau menempatkan lebih banyak kepentingan pada bagaimana keluarga kita akan memandang kita di atas bagaimana Yesus memandang kita, kita sedang melakukan pemuridan yang tidak fokus . Orang yang dengan tegas mengarahkan wajahnya ke Yerusalem tidak akan mendapatkan apa pun.

(22062025)(TUS)



SUDUT PANDANG LILIN ADVENT

SUDUT PANDANG LILIN ADVENT PENGANTAR Seiring berjalan kesepakatan ekuminis di Lima, membawa beberapa kesepakatan antara denomina...